Anda di halaman 1dari 12

ISTI’DAL; Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 1, No.

2, Juli-Desember 2014, ISSN: 2356-0150

URGENSI NASIKH-MANSUKH DALAM LEGISLASI HUKUM ISLAM


Noor Rohman Fauzan
Universitas Islam Nahdlatul Ulama (UNISNU) Jepara
Email: rochman.fauzan@gmail.com
Abstract
Nasikh-mansukh needs to be a concern in this paper that is
approximately designed to find two things: first, the true concept of
naskh-mansukh itself; second, regarding its application to dinamic
Islamic law. The limits resemblance that appears between naskh and
takhsish concepts can be known through their differences. The most
striking difference is the existence of two texts in naskh; nash nasikh
and nash mansukh time of which are inconcurrent. It means that nash
nasikh (abrogator ) came after nash mansukh (abrogated). While in
takhsish, the specifying texts (mukhashshish) is concurrent time with
the specified texts (mukhashshash)). From the discussion of naskh
arise two dominant opinions among Muslims: (1) the opinion that
accepts the existence of naskh and (2) the opinion that rejects the
existence of naskh.Because of the absence of the hadeeth sahih that
Keywords can be considered as texts qath'iy in explaining which verses are
nasikh-mansukh, al- mansukhah (abrogated), then it is necessary to further examine this
qur’an, hadis, legislation, issue of naskh especially if associated with the development of
islamic law. Islamic law issues that are increasingly complex.
Abstrak
Persoalan nasikh-mansukh perlu menjadi perhatian dalam tulisan ini
yang kurang-lebihnya dirancang untuk menemukan dua hal: pertama,
kesejatian konsepsi nasikh-mansukh itu sendiri, kedua, mengenai
penerapannya dalam hukum Islam yang dinamis. Pengertian naskh
dan takhsish yang di antara keduanya ada tasyabbuh dapat diketahui
batas-batasnya dengan melihat perbedan-perbedaanya. Perbedaan
yang paling mencolok ialah di dalam naskh terdapat dua nash; nash
nasikhdan nash mansukh yang tidak berbarengan waktunya, artinya
nash nasikh datang sesudah nash mansukh. Sedangkan di dalam
takhsish, nash yang men-takhshish (mukhashshish) berbarengan
waktunya dengan nash yang di-takhshish. Dari pembahasan naskh
timbul dua pendapat yang dominan di kalangan ummat Islam: (1)
pendapat yang menerima adanya naskh dan (2) pendapat yang
menolak adanya naskh. Karena tidak adanya hadits shahih yang dapat
dianggap sebagai nash qath'iy dalam menjelaskan ayat-ayat mana
yang mansukhah, maka sangat diperlukan upaya untuk mengkaji
lebih jauh permasalahan naskh ini terutama jika dikaitkan dengan
perkembangan persoalan hukum Islam yang semakin kompleks.

202
Noor Rohman Fauzan, Urgensi Nasikh-Mansukh dalam Legislasi Hukum Islam I 203

Pendahuluan menguatkan ayat-ayat- Nya. Dan Allah


Salah satu persoalan dalam legislasi Maha Mengetahui lagi Maha
hukum Islam adalah adanya konsepsi nasikh- Bijaksana." (QS. Al-Hajj [22]: 52)
mansukh, di mana kandungan hukum tertentu A~kh juga berarti "menggantikan"
dapat dihapus oleh ketentuan hukum yang lain (a~tabdil), seperti firmanAllah:
dalam permasalahan hukum yang sama.
Persoalan ini memicu permasalahan tersendiri Wjl)\! JJ.i:l ~ ~i Aill_, ~i LJ~ ~i Ul~ ljj_,
dalam perselisihan pendapat di antara para L)~'i ~fol c..H fo Wjl
ulama mengingat masing-masing membawa "Dan apabila Kami letakkan suatu ayat
konsekuensi legislatif yang bukan hanya di tempat ayat yang lain sebagai
berbeda,namun terkadang juga ber- penggantinya, padahal Allah lebih
seberangan. mengetahui apa yang diturunkan-Nya,
Persoalan menjadi semakin rumit jika mereka berkata,"Sesungguhnya kamu
dikaitkan dengan landasan hukum adanya adalah orang yang mengada-adakan
nasikh-mansukh itu sendiri yang lahir secara saja, bahkan kebanyakan mereka tiada
ijtihadi; mulai dari pendasaran hukum mengetahui." (QS.Al-Nahl [16]: 101)
naqliyahnya, penafsirannya, pertimbangan illat A~naskh bisa juga berarti "mengalihkan"
al-hukm dan hikmat al-hukmnya, hingga derivasi- (a~tahwil), seperti perkataan "tanasukh a~
derivasi yang kemungkinan timbul kemudian mawarits" yakni "tahwil a~mawarist min wahidin
seiring perkembangan waktu penerapan ila wahidin" (mengalihkan warisan dari
hukumnya. seseorang kepada yang lain). Di sini a~naskh
Di sinilah, persoalan nasikh-mansukh berarti "merubah atau mengalihkan". Selain
perlu menjadi perhatian dalam tulisan ini yang itu, a~naskh bisa juga berarti "memindah/
kurang-lebihnya dirancang untuk menemukan mengutip/ menukil" (al-naql), seperti dalam
dua hal: pertama, kesejatian konsepsi nasikh- ungkapan "nasakhtu a~kitab" (aku mengutip
mansukh itu sendiri, kedua, mengenai suatu buku) (Al-Zarkasyi, 1957, II: 29; Al-
penerapannya dalam hukum Islam yang Suyuthy, t.th, II: 20).
dinamis. Dari uraian tersebut dapat diketahui
bahwa makna-makna al-naskh adalah
Konsepsi Nasikh-Mansukh dan Persinggung- menghilangkan, menggantikan, merubah atau
annya dengan Takhshish mengalihkan dan menukil. Makna-makna a~
Kata naskh atau a~naskh dalam bahasa nasikh sebagai ism fa'il-nya adalah sesuatu yang
Arab adalah bentuk mashdar (gerund atau verbal menghilangkan, menggantikan, merubah atau
noun) dari fi'il (kata kerja) nasakha. Adapun mengalihkan dan yang menukil. Dan makna-
nasikh adalah bentuk ism fa'il (active participle) makna a~mansukh sebagai isim maful-nya
dari fi'il (kata kerja) nasakha, sementara adalah sesuatu yang dihilangkan, digantikan,
mansukh adalah bentuk ism maful (passive dirubah atau dialihkan, dan yang dinukil.
participle)-nya. Kata al-naskh mempunyai Adapun pengertian a~naskh menurut
banyak arti, antara lain "menghilangkan" (a~ peristilahan (terminologi) syara' dapat
izalah) seperti dalam ungkapan "nasakhat a~ dijelaskan dengan pelbagai pengertian.
syamsu a~hilla", (matahari menghilangkan/ Namun demikian, para ulama memberikan
menghapus bayangan). pengertian yang hampir sama bahwa al-naskh
Dalam al-Qur'an disebutkan contoh adalah "merubah hukum syara' dengan dalil
mengenai makna kata nasakhat dan yansakhu yang datang kemudian" (Abu Zahrah, 1958:
yang berarti "menghilangkan", yaitu: 185; Al-Syaukany, t.th: 184; Al-Zarqany, t.th, II:
72; al-Qaththan, 1973: 232).
~ <tiJI_j~i .JJ1 ~~~I ~Lo <tiJI ~ Sebagai contoh untuk pengertian naskh
tersebut QS. Al-Anfal [8]: 65:
~
"Allah menghilangkan apa yang
dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah

