202
Noor Rohman Fauzan, Urgensi Nasikh-Mansukh dalam Legislasi Hukum Islam I 203
ISTI'DAL;Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 1 No. 2,Juli-Desember 2014, ISSN: 2356-0150
204 I Noor Rohman Fauzan, Urgensi Nasikh-Mansukh dalam Legislasi Hukum Islam
• ~. u. ·1..9 ~-<.a· t _,,.. .,_<,,.. .d!I.....Li.> 0·~ . l)~l_,gt ~ J,&. roWI ~: uo! 1 .;...lJI
a
u->':! ~ u ,-__.r---
"Takhshish adalah meringkas makna
-<'A u->':!
......i.lt I""""'"'"
0
~• U;.J v::-
0
~~Lo 1-•1.:..;
\ . . , · ...
~ Y.
-<'A
~ dJl.o I""""'"'"
umum menjadi makna sebagian
~Y.~I to .d!l_,.d!l w~H ~t I~ satuan-satuannya" (Al-Zarqany, t.th:
"Sekarang Allah telah meringankan 180).
kepadamu dan Dia telah mengetahui Dari definisi-definisi tersebut dapat
bahwa padamu ada kelemahan. Maka diambil konklusi bahwa takhshish adalah
jika ada di antaramu seratus orang yang mengeluarkan sebagian makna dari lafadh atau
sabar, niscaya mereka akan dapat sighah yang bersifat 'am atau urnurn.
mengalahkan dua ratus orang kafir; Takhshish dalam praktiknya kemudian
dan jika di antaramu ada seribu orang dibagi menjadi dua; takhshish tersambung
(yang sabar), niscaya mereka akan (takhshish muttashil) dan takhshish terpisah
dapat mengalahkan dua ribu orang, (takhshish munfashil). Contoh takhshish
dengan seizin Allah. Dan Allah beserta tersambung di antaranya adalah:
orang-orang yang sabar" (QS. Al-Anfal Makna "orang beriman dan be ramal
[8]: 66). saleh" sebagai pentakhshish kalimat umum
Ayat yang pertama, yakni ayat yang bahwa "semua manusia berada dalam
dinaskh, menetapkan dua puluh orang kerugian" sebagaimana dinyatakan QS. Al-
mukmin yang sabar dapat mengalahkan dua 'Ashr [103]: 1-3.
ratus orang musuh dalam pertempuran.
Sedang ayat kedua yang sebagai nasikh I~_,IJlAT ~.ill "i! .~ ~ wL.vJ)/1 wl .~1_,
meringankan ketetapan ketetapan itu, dari .~~ l~lyJ&J~ l~ly_,wbl~l
perbandingan satu berbanding sepuluh,
menjadi satu berbanding dua (Zaid, 1971, I: Makna "hingga suci" sebagai
113). Dengan demikian beban yang asalnya pentakhshish "larangan berhubungan seksual
cukup berat dalam saat tertentu dirubah dengan istri yang sedang haid" sebagaimana
menjadi jauh lebih ringan. dinyatakan QS. Al-Baqarah [2]: 222.
Selanjutnya, mengaitkan naskh dengan
takhshish merupakan suatu kebutuhan yang w~~ (.)A~~"i_,
tidak bias dihindari. Sebab, di antara keduanya Makna "mampu" sebagai pentakhshish
terdapat keserupaan (tasyabbuh) yang begitu "kewajiban menunaikan haji'' sebagaimana
kuat, yaitu dalam hal terhapusnya hukum dinyatakan QS. Ali Imran [3]: 97.
sebagian dalam bentuk satuan-satuannya ~ '4-11 t~l ()A~~ p '-""WI J,&. .J!I_,
(afrad). Pengertian takhshish sendiri telah
ISTI'DAL;Jumal Studi Hukum Islam, Vol. I No. 2,Juli~Desember 2014, ISSN: 2356~0150
Noor RDhman Fauzan, Urgensi Nasikh-Mansukh dalam Legislasi Hukum Islam I 205
ISTI'DAL;Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. I No. 2,Juli,Desember 2014, ISSN: 2356,0150
206 I Noor Rohman Fauzan, Urgensi Nasikh-Mansukh dalam Legislasi Huk:um Islam
ulS'" 4.b:.~ r:r J ~~~1 ru.. ~~ ~4l ~ wajibnya mengamalkan hukum yang
di-naskh. Adapun nash 'am yang telah
t lh:i-1 1.)-0 ~~ p- U"WI Js- iiiJ l!..T di-takhshish, menurut mereka, tidak
boleh diamalkan sebelum di-takhshish;
~WI~~ dl ul-9 ,;AS I.)-O.J~ '411
karena mengakhirkan keterangan dari
saat dibutuhkannya tidak
Firman-Nya, t u,.;:_,.; merupakan badl diperbolehkan.
