Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SEJARAH TERBENTUKNYA PEMIKIRAN KALAM DAN POKOK


PEMBAHASANNYA

Di susun Untuk Memenuhi Tugas Kuliah Ilmu Kalam C

Dosen Pengampu : DR.Imam Kanafi,MA.g

Di susun oleh

Hendri Setiawan (3420014)

Muhammad Tanfidzul Umam (3420051)

Muhammad Aulia Laduni (3420064)

Widiyawati (3420060)

Selia Saffanah (3420091)

JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN DAKWAH
INSITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) PEKALONGAN 2021

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha pengasih lagi Maha penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirannya-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah
dan inayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah berjudul “
Sejarah Terbentuknya Pemikiran kalam dan pokok bahasannya" meskipun masih jauh dari
kesempurnaan. Shalawat serta salam kami sanjungkan kepada Rasulullah beserta keluarga,
sahabat, dan para pengikutnya hingga hari akhir.

Dengan selesainya makalah ini, kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak
DR.Imam Kanafi,MA.g Selaku dosen mata kuliah Ilmu Kalam dan kepada semua pihak yang
telah membantu dalam proses pembuatan makalah dan penyelesaian makalah ini.

Kami telah berusaha untuk melakukan yang terbaik. Namun, kami menyadari bahawa
masih terdapat kekurangan pada makalah yang kami buat. Oleh karena itu, kami mengharapkan
kritik dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan makalah kami yang akan datang.

Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat dan menambah keilmuan bagi
pembacanya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Pekalongan, 11 Maret 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah....................................................................................... 2
C. Tujuan..........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Berdakwah................................................................................ 2
B. Dalil Berdakwah didalam Al-Qur’an.......................................................... 3
C. Tujuan dari Dakwah.................................................................................... 6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Islam merupakan agama rahmatan lil’alamin yang mencakup berbagai pedoman


hidup bagi manusia dan mengatur seluruh kegiatan yang dilakukan sebagai dasar
kebenaran. Setiap muslim pasti menginginkan keyakinannya sejalan dengan sumber
agama untuk menciptakan ketenangan dan kebahagiaan.

Berbagai ilmu pengetahuan bermunculan setelah perkembangan islam semakin pesat


dan mendunia, yaitu diantaranya ilmu kalam, ilmu fiqh, ilmu hadist, ilmu tafsir, sejarah,
dan bahasa arab. Persoalan ilmu kalam pada massa Rasulullah dapat dilihat dalam bentuk
ajaran Rasulullah kepada umatnya untuk bertauhid, melarang perbuatan yang syirik yang
menyekutukan Allah, meyakini kenabian dan hal-hal yang berkaitan dengan kenabian,
menyinggung golongan-golongan agama yang pada masa itu memiliki kepercayaan yang
tidak benar.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan pengertian dan fungsi ilmu kalam ?
2. Apa saja faktor-faktor penyebab tumbuhnya ilmu kalam ?
3. Objek kajian ilmu kalam ?
4. Bagaimana perkembangan ilmu kalam pada masa ke masa ?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, adapun tujuan penulis dalam makalah ini sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud ilmu kalam ?
2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan tumbuhnya ilmu kalam ?
3. Untuk mengetahui apa saja objek kajian dalam ilmu kalam ?
4. Untuk mengetahui bagaimana proses berkembangnya ilmu kalam ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Kalam


Menurut ahli tata bahasa Arab, kalam adalah kata atau lafadz dengan bentuk
majemuk (ketentuan atau perjanjian), secara teknis, kalam adalah alasan atau argumen
rasional untuk memperkuat perkataan. Secara tata bahasa, kalam merupakan kata umum
tentang perkataan, sedikit atau banyak yang dapat digunakan untuk setiap bentuk
pembicaraan (likulli ma yatakallamu bihi) Ada pula yang mengatakan bahwa ilmu kalam
ialah ilmu yang membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaan-kepercayaan
keagamaan (agama Islam) dengan bukti-bukti yang yakin.
Kalam adalah firman Allah SWT atau isi yang terkandung dalam agama Islam
secara nyata dan menyeluruh. Kata kalam lainnya yang mempunyai pengertian yang
netral yaitu berbicara, bercakap-cakap dan diskusi yaitu la takallamu terdapat dalam
surah Hud ayat 105, na takallamu dalam surah an-Nur ayat 16, dan ya takallamu dalam
surah ar-Rum ayat 35 dan an-Naba ayat 38.
Berkenaan dengan pengertian ilmu kalam, banyak ahli yang telah memberikan
penjelasan. Musthafa Abd ar-Raziq menyebut ilmu kalam dengan beberapa nama, antara
lain: ilmu ushuluddin, ilmu tauhid, fiqh al-Akbar, dan teologi Islam. Disebut ilmu
ushuluddin karena ilmu ini membahas tentang pokok-pokok agama. Sementara itu, ilmu
tauhid adalah suatu ilmu yang di dalamnya dikaji tentang asma' (nama-nama) dan sifat
yang wajib, mustahil dan ja'iz bagi Allah, juga sifat yang wajib, mustahil dan ja'iz bagi
Rasul-Nya.
Ilmu tauhid juga membahas tentang keesaan Allah SWT., dan hal-hal yang
berkaitan dengan-Nya. Sementara fiqhul akbar adalah ilmu yang membahas tentang
keyakinan. Kondisi seperti ini menunujukkan kepada kita bahwa ilmu kalam sama
dengan ilmu tauhid, hanya saja argumentasi ilmu kalam lebih dikonsentrasikan pada
penguasaan logika. Oleh sebab itu, sebagian teolog membedakan antara ilmu kalam dan
ilmu tauhid.

