Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN

KRISIS TIROID

Disusun oleh :

Fitrotin Nisak 0118017

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA
MOJOKERTO
2021
Lembar pernyataan

Dengan ini kami menyatakan bahwa :

Kami mempunyai kopi dari makalah ini yang bisa kami reproduksi jika makalah yang
dikumpulkan hilang atau rusak.

Makalah ini adalah hasil karya kami sendiri dan bukan merupakan karya orang lain kecuali
yang telah dtuliskan dalam referensi, serta tidak ada seorangpun yang membuatkan makalah
ini untuk kami.

Jika dikemudian hari terbukti adanya ketidak jujuran akademik, kami bersedia mendapatkan
sangsi sesuai peraturan yang berlaku.

Mojokerto, 13 September 2021

Nama Nim Tanda tangan mahasiswa


Fitrotin Nisak 0118017
Lembar Penilaian makalah dan presentasi kelompok

FORMAT PENILAIAN MAKALAH:

N Aspek yang Bobot Nilai Kriteria penilaian


O dinilai Maks
1 Pendahuluan 2% 2 Menjelaskan topik, tujuan, dan deskripsi
singkatmakalah

Supervisial, Sangat
tidakspesifik spesifik dan
relevan
2 Laporan 5% 5 Laporan lugas dan ringkas serta lengkap
analisis
masalah
Intervensi 16% 16 Penjelasan teori konsep dasar keperawatan
keperawatan /fisiologi/patofisiologi terkait
yang Analisis peran perawat dalam intervensi
diusulkan serta kaitan intervensi dengan proses
keperawatan
Pengalaman atau realita di klinik dan gap
Literature review
Ide logis dan ringkas
Menunjukkan kemampuan analisis
Argument logis dan rasional
Analisa kritis rencana aplikasi ide atau hasil
pembahasan
Literatur yang digunakan terkini dan
berkualitas serta extensive
Kesimpulan 2% 2 Menyimpulkan makalah dan menuliskan
refleksi atas kritik jurnal
Penguranga -7.5% -7.5 Nilai akan mendapatkan pengurangan jika
nilai kriteria berikut tidak terpenuhi:
Jumlah halaman< 10 atau lebih dari 20
halaman (batas toleransi 5%)
Tidak mengikuti aturan penulisan referensi
dengan benar
Penulisan bahasa Indonesia yang baik dan
benar, termasuk tanda baca.

NILAI MAKSIMAL 25

Komentar Fasilitator:
.....................................................................................................................................
.......................................................................................................................
Presentasi Kelompok (5%)
No ASPEK YANG DINILAI PROSENTASE
1 Kemampua nmengemukakan intisari makalah 1
2 Kemampuan menggunakan media & IT 1
3 Kontribusi yang bermanfaat bagi kelompok 1
4 Kemampuan berdiskusi (responsive, analitis) 2
TOTAL NILAI MAKSIMUM 5

Soft skill yang dinilai selama diskusi: team work, berpikir kritis, komunikasi
Komentar Fasilitator:
.....................................................................................................................................
.................................................................................................
Penilaian mahasiswa lain: (nilai maksimum 10)
POINT PROSENTAS
NO. ASPEK YANG DINILAI
PENILAIAN E
Aktifbertanya 10%
Aktif memberikan ide/pendapat 10%
Inovatif dan kreatif dalam
Selama proses
memberikan pendapat.
1 diskusi
Kemampuan analitik dalam 30%
(50%)
mengajukan pertanyaan dan
memberikan solusi
Resume Ringkas dan padat 20%
3 Isi resume 20 %
(50%) Simpulan & saran 10%
TOTAL NILAI MAKSIMUM 10
\

Kata pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini telah selesai di susun secara maksimal

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya dalam menyusun


makalah ini, saya yakin masih banyak kekurangan baik dari segi tata bahasa ataupun susunan
kalimatnya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka, saya menerima segala kritik dan saran
dari pembaca untuk penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata, saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca.