ISTI'DAL;Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 1 No. 2,Juli-Desember 2014, ISSN: 2356-0150
204 I Noor Rohman Fauzan, Urgensi Nasikh-Mansukh dalam Legislasi Hukum Islam

dJLo-<,A .~. ·I .. ,· ... ~~Lol-·1.:. .... ~ • .. ~


I""""'"'" u->':! u.__. v::- ~ U..JY. u__.~ banyak diuraikan dalam literatur Ushul al-Fiqh.
Di antaranya ialah sebagai berikut:
w~ "i r-_,g ff4 l_,_jiS' ~.ill ()A wt ~~
"Hai Nabi, kobarkanlah semangat para ilt~b.T _,i) lll~l_,gi ~ J,&. r-WI ~ _jA uo; 1o,;,.zll
mukmin untuk berperang. Jika ada
dua puluh orang yang sabar di j,J..y(<U~_,t
antaramu, niscaya mereka akan dapat "Takhshish adalah meringkas
mengalahkan dua ratus orang musuh. keumuman makna ke dalam makna
Dan jika ada seratus orang yang sabar satuan-satuannya dengan suatru alas
di antaramu, niscaya mereka akan an" (Zaid, 1971, I: 113).
dapat mengalahkan seribu orang kafir,
disebabkan orang-orang kafir itu kaum . roWI ~I.UJ.u Lo ~ ~l_p.!_j-A uo; 1o.;..zll
yang tidak mengerti" (QS. Al-Anfal [8]:
"Takhshish adalah memisahkan
65).
sebagian makna dari pengaruh makna
Ayat ini dinasakh dengan ayat berikutnya pada
umum" (Al-Qaththan, 1973: 232).
Surah yang sama:

• ~. u. ·1..9 ~-<.a· t _,,.. .,_<,,.. .d!I.....Li.> 0·~ . l)~l_,gt ~ J,&. roWI ~: uo! 1 .;...lJI
a
u->':! ~ u ,-__.r---
"Takhshish adalah meringkas makna
-<'A u->':!
......i.lt I""""'"'"
0
~• U;.J v::-
0
~~Lo 1-•1.:..;
\ . . , · ...
~ Y.
-<'A
~ dJl.o I""""'"'"
umum menjadi makna sebagian
~Y.~I to .d!l_,.d!l w~H ~t I~ satuan-satuannya" (Al-Zarqany, t.th:
"Sekarang Allah telah meringankan 180).
kepadamu dan Dia telah mengetahui Dari definisi-definisi tersebut dapat
bahwa padamu ada kelemahan. Maka diambil konklusi bahwa takhshish adalah
jika ada di antaramu seratus orang yang mengeluarkan sebagian makna dari lafadh atau
sabar, niscaya mereka akan dapat sighah yang bersifat 'am atau urnurn.
mengalahkan dua ratus orang kafir; Takhshish dalam praktiknya kemudian
dan jika di antaramu ada seribu orang dibagi menjadi dua; takhshish tersambung
(yang sabar), niscaya mereka akan (takhshish muttashil) dan takhshish terpisah
dapat mengalahkan dua ribu orang, (takhshish munfashil). Contoh takhshish
dengan seizin Allah. Dan Allah beserta tersambung di antaranya adalah:
orang-orang yang sabar" (QS. Al-Anfal Makna "orang beriman dan be ramal
[8]: 66). saleh" sebagai pentakhshish kalimat umum
Ayat yang pertama, yakni ayat yang bahwa "semua manusia berada dalam
dinaskh, menetapkan dua puluh orang kerugian" sebagaimana dinyatakan QS. Al-
mukmin yang sabar dapat mengalahkan dua 'Ashr [103]: 1-3.
ratus orang musuh dalam pertempuran.
Sedang ayat kedua yang sebagai nasikh I~_,IJlAT ~.ill "i! .~ ~ wL.vJ)/1 wl .~1_,
meringankan ketetapan ketetapan itu, dari .~~ l~lyJ&J~ l~ly_,wbl~l
perbandingan satu berbanding sepuluh,
menjadi satu berbanding dua (Zaid, 1971, I: Makna "hingga suci" sebagai
113). Dengan demikian beban yang asalnya pentakhshish "larangan berhubungan seksual
cukup berat dalam saat tertentu dirubah dengan istri yang sedang haid" sebagaimana
menjadi jauh lebih ringan. dinyatakan QS. Al-Baqarah [2]: 222.
Selanjutnya, mengaitkan naskh dengan
takhshish merupakan suatu kebutuhan yang w~~ (.)A~~"i_,
tidak bias dihindari. Sebab, di antara keduanya Makna "mampu" sebagai pentakhshish
terdapat keserupaan (tasyabbuh) yang begitu "kewajiban menunaikan haji'' sebagaimana
kuat, yaitu dalam hal terhapusnya hukum dinyatakan QS. Ali Imran [3]: 97.
sebagian dalam bentuk satuan-satuannya ~ '4-11 t~l ()A~~ p '-""WI J,&. .J!I_,
(afrad). Pengertian takhshish sendiri telah

ISTI'DAL;Jumal Studi Hukum Islam, Vol. I No. 2,Juli~Desember 2014, ISSN: 2356~0150
Noor RDhman Fauzan, Urgensi Nasikh-Mansukh dalam Legislasi Hukum Islam I 205

