OLEH :
A1 AKUNTANSI
KELOMPOK 11 :
GURU PEMBIMBING :
PRODI AKUNTANSI
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Akhlak bisa dibentuk melalui kebiasaan. Seseorang yang mengerti benar akan
kebiasaan perilaku yang diamalkan dalam pergaulan semata-mata taat kepada Allah dan
tunduk kepada-Nya merupakan ciri-ciri orang yang mempunyai akhlak. Oleh karena itu
seseorang yang sudah benar-benar memahami akhlak maka dalam bertingkah laku akan
timbul dari hasil perpaduan antara hati, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan yang
menyatu membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup
keseharian.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian, sumber akhlak
2. Mengetahui perbedaan akhlak, moral, dan etika
3. Mengetahui kedudukan, dan hubungan aqidah, ibadah, dan akhlak
4. Mengetahui ruang lingkup pembahasan akhlak
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AKHLAK
Menurut bahasa (etimologi) kata akhlak ialah bentuk jamak dari kata khuluq
(khuluqun) yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Khuluq merupakan
gambaran sifat batin manusia, gambaran bentuk lahiriah manusia, seperti raut wajah, gerak
anggota badan dan seluruh tubuh. Dalam bahasa Yunani pengertian khuluk sama dengan kata
ethicos atau ethos, artinya adab kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan hati untuk
melakukan perbuatan. Ethicos kemudian berubah menjadi etika.
Sumber utama akhlak adalah al-Qur'an. Tolak ukur baik buruknya akhlak adalah
al-Qur'an. Hal ini logis, karena kebenaran al-Qur'an bersifat objektif, konprehensif, dan
universal. Akhlak mengandung kebenaran objektif, komprehensif, dan universal tidak
mungkin didasarkan pada pemikiran manusia, karena pemikiran manusia itu kebenarannya
bersifat subjetif, sektoral dan temporal.
Sumber hukum dan peraturan yang mengatur tingkah laku dan akhlak manusia,
al-Qur'an menentukan sesuatu yang halal dan yang haram, apa yang boleh dilakukan dan apa
yang tidak boleh dilakukan. Al-Qur'an menentukan bagaimana sepatutnya kelakukan
manusia. Al-Qur'an juga menentukan perkara yang baik dan yang tidak baik, karena itu
al-Qur'an menjadi sumber yang menentukan akhlak dan nilai-nilai kehidupan.
2. As-Sunnah
Sumber akhlak yang kedua adalah al-Sunnah al-maqbulah atau al-Sunnah al-
shahihah. Pernyataan ini didasarkan pada firman Allah SWT yang menegaskan pentingnya
seorang muslim mengikuti perintah dan larangan Rasulullah SAW dan menjadikan sumber
petunjuk dan tauladan dalam kehidupan sehari-hari, sebagai ekpresi kecintaan kepada Allah
SWT. Dalam firman Allah ditegaskan, yang artinya “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar)
mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.”
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS 3 Ali-Imran;31)
Tentang akhlak pribadi Rasulullah dijelaskan pula oleh ‘Aisyah ra. Diriwayatkan
oleh Imam Muslim. Dari ‘Aisyah ra. Berkata: Sesungguhnya akhlak Rasulullah itu adalah al-
Qur’an. (HR. Muslim). Hadits Rasulullah meliputi perkataan dan tingkah laku beliau,
merupakan sumber akhlak yang kedua setelah al-Qur’an. Segala ucapan dan perilaku beliau
senantiasa mendapatkan bimbingan dari Allah berfirman yang artinya “Dan Tiadalah yang
diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain
hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (Q.S 53 an-Najm: 3-4)
Istilah moral berasal dari bahasa Latin mores, yaitu bentuk plural dari mos, yang
berarti adat kebiasaan. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dikatakan bahwa'moral
adalah baik buruk dari perbuatan dan kelakuan' (Poerwardarmita, 1982: 654). Dalam
Ensiklopedi Pendidikan yang dikutip oleh Ainur Rohim Faqih, dkk. (1998;91), moral
dikatakan sebagai "nilai" dasar dalam masyarakat untuk menetukan baik-buruknya suatu
tindakan yang pada akhirnya menjadi adat istiadat masyarakat tersebut", Memperhatiakan
definisi di atas, dapat dikatakan bahwa baik buruknya suatu perbuatan, secara moral hanya
bersifat lokal.
Kata etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti kebiasaan, ia membicarakan
tentang kebiasaan (perbuatan), tetapi bukan menurut arti tata-adat, melainkan tata-adab, yaitu
berdasar pada inti sari atau sifat dasar manusia, baik dan buruk. Dengan demikian, etika
adalah teori tentang perbuatan manusia yang ditimbang menurut baik buruknya (Mudlofar
Achmad, 15), memperjelas pengertian etika dengan berpendapat bahwa etika adalah "ilmu
yang menjelaskan baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya di lakukan seseorang
kepada sesama, menyatakan tujuan perbuatan seseorang, dan menunjukkan jalan untuk
melakukan apa yang seharusnya dilakukan".
Islam memandang akhlak itu sangat penting untuk mewujudkan kedaimaian dan
keselamatan manusia di dunia dan akhirat. Itulah sebabnya Nabi Muhammad diutus untuk
memperbaiki akhlak manusia, sehingga tercipta ketentran. Sebagaimana hadits Nabi yang
artinya : Sesungguhnya aku di utus adalah untuk menyempurnakan akhlak. (HR. Bukhari).
Oleh karena itu ketiga elemen tersebut harus terintegrasi dalam diri setiap muslim,
dengan demikian , disebut muslim yang baik adalah mengamalkan ajaran Islam secara utuh,
tidak memilih dan memilah ajaran yang hanya menurut kesukaannya saja, sementara yang
lain ditinggalkan. Sesuai dengan firman Allah. (QS 2 al-Baqarah : 208) yang artinya "Hai
orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu
turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu".
F. Akhlak Bernegara
BAB III
PENUTUPAN
Kesimpulan
Akhlak adalah suatu keadaan bagi jiwa yang mendorong seseorang melakukan
tindakan tindakan dari keadaan itu tanpa melalui pikiran dan pertimbangan. Akhlak bertujuan
membentuk pribadi muslim yang luhur dan mulia. Seseorang muslim yang berakhlak mulia
senantiasa bertingkah laku terpuji, baik ketika berhubungan dengan Allah SWT, dengan
sesama manusia, makhluk lainnya serta dengan alam lingkungan. Akhlak juga punya peranan
untuk menghindari diri dari pengaruh akal pikiran yang menyesatkan. Manusia diberi
kelebihan oleh Allah dari makhluk lainnya berupa akal pikiran. Pendapat-pendapat atau
pikiran-pikiran yang semata-mata didasarkan atas akal manusia, kadang-kadang menyesatkan
manusia itu sendiri. Oleh karena itu, akal pikiran perlu dibimbing oleh akhlak agar manusia
terbebas atau terhindar dari kehidupan yang sesat.