dari sebagian manusia. Jadi kewajiban 5. Naskh terjadi atas keseluruhan hukum
melaksanakan ibadah haji itu tertentu nash yang 'am sehingga tidak tinggal
bagi bagi orang yang mampu (AJ... sedikit pun sebagaimana terjadi atas
Qaththan, 1973: 226-227) hukum nash yang khas. Sedangkan
takhshish tidak terjadi atas keseluruhan
Sebagaimana disebut di atas bahwa di afrad nash 'am, tapi harus ada yang
antara naskh dan takhshish terdapat tasyabbuh masih tersisa.
(keserupaan) yang kuat. Tanpa adanya 6. Naskh tak ada yang mewenanginya
ketelitian, seseorang akan dengan mudah kecuali Syari' (Allah) dengan melalui
mengatakan keduanya itu sama atau salah perintahNya, sunnah-sunnah fi'liyah
sebut di antara keduanya. Lebih lanjut, dalam atau taqririyah. Adapun takhshish bisa
usaha memperjelas masing-masing pengertian terjadi berdasarkan akal dan urf,
keduanya, tulisan ini mencoba memaparkan sebagaimana terjadi dengan melalui
dua pendapat, yakni pendapat Musthafa Zaid perintah syari'. Malah sebagian ulama'
dan pendapat al-Zarqany. Menurut Musthafa Fiqh membolehkannya dengan
Zaid (1971: 122-125): menggunakan qiyas juga.
1. Naskh itu menghapus hukum yang di- 7. Sesuatu yang telah ditetapkan dengan
naskh (mansukh). Sedangkan takhshish dalil dapat di-naskh, meskipun belum
itu meng-qashshar (mengatasi) hukum ada lafadh yang menyebutnya, seperti
yang bersifat umum atau afrad-nya. telah di-naskh-kannya menghadap ke
Jadi, nash (teks) yang di-naskh tidak bisa Baitul Maqdis dalam sholat, diganti
dijadikan hujjah (argumentasi) lagi dengan menghadap ke Ka'bah.
sesudah datangnya nasikh (nash atau Menghadap ke Masjid al-Aqsha
dalil yang me-naskh), sedangkan nash diketahui dari sunnah amaliyah saja.
yang bersifat umum, yang sudah di- Adapun takhshish tak akan terjadi
takhshish senantiasa bisa dibuat hujjah. kecuali pada suatu nash 'am yang
2. Naskh kadang terjadi dalam bentuk amr dilafadhkan.
(perintah) kepada perintah yang sama, 8. Syari'ah hanya di-naskh dengan syari'ah,
sebagaimana terjadi dalam bentuk nash dan syari'ah tidak boleh di-takhshish.