Mojokerto, 13 September 2021

penyusun

DAFTAR ISI

Lembar Pernyataan
Format Penilaian
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan masalah
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Tiroid
B. Anatomi Tiroid
C. Fisiologi Tiroid
D. Etiologi Tiroid
E. Patofisiologi Tiroid
F. Manifestasi Klinis Tiroid
G. Penatalaksanaan Tiroid
H. Komplikasi Tiroid
I. Pathway Tiroid
BAB III. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN KRISIS TIROID
A. Pengkajian
B. Diagnosa
C. Intervensi
D. Implementasi
E. Evaluasi
BAB IV. PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis tiroid merupakan komplikasi hypertiroidisme yang jarang terjadi tetapi
berpotensi fatal. Krisis tiroid harus dikenali dan ditangani berdasarkan manifestasi
klinis karena konfirmasi laboratoris sering kali tidak dapat dilakukan dalam rentang
waktu yang cukup cepat. Pasien biasanya memperlihatkan keadaan hypermetabolik 
yang ditandai oleh demam tinggi, tachycardi, mual, muntah, agitasi, dan psikosis.
Pada fase lanjut, pasien dapat jatuh dalam keadaan stupor atau komatus yang disertai
dengan hypotensi.
Krisis tiroid  adalah penyakit yang jarang terjadi, yaitu hanya terjadi sekitar 1-2%
pasien hypertiroidisme. Sedangkan insidensi keseluruhan hipertiroidisme sendiri
hanya berkisar antara 0,05-1,3% dimana kebanyakannya bersifat subklinis. Namun,
krisis tiroid yang tidak dikenali dan tidak ditangani dapat berakibat sangat fatal.
Angka kematian orang dewasa pada krisis tiroid mencapai 10-20%. Bahkan beberapa
laporan penelitian menyebutkan hingga setinggi 75% dari populasi pasien yang
dirawat inap.Dengan tirotoksikosis yang terkendali dan penanganan dini krisis tiroid,
angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 20%.
Karena penyakit Graves merupakan penyebab hipertiroidisme terbanyak dan
merupakan penyakit autoimun yang juga mempengaruhi sistem organ lain, melakukan
anamnesis yang tepat sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Hal ini penting
karena diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran
laboratoris. Hal lain yang penting diketahui adalah bahwa krisis tiroid merupakan
krisis fulminan yang memerlukan perawatan intensif dan pengawasan terus-menerus.
Dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan
baik. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang tepat tentang krisis tiroid,
terutama mengenai diagnosis dan penatalaksaannya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi tiroid?
2. Bagaimana anatomi tiroid?
3. Bagaimana fisiologi tiroid?
4. Bagaimana etiologi tiroid?
5. Bagaimana patafisiologi tiroid?
6. Bagaimana manifestasi klinis tiroid?
7. Bagaimana penatalaksanaan tiroid?
8. Bagaimana komplikasi tiroid?
9. Bagaimana pathway tiroid?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui definisi tiroid
2. Untuk mengetahui anatomi tiroid
3. Untuk mengetahui fisiologi tiroid
4. Untuk mengetahui etiologi tiroid
5. Untuk mengetahui patofisiologi tiroid
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis tiroid
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan tiroid
8. Untuk mengetahui komplikasi tiroid
9. Untuk mengetahui pathway tiroid

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai
oleh demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem
saluran cerna.Awalnya, timbul hipertiroidisme yang merupakan kumpulan gejala
akibat peningkatan kadar hormon tiroid yang beredar dengan atau tanpa kelainan
fungsi kelenjar tiroid. Ketika jumlahnya menjadi sangat berlebihan, terjadi kumpulan
gejala yang lebih berat, yaitu tirotoksikosis.
Krisis tiroid merupakan keadaan dimana terjadi dekompensasi tubuh terhadap
tirotoksikosis tersebut.Tipikalnya terjadi pada pasien dengan tirotoksikosis yang tidak
terobati atau tidak tuntas terobati yang dicetuskan oleh tindakan , infeksi, atau trauma.
Krisis tiroid adalah kegawatan di bidang endokrin yang disebabkan karena
dekompensata dari tirotoksikosis. Tirotoksikosis merupakan suatu sindroma ditandai
dengan gambaran klinis, fisiologis dan biokimia yang menunjukkan bahwa jaringan
tubuh terpapar dengan hormone tiroid yang berlebihan: FT4 dan atau FT3
(Tjokroprawiro et al, 2015).
B. Anatomi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid terletak di leher, yaitu antara fasia koli media dan fasia
prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terdapat trakea, esofagus, pembuluh darah
besar dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrakealis dan
melingkari trakea dua pertiga bahkan sampai tiga perempat lingkaran. Keempat
kelenjar paratiroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tiroid, tetapi
letak dan jumlah kelenjar ini dapat bervariasi. Arteri karotis komunis, vena jugularis
interna dan nervus vagus terletak bersama dalam suatu sarung tertutup di latero dorsal
tiroid. Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk laring. Nervus frenikus
dan trunkus simpatikus tidak masuk ke dalam ruang antara fasia media dan
prevertebralis (De Jong & Sjamsuhidajat, 2005).

Gambar 1.1 Anatomi Kelenjar Tiroid (De Jong & Sjamsuhidajat, 2005)
Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari empat sumber antara lain arteri
karotis superior kanan dan kiri, cabang arteri karotis eksterna kanan dan kiri dan
kedua arteri tiroidea inferior kanan dan kiri, cabang arteri brakhialis. Kadang kala
dijumpai arteri tiroidea ima, cabang dari trunkus brakiosefalika. Sistem vena terdiri
atas vena tiroidea superior yang berjalan bersama arteri, vena tiroidea media di
sebelah lateral dan vena tiroidea inferior. Terdapat dua macam saraf yang mensarafi
laring dengan pita suara (plica vocalis) yaitu nervus rekurens dan cabang dari nervus
laringeus superior (De Jong & Sjamsuhidajat, 2005).