2
B. Faktor-Faktor Penyebab Tumbuhnya Ilmu Kalam
1. Faktor Dari Dalam (intern)
1) Adanya pemahaman dalam islam yang berbeda. Perbedaan ini terdapat dalam
hal pemahaman ayat AlQur’an, sehingga berbeda dalam menafsirkan pula.
Mufasir satu menemukan penafsiranya berdasarkan hadist yang shahih,
sementara mufasir yang lain penafsiranya belum menemukan hadist yang
shahih. Bahkan ada yang mengeluarkan pendapatnya sendiri atau hanya
mengandalkan rasional belaka tanpa merujuk kepada hadist.

2) Adanya pemahaman ayat Al Qur’an yang berbeda. Para pemimpin aliran pada
waktu itu dalam mengambil dalil Al Qur’an beristinbat menurut pemahaman
masing-masing

3) Adanya penyerapan tentang hadis yang berbeda. Penyerapan hadist berbeda,


ketika para sahabat menerima berita dari para perawinya dari aspek "matan"
ada yang disebut hadist riwayah (asli dari Rasul) dan diroyah (redaksinya
disusun oleh para sahabat), ada pula yang di pengaruhi oleh hadist
(isra’iliyah), yaitu: hadist yang disusun oleh orang-orang yahudi dalam rangka
mengacaukan islam.

4) Adanya kepentingan kelompok atau golongan. Kepentingan kelompok pada


umumnya mendominasi sebab timbulnya suatu aliran, sangat jelas, dimana
syiah sangat berlebihan dalam mencintai dan memuji Ali bin Abi Thalib,
sedangkan khawarij sebagai kelompok yang sebaliknya.

5) Mengedepankan akal. Dalam hal ini, akal di gunakan setiap keterkaitan


dengan kalam sehingga terkesan berlebihan dalam penggunaan akal, seperti
aliran Mu’tazilah.

6) Adanya kepentingan politik. Kepentingan ini bermula ketika ada kekacauan


politik pada zaman Ustman bin Affan yang menyebabkan wafatnya beliau,
kepentingan ini bertujuan sebagai sumber kekuasaan untuk menata kehidupan.

7) Adanya beda dalam kebudayaan. Orang islam masih mewarisi yang di


lakukan oleh bangsa quraish di masa jahiliyah. Seperti menghalalkan kawin
kontrak yang hal itu sebenarnya sudah di larang sejak zaman Rasulullah.
Kemudian muncul lagi pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib oleh aliran
Syi’ah.

3
2. Faktor Dari Luar (ekstern)
1) Banyak diantara pemeluk-pemeluk Islam yang mula-mula beragam yahudi,
masehi dan lain-lain, setelah fikiran mereka tenang dan sudah memegang
teguh Islam, mereka mulai mengingat-ingat agama mereka yang dulu dan
dimasukkannya dalam ajaran-ajaran Islam.

2) Golongan Islam yang dulu, terutama golongan mu’tazilah memusatkan


perhatiannya untuk penyiaran agama Islam dan membantah alasan-alasan
mereka yang memusuhi Islam. mereka tidak akan bisa menghadapi lawan-
lawanya kalau mereka sendiri tidak mengetahui pendapat-pendapat lawan-
lawannya beserta dalil-dalilnya. sehingga kaum muslimin memakai filsafat
untuk menghadapi musuh-musuhnya. Para mutakallimin ingin mengimbangi
lawan-lawanya yang menggunakan filsafat, dengan mempelajari logika dan
filsafat dari segi ketuhanan.

