Kel.1 Sejarah Terbentuknya Ilmu Kalam
Kel.1 Sejarah Terbentuknya Ilmu Kalam
Di susun oleh
Widiyawati (3420060)
1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha pengasih lagi Maha penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirannya-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah
dan inayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah berjudul “
Sejarah Terbentuknya Pemikiran kalam dan pokok bahasannya" meskipun masih jauh dari
kesempurnaan. Shalawat serta salam kami sanjungkan kepada Rasulullah beserta keluarga,
sahabat, dan para pengikutnya hingga hari akhir.
Dengan selesainya makalah ini, kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak
DR.Imam Kanafi,MA.g Selaku dosen mata kuliah Ilmu Kalam dan kepada semua pihak yang
telah membantu dalam proses pembuatan makalah dan penyelesaian makalah ini.
Kami telah berusaha untuk melakukan yang terbaik. Namun, kami menyadari bahawa
masih terdapat kekurangan pada makalah yang kami buat. Oleh karena itu, kami mengharapkan
kritik dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan makalah kami yang akan datang.
Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat dan menambah keilmuan bagi
pembacanya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah....................................................................................... 2
C. Tujuan..........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Berdakwah................................................................................ 2
B. Dalil Berdakwah didalam Al-Qur’an.......................................................... 3
C. Tujuan dari Dakwah.................................................................................... 6
A. Kesimpulan............................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan pengertian dan fungsi ilmu kalam ?
2. Apa saja faktor-faktor penyebab tumbuhnya ilmu kalam ?
3. Objek kajian ilmu kalam ?
4. Bagaimana perkembangan ilmu kalam pada masa ke masa ?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, adapun tujuan penulis dalam makalah ini sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud ilmu kalam ?
2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan tumbuhnya ilmu kalam ?
3. Untuk mengetahui apa saja objek kajian dalam ilmu kalam ?
4. Untuk mengetahui bagaimana proses berkembangnya ilmu kalam ?
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
B. Faktor-Faktor Penyebab Tumbuhnya Ilmu Kalam
1. Faktor Dari Dalam (intern)
1) Adanya pemahaman dalam islam yang berbeda. Perbedaan ini terdapat dalam
hal pemahaman ayat AlQur’an, sehingga berbeda dalam menafsirkan pula.
Mufasir satu menemukan penafsiranya berdasarkan hadist yang shahih,
sementara mufasir yang lain penafsiranya belum menemukan hadist yang
shahih. Bahkan ada yang mengeluarkan pendapatnya sendiri atau hanya
mengandalkan rasional belaka tanpa merujuk kepada hadist.
2) Adanya pemahaman ayat Al Qur’an yang berbeda. Para pemimpin aliran pada
waktu itu dalam mengambil dalil Al Qur’an beristinbat menurut pemahaman
masing-masing
3
2. Faktor Dari Luar (ekstern)
1) Banyak diantara pemeluk-pemeluk Islam yang mula-mula beragam yahudi,
masehi dan lain-lain, setelah fikiran mereka tenang dan sudah memegang
teguh Islam, mereka mulai mengingat-ingat agama mereka yang dulu dan
dimasukkannya dalam ajaran-ajaran Islam.
Kalam sejak dini harus dipahami sebagai ilmu pengetahuan. Pada bagian
tertentu ilmu kalam memang bicara tentang ketauhidan, namun kenyataan yang
berkembang ilmu kalam klasik masih berparadigma normatif-historis bukan
normative-kritis. Sejauh ini kalam sama sekali tidak berdimensi filosofis. Ia masih
masih berdimensi tunggal, bahkan seakan-akan berkembang tanpa kritik.
Jika terusmenerus kalam tidak dipahami sebagai pengetahuan yang
berkembang, maka keberadaaanya tidak akan menjadi salah satu kajian yang menarik
lagi. 6 Tugas paling mendasar saat ini adalah melakukan sebuah perombakan
perubahan. Ilmu kalam masih sering dijumpai memberikan pemahaman klasik
tentang pergumulan antar kelompok. Suguhan kajiannya masih meninggalkan narasi
kedudukan atas kuasa ideologis. Kalam harus keluar dari selubung identitas menuju
narasi besar sebagai bagian dari keilmuan.
Di perguruan tingga saja ilmu kalam masih tergolong belum berkembang,
kalam di perguruan tinggi masih belum ada kombinasi metodologis, sehingga kalam
terpisah dari perkembangan ilmu modern. Berbeda dengan rumpun keilmuan lain,
studi Qur‟an sampai saat ini sudah terjadi banyak perkembangan. Dari berbagai sisi
dimensi kajian tafsir sudah sampai pada kajian living Qur’an bahkan juga
menggunakan tradisi kirtis seperti kajian Hermeneutika dalam studi tafsirnya.