Gambar 1.2 Vaskularisasi Kelenjar Tiroid

C. Fisiologfi Kelenjar Tiroid


Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang
kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium
nonorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat
ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat
tinggi di dalam jaringan tiroid. T3 dan T4 yang dihasilkan ini kemudian akan
disimpan dalam bentuk koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan
dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian
mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh protein yaitu
globulin pengikat tiroid Thyroid Binding Globulin (TBG) atau prealbumin pengikat
albumin Thyroxine Binding Prealbumine (TBPA). Hormon stimulator tiroid Thyroid
Stimulating Hormone (TSH) memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi
dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang
dikenal sebagai umpan balik negatif sangat penting dalam proses pengeluaran hormon
tiroid ke sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat adanya sel parafolikular yang
menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolisme kalsium, yaitu
menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang (De Jong & Sjamsuhidajat, 2005).
Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid yaitu
Thyroid Stimulating Hormone (TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior hipofisis.
Kelenjar ini secara langsung dipengaruhi dan diatur aktifitasnya oleh kadar hormon
tiroid dalam sirkulasi yang bertindak sebagai umpan balik negatif terhadap lobus
anterior hipofisis dan terhadap sekresi hormon pelepas tirotropin yaitu Thyrotropin
Releasing Hormone (TRH) dari hipotalamus (Guyton & Hall, 2006).
Sebenarnya hampir semua sel di tubuh dipengaruhi secara langsung atau tidak
langsung oleh hormon tiroid. Efek T3 dan T4 dapat dikelompokkan menjadi beberapa
kategori yaitu (Sherwood, 2011):
1. Efek pada laju metabolisme
Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal tubuh secara keseluruhan.
Hormon ini adalah regulator terpenting bagi tingkat konsumsi O2 dan pengeluaran
energi tubuh pada keadaan istirahat.
2. Efek kalorigenik
Peningkatan laju metabolisme menyebabkan peningkatan produksi panas.
3. Efek pada metabolisme perantara
Hormon tiroid memodulasi kecepatan banyak reaksi spesifik yang terlibat dalam
metabolisme bahan bakar. Efek hormon tiroid pada bahan bakar metabolik bersifat
multifaset, hormon ini tidak saja mempengaruhi sintesis dan penguraian
karbohidrat, lemak dan protein, tetapi banyak sedikitnya jumlah hormon juga dapat
menginduksi efek yang bertentangan.
4. Efek simpatomimetik
Hormon tiroid meningkatkan ketanggapan sel sasaran terhadap katekolamin
(epinefrin dan norepinefrin), zat perantara kimiawi yang digunakan oleh sistem
saraf simpatis dan hormon dari medula adrenal.
5. Efek pada sistem kardiovaskuler
Hormon tiroid meningkatkan kecepatan denyut dan kekuatan kontraksi jantung
sehingga curah jantung meningkat.
6. Efek pada pertumbuhan
Hormon tiroid tidak saja merangsang sekresi hormon pertumbuhan, tetapi juga
mendorong efek hormon pertumbuhan (somatomedin) pada sintesis protein
struktural baru dan pertumbuhan rangka. Percobaan pada kecebong (anak katak)
yang diberi T4 dan T3 mengalami metamorfose lebih awal dan menjadi katak
kerdil. Kecebong hipotiroid tidak pernah tumbuh menjadi katak sama sekali.
7. Efek pada sistem saraf
Hormon tiroid berperan penting dalam perkembangan normal sistem saraf terutama
Sistem Saraf Pusat (SSP). Hormon tiroid juga sangat penting untuk aktivitas
normal SSP pada orang dewasa.
D. Etiologi
Etiologi krisis tiroid sampai saat ini belum banyak diketahui. Namun ada tiga
mekanisme fisiologis yang diketahui dapat mengakibatkan krisis tiroid, yaitu :
 Pelepasan seketika hormone tiroid dalam jumlah yang besar.
Pelepasan tiba-tiba hormon tiroid diduga dapat menyebabkan manifestasi
hipermetabolik yang terjadi selama krisis tiroid, namun analisis laboratorium T3
& T4 mungkin tidak nyata dalam fenomena ini.
 Hiperaktivitas adrenegik.
Telah banyak diketahui bahwa hormon tiroid dan katekolamin saling
mempengaruhi satu sama lain. Walaupun masih belum pasti apakah efek
hipersekresi hormon tiroid atau peningkatan kadar katekolamin menyebabkan
peningkatan sensitivitas dan fungsi organ efektor. Namun interaksi tiroid
katekolamin dapat mengakibatkan peningkatan kecepatan reaksi kimia,