'am (umum). Sedangkan takhshish Tapi hal itu hanya terjadi dalam
tidak terjadi kecuali dalam suatu hukum-hukum amaliyah far'iyyah,
bentuk'am. bukan kaidah-kaidah kulliyyah ataupun
3. Nasikh harus datang sesudah mansukh, aqidah.
tidak boleh mendahului ataupun 9. Sesuatu yang keluar dari nash 'am
berbarengan turunnya. Adapun dengan melalui takhshish, maka
takhshish para ulama' Hanafi permulaannya tidak termasuk di
mensyaratkan akan kebersamaan yang dalamnya. Sedangkan sesuatu yang
khash dan yang 'am dalam masalah keluar dengan melalui naskh
turunnya. permulaan itu termasuk di dalamnya
4. Nash atau dalil yang di-naskh dapat kemudian dikeluarkan.
diamalkan sebelum turunnya nash atau 10. Naskh tidak terjadi pada nash-nash yang
dalil nasikh sampai saat turunnya. bersifat berita, sedangkan takhshish
Tetapi untuk jawaz..nya naskh, sebagian terjadi pada nash-nash tersebut. Dengan
ulama' Ushul al-Fiqhi mensyaratkan kata lain nash hanya menerima hukum-
ISTI'DAL;Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. l No. 2,Juli~Desember 2014, ISSN: 2356~0150
Noor Rohman Fauzan, Urgensi Nasikh-Mansukh dalam Legislasi Hukum Islam I 207
hukum syara' yang nampak dalam bentuk amr sebagaimana terjadi untuk hal-hal
(perintah) dan bentuk nahy (larangan). yang lain, dan dengan yang demikian
Sementara takhshish menerima yang 'am, telah dinaskh sebagian hukum-
sekalipun berupa berita yang tidak hukum tertentu pada diri Rasulullah.
mengandung hukum. 4. Naskh itu membatalkan kehujjahan
dalil yang dinaskh (mansukh) jika naskh
Adapun pendapat yang diuraikan oleh itu menghapuskan hukum dalam
Al-Zarqany (t.th: 80-82) dalam membedakan hubungannya kepada seluruh afrad
dua permasalahan tersebut adalah sebagai dalil yang 'am, dan kehujjahan dalil
berikut: yang dinaskh masih tetap ada jika
1. Nash atau dalil yang bersifat 'am naskh itu menghapuskan hukum dari
sesudah ditakhshish adalah majaz, sebagian afrad dalil yang 'am dari
karena madlulnya saat itu merupakan sebagian yang lain. Sedangkan
sebagian afradnya, walaupun takhshish selamanya tidak
lafadhnya dimaksudkan untuk kull membatalkan kehujjahan dalil yang
(keseluruhan) dan qarinahnya adalah 'am, tapi keberlakuannya tetap masih
mukhashish-nya. Dan setiap bentuk pada afrad-nya sesudah di-takhshish.
yang demikian adalah majaz. Adapun 5. Naskh tidak terjadi kecuali dengan a~
nash yang telah dinaskh senantiasa Kitab dan al-Sunnah. Berbeda dengan
dipergunakan dalam arti asalnya. takhshish, ia dapat terjadi dengan
Tujuannya, nasikh itu menunjukkan keduanya dan lainnya seperti dalil
kehendak Allah yang azali yang hissi (inderawi) dan aqli.
berkaitan dengan berkelanjutannya 6. Naskh tidak terjadi kecuali dengan
hukum ini sampai waktu tertentu, adanya dalil yang datang kemudian
meskipun nash yang di nasakh itu dari pada dalil yang di-naskh (nasikh
berlaku sepanjang zaman. Hal itu datang sesudah mansukh). Sedangkan
dapat dicontohkan sebagai berikut: takhshish bisa datang mendahului,
~ ~ ~ ,l..yt IJS" I~ I : tWI J \j 1~1 menyusul atau pun bersamaan.
7. Naskh tidak terjadi pada nash-nash
·~&oj yang bersifat berita. Sedangkan
takhshish bisa terjadi pada nash-nash
Pertama Syari' mengatakan tersebut dan lainnya.
l~l(selamanya), tapi tidak lama lagi ia
me-naskh-nya. Padahal menurut Syarat-syarat, Praktik-praktik dan Macam-
kaidah nash itu dapat dipergunakan macamNaskh
dengan syarat tiadanya nash lain yang 1. Syarat-syarat Naskh
menaskhnya (Al-Zarqany, t.th: 80). Menurut Manna' al-Qaththan (1973: 232),
2. Hukum yang telah dikeluarkan syarat-syarat naskh itu sebagai berikut:
dengan melalui proses takhshish sama a. Hukum yang dinaskh itu adalah hukum
sekali tidak dimaksudkan dengan syar'i.
lafadh atau dalil yang 'am, berbeda b. Dalil mengenai terhapusnya hukum
dengan hukum yang telah itu berupa khithab syara' yang datang
dikeluarkan melalui proses naskh sesudah khithab yang dinaskh
karena yang dimaksud dari yang hukumnya.
dinaskh (mansukh) adalah lafadhnya. c. Khithab yang dihapuskan hukumnya
3. Takhshish tidak mudah terjadi dalam tidak terikat dengan waktu tertentu.
bentuk amr untuk perintah yang sama Jika tidak, maka hukum itu terhenti
dan demikian juga dalam bentuk disebabkan berakhirnya waktu dan ini
larangan untuk larangan yang sama. tidak dianggap sebagai naskh.