Begitu pula dalam kajian hadits, terdapat perubahan signifikan, kajiannya
berkembang dengan adanya perkembangan pemikiran kritis dalam sebuah bacaan
hadits klasik. Juga pada tradisi fikih, sejauh ini tradisi fikih yang dianggap sebagian
pemikir cenderung melahirkan tradisi ‘taklid’, namun juga telah berbenah, kajian
fikih juga telah merespon narasi baru sehingga lahir studi fikih yang merespon secara
khusus tentang isu politik, perempuan, budaya, hubungan antar agama, dan
seterusnya.
Kedudukan ilmu kalam ini penting dalam sebuah kajian keislaman. kalam
dipahami sebagai ilmu yang mengajarkan tentang dimensi-dimensi ketuhanan. Jangan
sampai narasi kalam mengarahkan orang untuk berkonflik kepada yang berbeda.
Sebagai bagian dari rumpun keilmuan kalam harus merespon tema-tema baru yang
4
saat-saat ini berkembang. Apalagi tema ketuhanan yang secara khusus dibicarakan
dalam ilmu kalam, tentu akan sangat kontributif jika kalam menjadi ujung tombak
dalam membentuk sebuah hubungan yang harmonis dilandasi dengan pemahaman
ketuhanan yang benar. Fakta hari ini menunjukkan dalil-dalil ketuhanan dijadikan
sebagai senjata untuk menjatuhkan orang lain atau kelompok lain dengan tuduhan
kafir dan sesat.
Untuk menuntaskan semua itu, kalam memiliki peran penting, kedudukannya
sebagai sebuah keilmuan pasti menjadi solusi ketika menghadirkan perspektif
ketuhanan yang menyejukkan dan mendamaikan. Maka, saat ini sangat penting untuk
memproduksi kembali ilmu kalam dengan wajah baru, dengan paradigma baru yang
lebih kekinian untuk merespon zaman baru yang berkembang.
Sebagai ilmu, kalam harus merespon tema-tema baru (new experience),
seperti kemanusiaan, kebudayaan, kebhinekaan, sosial-kemasyarakatan, teknologi,
dan ilmu pengetahuan modern. Sejauh ini kalam masih bersifat mondisiplin, berdiri
sendiri. Kedepan kalam harus bersifat integratif dan terkoneksi dan secara kritis
filosofis dengan berbagai keilmuan berkembang.
Dengan integrasi-interkoneksi keilmuan kalam dapat menjadi ilmu yang
multidisiplin, terbuka untuk dianalisa dan dikritik, tentu dengan ilmu kalam akan
terus menerus dilakukan penelitian sehingga ia berkembang untuk merespon kajian-
kajian baru. Selama ini yang menjadikan kalam berhenti berkembang adalah tidak
adanya kajian kritis dan pemikiran terbuka. Kali ini kalam harus benarbenar dalam
posisinya sebagai pengetahuan yang diharapkan kontribusinya untuk peradaban. Dari
berbagai kajian yang multisiplin diharapkan lahir kalam yang berdimensi kekinian,
seperti kalam sosial, kalam kebhinekaan, kalam kemanusiaan, kalam kebudayaan, dan
seterusnya.
Iۗ Iِ هَّللI اIِ بIنIَ I وIُ نI ِمIؤIْ Iُ تIوIَ I ِرI َكI ْنI ُمI ْلI اIنIِ I َعIنIَ IوIْ Iَ هI ْنIَ تIوIَ Iف Iِ I وI ُرI ْعI َمI ْلI اIِ بIنIَ I وI ُرI ُمIْ أIَ تIس Iْ I َجI ِرIخIْ Iُ أIَّ ٍةI مIُ أIرIَ I ْيI َخI ْمIُ تI ْنIُك
ِ Iَّ اIنI لIِ لIت
I َنI وIُ قIسIِ I اIَ فI ْلI اI ُمIُ هI ُرIَ ثI ْكIَ أI َوIنIَ I وIُ نI ِمIؤIْ I ُمI ْلI اI ُمIُ هI ْنI ِمIۚ I ْمIُ هIَ لI اIرIً I ْيI َخIنIَ I اI َكIَ لIب
ِ I اIَ تI ِكI ْلI اI ُلI ْهIَ أIنIَ I َمI آIوIْ Iَ لIَو
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara
mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik.
ayat ini mengandung penjelasan akan keberadaan mereka sebagai umat
yang terbaik yang memiliki kelebihan sifat khair. Jika mereka meninggalkan amar
ma’ruf nahi munkar maka akan kehilangan sifat-sifat tersebut. Karena itu Allah
menjadikan mereka sebagai sebaik-baik umat untuk orang lain. Sebab mereka
5
menyuruh kebaikan, mencegah kemungkaran, dan memerangi orang-orang
kafiragar bisa selamat dan menjadi umat yang unggul dari yang lain. Nabi
bersabda “Sebaik-baik manusia adalah yang memberikan manfaat pada orang
lain, dan sejahat-jahat manusia adalah yang mendatangkan kerugian bagi orang
lain”.kuntum khairu ummah ialah kamu sebaik-baik umat terdahulu.