C. Objek Kajian Ilmu Kalam

Kalam sejak dini harus dipahami sebagai ilmu pengetahuan. Pada bagian
tertentu ilmu kalam memang bicara tentang ketauhidan, namun kenyataan yang
berkembang ilmu kalam klasik masih berparadigma normatif-historis bukan
normative-kritis. Sejauh ini kalam sama sekali tidak berdimensi filosofis. Ia masih
masih berdimensi tunggal, bahkan seakan-akan berkembang tanpa kritik.
Jika terusmenerus kalam tidak dipahami sebagai pengetahuan yang
berkembang, maka keberadaaanya tidak akan menjadi salah satu kajian yang menarik
lagi. 6 Tugas paling mendasar saat ini adalah melakukan sebuah perombakan
perubahan. Ilmu kalam masih sering dijumpai memberikan pemahaman klasik
tentang pergumulan antar kelompok. Suguhan kajiannya masih meninggalkan narasi
kedudukan atas kuasa ideologis. Kalam harus keluar dari selubung identitas menuju
narasi besar sebagai bagian dari keilmuan.
Di perguruan tingga saja ilmu kalam masih tergolong belum berkembang,
kalam di perguruan tinggi masih belum ada kombinasi metodologis, sehingga kalam
terpisah dari perkembangan ilmu modern. Berbeda dengan rumpun keilmuan lain,
studi Qur‟an sampai saat ini sudah terjadi banyak perkembangan. Dari berbagai sisi
dimensi kajian tafsir sudah sampai pada kajian living Qur’an bahkan juga
menggunakan tradisi kirtis seperti kajian Hermeneutika dalam studi tafsirnya.
Begitu pula dalam kajian hadits, terdapat perubahan signifikan, kajiannya
berkembang dengan adanya perkembangan pemikiran kritis dalam sebuah bacaan
hadits klasik. Juga pada tradisi fikih, sejauh ini tradisi fikih yang dianggap sebagian
pemikir cenderung melahirkan tradisi ‘taklid’, namun juga telah berbenah, kajian
fikih juga telah merespon narasi baru sehingga lahir studi fikih yang merespon secara
khusus tentang isu politik, perempuan, budaya, hubungan antar agama, dan
seterusnya.
Kedudukan ilmu kalam ini penting dalam sebuah kajian keislaman. kalam
dipahami sebagai ilmu yang mengajarkan tentang dimensi-dimensi ketuhanan. Jangan
sampai narasi kalam mengarahkan orang untuk berkonflik kepada yang berbeda.
Sebagai bagian dari rumpun keilmuan kalam harus merespon tema-tema baru yang

4
saat-saat ini berkembang. Apalagi tema ketuhanan yang secara khusus dibicarakan
dalam ilmu kalam, tentu akan sangat kontributif jika kalam menjadi ujung tombak
dalam membentuk sebuah hubungan yang harmonis dilandasi dengan pemahaman
ketuhanan yang benar. Fakta hari ini menunjukkan dalil-dalil ketuhanan dijadikan
sebagai senjata untuk menjatuhkan orang lain atau kelompok lain dengan tuduhan
kafir dan sesat.
Untuk menuntaskan semua itu, kalam memiliki peran penting, kedudukannya
sebagai sebuah keilmuan pasti menjadi solusi ketika menghadirkan perspektif
ketuhanan yang menyejukkan dan mendamaikan. Maka, saat ini sangat penting untuk
memproduksi kembali ilmu kalam dengan wajah baru, dengan paradigma baru yang
lebih kekinian untuk merespon zaman baru yang berkembang.
Sebagai ilmu, kalam harus merespon tema-tema baru (new experience),
seperti kemanusiaan, kebudayaan, kebhinekaan, sosial-kemasyarakatan, teknologi,
dan ilmu pengetahuan modern. Sejauh ini kalam masih bersifat mondisiplin, berdiri
sendiri. Kedepan kalam harus bersifat integratif dan terkoneksi dan secara kritis
filosofis dengan berbagai keilmuan berkembang.
Dengan integrasi-interkoneksi keilmuan kalam dapat menjadi ilmu yang
multidisiplin, terbuka untuk dianalisa dan dikritik, tentu dengan ilmu kalam akan
terus menerus dilakukan penelitian sehingga ia berkembang untuk merespon kajian-
kajian baru. Selama ini yang menjadikan kalam berhenti berkembang adalah tidak
adanya kajian kritis dan pemikiran terbuka. Kali ini kalam harus benarbenar dalam
posisinya sebagai pengetahuan yang diharapkan kontribusinya untuk peradaban. Dari
berbagai kajian yang multisiplin diharapkan lahir kalam yang berdimensi kekinian,
seperti kalam sosial, kalam kebhinekaan, kalam kemanusiaan, kalam kebudayaan, dan
seterusnya.