meningkatkan konsumsi nutrien dan oksigen, meningkatkan produksi panas,
perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit, dan status katabolik.
 Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan.
Lipolisis berlebihan, peningkatan jumlah asam lemak mengoksidasi dan
menghasilkan energi panas yang berlebih yang sulit untuk dihilangkan melalui
jalan vasodilatasi. Energi ini bukan berbentuk adenosin trifosfat pada tingkat
molekuler, dan juga tidak dapat digunakan oleh sel. Walaupun etiologinya belum
jelas, namun terdapat beberapa faktor yang disinyalir memicu krisis tiroid,
diantaranya : infeksi, trauma, pembedahan non tiroid, tiroidectomi, reaksi insulin,
kehamilan, pemberhentian terapi anti tiroid mendadak, hipertiroid yang tidak
terdiagnosa.
Etiologi krisis tiroid antara lain penyakit Graves, goiter multinodular toksik.
Etiologi yang paling banyak menyebabkan krisis tiroid adalah penyakit
Graves.Meskipun tidak biasa terjadi, krisis tiroid juga dapat merupakan
komplikasi dari operasi tiroid. Kondisi ini diakibatkan oleh manipulasi kelenjar
tiroid selama operasi pada pasien hipertiroidisme. Krisis tiroid dapat terjadi
sebelum, selama, atau sesudah operasi. Operasi umumnya hanya
direkomendasikan ketika pasien mengalami penyakit Graves dan strategi terapi
lain telah gagal atau ketika dicurigai adanya kanker tiroid. Krisis tiroid berpotensi
pada kasus-kasus seperti ini dapat menyebabkan kematian.
E. Patofisiologi
Pathogenesis krisis tiroid pada dasarnya belum diketahui secara pasti.
Peningkatan hormone tiroid yang beredar di dalam darah yang semakin tinggi dapat
dipastikan terjadinya krisis tiroid. Hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing
hormone (TRH) yang merangsang kelenjar pituitary anterior untuk menyekresikan
thyroid-stimulating hormone (TSH) dan hormone inilah yang memicu kelenjar tiroid
melepaskan hormone tiroid. Kelenjar inilah menghasilkan prohormone thyroxine (T4)
yang mengalami deiodinasi terutama oleh hati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya,
yaitu triiodothyronine (T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2 bentuk yaitu bentuk yang
bebas tidak terikat dan aktif secara biologik dan bentuk yang terikat pada thyroid-
binding globulin (TBG). Kadar T4 dan T3 yang bebas tidak terikat sangat berkorelasi
dengan gambaran klinis pasien. Bentuk bebas ini mengatur kadar hormone tiroid
ketika keduanya beredar di sirkulasi darah yang menyuplai kelenjar pituitary anterior.
Terjadinya tirotoksikosis ini melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang
diarahkan pada 4 antigen dari kelenjar tiroid yaitu TBG, tiroid peroksidase, simporter
natrium-iodida, dan reseptor TSH. Reseptor TSH inilah yang merupakan autoantigen
utama pada patofisiologi penyakit ini. Kelenjar tiroid dirangsang terus menerus oleh
autoantibodi terhadap reseptor TSH dan berikutnya sekresi TSH ditekan karena
peningkatan produksi hormone tiroid. Autoantibodi tersebut paling banyak ditemukan
dari subkelas immunoglobulin (Ig)-G1. Antibody ini menyebabkan pelepasan
hormone tiroid dan TBG yang diperantarai oleh Cyclic Adenosine Monophosphate
(Cyclic AMP). Selain itu, antibody ini juga merangsang uptake iodium, sintesis
protein, dan pertumbuhan kelenjar tiroid. Krisis tiroid timbul saat terjadi
dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormone tiroid yang menyebabkan
hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak system organ dan merupakan bentuk
paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan pengaruh hormone
tiroid yang semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan hormone tiroid (dengan
tanpa peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake hormone tiroid oleh sel-sel
tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel terhadap hormone ini sudah terlalu tinggi
untuk bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan kematian. Diduga bahwa hormone
tiroid dapat meningkatkan kepadatan reseptor beta, Cyclic adenosine monophosphate,
dan penurunan kepadatan reseptor alfa (Tjokroprawiro et al, 2015).
F. Manifestasi Klinis
Penderita umumnya menunjukkan semua gejala tirotoksikosis tetapi biasanya
jauh lebih berat.
1. Demam  > 370 C
2. Takikardi > 130 x/menit
3. Gangguan sistem gastrointestinal seperti diare berat
4. Gangguan sistem neurologik seperti keringat yang berlebihan sampai
dehidrasi,gangguan kesadaran sampai koma