Menunjukkan bahwa dahulu sebelum masa Nabi atau setelah wafatnya Nabi
terdapat umat yang diantaranya bisa dikatakan sebagai sebaik-baik umat, atau
sebaliknya sebaik-baik umat itu tidak akan ada pada masa sebelum Nabi, pada
masa nabi atau generasi setelah Nabi.
b. Kandungan surat Al maidah ayat 67
Iَ Iَّ ْغI لIَ بI اI َمIَ فIلIْ I َعI ْفIَ تI ْمIَ لIنIْ Iِ إI َوIۖ Iك
Iۚ Iُ هIَ تIَلI اI َسI ِرIت َ I ْيIَ لIِ إI َلI ِزI ْنIُ أI اI َمI ْغIِّ لIَ بI ُلI وI ُسIَّرIلI اI اIَ هIُّI يIَ أI اIَي
َ IِّI بIرIَ IنIْ I ِمIك
I َنI يI ِرIِفI اI َكI ْلI اI َمIوIْ Iَ قI ْلI اI يI ِدI ْهIَ اَل يIَ ن هَّللا َّI Iِ إIۗ Iسِ Iَّ اIنIلI اIنIَ I ِمIك َ I ُمIص ِ I ْعIَ يIُ هَّللاIَو
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.
Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu,berarti) kamu
tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari
(gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang kafir.menurut riwayat Ibnu Ishak dan at-
Tabrani dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Seorang Yahudi yang bernama
Nabbasy bin Qais berkata kepada Nabi Muhammad SAW, „Tuhan
engkau kikir, tidak suka memberi.‟ Maka ayat ini meskipun yang
mengatakan kepada Nabi itu hanya seorang dari kalangan Yahudi,
namun dapat dianggap menggambarkan pendirian secara keseluruhan
dari kaumnya. Ayat ini menceritakan bahwa orang Yahudi itu berkata,
“Tangan Allah terbelenggu,” tetapi yang sebenarnya terbelenggu adalah
tangan mereka sendiri, dengan demikian mereka akan dilaknat Allah.
Perkataan orang Yahudi bahwa “tangan Allah terbelenggu” adalah tidak
masuk akal, sebab mereka mengakui bahwa Allah adalah nama bagi zat
yang pasti ada dan Mahakuasa, Dia pencipta alam semesta. Hal ini
menunjukkan bahwa tangan Allah tidak terbelenggu dari kekuasaan-Nya
6
yang tidak terbatas, karena jika demikian, maka tentulah Dia tidak dapat
memelihara dan mengatur alam ini.
ك ر ُۡوحًا ِّم ۡن اَمۡ ِرنَا ؕ َما ُك ۡنتَ ت َۡد ِر ۡى َما ۡال ِك ٰتبُ َواَل ااۡل ِ ۡي َمانُ َو ٰلـ ِك ۡن َج َع ۡل ٰنهُ نُ ۡورًا نَّ ۡه ِد ۡى بِ ٖه َم ۡن َ ك اَ ۡو َح ۡين َۤا اِلَ ۡي
َ َِو َك ٰذل
ِ ك لَت َۡه ِد ۡۤى اِ ٰلى
ص َرا ٍط ُّم ۡستَقِ ۡي ۙ ٍم َ َّنَّ َشٓا ُء ِم ۡن ِعبَا ِدنَا ؕ َواِن
Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) rµh (Al-
Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya engkau tidaklah mengetahui apakah
7
Kitab (Al-Qur'an) dan apakah iman itu, tetapi Kami jadikan Al-Qur'an itu cahaya,
dengan itu Kami memberi petunjuk siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-
hamba Kami. Dan sungguh, engkau benar-benar membimbing (manusia) kepada
jalan yang lurus, Allah menerangkan bahwa sebagaimana Dia menurunkan wahyu
kepada rasul-rasul terdahulu Dia juga menurunkan wahyu kepada Nabi
Muhammad saw berupa Al-Qur'an sebagai rahmat-Nya. Selanjutnya Allah
menjelaskan bahwa Muhammad saw sebelum mencapai umur empat puluh tahun
dan berada di tengah-tengah kaumnya, belum tahu apa Al-Qur'an itu dan apa iman
itu, dan begitu juga belum tahu apa syariat itu secara terperinci dan pengertian
tentang hal-hal yang mengenai wahyu yang diturunkannya, tetapi Allah
menjadikan Al-Qur'an itu cahaya terang benderang yang dengannya Allah
memberi petunjuk kepada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya dan
membandingkan kepada agama yang benar yaitu agama Islam.