a. Penafsiran ayat 110 Menurut M Quraish Shihab dan al- Zamakhshari

Iۗ Iِ ‫هَّلل‬I‫ ا‬Iِ‫ ب‬I‫ن‬Iَ I‫ و‬Iُ‫ ن‬I‫ ِم‬I‫ؤ‬Iْ Iُ‫ ت‬I‫و‬Iَ I‫ ِر‬I‫ َك‬I‫ ْن‬I‫ ُم‬I‫ ْل‬I‫ ا‬I‫ن‬Iِ I‫ َع‬I‫ن‬Iَ I‫و‬Iْ Iَ‫ ه‬I‫ ْن‬Iَ‫ ت‬I‫و‬Iَ I‫ف‬ Iِ I‫ و‬I‫ ُر‬I‫ ْع‬I‫ َم‬I‫ ْل‬I‫ ا‬Iِ‫ ب‬I‫ن‬Iَ I‫ و‬I‫ ُر‬I‫ ُم‬Iْ‫ أ‬Iَ‫ ت‬I‫س‬ Iْ I‫ َج‬I‫ ِر‬I‫خ‬Iْ Iُ‫ أ‬I‫َّ ٍة‬I‫ م‬Iُ‫ أ‬I‫ر‬Iَ I‫ ْي‬I‫ َخ‬I‫ ْم‬Iُ‫ ت‬I‫ ْن‬I‫ُك‬
ِ I‫َّ ا‬I‫ن‬I‫ ل‬Iِ‫ ل‬I‫ت‬
I‫ َن‬I‫ و‬Iُ‫ ق‬I‫س‬Iِ I‫ ا‬Iَ‫ ف‬I‫ ْل‬I‫ ا‬I‫ ُم‬Iُ‫ ه‬I‫ ُر‬Iَ‫ ث‬I‫ ْك‬Iَ‫ أ‬I‫ َو‬I‫ن‬Iَ I‫ و‬Iُ‫ ن‬I‫ ِم‬I‫ؤ‬Iْ I‫ ُم‬I‫ ْل‬I‫ ا‬I‫ ُم‬Iُ‫ ه‬I‫ ْن‬I‫ ِم‬Iۚ I‫ ْم‬Iُ‫ ه‬Iَ‫ ل‬I‫ ا‬I‫ر‬Iً I‫ ْي‬I‫ َخ‬I‫ن‬Iَ I‫ ا‬I‫ َك‬Iَ‫ ل‬I‫ب‬
ِ I‫ ا‬Iَ‫ ت‬I‫ ِك‬I‫ ْل‬I‫ ا‬I‫ ُل‬I‫ ْه‬Iَ‫ أ‬I‫ن‬Iَ I‫ َم‬I‫ آ‬I‫و‬Iْ Iَ‫ ل‬I‫َو‬

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara
mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik.
ayat ini mengandung penjelasan akan keberadaan mereka sebagai umat
yang terbaik yang memiliki kelebihan sifat khair. Jika mereka meninggalkan amar
ma’ruf nahi munkar maka akan kehilangan sifat-sifat tersebut. Karena itu Allah
menjadikan mereka sebagai sebaik-baik umat untuk orang lain. Sebab mereka
5
menyuruh kebaikan, mencegah kemungkaran, dan memerangi orang-orang
kafiragar bisa selamat dan menjadi umat yang unggul dari yang lain. Nabi
bersabda “Sebaik-baik manusia adalah yang memberikan manfaat pada orang
lain, dan sejahat-jahat manusia adalah yang mendatangkan kerugian bagi orang
lain”.kuntum khairu ummah ialah kamu sebaik-baik umat terdahulu.
Menunjukkan bahwa dahulu sebelum masa Nabi atau setelah wafatnya Nabi
terdapat umat yang diantaranya bisa dikatakan sebagai sebaik-baik umat, atau
sebaliknya sebaik-baik umat itu tidak akan ada pada masa sebelum Nabi, pada
masa nabi atau generasi setelah Nabi.
b. Kandungan surat Al maidah ayat 67