Menurut Smeltzer dan Bare (2002) tanda dan gejala dari tiroid yaitu :
1. Peningkatan frekuensi denyut jantung
2. Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap
katekolamin
3. Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas, intoleran
terhadap panas, keringat berlebihan
4. Penurunan berat, peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik)
5. Peningkatan frekuensi buang air besar
6. Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid
7. Gangguan reproduksi
8. Tidak tahan panas
9. Cepat letih
10. Tanda bruit
11. Haid sedikit dan tidak tetap
12. Pembesaran kelenjar tiroid
13. Mata melotot (exoptalmus)
G. Penatalakasanaan
Penatalaksanaan medis pada krisis tiroid mempunyai 4 tujuan yaitu menangani
faktor pencetus, mengontrol pelepasan hormon tiroid yang berlebihan, menghambat
pelepasan hormon tiroid, dan melawan efek perifer hormon tiroid (Hudak & Gallo).
Penatalaksanaan medis krisis tiroid meliputi:
1. Koreksi hipertiroidisme
a) Menghambat sintesis hormon tiroid.
Obat yang dipilih adalah propiltiourasil (PTU) atau metimazol. PTU lebih
banyak dipilih karena dapat menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer.
PTU diberikan lewat selang NGT dengan dosis awal 600-1000 mg kemudian
diikuti 200-250 mg tiap 4 jam. Metimazol diberikan dengan dosis 20 mg tiap 4
jam, bisa diberikan dengan atau tanpa dosis awal 60-100mg.
b) Menghambat sekresi hormon yang telah terbentuk.
Obat pilihan adalah larutan kalium iodida pekat (SSKI) dengan dosis 5 tetes
tiap 6 jam atau larutan lugol 30 tetes perhari dengan dosis terbagi 4.
c) Menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer.
Obat yang digunakan adalah PTU, ipodate, propanolol, dan kortikosteroid.
d) Menurunkan kadar hormon secara langsung
Dengan plasmafaresis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi tukar, dan
charcoal plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila dengan pengobatan
konvensional tidak berhasil.
e) Terapi definitif
Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau total).
Menormalkan dekompensasi homeostasis
f) Terapi suportif
Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan cairan intravena
o Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen
o Multivitamin, terutama vitamin B
o Obat aritmia, gagal jantung kongstif
o Lakukan pemantauan invasif bila diperlukan
o Obat hipertermia (asetaminofen, aspirin tidak dianjurkan karena dapat
meningkatkan kadar T3 dan T4)
2. Obat antiadrenergik Yang tergolong obat ini adalah beta bloker, reserpin, dan
guatidin. Reserpin dan guatidin kini praktis tidak dipakai lagi, diganti dengan Beta
bloker. Beta bloker yang paling banyak digunakan adalah propanolol. Penggunaan
propanolol ini tidak ditujukan untuk mengobati hipertiroid, tetapi mengatasi gejala
yang terjadi dengan tujuan memulihkan fungsi jantung dengan cara menurunkan
gejala yang dimediasi katekolamin. Tujuan dari terapi adalah untuk menurunkan
konsumsi oksigen miokardium, penurunan frekuensi jantung, dan meningkatkan
curah jantung.
3. Pengobatan faktor pencetus Obati secara agresif faktor pencetus yang diketahui,
terutama mencari fokus infeksi, misalnya dilakukan kultur darah, urine, dan
sputum, juga foto dada (Bakta & Suastika, 1999)
H. Komplikasi
Komplikasi dapat ditimbulkan dari tindakan bedah, yaitu antara lain
hipoparatiroidisme, kerusakan nervus laringeus rekurens, hipotiroidisme pada
tiroidektomi subtotal atau terapi RAI, gangguan visual atau diplopia akibat
oftalmopati berat, miksedema pretibial yang terlokalisir, gagal jantung dengan curah
jantung yang tinggi, pengurangan massa otot dan kelemahan otot proksimal.
Hipoglikemia dan asidosis laktat adalah komplikasi krisis tiroid yang jarang terjadi.
Sebuah kasus seorang wanita Jepang berusia 50 tahun yang mengalami henti jantung
satu jam setelah masuk rumah sakit dilakukan pemeriksaan sampel darah sebelumnya.
Hal yang mengejutkan adalah kadar plasma glukosa mencapai 14 mg/dL dan kadar
asam laktat meningkat hingga 6,238 mM. Dengan demikian, jika krisis tiroid yang
atipik menunjukkan keadaan normotermi hipoglikemik dan asidosis laktat, perlu
dipertimbangkan untuk menegakkan diagnosis krisis tiroid lebih dini karena kondisi
ini memerlukan penanganan kegawatdaruratan. Penting pula untuk menerapkan
prinsip-prinsip standar dalam penanganan kasus krisis tiroid yang atipik.Prognosis
krisis tiroid dapat berakibat fatal jika tidak ditangani. Angka kematian keseluruhan
akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-20% tetapi terdapat laporan
penelitian yang menyebutkan hingga 75%, tergantung faktor pencetus atau penyakit
yang mendasari terjadinya krisis tiroid. Dengan diagnosis yang dini dan penanganan
yang adekuat, prognosis biasanya akan baik.
Pathway
Kelemahan Tumor hipofisis, obat-obatan (Amiodaron), P. autoimun, P. graves
Keletihan Infeksi, pembedahan (tiroid atau nontiroid), terapi
otot, tremor
  G3 hipotalamus & hipofisis radioaktif, stress empsi, cerebral vascular accident