Adapun contoh takhshish terpisah · ~ L>lr l.JA.J>r-'l.JA~


(takhshish munfashil) di antaranya adalah Q S.
"Hai o rang-or a ng ya ng beriman,
Al-Baqarah [2]: 228 yang ditakhshish secara
apabila kamu menikahi perempuan-
terpisah o leh QS. Al-Thalaq [65]:4 dan QS. Al-
pere mpuan yang beriman, Kemudian
Ahzab [33]: 49 sebagai berikut:
kamu ceraikan mereka sebelum kamu
m en campurinya Maka sekali-sekali
. ' - . 'i -' ~.JY~ ;G)G ~.
~
· · ·L ~Y:l
· ~ wl.ilh.JI -'
tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu
. ' ·.< · 1 · G...Ji t..r
(.)A.J:!~u. ~
_g iiJI ~·:1..:. La· .. ~<.· i · .I
~u ~ ya ng k a mu minta men ye m -
~~ ~ LJ\j_;--: ~i ~.Y- U _?.':/If'~\ 3 iil~ purnakannya. Maka berilah mereka
~<.?.ill ~~3 ~j\ 3 j\) uJ mut'a h (pember ian untuk m e-
_,(.... • •
.r;:-- ~y:-
.:. \.J 4...:,.
<l.lJ . .)
j · ... 1-
~
Jb. Y"'
.II · ·- .lt.J
.J '-li.J~ . nyen angkan h ati) dan lepaskanlah
"Wanita-wanita yang ditalak handaklah mereka itu dengan cara yang sebaik-
menahan diri (menunggu) tiga kali sucian. baiknya" (QS. Al-Ahzab [33]: 49).
Tidak boleh mereka menyembunyikan apa Sa mpai pad a tahap in i, pe rl u
yang diciptakan Allah d ala m rah imnya, jika ditegaskan bahwa pentakhshish tersambung
mereka beriman kepada Allah dan hari (mukhashshish muttashil) itu me mpunyai lima
akhirat. Dan s uami-s uaminya berhak cara, yaitu:
m erujukinya dalam masa menanti itu, jika a. Istitsna', seperti QS. Al-Nur [24]: 4-
m ereka (para suami) me nghendaki ishlah. 5:
Dan para wanita mempunyai hak yang ~..L 1_,;4 rJ ~.:,~I uyY- L>:!JJI_,
seimbang dengan kewajibannya menurut cara 1.I.:"~ o...U:.. · · w ......, . ·,_ \..9 ~' 1. L ~.
~ "' . u:\-' , ·-~ -..--
yan g ma'ruf. Akan tetapi para s ua mi, ~J, u~WI ~ ~_,i_,l...l.!i o.)~ ~
mempunya i satu tingkata n ke le bihan .J:J1 u[j ~~i_, dJ.) -U.~ u-o ly.~ L>:!JJI
daripada ister inya. Dan Allah Maha Perkasa f-P'" .J.J#
lagi Mah a Bijaksan a" (QS. Al-Baqarah [2]:
228). b. Shifah, seperti QS. Al-Nisa' [4]: 23:
~L...J u-o ~.)y.t> J J)lll F.~.)"'
cw..u.9 F.J ul ~L...J u-o ~~ u-o ~:>UI_, ··· cw. F.) lyfo rJ u[j cw. F.) J)lll
ui ~~ J~ ~ w ~~.,~ rJ J:>lll_,~t ~:>U cw. F.) J)lll : <Ll~
c. Syarat, seperti QS. Al-Baqarah [2]:
~~ oJAi 0-0 <Ll ~ .Jl1 ~ UA-'~ ~ 180:
"Dan perempuan-perempuan yang -II I-<...L>i ~
·I w Y"
U,
- < .1~ ~
· 1.)1' ~.
tidak haid lagi (monopause) di antara ~_,9~1., U:!...JI_,lj ~_,)II_;!.> ~y
perempuan-perempuanmu jika kamu ~~ ~ l..ii.> ._j-'~4
ragu-ragu (tentang masa iddahnya),
maka masa iddah m ereka adalah tiga Yang dimaksud l..,c>- !.l; .Jl ad alah :IL..
bulan; dan begitu (pula) perempuan- (harta) d a n ~~~_;.:iU) ada lah
perempuan yan g tidak ha id. D an meru pakan syarat dalam washiyyat.
pere mpuan-peremp uan yang hamil, d. Ghayah, seperti QS. Al-Baqarah [2]:
waktu iddah mereka itu ialah sampa i 222:
mereka mela h irkan ka ndungannya.
dan barang -siapa yang bertakwa ly~\..91.5.)\ ~ JS ~~ ~ c.!t_,J~_,
kep ada A ll ah, n iscaya Al l ah
m e nj ad ika n baginya kemudahan u~ <.S-> UAY.~ ~.,~~ J ~'WI
dala m urusannya" (QS. A l-Thalaq ul <t11 ~JAt ~ u-o LJAyl..9 u~ l.)[j
[65]:4).
u:~l ~_,~lyjl ~ .Jll

e. Bad[ al-ba'dl min al-kul, seperti QS.


A li lmran [3]: 97:

ISTI'DAL;Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. I No. 2,Juli,Desember 2014, ISSN: 2356,0150
206 I Noor Rohman Fauzan, Urgensi Nasikh-Mansukh dalam Legislasi Huk:um Islam

ulS'" 4.b:.~ r:r J ~~~1 ru.. ~~ ~4l ~ wajibnya mengamalkan hukum yang
di-naskh. Adapun nash 'am yang telah
t lh:i-1 1.)-0 ~~ p- U"WI Js- iiiJ l!..T di-takhshish, menurut mereka, tidak
boleh diamalkan sebelum di-takhshish;
~WI~~ dl ul-9 ,;AS I.)-O.J~ '411
karena mengakhirkan keterangan dari
saat dibutuhkannya tidak
Firman-Nya, t u,.;:_,.; merupakan badl diperbolehkan.
dari sebagian manusia. Jadi kewajiban 5. Naskh terjadi atas keseluruhan hukum
melaksanakan ibadah haji itu tertentu nash yang 'am sehingga tidak tinggal
bagi bagi orang yang mampu (AJ... sedikit pun sebagaimana terjadi atas
Qaththan, 1973: 226-227) hukum nash yang khas. Sedangkan
takhshish tidak terjadi atas keseluruhan
Sebagaimana disebut di atas bahwa di afrad nash 'am, tapi harus ada yang
antara naskh dan takhshish terdapat tasyabbuh masih tersisa.
(keserupaan) yang kuat. Tanpa adanya 6. Naskh tak ada yang mewenanginya
ketelitian, seseorang akan dengan mudah kecuali Syari' (Allah) dengan melalui
mengatakan keduanya itu sama atau salah perintahNya, sunnah-sunnah fi'liyah
sebut di antara keduanya. Lebih lanjut, dalam atau taqririyah. Adapun takhshish bisa
usaha memperjelas masing-masing pengertian terjadi berdasarkan akal dan urf,
keduanya, tulisan ini mencoba memaparkan sebagaimana terjadi dengan melalui
dua pendapat, yakni pendapat Musthafa Zaid perintah syari'. Malah sebagian ulama'
dan pendapat al-Zarqany. Menurut Musthafa Fiqh membolehkannya dengan
Zaid (1971: 122-125): menggunakan qiyas juga.
1. Naskh itu menghapus hukum yang di- 7. Sesuatu yang telah ditetapkan dengan
naskh (mansukh). Sedangkan takhshish dalil dapat di-naskh, meskipun belum
itu meng-qashshar (mengatasi) hukum ada lafadh yang menyebutnya, seperti
yang bersifat umum atau afrad-nya. telah di-naskh-kannya menghadap ke
Jadi, nash (teks) yang di-naskh tidak bisa Baitul Maqdis dalam sholat, diganti
dijadikan hujjah (argumentasi) lagi dengan menghadap ke Ka'bah.
sesudah datangnya nasikh (nash atau Menghadap ke Masjid al-Aqsha
dalil yang me-naskh), sedangkan nash diketahui dari sunnah amaliyah saja.
yang bersifat umum, yang sudah di- Adapun takhshish tak akan terjadi
takhshish senantiasa bisa dibuat hujjah. kecuali pada suatu nash 'am yang
2. Naskh kadang terjadi dalam bentuk amr dilafadhkan.
(perintah) kepada perintah yang sama, 8. Syari'ah hanya di-naskh dengan syari'ah,
sebagaimana terjadi dalam bentuk nash dan syari'ah tidak boleh di-takhshish.
'am (umum). Sedangkan takhshish Tapi hal itu hanya terjadi dalam
tidak terjadi kecuali dalam suatu hukum-hukum amaliyah far'iyyah,
bentuk'am. bukan kaidah-kaidah kulliyyah ataupun
3. Nasikh harus datang sesudah mansukh, aqidah.
tidak boleh mendahului ataupun 9. Sesuatu yang keluar dari nash 'am
berbarengan turunnya. Adapun dengan melalui takhshish, maka
takhshish para ulama' Hanafi permulaannya tidak termasuk di
mensyaratkan akan kebersamaan yang dalamnya. Sedangkan sesuatu yang
khash dan yang 'am dalam masalah keluar dengan melalui naskh
turunnya. permulaan itu termasuk di dalamnya
4. Nash atau dalil yang di-naskh dapat kemudian dikeluarkan.
diamalkan sebelum turunnya nash atau 10. Naskh tidak terjadi pada nash-nash yang
dalil nasikh sampai saat turunnya. bersifat berita, sedangkan takhshish
Tetapi untuk jawaz..nya naskh, sebagian terjadi pada nash-nash tersebut. Dengan
ulama' Ushul al-Fiqhi mensyaratkan kata lain nash hanya menerima hukum-