Iَ I‫َّ ْغ‬I‫ ل‬Iَ‫ ب‬I‫ ا‬I‫ َم‬Iَ‫ ف‬I‫ل‬Iْ I‫ َع‬I‫ ْف‬Iَ‫ ت‬I‫ ْم‬Iَ‫ ل‬I‫ن‬Iْ Iِ‫ إ‬I‫ َو‬Iۖ I‫ك‬
Iۚ Iُ‫ ه‬Iَ‫ ت‬Iَ‫ل‬I‫ ا‬I‫ َس‬I‫ ِر‬I‫ت‬ َ I‫ ْي‬Iَ‫ ل‬Iِ‫ إ‬I‫ َل‬I‫ ِز‬I‫ ْن‬Iُ‫ أ‬I‫ ا‬I‫ َم‬I‫ ْغ‬Iِّ‫ ل‬Iَ‫ ب‬I‫ ُل‬I‫ و‬I‫ ُس‬Iَّ‫ر‬I‫ل‬I‫ ا‬I‫ ا‬Iَ‫ ه‬IُّI‫ ي‬Iَ‫ أ‬I‫ ا‬Iَ‫ي‬
َ IِّI‫ ب‬I‫ر‬Iَ I‫ن‬Iْ I‫ ِم‬I‫ك‬
I‫ َن‬I‫ ي‬I‫ ِر‬Iِ‫ف‬I‫ ا‬I‫ َك‬I‫ ْل‬I‫ ا‬I‫ َم‬I‫و‬Iْ Iَ‫ ق‬I‫ ْل‬I‫ ا‬I‫ ي‬I‫ ِد‬I‫ ْه‬Iَ‫ اَل ي‬Iَ ‫ن هَّللا‬ َّI Iِ‫ إ‬Iۗ I‫س‬ِ I‫َّ ا‬I‫ن‬I‫ل‬I‫ ا‬I‫ن‬Iَ I‫ ِم‬I‫ك‬ َ I‫ ُم‬I‫ص‬ ِ I‫ ْع‬Iَ‫ ي‬Iُ ‫ هَّللا‬I‫َو‬
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.
Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu,berarti) kamu
tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari
(gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang kafir.menurut riwayat Ibnu Ishak dan at-
Tabrani dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Seorang Yahudi yang bernama
Nabbasy bin Qais berkata kepada Nabi Muhammad SAW, „Tuhan
engkau kikir, tidak suka memberi.‟ Maka ayat ini meskipun yang
mengatakan kepada Nabi itu hanya seorang dari kalangan Yahudi,
namun dapat dianggap menggambarkan pendirian secara keseluruhan
dari kaumnya. Ayat ini menceritakan bahwa orang Yahudi itu berkata,
“Tangan Allah terbelenggu,” tetapi yang sebenarnya terbelenggu adalah
tangan mereka sendiri, dengan demikian mereka akan dilaknat Allah.
Perkataan orang Yahudi bahwa “tangan Allah terbelenggu” adalah tidak
masuk akal, sebab mereka mengakui bahwa Allah adalah nama bagi zat
yang pasti ada dan Mahakuasa, Dia pencipta alam semesta. Hal ini
menunjukkan bahwa tangan Allah tidak terbelenggu dari kekuasaan-Nya

6
yang tidak terbatas, karena jika demikian, maka tentulah Dia tidak dapat
memelihara dan mengatur alam ini.

c. Penafsiran surat al maidah ayat 125


َ َّ‫ك بِ ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َموْ ِعظَ ِة ْال َح َسنَ ِة َو َجا ِد ْلهُ ْم بِالَّتِ ْي ِه َي اَحْ َس ۗنُ اِ َّن َرب‬
َ ‫ك هُ َو اَ ْعلَ ُم بِ َم ْن‬
‫ض َّل ع َْن‬ َ ِّ‫ع اِ ٰلى َسبِ ْي ِل َرب‬ ُ ‫اُ ْد‬
َ‫َسبِ ْيلِ ٖه َوهُ َو اَ ْعلَ ُم بِ ْال ُم ْهتَ ِد ْين‬
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang
baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.
Dalam penafsirannya, ayat ini dijadikan sebagai landasan dalam
memahami dan mengimplementasikan dakwah perspektif Al-Qur’an. Dakwah
sebagai sebuah kegiatan yang hadir dalam rutinitas kehidupan umat beragama
utamanya dalam hal ini umat Muslim, harus dilakukan dengan memperhatikan
kondisi masyarakat. Penulis mencoba menjabarkan dakwah yang
menggembirakan dengan cara melakukan pengkajian terhadap QS. An-Nahl ayat
125. Dalam kajian ini, didapatkan bahwa ada dua hal yang mampu
menggembirakan dakwah, pertama ialah pendakwah itu sendiri, dimana dirinya
harus memiliki kompetensi yaitu: good will, good ethos, dan good moral
character. Sedangkan yang kedua adalah metode yang digunakan. Ada tiga
metode dakwah berdasarkan dalil diatas bil Hikmah, Maizah Hasanah, dan
Jadilhum bi al-Lati Hiya Ahsan, yang kemudian dijabarkan agar ketiga metode
tersebut mampu diterapkan dalam rangka mewujudkan dakwah yang
menggembirakan yang tetap berada dalam koridor esensi dakwah berdasarkan
tuntunan kitab suci Al-Qur’an.

