Nim : 210205284
Kelas : RPl sumber D3
Mata Kuliah : Teknologi Sediaan farmasi II
a. Intravena
Metode pemberian obat melalui injeksi atau infus melalui intravena. Intravena sendiri
memiliki arti ‘di dalam vena’. Jadi obat akan dimasukkan langsung ke pembuluh vena
menggunakan jarum atau tabung yang disebut kateter IV.
Contohnya :
1. Ranitidin inj
menangani gangguan yang terjadi pada perut, tenggorokan seperti erosive
esophagitis, refluks asam lambung (GERD) dan Zollinger-Ellison sindrom. Cara
kerjanya adalah dengan menurunkan kandungan asam yang dihasilkan oleh perut .
2. Ondansentron inj,
Obat yang digunakan untuk mencegah serta mengobati mual dan muntah yang
bisa disebabkan oleh efek samping kemoterapi, radioterapi, atau operasi. Obat ini
hanya boleh dikonsumsi dengan resep dokter.
3. Propofol inj,
Obat bius umum yang digunakan untuk memulai dan mempertahankan anestesi
selama prosedur operasi. Propofol tersedia dalam bentuk sediaan suntik.
4. Diazepam Inj
Diazepam inj adalah obat golongan benzodiazepin yang bekerja di otak dan saraf
(sistem saraf pusat) untuk menghasilkan efek tenang
5. Midazolam,
induksi anestesi dan penunjang anestesi umum; sedasi untuk tindakan diagnostik &
anestesi lokal.
6. Dexamethasone inj
Obat yang efektif untuk menangani berbagai jenis penyakit yang berkaitan dengan
peradangan.
b. IntraMuskular
Metode pemberian obat secara intramuscular adalah pemberian obat/cairan dengan
cara dimasukkan langsung kedalam otot (muskulus). Pemberian obat dengan cara ini
dilakukan pada bagian tubuh yang berotot besar, agar tidak ada kemungkinan untuk menusuk
saraf.
Daerah penyuntikan :
1. ada daerah paha (vastus lateralis) dengan cara anjurkan pasien untuk berbaring telentang
dengan lutut sedikit fleksi.
2. Pada ventrogluteal dengan cara anjurkan pasien untuk miring, tengkurap atau
telentang dengan lutut atau panggul miring dengan tempat yang diinjeksi fleksi. Area ini
paling banyak dipilih untuk injeksi muscular karena pada area ini tidak terdapat
pembuluh darah dan saraf besar.
3. Pada daerah dorsogluteal dengan cara anjurkan pasien untuk tengkurap dengan lutut
diputar kearah dalam atau miring dengan lutut bagian atas dan pinggul fleksi dan
diletakkan di depan tungkai bawah.
4. Pada daerah deltoid (lengan atas) dengan cara anjurkan pasien untuk duduk atau
berbaring mendatar lengan atas fleksi
Contoh Sediaan
1. FENTANYL
Untuk depresi pernafasan, cedera kepala, alkhoholisme akut, serangan asma akut, intolerensi
hamil, laktasi.
2. DOLGESIK
Untuk pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri pasca operasi.
Dosis: dosis tunggal untuk dewasa dan anak-anak > 12 thn : 1 amp (100mg) IM
disuntikan perlahan-lahan. Maksimal 4 amp, anak-anak : 1 thn : 1-2 mg/kg.
3. DURALGIN
Untuk analgesik seperti: nyeri setelah operasi, neuralgia
Dosis: dewasa 25 -100 mg. Maksimal sehari 300 mg dalam dosis.
4. Vaksin BCG
Perlindungan penyakit: TBC / tuberkulosis
Penyebab : bakteri bacillus calmette guerrin
Kandungan : bacillus calmette guerrin yang dilemahkan
Waktu pemberian : umur / usia 2 bulan
5. Vakisn DPT/DT
Perlindungan penyakit : difteri (infeksi tenggorokan), pertusis (batuk rejan) dan tetanus
(kaku rahang)
Penyebab : bakteri difteri, pertusis dan tetanus
Waktu pemberian: usia 3 bulan, usia 4 bulan, usia 5 bulan, usia 1 tahun 6 bulan, usia 5
tahun, usia 10 tahun
6. Vaksin. Hepatitis B
Perlindungan penyakit: infeksi hati / kanker hati mematikan
Contoh Sediaan lainnya :Vaksin sinovac, Vaksin AZ, Vaksin moderna, Vaksin Pfizer,
c. SubKutan
Metode untuk memasukkan obat ke dalam tubuh dengan menyuntikkan obat ke
jaringan di antara kulit dan otot. Obat yang disuntikkan dengan
cara subkutan biasanya diserap lebih lambat daripada disuntikkan langsung ke
pembuluh darah.