ISTI'DAL;Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. l No. 2,Juli~Desember 2014, ISSN: 2356~0150
Noor Rohman Fauzan, Urgensi Nasikh-Mansukh dalam Legislasi Hukum Islam I 207

hukum syara' yang nampak dalam bentuk amr sebagaimana terjadi untuk hal-hal
(perintah) dan bentuk nahy (larangan). yang lain, dan dengan yang demikian
Sementara takhshish menerima yang 'am, telah dinaskh sebagian hukum-
sekalipun berupa berita yang tidak hukum tertentu pada diri Rasulullah.
mengandung hukum. 4. Naskh itu membatalkan kehujjahan
dalil yang dinaskh (mansukh) jika naskh
Adapun pendapat yang diuraikan oleh itu menghapuskan hukum dalam
Al-Zarqany (t.th: 80-82) dalam membedakan hubungannya kepada seluruh afrad
dua permasalahan tersebut adalah sebagai dalil yang 'am, dan kehujjahan dalil
berikut: yang dinaskh masih tetap ada jika
1. Nash atau dalil yang bersifat 'am naskh itu menghapuskan hukum dari
sesudah ditakhshish adalah majaz, sebagian afrad dalil yang 'am dari
karena madlulnya saat itu merupakan sebagian yang lain. Sedangkan
sebagian afradnya, walaupun takhshish selamanya tidak
lafadhnya dimaksudkan untuk kull membatalkan kehujjahan dalil yang
(keseluruhan) dan qarinahnya adalah 'am, tapi keberlakuannya tetap masih
mukhashish-nya. Dan setiap bentuk pada afrad-nya sesudah di-takhshish.
yang demikian adalah majaz. Adapun 5. Naskh tidak terjadi kecuali dengan a~
nash yang telah dinaskh senantiasa Kitab dan al-Sunnah. Berbeda dengan
dipergunakan dalam arti asalnya. takhshish, ia dapat terjadi dengan
Tujuannya, nasikh itu menunjukkan keduanya dan lainnya seperti dalil
kehendak Allah yang azali yang hissi (inderawi) dan aqli.
berkaitan dengan berkelanjutannya 6. Naskh tidak terjadi kecuali dengan
hukum ini sampai waktu tertentu, adanya dalil yang datang kemudian
meskipun nash yang di nasakh itu dari pada dalil yang di-naskh (nasikh
berlaku sepanjang zaman. Hal itu datang sesudah mansukh). Sedangkan
dapat dicontohkan sebagai berikut: takhshish bisa datang mendahului,
~ ~ ~ ,l..yt IJS" I~ I : tWI J \j 1~1 menyusul atau pun bersamaan.
7. Naskh tidak terjadi pada nash-nash
·~&oj yang bersifat berita. Sedangkan
takhshish bisa terjadi pada nash-nash
Pertama Syari' mengatakan tersebut dan lainnya.
l~l(selamanya), tapi tidak lama lagi ia
me-naskh-nya. Padahal menurut Syarat-syarat, Praktik-praktik dan Macam-
kaidah nash itu dapat dipergunakan macamNaskh
dengan syarat tiadanya nash lain yang 1. Syarat-syarat Naskh
menaskhnya (Al-Zarqany, t.th: 80). Menurut Manna' al-Qaththan (1973: 232),
2. Hukum yang telah dikeluarkan syarat-syarat naskh itu sebagai berikut:
dengan melalui proses takhshish sama a. Hukum yang dinaskh itu adalah hukum
sekali tidak dimaksudkan dengan syar'i.
lafadh atau dalil yang 'am, berbeda b. Dalil mengenai terhapusnya hukum
dengan hukum yang telah itu berupa khithab syara' yang datang
dikeluarkan melalui proses naskh sesudah khithab yang dinaskh
karena yang dimaksud dari yang hukumnya.
dinaskh (mansukh) adalah lafadhnya. c. Khithab yang dihapuskan hukumnya
3. Takhshish tidak mudah terjadi dalam tidak terikat dengan waktu tertentu.
bentuk amr untuk perintah yang sama Jika tidak, maka hukum itu terhenti
dan demikian juga dalam bentuk disebabkan berakhirnya waktu dan ini
larangan untuk larangan yang sama. tidak dianggap sebagai naskh.
Adapun naskh mungkin terjadi untuk
perintah atau larangan yang sama Adapun menurut al-Zarqany (t.th: 76)

ISTI'DAL;Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. I No. 2,Juli~Desember 2014, ISSN: 2356~0150
208 | Noor Rohman Fauzan, Urgensi Nasikh-Mansukh dalam Legislasi Hukum Islam