d. Penafsiran surat asy syuro ayat 52

‫ك ر ُۡوحًا ِّم ۡن اَمۡ ِرنَا‌ ؕ َما ُك ۡنتَ ت َۡد ِر ۡى َما ۡال ِك ٰتبُ َواَل ااۡل ِ ۡي َمانُ َو ٰلـ ِك ۡن َج َع ۡل ٰنهُ نُ ۡورًا نَّ ۡه ِد ۡى بِ ٖه َم ۡن‬ َ ‫ك اَ ۡو َح ۡين َۤا اِلَ ۡي‬
َ ِ‫َو َك ٰذل‬
ِ ‫ك لَت َۡه ِد ۡۤى اِ ٰلى‬
‫ص َرا ٍط ُّم ۡستَقِ ۡي ۙ ٍم‬ َ َّ‫نَّ َشٓا ُء ِم ۡن ِعبَا ِدنَا‌ ؕ َواِن‬
Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) rµh (Al-
Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya engkau tidaklah mengetahui apakah

7
Kitab (Al-Qur'an) dan apakah iman itu, tetapi Kami jadikan Al-Qur'an itu cahaya,
dengan itu Kami memberi petunjuk siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-
hamba Kami. Dan sungguh, engkau benar-benar membimbing (manusia) kepada
jalan yang lurus, Allah menerangkan bahwa sebagaimana Dia menurunkan wahyu
kepada rasul-rasul terdahulu Dia juga menurunkan wahyu kepada Nabi
Muhammad saw berupa Al-Qur'an sebagai rahmat-Nya. Selanjutnya Allah
menjelaskan bahwa Muhammad saw sebelum mencapai umur empat puluh tahun
dan berada di tengah-tengah kaumnya, belum tahu apa Al-Qur'an itu dan apa iman
itu, dan begitu juga belum tahu apa syariat itu secara terperinci dan pengertian
tentang hal-hal yang mengenai wahyu yang diturunkannya, tetapi Allah
menjadikan Al-Qur'an itu cahaya terang benderang yang dengannya Allah
memberi petunjuk kepada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya dan
membandingkan kepada agama yang benar yaitu agama Islam.
e. Kandungan Surat Al- Ghosiyah 21

‫فَ َذ ِّكرْ إِنَّ َمٓا أَنتَ ُم َذ ِّك ٌر‬


Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya engkau (Muhammad) hanyalah
pemberi peringatan.
Semestinya dengan memperhatikan fenomena-fenomena itu manusia
bersedia mengabdi kepada Allah. Allah meminta Nabi untuk terus berdakwah
meski banyak manusia yang ingkar. Maka berilah peringatan kepada mereka yang
tetap ingkar meski bukti-bukti tentang kekuasaan Allah mereka saksikan setiap
hari. Ingatkanlah mereka karena sesungguhnya engkau hanyalah pemberi
peringatan. Dalam ayat ini, Allah memerintahkan Nabi Muhammad agar memberi
peringatan dan petunjuk serta menyampaikan agama-Nya kepada umat manusia,
karena tugasnya tidak lain hanyalah memberi peringatan dengan menyampaikan
kabar gembira dan kabar yang menakutkan.

f. Kandungan Surat Al-alaq 1-5

١- ‫ق‬َ ۚ َ‫ك الَّ ِذيْ َخل‬ َ ِّ‫ْق َر ْأ بِاس ِْم َرب‬


Artinya: "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,"
٢-‫ق‬ ٍ ۚ َ‫ق ااْل ِ ْن َسانَ ِم ْن َعل‬ َ َ‫خَ ل‬
Artinya: "Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah."
٣ - ‫ك ااْل َ ْك َر ۙ ُم‬ َ ُّ‫اِ ْق َر ْأ َو َرب‬
Artinya: "Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia,"

8
٤ - ‫الَّ ِذيْ عَلَّ َم بِ ْالقَلَ ۙ ِم‬
Artinya: "Yang mengajar (manusia) dengan pena"
٥ - ‫َعلَّ َم ااْل ِ ْن َسانَ َما لَ ْم يَ ْعلَ ۗ ْم‬
Artinya: "Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya."