Contoh Sediaanya
1.Mofin
digunakan untuk menghilangkan nyeri
2.Atrofin
digunakan untuk pasien denyut jantung rendah dan digunakan juga pada pasien
yang keracunan insektisida
3.Insulin
digunakan pada pasien diabetes untuk mengontrol kadar gula darah
4.Enoxaparin injeksi
digunakan untuk pasien angina tidak stabil
5.Vaksin Campak
digunakan untuk mencegah penyakit campak
Sebelum memulai uji klinik, peneliti atau pihak sponsor harus mengajukan
aplikasi Investigational New Drug (IND) ke FDA (Food and Drug Administration) yang
berisi:
Data studi dan toksisitas senyawa pada hewan uji
Informasi pembuatan obat
Desain uji klinik
Data dari riset terdahulu pada manusia
Informasi tentang investigator
Tim dari FDA me-review IND selama 30 hari untuk memastikan rancangan uji klinik
telah disiapkan dengan baik sehingga melindungi relawan dari resiko yang mungkin
terjadi. Kemungkinan hasil review dari FDA adalah:
persetujuan untuk memulai proses uji klinik, atau
menunda atau menghentikan investigasi terhadap obat yang diuji jika:
o berpotensi membahayakan partisipan
o investigator tidak memenuhi kualifikasi
o data atau informasi yang diajukan pada aplikasi IND tidak lengkap
Infografis uji klinik hingga obat dirilis ke pasaran. Pada beberapa literatur, tahap
pengawasan keamanan pasca pemasaran disebut juga uji klinik fase IV.
Extra note: uji klinik fase 1 termasuk menguji karsinogenitas senyawa. Pengujian ini
bertujuan untuk menguji dan memprediksi apakah senyawa rentan memicu pertumbuhan
tumor sebagai efek dari penggunaannya pada hewan uji. Hewan uji yang digunakan
adalah tikus Tg rasH2 yang membawa onkogen manusia c-Ha-ras. Pengujian dengan
model ini dapat mengefisiensikan waktu pengujian terkait karsinogenitas dari 2 tahun
menjadi enam bulan.
Walaupun demikian, pihak peneliti tidak perlu selalu menerima masukan dari FDA.
Selama desain uji klinik telah dipersiapkan dengan baik dan didasarkan atas pengetahuan
peneliti terkait produk dan keamanannya, maka FDA dapat mentolerir rancangan studi uji
klinik.
Obat yang telah terbukti kemanannya, sesuai dengan tujuan penggunaan, serta lolos
serangkaian uji prekilinik dan uji klinik diperkenankan untuk meminta persetujuan FDA
untuk memasarkan obat ke publik.
Pihak regulator yang mengatur peredaran obat di berbagai negara menentukan apakah
obat yang dipasarkan memberikan keuntungan yang lebih besar pada pasien daripada efek
samping yang ditimbulkan berdasarkan studi saintifik prapemasaran yang diujikan pada
hewan dan manusia. Walaupun regulasi di sebagian besar negara tidak jauh berbeda,
beberapa negara memiliki regulasi yang spesifik. Oleh karena itu, jika perusahaan farmasi
ingin memasarkan obat di banyak negara, maka tantangan yang harus dihadapi adalah
persetujuan dari pemasaran multinasional. Sehingga, WHO bekerjasama dengan berbagai
agen regulator di perwakilan berbagai negara telah membentuk harmonisasi regulasi di
berbagai belahan dunia. Tujuannya adalah untuk menciptakan regulasi yang selaras
sehingga akan mengurangi biaya pengembangan dan persetujuan regulator dan lebih jauh
akan mengurangi biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan obat baru.
Sebagian besar obat yang telah melalui proses review FDA masih perlu melakukan
studi tambahan untuk menjawab beberapa pertanyaan berdasarkan data yang ada sebelum
disetujui untuk dipasarkan. Pada tahap ini, pihak peneliti diberikan kebebasan untuk
menentukan apakah pengembangan obat tersebut ingin dilanjutkan atau tidak. Jika pihak
peneliti tidak setuju dengan keputusan FDA, maka diperkenankan untuk mengajukan
banding.
Pada tahap ini, peneliti dapat mengajukan aplikasi tambahan apabila ingin
mengajukan perubahan signifikan dari NDA awal yang diajukan. Sedangkan, apabila obat
yang telah disetujui ingin direvisi terkait tujuan penggunaan yang baru, dosis baru, bentuk
sediaan baru atau uji kinik baru, maka peneliti atau pihak sponsor pengembangan obat
harus mengajukan IND baru terhadap obat yang sedang dalam pemasaran.
3. Mengapa perlu dilakukan preformulasi apa yang menjadi tujunnya?
1. Untuk mencapai sebuah respon terapi yang diramalkan dari suatu formula
yang mana bias dibuat dalam skla besar dengan menghasilkanproduk yang
berkualitas
3. Stabilitas kimia dan fisika dengan pengawetan yang sesuai untuk melawan
kontaminasi mikroba jika diperlukan