syarat-syarat naskh adalah: menaskh hukum yang tetap ber-


a. Hukum yang dinaskh itu adalah hukum dasarkan nash.
syara'. e. Tidak diperbolehkan menaskh hukum
b. Dalil penghapusan hukum adalah dalil yang bersifat sementara karena hukum
syara'. itu akan berakhir dengan berakhirnya
c. Dalil yang menghapus datangnya lebih waktu berlakunya, tidak memerlukan
akhir ketimbang dalil hukum pertama naskh.
yang tidak muttashil dengan dalil yang f. Demikian juga bagi kita tidak
menghapus itu, seperti ittishal-nya diperbolehkan menaskh hukum yang
qayyid dengan muqayyad dan ta'qit bersifat abadi berdasarkan nash.
dengan mu'aqqat.
d. Di antara kedua dalil itu ada Muhammad Abu Zahra (t.th: 190-191)
pertentangan yang hakiki. juga turut merumuskan syarat-syarat naskh
sebagai berikut:
Di samping itu terdapat hal-hal lain yang a. Hukum yang di-naskh tidak dibarengi
terkait erat dengan syarat-syarat tersebut ibarat yang menjelaskan bahwasannya
sekaligus sebagai pengembangannya, yaitu hukum yang di-naskh itu hukum yang
(Zaid, 1971: 180-181): berlaku abadi, seperti jihad.
a. Tidak diperbolehkan menaskh ayat-ayat b. Hukum yang di-naskh tidak boleh
yang bersifat berita semata-mata, juga terdiri dari perkara-perkara yang
ayat-ayat wa'd dan wa'id (janji dan dibenarkan oleh akal dalam hal
ancaman), karena ayat-ayat tersebut kebaikan dan keburukannya, seperti
tidak mengandung hukum-hukum iman kepada Allah, berbuat baik
a m a l i ya h , b a i k h u k u m - h u k u m kepada kedua orang tua dan berbuat
amaliyah, hukum-hukum ibadat, adil.
mu'amalat maupun had, tapi ayat-ayat c. Nasikh (nash yang me-naskh) datangnya
tersebut adalah ayat-ayat bersifat berita sesudah mansukh (nash yang di-naskh).
dan berita itu sendiri mengandung d. Nash yang belum sharih (jelas) tidak
kebenaran dan kebohongan. Dengan boleh dikompromikan, sekali pun
demikian me-naskh ayat-ayat tersebut dengan cara ta'wil.
adalah suatu tindakan pembohongan
terhadap berita-beritanya, padahal 2. Praktik-praktik Naskh-Mansukh
Syari' itu suci dari kebohongan. Sebagaimana dijelaskan Manna' al-
b. Tidak diperbolehkan menaskh hukum Qaththan (1973: 236-237), praktik-praktik
syara' yang bersifat i'tiqadiyyah, karena naskh-mansukh adalah sebagai berikut:
hukum-hukum tersebut senantiasa a. Menaskh al-Qur'an dengan al-Qur'an
konstan dalam semua syari'at illahiyyah. Butir ini dimufakati akan diperboleh-
c. Tidak diperbolehkan menaskh hukum- kannya dan kejadiannya oleh orang-
hukum yang bersifat kulliyyah, sebab orang yang membenarkan adanya
hukum-hukum itu biasanya konstan, naskh, seperti ayat yang menjelaskan
yang berubah hanyalah cabang- 'iddah dalam masa satu tahun
cabangnya saja. Hal ini telah kemudian dinaskh dengan 'iddah
ditetapkan dengan jalan istiqra' selama empat bulan sepuluh hari.
(induktif). b. Menaskh al-Qur'an dengan al-Sunnah
d. Tidak diperbolehkan menaskh hukum- Dalam butir ini ada dua macam:
hukum yang dalilnya diambil dari qiyas, 1) Menaskh al-Qur'an dengan al-
karena menaskh hukum yang tetap atau Sunnah al-Ahadiyyah : Dalam hal
konstan dengan menggunakan qiyas itu ini jumhur tidak memperboleh-
tidak dapat digambarkan dengan kannya, karena al-Qur'an itu
tetapnya asal hukum itu. Jadi, apabila mutawatir, mewartakan keyakinan,
asal hukum itu dinaskh, maka berarti sedangkan Sunnah Ahadiyyah itu

ISTI’DAL; Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 1 No. 2, Juli-Desember 2014, ISSN: 2356-0150
Noor RohmanFauzan, Urgensi Nasikh-Mansukh dalam Legislasi Hukum Islam I 209

bersifat dhanniyyah, dan tidak 3. Macam·macam Naskh


dibenarkan menghapuskan Naskh dalam Al-Qur'an ada tiga macam
keyakinan atau kepastian dengan (AJ...Zarqany, t.th: 110-111; al-Qaththan, 1973:
hal-hal yang bersifatdhanniy. 238-240), yaitu:
2) Me-naskh al-Qur'an dengan al- a. Di-naskh-kannya bacaan dan hukumnya
Sunnah al-Mutawarirah: dalam satu sekaligus.
riwayat, Imam Malik, Abu Hanifah Orang-orang yang membenarkan
dan Imam Ahmadi membolehkan adanya naskh dalam AJ...Qur'an telah
hal tersebut. Sebab, semuanya itu ber-ijma' atas hal ini dengan
adalah wahyu, sementara naskh menunjukkan sebuah riwayat yang
adalah satu bentuk dari bayan. Tapi datang dari 'Aisyah r.a., yaitu sebagai
Imam Syafi'i, ahl al-dhahir dan berikut:
Imam Ahmad dalam suatu riwayat
lain melarangnya berdasarkan QS.
Al-Baqarah [2]: 106, mengingat
Sunnah itu tidak lebih baik
daripada al-Qur'an dan juga tidak
sepadan dengannya.
c. Menaskh al-Sunnah dengan al-Qur'an
Jumhur ulama' membolehkan hal ini,
seperti menghadap ke Bait al-Maqdis
adalah ditetapkan dalam al-Sunnah, }ika hadits ini mauquf pada 'Aisyah r.a.,
dan tidak ada keterangan dalam aJ... maka hadits ini dihukumi marfu'. Dan
Qur'an mengenai hal itu, kemudian kata-katanya:
dinaskh dengan Al-Qur'an QS. Al- uT__,a.JI ().4 ifo. !.- 4}J
Baqarah [2]: 44. Dan diwajibkannya dhahirnya adalah tetap terbacanya
puasa hari Asyura' ditetapkan dalam al- kata-kata:
Sunnah, kemudian di-naskh dengan ().4~ .:;\..o_,h.o .::;~.)~
QS.AJ...Baqarah [2]: 185.
d. Menaskh al-Sunnah dengan al-Sunnah Tapi ternyata kata-kata tersebut tidak
Dalam butir ini ada empat macam: dijumpai dalam mushaf Utsmani,
1) Menaskh Sunnah mutawatirah demikian juga pelaksanaan hukumnya
dengan Sunnah mutawatirah. tidak tetap. Oleh sebab itu, solusinya
2) Menaskh Sunnah ahadiyyah dengan adalah di-naskh-kannya bacaan dan
Sunnah ahadiyyah. hukumnya sekaligus.
3) Menaskh Sunnah ahadiyyah dengan
Sunnah mutawatirah. b. Di-naskh-kannya hukumnya dan
4) Menaskh Sunnah mutawatirah
ditetapkan bacaannya.
Contoh dari butir ini ialah di-naskh-
dengan Sunnah ahadiyyah.
kannya hukum yang ada pada ayat 240,
Ketiga macam yang pertama jaizah
Surah Al-Baqarah yang menjelaskan
(boleh dilakukan), adapun dalam
tentang 'iddah dalam waktu satu tahun.
macam yang keempat ada khilaf
Ayat tersebut tetap dibaca dan
(perselisihan pendapat) yang
hukumnya sudah di-naskh oleh ayat
datang dalam masalah menaskh al-
lain, QS. AJ...Thalaq [65]: 4, yang
Qur'an dengan Sunnah ahadiyyah,
berbunyi sebagai berikut:
dan jumhur ulama tidak
memperbolehkannya.
Mengenai naskh dengan ijma' dan ul Fw ().4 ~~ ().4 ~ J'iiJ
qiyas menurut pendapat yang . •
~ r ""'
- t, J>UI
J ..>T""
· -..1..a.9 ..u.uJ
•i as~ <..l1" '---.-
shahih adalah tidak boleh. c. Di-naskh-kannya bacaannya dan
ditetapkan hukumnya.