Iqra‟ atau perintah membaca, adalah kata pertama dari wahyu pertama yang
diterima oleh Nabi Muhammad SAW. Kata ini sedemikian pentingnya sehingga 5
Yusuf Qardhawi, Al-Qur‟an berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan,
(Jakarta : Gema Insani Press, 1998), h. 91 19 diulang dua kali dalam rangkaian
wahyu pertama. Mungkin mengherankan bahwa perintah tersebut ditujukan
pertama kali kepada seseorang yang tidak pernah membaca suatu kit kitab
sebelum turunnya Al-Qur‟an, bahkan seorang yang tidak pandai membaca suatu
tulisan sampai akhir hayatnya. Namun, keheranan ini akan sirna jika disadari arti
kata iqra‟ dan disadari pula bahwa perintah ini tidak hanya ditujukan kepada
pribadi Nabi Muhammad SAW semata-mata, tetapi juga untuk umat manusia
sepanjang sejarah kemanusiaan, karena realisasi perintah tersebut merupakan
kunci pembuka jalan kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi.6 Perintah untuk
“membaca” dalam ayat itu disebut dua kali perintah kepada Rosulullah SAW. dan
selanjutnya perintah kepada seluruh umatnya
g. Kandungan Surat Al-baqarah ayat 159-160

‫ب أُولَئِكَ يَ ْل َعنُهُ ُم هَّللا ُ َويَ ْل َعنُهُ ُم‬ِ ‫اس فِي ْال ِكتَا‬
ِ َّ‫ت َو ْالهُدَى ِم ْن بَ ْع ِد َما بَيَّنَّاهُ لِلن‬ ِ ‫ون َما أَ ْن َز ْلنَا ِمنَ ْالبَيِّنَا‬
Iَ ‫َّن الَّ ِذينَ يَ ْكتُ ُم‬
‫ك أَتُوبُ َعلَ ْي ِه ْم َوأَنَا التَّوَّابُ ال َّر ِحيم‬ َ ِ‫الالعنُونَ * إِال الَّ ِذينَ تَابُوا َوأَصْ لَحُوا َوبَيَّنُوا فَأُولَئ‬ ِ
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan
berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami
menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan
dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati, kecuali mereka yang
telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka
terhadap mereka itu Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang” [QS. Al-Baqarah : 159-160].
Ayat ini diturunkan berkenaan dengan ihwal Ahli Kitab tatkala mereka
ditanya tentang apa yang ada dalam kitab mereka tentang kenabian Nabi
Muhammad saw, yang ternyata mereka menyembunyikannya dan tak mau

9
memberitakannya karena rasa dengki dan marah. Imam as-Sayuthi meriwayatkan
dalam kitabnya, ad-Durrul Mantsur dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Mu’adz bin Jabal
dan sebagian sahabat bertanya kepada segolongan Pendeta Yahudi tentang
sebagian isi Taurat, kemudian mereka menyembunyikannya dan menolak untuk
memberitakannya, kemudian turunlah ayat, “Sesungguhnya orang-orang yang
menyembunyikan apa yang Kami turunkan tentang keterangan-keterangan (yang
jelas) dan petunjuk.
Ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan ihwal Ahli Kitab dari pendeta-
pendeta Yahudi dan Nasrani yang menyembunyikan sifat-sifat Nabi saw
sebagaimana disebutkan dalam sebab turunnya ayat ini, tetapi lebih luas ayat ini
mengena kepada setiap orang yang menyembunyikan ayat-ayat Allah, yang
menyembunyikan hukum-hukum agama, karena yang terpakai sebagaimana
dikatakan oleh ulama ushul adalah keumumam lafalnya, bukan kekhususan
sebabnya. Sedang ayat-ayat ini bersifat umum, menggunakan sighat isim maushul
(al-ladzina yaktumuuna = mereka yang menyembunyikan). Oleh karena itu
menunjukkan arti umum.

D. Perkembangan Ilmu Kalam

Peristiwa Perang Unta, Perang Shiffin dan juga pemberontakan oleh


Khawarij yang terjadi pada masa Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib Perang yang
diakhiri dengan tahkim (arbitrase) ini telah menyebabkan munculnya berbagai
golongan, yaitu Muawiyah, Syiah (Pengikut) Ali, Khawarij dan sahabat-sahabat
yang netral. Dari peristiwa yang diakibatkan oleh perseteruan dalam bidang
politik akhirnya bergeser ke permasalahan teks-teks agama tepatnya masalah
teologi atau ilmu kalam.