Peningkatan reseptor Produksi LATS berlebih


Masa otot Lipolisis
paratiroid Penurunan BB
berkurang
(pemecahan matriks
Peningkatan transkrip Peningkatan H. Tiroid
otot &tulang)
c a2+ ¿¿-ATPase dalam (T4&T3) Peningkatan pemecahan
reticulum sarkoplasma VLDI, LDL Defisit nutrisis
Peningkatan rangsangan
Proteolisis +
terhadap katekolamin
peningkatan Peningkatan sintesis
pembentukan Peningkatan enzim Na+/K+-ATPase
dan ekskresi kontraktilitas jantung Rangsangan S. simpatis
& frekuensi denyut
jantung Peningkatan Peningkatan metabolism
Penurunan curah jantung metabolisme basal panas (energi)

Fibrilasi Takikardi, Peningkatan


atrium peningkatan penggunaan O2 Peningkatan suhu tubuh (tiroksitosis)
Peningkatan takikardi
volume sekuncup
(>130x/menit)
Hiperventilasi
Dekopensasi Peningkatan Hiperpireksid Hipertermi
jantung CO & sistolik Peningkatan beban
jantung Sesak nafas, dispnea
jantung

Kegagalan Perfusi perifer tidak


Peningkatan GFR, Pola nafas tidak efektif
kognetif efektif
RPF, reabsobsi
natrium
Penurunan suplai 02 Otak kekurangan Penurunan kesadaran, Resiko perfusi serebral
Nyeri dada, ke seluruh tubuh oksigen letargi, stupor, koma tidak efektif
edema palpasi Nyeri akut
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KRISIS TIROID

A. Pengkajian
1. Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record
dan lain – lain.
2. Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan klien pernah mengalami hipertiroid
 Riwayat kesahatan keluarga
Tanyakan apakah keluarga klien pernah mengalami yang sama atau penyakit
lainnya seperti DM, hipertensi, dll
 Riwayat psikososial
Klien biasanya gelisah, emosi labil, dan nervous/gugup
3. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas atau istirahat
Gejala : imsomia, sensitivitas meningkat, otot lemah, gangguan koordinasi,
kelelahan berat
Tanda : atrofi otot
b. Sirkulasi
Gejala : palpasi, nyeri dada (angina)
Tanda : distritmia (vibrilasi atrium), irama gallop, murmur, peningkatan tekanan
darah dengan tekanan nada yang berat. Takikardia saat istirahat. Sirkulasi
kolaps,syok (krisis tirotoksikisis)
c. Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria, nocturia), rasa nyeri/terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi), infeksi saluran kemih berulang, nyeri tekan
abdomen, diare, urine encer, pucat, kuning, pliuria (dapat berkembang menjadi
oliguria atau anuria jika terjadi hipovolemia berat), urine berkabut bau busuk
(infeksi), bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)
d. Integritas/ego
Gejala : stres, tergantung pada orang lain
Tanda : ansietas peka rangsang
e. Makanan/cairan
Gejala : hilang nafsu makan, mual atau muntah. Tidak mengikuti diet :
peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari
periode beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik(tiazid).
Tanda : kulit kering atau bersisik, muntah, pembesaran thyroid (peningkatan
kebutuhan metabolisme dengan pengikatan gula darah), bau halitosis atau manis,
bau buah (napas aseton)
f. Neurosensori
Gejala : pusing atau pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot
parasetia, gangguan penglihatan
Tanda : disorientasi, mengantuk, lethargai,stupor atau koma (tahap lanjut),
gangguan memori (baru masa lalu)kacau mental. Refleksi tendon dalam (RTD
menurun;koma). Aktivitas kejang (tahap lanjut dari DKA)
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : abdomen yang tegang atau nyeri (sedang/berat), wajah meringis dengan
palpitasi, tampak sangat berhati-hati
h. Pernafasan
Gejala : merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi atau tidak)
Tanda : sesak nafas, batuk dengan atau tanpa purulen (infeksi), frekuensi
pwenapasan meningkat
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan penggunaan O2
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Peningkatan kontraktilitas jantung &
frekuensi denyut jantung
3. Hipertermi berhubungan dengan hipermetabolisme
4. Perubahan perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke
seluruh tubuh
5. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan CO dan sistolik jantung
C. Intervensi Keperawatan