ISTI'DAL;Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. I No. 2,Juli~Desember 2014, ISSN: 2356~0150
210 1 Noor Rohman Fauzan, Urgensi Nasikh-Mansukh dalam Legislasi Hukum Islam

Mengenai butir ini banyak contoh ~.;.;_,u..J!I wl-9 1~ rJ wl-9


disebutkan. Di antaranya ialah riwayat
Contoh lain yang jelas dalam hadits
dari Umar Ibn al-Khaththab dan Ubay
ialah:
ibn Ka'ab. Keduanya mengatakan:
, : Jlj rJ--'d..:k .J!I ~ .J!I J.,...,.;wl
~~ : wiPI o-o JJii ~ wiS' 'ilj 4!= ~~ ~ wl-9, I.A_,.)jJS .;~1 ~1-!J ~ ~
&o 'i~ a:y.ll ~~J..9 ~jl.~l ~1_, 2. Harus ada ijma' ummah yang sah pada
saat tertentu atas penentuan nash yang
~ ~~ .J!1_,.JJ1 datang lebih dahulu dan nash yang
Sebagaimana kita ketahui ayat tersebut datang kemudian.
tidak dijumpai di dalam mushaf atau 3. Harus ada keterangan yang
pun bacaan-bacaan ahli qira'ah, menjelaskan tentang ditentukannya
namun hukumnya tetap berlaku, tidak salah satu nash dari dua nash yang
di-naskh. Kendatipun begitu ternyata bertentangan dalam kedatangannya,
dalam butir ini tidak ada kesepakatan lebih dahulu atau lebih akhir, dari
di antara ulama'. Di antara mereka ada sumber yang benar, dari salah satu
yang mengatakan, hadits-hadits ahad sahabat, seperti dikatakan, misalnya,
tidak bisa diterima dalam persoalan ayat ini diturunkan sebelum ayat ini
naskh. Dan dikatakan juga, bahwa ayat atau ayat ini diturunkan pada tahun
dan hukum yang diambil darinya sekian dan tahun itu diketahui
adalah berhubungan erat sekali, mendahului turunnya ayat yang
karena ayat ini sebagai dalil hukum. bertentangan dengan ayat tersebut
Jadi apabila ayat itu di-naskh, maka atau tahun itu diketahui sesudah
hukumnya pun mansukh. Jika tidak, turunnya ayat tersebut.
orang-orang itu berada dalam
kekaburan. Kedudukan dan Fungsi Naskh-Mansukh
dalam Hukum Islam
Orang pertama yang memulai
Cara-cara Mengetahui Naskh membahas naskh adalah Imam Syafi'i. Dia
Dalam mengetahui naskh, seseorang melihatnya sebagai penjelas hukum-hukum,
harus mengetahui lebih dahulu dua hal dan bukannya sebagai penghapusan nash-nash
penting, yaitu mana nash yang nasikh dan mana (Abu Zahrah, t.th: 185). Hal ini juga menjadi
nash yang mansukh. Al-Zarqany (t.th: 105-106) penanda bahwa pembahasan naskh -mansukh
menjelaskan beberapa cara dalam dalam Al-Qur'an telah mendapat perhatian
mengetahuinya. serius di antara ulama muhaqqiqin sekitar
1. Harus ada keterangan di antara dua nash permulaan abad ketiga Hijriyyah. Sesudah itu,
yang menunjukkan atas ditentukannya pembahasan naskh akhirnya mendapatkan
nash yang datang kemudian, seperti QS. porsi tersendiri di antara ulama 'Ulum a~
Al-Mujadilah [58]: 13: Qur'an. Dengan demikian, pengetahuan nasikh
.:.\j~ ~~~ !.?~ w. l_,.o.jjiJ wl• ~~•t dan mansukh mendapatkan kedudukan yang
--.J til -tg-<'.I~.Jli'-Ju 1-'-:~-t~\.j begitu penting, bahkan sebagai syarat, dalam
~~ ~ r-- . -'~I"'" •
kajian hukum Islam.
~ ..J1.P- .J!I_,.U_,...,.;_, .J!II~t_,~\S'jllyT_, Adapun fungsi naskh adalah sebagai
6~ perangkat untuk membedah kandungan
hukum dalam ayat-ayat Al-Qur'an yang
Ayat di atas me-naskh ayat sebelumnya,
dianggap bertentangan (ta'arudl) satu dengan
yakni QS. Al-Mujadilah [58]: 12:
yang lain. Juga, naskh itu adalah satu bentuk
cara dari sekian banyak cara yang bersifat
l_,.oili J.,...,}l ~u l~!l_jl.GT 6-!JJI ~i ~ menjelaskan.
_xbi_,~ J::> .!.lB u~ ~~~ !.?~ w. Mengenai persoalan naskh, Ibnu Hazm

ISTI'DAL;Jumal Studi Hukum Islam, Vol. I No. 2,Juli-Desember 2014, ISSN: 2356~0150
Noor Rohman Fauzan, Urgensi Nasikh-Mansukh dalam Legislasi Hukum Islam I 211

