Anda di halaman 1dari 5

Omimbus law sebagai upaya mempercepat proses ekonomi dalam pemerintahan

Jokowi yang kedua ini, berisikan 79 UU yang terdiri atas 1.244 pasal (05 februari 2020)
terkait RUU Omnimbus Law Perpajakan, RUU Omnimbus Law Cipta Lapangan Kerja dan RUU
Omnimbus Law Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Pasal – pasal yang direvisi akan
memangkas hal yang dianggap menghambat masuknya investasi ke dalam negeri selama ini.
Omnimbus law seringkali menjadi bahan diskusi bahkan menjadi penolakan di setiap
kalangan. Namun dari sekian banyak penolakan jarang sekali termuat mengenai pendidikan.
Padahal ada beberapa pasal dalam omnimbus law yang perlu dikaji lebih dalam mengenai
pendidikan. Karena pada hakikatnya pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan
bangsa dan negara. Tanpa pendidikan negara tidak akan maju begitu pula dengan bidang
lainnya seperti ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Harusnya pendidikan
lah yang menjadi sorotan utama untuk segera diperbaiki, dari tahun ke tahun pendidikan di
Indonesia selalu menemui masalah baru. Dalam survei kemampuan pelajar yang dirilis oleh
PISA (Programme for International Student Assessment) Indonesia menempati peringkat ke-
72 dari 77 negara. Indonesia menempati posisi peringkat enam terbawah dalam kualitas
pendidikan di dunia, yang menilai kemampuan membaca, matematika dan sains. Banyak
faktor yang menjadikan kualitas pendidikan di Indonesia begitu buruk yang harus segera
menjadi perhatian bagi pemerintah maupun masyarakat agar tidak terus menjadi
permasalahan bagi negara ini. Menurut pengamat pendidikan Budi Trikorayanto, setidaknya
ada tiga masalah yakni : 1. Kualitas pengajar, 2. Sistem Pendidikan yang membelenggu, 3.
Lembaga pendidikan perlu pembenahan. Maka dari itu Indonesia perlu berbenah dan
mengevaluasi mengenai pendidikannya. Secara bersama – sama mengkritisi dan
memberikan solusi mengenai segala bentuk aturan mengenai pendidikan.

Seperti yang kita ketahui bahwa hadirnya Omnimbus Law menjadi pro dan kontra di
setiap kalangan. Ada yang merasa di untungkan ada pula yang merasa di rugikan karena
keberadaanyya. Begitu pula dalam aturan yang memuat tentang aturan baru mengenai
pendidikan, faktanya terdapat beberapa ketimpangan dan ketidaksesuaian di dalamnya. Hal
yang sangat disayangkan bagi pendidikan di Indonesia saat ini. Adanya Omnimbus Law
untuk pendidikan diharapkan menjadi sebuah perbaikan bukan malah membuat
permasalahan baru bagi bangsa dan negara. Ada beberapa pasal mengenai pendidikan yang
termuat dalam RUU Omnimbus Law yang dianggap merugikan bagi sebagian kalangan.
Seperti pada diubahnya ketentuan dalam pasal 8 UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen. Dalam pasal tersebut hanya berisikan satu ketentuan tentang kewajiban guru
memiliki sertifikat pendidik, kompetensi, kualifikasi akademik, sehat jasmani dan rohani.
Namun dalam RUU Omnimbus Law pada halaman 498, pasal 8 jadi mempunyai dua ayat.
Ayat tambahan tersebut menyatakan, “Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak wajib dimiliki oleh guru yang berasal dari lulusan perguruan tinggi lembaga negara
lain yang terakreditasi”. Artinya guru dalam negeri diwajibkan memiliki sertifikat pendidik
sedangkan guru negara lain tidak diwajibkan memiliki sertifikat pendidik, kompetensi,
kualifikasi akademik, sehat jasmani dan rohani. Kemudian pada RUU Omnimbus Law
halaman selanjutnya yakni 499, pasal 45 menjadi dua ayat. Ayat pertama mengatur
kewajiban dosen memiliki sertifikat pendidik dan lain-lain. Kemudian ayat kedua berbunyi,
"Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak wajib dimiliki oleh dosen
yang berasal dari lulusan perguruan tinggi lembaga negara lain yang terakreditasi”. Padahal
adanya sertifikasi guru merupakan suatu bentuk pengawasan maupun penjamin mutu.
Seperti Menurut Wibowo dalam Mulyasa mengungkapkan bahwa tujuan sertifikasi guru
adalah sebagai berikut:

 Melindungi profesi pendidik dan tenaga kependidikan,

 Melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang tidak kompeten, sehingga merusak


citra pendidik dan tenaga kependidikan,

 Membantu dan melindungi lembaga penyelenggara pendidikan, dengan


menyediakan rambu-rambu dan instrumen untuk melakukan seleksi terhadap pelamar yang
kompeten,

 Membangun citra masyarakat terhadap profesi pendidik dan tenaga kependidikan,

 Memberikan solusi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dan tenaga


kependidikan.

Dari sini kita dapat mengambil kesimpulan apakah guru/dosen luar lebih baik? Atau
lebih berkompeten? Selanjutnya dalam ayat tersebut berbunyi kompetensi, kualifikasi
akademik, sehat jasmani dan rohani. Dalam tambahan ayat pada RUU Omnimbus Law di
jelaskan bahwa ayat pertama hanya untuk guru/dosen lokal sedangkan yang keduanya
dikecualikan untuk guru/dosen luar. Ini menjadi suatu bentuk ketimpangan dan
ketidakpercayaan pemerintah terhadap tenaga pengajar yang ada di Indonesia. Dalam pasal
ini sangat menyudutkan kepada pengertian bahwa guru/dosen lokal wajib untuk melakukan
beberapa tahapan untuk menjadi seorang pengajar sedangkan bagi yang dari luar
dipersilahkan tanpa adanya persyaratan seperti pada ayat 1 pasal 8 untuk guru dan ayat 1
pasal 45 untuk dosen. Menjadi sebuah kekhawatiran bagi para tenaga pendidik untuk
mempunyai keleluasaan dalam mengajar di dalam negeri. Karena dari RUU Omnimbus Law
ini lebih condong kepada asing.