e. Kandungan Surat Al- Ghosiyah 21
8
٤ - الَّ ِذيْ عَلَّ َم بِ ْالقَلَ ۙ ِم
Artinya: "Yang mengajar (manusia) dengan pena"
٥ - َعلَّ َم ااْل ِ ْن َسانَ َما لَ ْم يَ ْعلَ ۗ ْم
Artinya: "Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya."
Iqra‟ atau perintah membaca, adalah kata pertama dari wahyu pertama yang
diterima oleh Nabi Muhammad SAW. Kata ini sedemikian pentingnya sehingga 5
Yusuf Qardhawi, Al-Qur‟an berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan,
(Jakarta : Gema Insani Press, 1998), h. 91 19 diulang dua kali dalam rangkaian
wahyu pertama. Mungkin mengherankan bahwa perintah tersebut ditujukan
pertama kali kepada seseorang yang tidak pernah membaca suatu kit kitab
sebelum turunnya Al-Qur‟an, bahkan seorang yang tidak pandai membaca suatu
tulisan sampai akhir hayatnya. Namun, keheranan ini akan sirna jika disadari arti
kata iqra‟ dan disadari pula bahwa perintah ini tidak hanya ditujukan kepada
pribadi Nabi Muhammad SAW semata-mata, tetapi juga untuk umat manusia
sepanjang sejarah kemanusiaan, karena realisasi perintah tersebut merupakan
kunci pembuka jalan kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi.6 Perintah untuk
“membaca” dalam ayat itu disebut dua kali perintah kepada Rosulullah SAW. dan
selanjutnya perintah kepada seluruh umatnya
g. Kandungan Surat Al-baqarah ayat 159-160
ب أُولَئِكَ يَ ْل َعنُهُ ُم هَّللا ُ َويَ ْل َعنُهُ ُمِ اس فِي ْال ِكتَا
ِ َّت َو ْالهُدَى ِم ْن بَ ْع ِد َما بَيَّنَّاهُ لِلن ِ ون َما أَ ْن َز ْلنَا ِمنَ ْالبَيِّنَا
Iَ َّن الَّ ِذينَ يَ ْكتُ ُم
ك أَتُوبُ َعلَ ْي ِه ْم َوأَنَا التَّوَّابُ ال َّر ِحيم َ ِالالعنُونَ * إِال الَّ ِذينَ تَابُوا َوأَصْ لَحُوا َوبَيَّنُوا فَأُولَئ ِ
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan
berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami
menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan
dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati, kecuali mereka yang
telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka
terhadap mereka itu Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang” [QS. Al-Baqarah : 159-160].
Ayat ini diturunkan berkenaan dengan ihwal Ahli Kitab tatkala mereka
ditanya tentang apa yang ada dalam kitab mereka tentang kenabian Nabi
Muhammad saw, yang ternyata mereka menyembunyikannya dan tak mau
9
memberitakannya karena rasa dengki dan marah. Imam as-Sayuthi meriwayatkan
dalam kitabnya, ad-Durrul Mantsur dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Mu’adz bin Jabal
dan sebagian sahabat bertanya kepada segolongan Pendeta Yahudi tentang
sebagian isi Taurat, kemudian mereka menyembunyikannya dan menolak untuk
memberitakannya, kemudian turunlah ayat, “Sesungguhnya orang-orang yang
menyembunyikan apa yang Kami turunkan tentang keterangan-keterangan (yang
jelas) dan petunjuk.
Ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan ihwal Ahli Kitab dari pendeta-
pendeta Yahudi dan Nasrani yang menyembunyikan sifat-sifat Nabi saw
sebagaimana disebutkan dalam sebab turunnya ayat ini, tetapi lebih luas ayat ini
mengena kepada setiap orang yang menyembunyikan ayat-ayat Allah, yang
menyembunyikan hukum-hukum agama, karena yang terpakai sebagaimana
dikatakan oleh ulama ushul adalah keumumam lafalnya, bukan kekhususan
sebabnya. Sedang ayat-ayat ini bersifat umum, menggunakan sighat isim maushul
(al-ladzina yaktumuuna = mereka yang menyembunyikan). Oleh karena itu
menunjukkan arti umum.