Kaum Khawarij memandang Ali telah berbuat salah dan telah berdosa
dengan menerima arbitrase itu. Menurut mereka penyelesaian dengan cara
arbitrase atau tahkim itu bertentangan dengan al-Quran. Firman Allah dalam surat
al-Maidah ayat 44, “Dan barangsiapa yang tidak menentukan hukum dengan apa
10
yang telah diturunkan Allah, maka mereka adalah orangorang kafir.”Dengan
landasan ayat al-Quran tersebut, mereka menghukum semua orang yang terlibat
dalam tahkim itu telah menjadi orang-orang kafir.Kafir dalam arti telah keluar
dari Islam.Orang yang keluar dari Islam di katakan murtad, dan orang murtad
halal darahnya dan wajib dibunuh. Maka dari itu mereka memutuskan untuk
membunuh Ali, Muawiyah, Amr bin Ash dan Abu Musa. Dan yang berhasil
dibunuh hanya Imam Ali.

Persoalan ini akhirnya menimbulkan tiga aliran Ilmu Kalam dalam Islam,
yaitu sebagai berikut: Aliran Khawarij yang mengatakan bahwa orang yang

1. berdosa besar adalah kafir, dalam arti keluar dari Islam, atau tegasnya
murtad dan wajib dibunuh. Aliran Murjiah yang menegaskan bahwa
orang yang berdosa besar adalah kafir, dalam arti keluar dari Islam,
atau tegasnya murtad dan wajib dibunuh.
2. Aliran Murjiah yang menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa
besar tetap mukmin dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang
dilakukannya terserah kepada Allah untuk mengampuni atau tidak
mengampuninya.
3. Aliran Mu’tazilah yang tidak menerima pendapat-pendapat. di atas.
Bagi mereka, orang yang berdosa besar bukan kafir, tetapi bukan pula
mukmin. Orang yang serupa ini mengambil posisi di antara ke dua
posisi mukmin dan kafir, yang dalam bahasa Arab terkenal dengan
istilah al-manzilah bain al-manzilatain (posisi di antara dua posisi).

Setelah ketiga aliran di atas, lalu muncul pula dua aliran Ilmu Kalam yang
terkenal dengan nama Qadariyah dan Jabariah. Menurut Qadariyah manusia
memiliki kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya.Sebaliknya, Jabariyah
berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan
perbuatannya.

Dari paparan sekilas ini, secara jelas dapat diketahui bahwa peristiwa
tahkim berdampak dan berimplikasi kepada tumbuhnya aliran-aliran dalam Ilmu

11
Kalam.Khawarij, Murjiah dan Mu’tazilah merupakan aliran yang pertama sekali
muncul dalam sejarah peradaban Islam.Kemudian muncul aliran Qadariyah dan
Jabariyah.Kedua aliran ini kendatipun pada awalnya muncul dengan membentuk
aliran tersendiri, tetapi dalam perkembangannya tidak lagi dapat disebut sebagai
aliran. Paham Qadariyah dan Jabariyah kemudian memasuki aliranaliran Ilmu
Kalam yang ada.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada awal sejarah pemikiran islam, ilmu kalam kurang mendapat perhatian
bahkan tidak disetujui dikalangan muslimin. Kalam sama sekali tidak mendapat
tempat di masa-masa awal islam karena umat pada masa awal-awal islam belum
merasakan arti penting dan perlunya mengetahui lebih jauh dan
memperbincangkan masalah-masalah yang bersifat teoritis, seperti yang
dibicarakan di dalam ilmu kalam.
Ilmu kalam, seperti ilmu keislaman lainnya, juga mempunyai dasarnya sendiri
dari sumber Al-Qur’an, baik menyangkut aspek metode maupun materi. Ditinjau
dari segi metode maupun materinya, keberadaan ilmu kalam bukan yang terlarang
dalam islam. Bahkan ilmu kalam mutlak diperlukan demi terbangunnya keimanan
yang kukuh di atas bukti dan argument yang kuat.
Dengan demikian, ilmu kalam adalah ilmu keislaman yang membahas masalah
akidah atau keimanan berdarkan argument rasional dan tentu saja tana
mengesampingkan nash Al-Qur’an dan al-Sunnah. Di dalam pembahasannya, para
mutakalim lazim mengetengahkan dalil rasional terlebih dahulu, lalu kemudian
memperkuatnya dengan dalil nash Al-Qur’an dan al-Hadis.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin, Islamic Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif.


(Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2012)
Hijroh Mukhlis, Febri, Model Penelitian Kala: Teologi Islam Ahmad Hanafi l, dalam
Dialogia, 2015
Al_mustiry, Muhammad, Jadal al-Ta'sil Wa al-Muasirah Fi al-Fiar Islam. (Tunisia: Kareem
Syarif, 2014)
Ensiklopedia Islam 2, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994)
Yusuf, Yunan, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam.
Rozak, Abdul, Ilmu Kalam. (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012)

13

Anda mungkin juga menyukai