berpendapat, bahwa naskh adalah satu dari ayat-ayat mawarits. Menurut al-Suyuthy
bentuk-bentuk takhsish yang tidak mencakup ada sekitar 20 ayat tentang hal ini.
lafadh dan keseluruhan artinya, tapi 2. QS. Al-Nahl [16]: 101 menetapkan adanya
mencakup hukum dan keseluruhan masa. tabdil atau penggantian, tidak lain yang
Dalam hal ini ia mengatakan, bahwasannya dimaksud tabdil ialah penggantian
naskh itu satu macam dari macam-macam hukum.
"istitsna' ". sebab, naskh itu "istitsna' zaman"
(mengecualikan waktu) dan men-takhsish- Adapun alasan-alasan yang di-
kannya dengan keberlakuannya bukan pada kemukakan oleh pendapat kedua yaitu sebagai
waktu-waktu yang lain. Dengan demikian berikut(AbuZahrah, t.th: 185, 194):
dapat dikatakan, bahwa setiap naskh adalah 1. Naskh adalah suatu pembatalan hukum.
istitsna', dan bukan setiap istitsna' itu dikatakan Apabila menaskh isi al-Qur'an itu
naskh (Abu Zahrah, t.th: 186). diperbolehkan, maka akan berlaku di
dalam al-Qur'an itu hukum pembatalan,
Perbedaan Pendapat tentang Naskh- sedangkan QS. Al-Fushshilat [41]:42
Mansukh dalam Hukum Islam menegaskan tidakadanya pembatalan/
Persoalan naskh dalam Al-Qur'an yang pergantian dalam al-Qur'an pada masa-
dulunya dianggap cukup mapan masa setelahnya.
kedudukannya di antara ilmu-ilmu Al-Qur'an, 2. Semua yang terkandung dalam Al-
lebih-lebih lagi kaum muslimin telah ber-ijma' Qur'an adalah merupakan syari'at yang
atas kebolehannya (Al-Suyuthy, t.th: 266), bersifat langgeng dan konstan sampai
ternyata di tengah-tengah perjalanan sejarah hari kiamat. Itu sebabnya, sesuai dengan
legislasi hukum Islam berubah menjadi kekhususan al-Qur'an ini maka tidaklah
kontroversial, meskipun mengenai persoalan ada naskh di dalam al-Qur'an.
naskh dalam al-Sunnah tidak ada perselisihan 3. Kebanyakan kandungan al-Qur'an
pendapat di antara para fuqaha' (Abu Zahrah, adalah bersifat kulli (menyeluruh) dan
t.th: 193). 'am, bukan bersifat juz'iy (parsial) dan
Pada garis besarnya ada dua pendapat khusus. Di dalamnya termuat penjelasan
yang berkembang di dunia Islam mengenai terhadap syari'ah secara keseluruhan
persoalan naskh dan al-Qur'an. Pertama, bahwa dengan cara ijmali (global) bukan dengan
naskh itu ada dalam al-Qur'an. Pendapat ini cara tafshili (rincian), dan sesuai dengan
didukung oleh ]umhur ulama'. Di antara itu, maka tidaklah ada naskh masuk ke
mereka adalah al-Syafi'i, Ja'far al-Nahhas, al- dalamnya.
Suyuthy, al-Syaukany dan Ibnu Hazm (Ash- 4. Sebagaimana dalil yang dihujjahkan
Shiddieqy, 1980: 121-123; Abu Zahrah, t.th: jumhur mengenai kata ayah (yang berarti
185, 193). ayat) dalam ayat JT~T..:r-t ·il..
Kedua, bahwa di dalam Al-Qur'an tidak
\..e.-:ltidaklah berarti ayat Al-Qur'an, tapi
ada ayat-ayat yang dinaskh, karena seluruh
ayatnya muhkamah. Pendapat ini dipelopori ada kemungkinan berarti "mu]izat".
oleh Abu Muslim al-Asfahany (322 H), Dan boleh juga dimaksudkannya
kemudian didukung juga pada abad ke-14 H dengan kitab-kitab yang terdahulu yang
oleh Muhammad Abduh (1325 H), Rasyid telah dinaskhkan oleh syari'at
Ridla (1354 H), Taufieq Shidqy dan Khudlary. Muhammad mengenai hukumnya. Juga
Fatkhur Razy juga cenderung kepada pendapat ada kemungkinan yang dimaksud
ini (Ash-Shiddieqy, 1980: 146). dengan naskh ialah memindahkan ayat-
Pendapat pertama mengemukakan ayat itu dari Lauh Mahfudh kepada Nabi,
alasan-alasannya sebagai berikut Abu Zahrah, kemudian ditulis ke dalam mushhaf.
t.th: 185, 193): 5. Ternyata ayat-ayat yang diduga
1. QS. Al-Baqarah [2]: 106 menyatakan mansukhah oleh orang-orang yang
sejara jelas adanya naskh, sebagaimana menerima adanya naskh dalam Al-
dinaskhkannya ayat washiyyat dengan Qur'an dapat dikompromikan dengan

ISTI'DAL;Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. I No. 2,Juli~Desember 2014, ISSN: 2356~0150
212 I Noor Rohman Fauzan, Urgensi Nasikh-Mansukh dalam Legislasi Hukum Islam

ayat-ayat yang dianggap nasikhah (Ash- Kesimpulan


Shiddieqy, 1980: 124). Pengertian naskh dan takhsish yang di
Suatu contoh dalam pengkompromian antara keduanya ada tasyabbuh dapat diketahui
dua ayat yang diduga bertentangan, yaitu QS. batas-batasnya dengan melihat perbedan-
dari Surah al-Baqarah [2]: 240 yang berbunyi perbedaanya. Perbedaan yang paling mencolok
sebagai berikut: ialah di dalam naskh terdapat dua nash; nash
~_j 4-l_jJi w_j.>l!_j ~ w_,!~ ~JJI_j nasikh dan nash mansukh yang tidak
berbarengan waktunya, artinya nash nasikh
~I?! ft. JyJI J! ~l!.o ~l_jj~ datang sesudah nash mansukh. Sedangkan di
Ayat ini dianggap di-naskh dengan ayat dalam takhsish, nash yang men-takhshish
berikut: (mukhashshish) berbarengan waktunya dengan
~J..t 4-l_jj w_j.>l!_j~ w_,!~ ~JJI_j nash yang di-takhshish.
Dari pembahasan naskh timbul dua
l~_j~i~J~4 pendapat yang dominan di kalangan ummat
Islam: (1) pendapat yang menerima adanya
Sesudah diadakan penelitian, kedua ayat naskh dan (2) pendapat yang menolak adanya
tersebut bisa dikompromikan di mana nash naskh.
yang pertama dimaksudkan sebagai hak bagi Karena tidak adanya hadits shahih yang
perempuan, dan nash yang kedua, menanti dapat dianggap sebagai nash qath'iy dalam
selama empat bulan sepuluh hari, adalah menjelaskan ayat-ayat mana yang mansukhah,
merupakan kewajiban perempuan (Abu maka sangat diperlukan upaya untuk mengkaji
Zahrah, t.th: 192). lebih jauh permasalahan naskh ini terutama
Ada gejala penting yang perlu jika dikaitkan dengan perkembangan
diperhatikan dalam alasan-alasan yang persoalan hukum Islam yang semakin
memperkuat pendapat kedua, di mana kompleks.
kesatuan pendapat dalam tubuh pendapat
pertama tergoncang karena adanya perbedaan
pendapat di antara pendukung pendapat DAFfAR PUSTAKA
pertama tentang penentuan jumlah bilangan
ayat-ayat yang dianggap mansukhah. Menurut Abu Zahrah, Muhammad, t.th, Ushul alrFiqh,
al-Nahhas (388 H), misalnya, ayat-ayat yang t.p: Dar al-Fikr al 'Araby.
dinaskh itu berjumlah 100 (seratus) ayat lebih. Al-Bahy, Nuhammad, 1979, Manhaj alrQur'anfi
Sesudah diadakan pengkajian ulang dengan Tathwir alrMujtama', Kairo: Maktabah
cara pengkompromian ayat-ayat yang dianggap Wahdah.
bertentangan, akhirnya al..Suyuthy berhasil Al-Nahhas, Abu Ja'far, t.th, alrNasikh wa air
memperkecil jumlah tersebut menjadi 20 (dua Mansukhfi al-Qur'an, t.tp: t.p.
puluh) ayat. Kemudian disusul lagi oleh al- Al-Qaththan, Manna', 1973, Mabahits fi 'ulum
Syaukany (1250 H) yang dapat alrQur'an, t.t., Mansyurat al-'Ashr al-
mengkompromikan hanya 12 (dua belas) ayat Hadits,.
yang dianggap al-Suyuthy tidak dapat Ash..Siddieqy, Hasbi, 1980, Sejarah dan
dikompromikan. Akhirnya, al-Syaukany dapat Pengantar Ilmu alrQur'an/Tafsir, Jakarta:
memperkecil lagi jumlah ayat-ayat tersebut Bulan Bintang.
menjadi 8 (delapan) ayat saja (Al-Shiddiqy, Al-Suyuty,Jalaluddin, t.th, alrltqanfi 'UlumAL-
1980: 132). Bahkan, sebagaimana disimpulkan Qur'an, Beirut: Dar al-Fikr.
al-Dahlawy yang membatasi ayat-ayat Al-Syaukany, t.th., Irsyad alrFuhul, Surabaya: tp ..
mansukhah hanya 5 (lima) ayat saja (Sayyid Amir Zaid, Musthafa, 1971, alrNaskhu fi alrQur'an air
Ali, 1980: 146), Ash..Shiddieqy menyatakan, Karim, Beirut: Dar al-Fikr.
"Rasanya puaslah kita dalam berpegang kepada Al-Zarqasyi, Badruddin, 1957, alrBurhan fi
faham, tidak ada naskh di dalam al-Qur'an, 'Ulum alrQur'an, t.tp: Dar Ihya al-Kutub
seluruh ayatnya muhkamah" (Al-Shiddiqy, aVArabiyyah.
1980: 132). Al-Zarqany, Muhammad 'Abd al- 'Adhim,