Kaum Khawarij memandang Ali telah berbuat salah dan telah berdosa
dengan menerima arbitrase itu. Menurut mereka penyelesaian dengan cara
arbitrase atau tahkim itu bertentangan dengan al-Quran. Firman Allah dalam surat
al-Maidah ayat 44, “Dan barangsiapa yang tidak menentukan hukum dengan apa
10
yang telah diturunkan Allah, maka mereka adalah orangorang kafir.”Dengan
landasan ayat al-Quran tersebut, mereka menghukum semua orang yang terlibat
dalam tahkim itu telah menjadi orang-orang kafir.Kafir dalam arti telah keluar
dari Islam.Orang yang keluar dari Islam di katakan murtad, dan orang murtad
halal darahnya dan wajib dibunuh. Maka dari itu mereka memutuskan untuk
membunuh Ali, Muawiyah, Amr bin Ash dan Abu Musa. Dan yang berhasil
dibunuh hanya Imam Ali.
Persoalan ini akhirnya menimbulkan tiga aliran Ilmu Kalam dalam Islam,
yaitu sebagai berikut: Aliran Khawarij yang mengatakan bahwa orang yang
1. berdosa besar adalah kafir, dalam arti keluar dari Islam, atau tegasnya
murtad dan wajib dibunuh. Aliran Murjiah yang menegaskan bahwa
orang yang berdosa besar adalah kafir, dalam arti keluar dari Islam,
atau tegasnya murtad dan wajib dibunuh.
2. Aliran Murjiah yang menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa
besar tetap mukmin dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang
dilakukannya terserah kepada Allah untuk mengampuni atau tidak
mengampuninya.
3. Aliran Mu’tazilah yang tidak menerima pendapat-pendapat. di atas.
Bagi mereka, orang yang berdosa besar bukan kafir, tetapi bukan pula
mukmin. Orang yang serupa ini mengambil posisi di antara ke dua
posisi mukmin dan kafir, yang dalam bahasa Arab terkenal dengan
istilah al-manzilah bain al-manzilatain (posisi di antara dua posisi).
Setelah ketiga aliran di atas, lalu muncul pula dua aliran Ilmu Kalam yang
terkenal dengan nama Qadariyah dan Jabariah. Menurut Qadariyah manusia
memiliki kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya.Sebaliknya, Jabariyah
berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan
perbuatannya.
Dari paparan sekilas ini, secara jelas dapat diketahui bahwa peristiwa
tahkim berdampak dan berimplikasi kepada tumbuhnya aliran-aliran dalam Ilmu
11
Kalam.Khawarij, Murjiah dan Mu’tazilah merupakan aliran yang pertama sekali
muncul dalam sejarah peradaban Islam.Kemudian muncul aliran Qadariyah dan
Jabariyah.Kedua aliran ini kendatipun pada awalnya muncul dengan membentuk
aliran tersendiri, tetapi dalam perkembangannya tidak lagi dapat disebut sebagai
aliran. Paham Qadariyah dan Jabariyah kemudian memasuki aliranaliran Ilmu
Kalam yang ada.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada awal sejarah pemikiran islam, ilmu kalam kurang mendapat perhatian
bahkan tidak disetujui dikalangan muslimin. Kalam sama sekali tidak mendapat
tempat di masa-masa awal islam karena umat pada masa awal-awal islam belum
merasakan arti penting dan perlunya mengetahui lebih jauh dan
memperbincangkan masalah-masalah yang bersifat teoritis, seperti yang
dibicarakan di dalam ilmu kalam.
Ilmu kalam, seperti ilmu keislaman lainnya, juga mempunyai dasarnya sendiri
dari sumber Al-Qur’an, baik menyangkut aspek metode maupun materi. Ditinjau
dari segi metode maupun materinya, keberadaan ilmu kalam bukan yang terlarang
dalam islam. Bahkan ilmu kalam mutlak diperlukan demi terbangunnya keimanan
yang kukuh di atas bukti dan argument yang kuat.
Dengan demikian, ilmu kalam adalah ilmu keislaman yang membahas masalah
akidah atau keimanan berdarkan argument rasional dan tentu saja tana
mengesampingkan nash Al-Qur’an dan al-Sunnah. Di dalam pembahasannya, para
mutakalim lazim mengetengahkan dalil rasional terlebih dahulu, lalu kemudian
memperkuatnya dengan dalil nash Al-Qur’an dan al-Hadis.
12
DAFTAR PUSTAKA
13