No Dx keperawatan Tujuan dan KH Intervensi

1. Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Observasi :


efektif berhubungan 1x24 jam diharapkan pola
dengan peningkatan nafas membaik  Monitor pola nafas
penggunaan O2 (frekuensi,
Kriteria hasil : kedalaman)
 Monitor sputum
 Dispnea menurun (jumlah)
 Frekuensi nafas
membaik Terapeutik :
 Pernafasan cuping
hidung menurun  Posisikan semi
 Penggunaan otot fowler
bantu nafas  Lakukan terapi
menurun fisioterapi dada, jika
 Kedalaman nafas perlu
membaik  Berikan oksigen, jika
 Ekskursi dada perlu
membaik  Berikan minum
hangat
(L.01004)  Lakukan
penghisapan lendir
kurang dari 15 detik

Edukasi :

 Anjurkan asupan
cairan 2000ml/hari,
jika tidak
kontraindikasi
Kolaborasi :

 Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektron,
mukolitik, jika perlu

(I.01011)

2. Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan Observasi :


jantung berhubungan 1x24 jam diharapkan curah
dengan Peningkatan jantung meningkat  Identifikasi
kontraktilitas jantung tanda/gejala primer
& frekuensi denyut Kriteria hasil : penurunan curah
jantung jantung (dispnea,
 Kekuatan nadi perifer kelelahan)
meningkat  Identifikasi
 Ejection fractian (EF) tanda/gejala
meningkat sekunder penurunan
 Palpitasi menurun curah jantung
 Takikardi menurun ( oliguria)
 Lelah menurun  Monitor tekanan
 Dispnea menurun darah (termasuk

 Tekanan darah tekanan darah

membaik ortostatik, jika perlu)


 Monitor saturasi
(L. 02008) oksigen
 Monitor keluhan
nyeri dada
(intensitas, lokasi)

Terapeutik :
 Posisikan pasien
semi fowler
 Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk
modifikasi gaya
hidup sehat
 Berikan terapi
relaksasi untuk
mengurangi stress,
jika perlu
 Berikan dukungan
emosional dan
spiritual

Edukasi :

 Anjurkan
beraktivitas fisik
sesuai toleransi
 Anjurkan aktivitas
fisik secara bertahap

Kolaborasi :

 Kolaborasi
pemberian
antiaritmia, jika
perlu

(I.02076)

3. Hipertermi Setelah dilakukan tindakan Observasi :


berhubungan dengan 1x24 jam diharapkan
hipermetabolisme  Identifikasi
termoregulasi membaik penyebab
hipertermia
Kriteria hasil : (dehidrasi)
 Monitor suhu tubuh
 Menggigil menurun  Monitor kadar
 Takikardi menurun elektralit
 Hipoksia menurun  Monitor haluaran
 Suhu tubuh membaik urine
 Suhu kulit membaik
 Ventilasi membaik Teraputik :

(L.14134)  Sediakan lingkungan


yang dingin
 Longgarkan atau
lepaskan
 Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
 Berikan cairan oral

Edukasi :

 Anjurkan tirah
baring

Kolaborasi :

 Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravina, jika perlu

(I.15506)
4. Resiko perfusi Setelah dilakukan tindakan Observasi :
serebral tidak efektif 1x24 jam diharapkan perfusi
berhubungan dengan serebral meningkat  Identifikasi
penurunan suplai O2 penyebab
ke seluruh tubuh Kriteria hasil : peningkatan TIK
(lesi, gangguan
 Tingkat kesadaran metabolisme)
meningkat  Monitor tanda/gejala
 Kognitif meningkat peningkatan TIK
 Sakit kepala menurun (tekanan nadi
 Kecemasan menurun melebar, kesadaran
 Demam menurun menurun)

 Nilai rata-rata tekanan  Monitor status


darah membaik pernafasan

 Kesadaran membaik
Terapeutik :

(L.02014)
 Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang
tenang
 Berikan posisi semi
fowler
 Pertahankan suhu
tubuh normal

Kolaborasi :

 Kolaborasi
pemberian sedasi
dan anti konvulsan,
jika perlu
 Kolaborasi
pemberian diuretik
osmosis, jika perlu

5. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Observasi :


berhubungan dengan 1x24 jam diharapkan tingkat
peningkatan CO dan nyeri menurun  Identifikasi lokasi,
sistolik jantung karakteristik, durasi,
Kriteria hasil : frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
 Kemampuan  Identifikasi skala
menuntaskan masalah nyeri
meningkat  Identifikasi respons
 Keluhan nyeri nyeri non verbal
menurun  Identifikasi faktor
 Gelisah menurun yang memperberat
 Kesulitan tidur dan meringankan
menurun nyeri
 Frekuensi nadi  Identifikasi pengaruh
membaik nyeri pada kualitas
 Pola nafas membaik hidup
 Nafsu makan membaik  Monitor keberhasilan
terapi komplementer
(L.08066) yang sudah diberikan
 Monitor pemberian
analgetik