Saat ini, kampus di Indonesia diatur oleh UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Perguruan Tinggi. Namun faktanya dalam RUU Omnibus Law menghapuskan kewajiban
kampus asing untuk memprioritaskan dosen dan tenaga pendidik asal Indonesia dan
menghapuskan mengenai Pemerintah Indonesia, yang berhak menetapkan lokasi, jenis dan
program studi pada perguruan tinggi asing. Semua kewajiban itu, yang sebelumnya terdapat
dalam UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dihapuskan dalam RUU Omnibus
Law. Ini jelas – jelas sangat menguntungkan kampus asing yang berdiri di Indonesia dan
mempunyai keleluasaan lebih dalam mengatur bagaimana kampus yang dibangunnya.
Bukan hanya UU No 12 Tahun 2012 saja yang dihapuskan tapi RUU Omnibus Law juga
menghapus ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 67, 68 dan 69 UU No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 67 UU No. 20 tahun 2003 ayat (1) menyatakan
bahwa tiap orang, organisasi atau penyelenggara pendidikan yang memberikan ijazah,
sertifikat kompetensi, gelar akademik tanpa hak, akan dipidana penjara maksimal 10 tahun
dan/atau denda maksimal Rp1 miliar. Ketentuan itu dihapus dalam RUU Omnibus Law
bersama 3 ayat lainnya. Kemudian dalam Pasal 68 itu mengatur soal pidana
terhadap orang yang membantu pemberian ijazah dan gelar akademik.
Ketentuan pidana terhadap orang yang menggunakan ijazah dan gelar akademik
palsu dalam Pasal 69 juga dihapus lewat RUU omnibus law. Padahal, dalam UU
20/2003 Pasal 69, orang yang memakai ijazah dan gelar akademik palsu bisa
dipenjara lima tahun atau denda maksimal Rp. 500 juta. Hal ini membuat rentan
terhadap adanya ijazah palsu yang mudah didapat tanpa adanya kegiatan belajar
– mengajar terlebih dahulu.

Menurut Presiden Joko Widodo, munculnya Omnibus Law ini bertujuan untuk
menyederhanakan aturan-aturan yang menghalangi pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Semuanya ditujukan kepada kecepatan dan efisiensi dalam perkembangan ekonomi.
Faktanya omnimbus law hadir dengan tambahan 456 aturan baru, bukan malah
menyederhanakan namun menambah aturan. Sejak awal digarapnya RUU Omimbus Law
sampai saat ini dapat di akses isi dari draft omnimbus law menandakan pemerintah tidak
ingin melibatkan banyak tangan dalam pembuatannya sehingga tumbuh rasa tidak percaya
dan hilangnya partisipasi masyarakat. Omnimbus law yang dibuat dengan tujuan untuk
memajukan pertumbuhan ekonomi belum tentu sesuai apa yang diharapkan. Keberpihakan
peraturan yang seakan – akan lebih condong ke asing membuat stigma masyarakat
beranggapan bahwa adanya tindakan diskriminatif karena adanya UU sapu jagad. Tujuan
yang seyogyanya menjadi pendorong kemajuan negara Indonesia jangan sampai hanya akan
menjadi masalah baru yang muncul dan berakibat pada kerugian berbagai pihak terutama
masyarakat Indonesia sendiri. Ambisi pemerintah dalam menciptakan RUU Omnimbus Law
menjadi sebuah kecaman berbagai kalangan apalagi pihak – pihak yang sangat dirugikan
karena keberadaannya. Kemudahan yang di dapat oleh investor asing di negara Indonesia
belum tentu menarik banyak investor tersebut berinvestasi dan memberikan pendapatan
untuk negara Indonesia.

Pendidikan menjadi sebuah kunci keberhasilan bagi suatu negara. Tanpa pendidikan
jangan berharap suatu negara akan maju. Seluruh bidang bertumpu pada pendidikan, maka
dari itu kualitas pendidikan harus siap secara cepat dan tepat memberikan yang terbaik bagi
kemajuan bangsa. Regulasi yang ada harusnya disetujui oleh seluruh pihak baik oleh
pemerintah, tenaga pendidik, peserta didik dan semua masyarakat dalam suatu negara.
Sama – sama dibuat dan sama – sama dikritisi juga diberikan solusi tentang bagaimana
seharusnya pendidikan di negara ini ditegakkan. Tak jarang adanya ketidakseimbangan
dalam tubuh pendidikan, ketimpangan yang dialami sekolah – sekolah pelosok dibandingkan
dengan yang berada di kota. Guru – guru dengan gaji yang terkadang tidak sesuai dengan
perjuangan yang mereka lakukan dan ilmu yang mereka berikan. Jangan dianggap mainan
dalam pembuatan regulasi mengenai pendidikan apalagi hanya memeberikan keuntungan
secara sepihak dan merugikan banyak pihak, yang harus dilakukan pemerintah untuk
negaranya terlebih dahulu. Maka dari itu regulasi yang diharapkan dapat sejalan dengan
rakyatnya dibuat untuk kepentingan negara bukan segelintir pihak.

Anda mungkin juga menyukai