ISTI'DAL;Jurnal Stucli Hukum Islam, Vol. I No. 2,Juli~Desember 2014, ISSN: 2356~0150
Noor Rohman Fauzan, Urgensi Nasikh-Mansukh dalam Legislasi Hukum Islam I 213

ayat-ayat yang dianggap nasikhah (Ash- Kesimpulan


Shiddieqy, 1980: 124). Pengertian naskh dan takhsish yang di
Suatu contoh dalam pengkompromian antara keduanya ada tasyabbuh dapat diketahui
dua ayat yang diduga bertentangan, yaitu QS. batas-batasnya dengan melihat perbedan-
dari Surah al-Baqarah [2]: 240 yang berbunyi perbedaanya. Perbedaan yang paling mencolok
sebagai berikut: ialah di dalam naskh terdapat dua nash; nash
~_j4-l_jj ~:a~_jp u_,g~~JJI_j nasikh dan nash mansukh yang tidak
berbarengan waktunya, artinya nash nasikh
~I?!_#. JyJI J! kl:i.o ~l_jj~ datang sesudah nash mansukh. Sedangkan di
Ayat ini dianggap di-naskh dengan ayat dalam takhsish, nash yang men-takhshish
berikut: (mukhashshish) berbarengan waktunya dengan
~3-A 4-l_jjl u_j~_jp u_,g~ ~JJI_j nash yang di-takhshish.
Dari pembahasan naskh timbul dua
l~_j~i~J~4 pendapat yang dominan di kalangan ummat
Islam: (1) pendapat yang menerima adanya
Sesudah diadakan penelitian, kedua ayat naskh dan (2) pendapat yang menolak adanya
tersebut bisa dikompromikan di mana nash naskh.
yang pertama dimaksudkan sebagai hak bagi Karena tidak adanya hadits shahih yang
perempuan, dan nash yang kedua, menanti dapat dianggap sebagai nash qath'iy dalam
selama empat bulan sepuluh hari, adalah menjelaskan ayat-ayat mana yang mansukhah,
merupakan kewajiban perempuan (Abu maka sangat diperlukan upaya untuk mengkaji
Zahrah, t.th: 192). lebih jauh permasalahan naskh ini terutama
Ada gejala penting yang perlu jika dikaitkan dengan perkembangan
diperhatikan dalam alasan-alasan yang persoalan hukum Islam yang semakin
memperkuat pendapat kedua, di mana kompleks.
kesatuan pendapat dalam tubuh pendapat
pertama tergoncang karena adanya perbedaan DAFIAR PUSTAKA
pendapat di antara pendukung pendapat Abu Zahrah, Muhammad, t.th, Ushul al-Fiqh,
pertama tentang penentuan jumlah bilangan t.p: Dar al-Fikr al'Araby.
ayat-ayat yang dianggap mansukhah. Menurut Al-Bahy, Nuhammad, 1979, Manhaj al-Qur'anfi
al-Nahhas (388 H), misalnya, ayat-ayat yang Tathwir al-Mujtama', Kairo: Maktabah
dinaskh itu berjumlah 100 (seratus) ayat lebih. Wahdah.
Sesudah diadakan pengkajian ulang dengan Al-Nahhas, Abu Ja'far, t.th, al-Nasikh wa al-
cara pengkompromian ayat-ayat yang dianggap Mansukhfi al-Qur'an, t.tp: t.p.
bertentangan, akhirnya al-Suyuthy berhasil Al-Qaththan, Manna', 1973, Mabahits fi 'ulum
memperkecil jumlah tersebut menjadi 20 (dua al-Qur'an, t.t., Mansyurat al-'Ashr al-
puluh) ayat. Kemudian disusul lagi oleh al- Hadits,.
Syaukany (1250 H) yang dapat Ash-Siddieqy, Hasbi, 1980, Sejarah dan
mengkompromikan hanya 12 (dua belas) ayat Pengantar Ilmu al-Qur'an/Tafsir, Jakarta:
yang dianggap al-Suyuthy tidak dapat Bulan Bintang.
dikompromikan. Akhirnya, al-Syaukany dapat Al-Suyuty, Jalaluddin, t. th, al-I tqan fi 'Ulum AL-
memperkecil lagi jumlah ayat-ayat tersebut Qur'an, Beirut: Dar al-Fikr.
menjadi 8 (delapan) ayat saja (Al-Shiddiqy, Al-Syaukany, t.th., Irsyad al-Fuhul, Surabaya: tp ..
1980: 132). Bahkan, sebagaimana disimpulkan Zaid, Musthafa, 1971, al-Naskhu fi al-Qur'an al-
al-Dahlawy yang membatasi ayat-ayat Karim, Beirut: Dar al-Fikr.
mansukhah hanya 5 (lima) ayat saja (Sayyid Amir Al-Zarqasyi, Badruddin, 1957, al-Burhan fi
Ali, 1980: 146), Ash-Shiddieqy menyatakan, 'Ulum al-Qur'an, t.tp: Dar Ihya al-Kutub
"Rasanya puaslah kita dalam berpegang kepada al-'Arabiyyah.
faham, tidak ada naskh di dalam al-Qur'an, Al-Zarqany, Muhammad 'Abd al- 'Adhim,
seluruh ayatnya muhkamah" (Al-Shiddiqy, t.th, Manahil al-'Irfan fi 'Ulum al-Qur'an,
1980: 132). Mesir: Dar Al-Kutub al-'Arabiyyah.

ISTI'DAL;Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. I No. 2,Juli-Desember 2014, ISSN: 2356-0150

Anda mungkin juga menyukai