Terapeutik :

 Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (terapi
pijat, aromaterapi)
 Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (suhu
ruangan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat
dan tidur
 Pertimbangan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri

Edukasi :

 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
 Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri

Kolaborasi :

 Kolaborasi
pemberian analgetik,
jika perlu
(I.08238)

D. Implementasi
Implementasi adalah realisasai rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan,
mengobservasi respon klien selama da sesudah pelaksanaan tindakan serta menilai data
yang baru
E. Evaluasi
Evaluasi adalah menetapkan kembali informasi yang baru diberikan kepada klien untuk
mengganti atau menghapus diagnosa keperawatan menentukan target dari suatu hasil
yang ingin dicapai adalah keputusan bersama antara perawat dan klien
1. Pola nafas tidak efektif membaik
2. Penurunan curah jantung, curah jantung meningkat
3. Hipertermi, termoregulasi membaik
4. Perubahan perfusi serebral tidak efektif, perfusi serebral meningkat
5. Nyeri akut, tingkat nyeri menurun

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan
ditandai oleh demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf,
dan sistem saluran cerna. Etiologi yang paling banyak menyebabkan krisis
tiroid adalah penyakit Graves (goiter difus toksik). Krisis tiroid timbul saat
terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormon toroid yang
menyebabkan hipermetabolisme berat.
Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada
gambaran laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis riroid,
terapi tidak boleh di tunda tirotoksikosis. Penatalaksanaan lrisis tiroid harus
menghambat sistesis, sekresi, dan aksi perifer hormon tiroid. Penanganan
suportif yang agresif dilakukan kemudian unruk menstabilkan homeostasis
dan membalikan sekompensasi multi organ. Angka kematian keseluruhan
akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-75%. Namun, dengan
diagosis yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan
baik.

B. Saran
Dari makalah yang telah kami buat, diharapkan semua mahasiswa
mampu menyerap informasi dan isi makalah ini. Baik itu sebagai referensi
maupun sebagai bahan acuan untuk mengerjakan tugas selanjutnya.

Daftar pustaka

Schraga ED. Hyperthyroidism , thyroid storm , and Graves disease. Available


at: http://emedicine.medscape.com/article/324556-print.
Misra M, Singhal A, Campbell D. Thyroid storm. Available
at: http://emedicine.medscape.com/article/394932-print.
Yeung SJ, Habra M, Chiu C. Graves disease. Available
at: http://emedicine.medscape.com/article/234233-print.
Kuwajerwala NK, Goswami G, Abbarah T, Kanthimathinathan V, Chaturvedi P. Thyroid ,
thyrotoxic storm following thyroidectomy. Available
at: http://emedicine.medscape.com/article/213213-print.
Thyroid crisis. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/Mesh/database. php?
key=thyroid_crisis.
Kanbay M, Sengul A, Gilvener N. Trauma induced thyroid storm complicated by multiple
organ failure. Chin Med J. 2005;118(11):963-5.

 Duggal J, Singh S, Kuchinic P, Butler P, Arora R. Utility of esmolol in thyroid crisis. Can J


Clin Pharmacol. 2006;13(3):e292-5.

Sharma PK, Barr L, Rubin A. Complications of thyroid surgery. Available


at: http://emedicine.medscape.com/article/946738-print.
Yamaji Y, Hayashi M, Suzuki Y, Noya K, Yamamoto O. Thyroid crisis associated with
severe hypocalcemia. Jpn J Med. 1991;30(2):179-81.

Kahara T, Yoshizawa M, Nakaya I, et al. Thyroid crisis following interstitial nephritis. Intern


Med. 2008;47(13):1237-40.

Prof.Dr.M.W.Haznam, Endokrinologi, 1991


Jiang Y, Hutchinson KA, Bartelloni P, Manthous A. Thyroid storm presenting as multiple
organ dysfunction syndrome. Chest. 2000;118:877-9.

Emdin M, Pratali L, Iervasi G. Abolished vagal tone associated with thyrotoxicosis triggers
prinzmetal variant angina and paroxysmal atrial fibrillation. Ann Intern Med.
2000;132(8):679.

Sheng W, Hung C, Chen Y, et al. Antithyroid-drug-induced agranulocytosis complicated by


life-threatening infections. Q J Med. 1999;92:455-61.

Izumi K, Kondo S, Okada T. A case of atypical thyroid storm with hypoglycemia and lactic
acidosis. Endocr J. 2009;56(6):747-52.
file:///D:/Documents/PROPOSAL%20SKRIPSI/toaz.info-askep-krisis-tiroid-
pr_46c3ac8eed7363b09f740e4212331e84.pdf

Anda mungkin juga menyukai