Adapun naskh mungkin terjadi untuk
perintah atau larangan yang sama Adapun menurut al-Zarqany (t.th: 76)
ISTI'DAL;Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. I No. 2,Juli~Desember 2014, ISSN: 2356~0150
208 | Noor Rohman Fauzan, Urgensi Nasikh-Mansukh dalam Legislasi Hukum Islam
ISTI’DAL; Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 1 No. 2, Juli-Desember 2014, ISSN: 2356-0150
Noor RohmanFauzan, Urgensi Nasikh-Mansukh dalam Legislasi Hukum Islam I 209
ISTI'DAL;Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. I No. 2,Juli~Desember 2014, ISSN: 2356~0150
210 1 Noor Rohman Fauzan, Urgensi Nasikh-Mansukh dalam Legislasi Hukum Islam
ISTI'DAL;Jumal Studi Hukum Islam, Vol. I No. 2,Juli-Desember 2014, ISSN: 2356~0150
Noor Rohman Fauzan, Urgensi Nasikh-Mansukh dalam Legislasi Hukum Islam I 211
berpendapat, bahwa naskh adalah satu dari ayat-ayat mawarits. Menurut al-Suyuthy
bentuk-bentuk takhsish yang tidak mencakup ada sekitar 20 ayat tentang hal ini.
lafadh dan keseluruhan artinya, tapi 2. QS. Al-Nahl [16]: 101 menetapkan adanya
mencakup hukum dan keseluruhan masa. tabdil atau penggantian, tidak lain yang
Dalam hal ini ia mengatakan, bahwasannya dimaksud tabdil ialah penggantian
naskh itu satu macam dari macam-macam hukum.
"istitsna' ". sebab, naskh itu "istitsna' zaman"
(mengecualikan waktu) dan men-takhsish- Adapun alasan-alasan yang di-
kannya dengan keberlakuannya bukan pada kemukakan oleh pendapat kedua yaitu sebagai
waktu-waktu yang lain. Dengan demikian berikut(AbuZahrah, t.th: 185, 194):
dapat dikatakan, bahwa setiap naskh adalah 1. Naskh adalah suatu pembatalan hukum.
istitsna', dan bukan setiap istitsna' itu dikatakan Apabila menaskh isi al-Qur'an itu
naskh (Abu Zahrah, t.th: 186). diperbolehkan, maka akan berlaku di
dalam al-Qur'an itu hukum pembatalan,
Perbedaan Pendapat tentang Naskh- sedangkan QS. Al-Fushshilat [41]:42
Mansukh dalam Hukum Islam menegaskan tidakadanya pembatalan/
Persoalan naskh dalam Al-Qur'an yang pergantian dalam al-Qur'an pada masa-
dulunya dianggap cukup mapan masa setelahnya.
kedudukannya di antara ilmu-ilmu Al-Qur'an, 2. Semua yang terkandung dalam Al-
lebih-lebih lagi kaum muslimin telah ber-ijma' Qur'an adalah merupakan syari'at yang
atas kebolehannya (Al-Suyuthy, t.th: 266), bersifat langgeng dan konstan sampai
ternyata di tengah-tengah perjalanan sejarah hari kiamat. Itu sebabnya, sesuai dengan
legislasi hukum Islam berubah menjadi kekhususan al-Qur'an ini maka tidaklah
kontroversial, meskipun mengenai persoalan ada naskh di dalam al-Qur'an.
naskh dalam al-Sunnah tidak ada perselisihan 3. Kebanyakan kandungan al-Qur'an
pendapat di antara para fuqaha' (Abu Zahrah, adalah bersifat kulli (menyeluruh) dan
t.th: 193). 'am, bukan bersifat juz'iy (parsial) dan
Pada garis besarnya ada dua pendapat khusus. Di dalamnya termuat penjelasan
yang berkembang di dunia Islam mengenai terhadap syari'ah secara keseluruhan
persoalan naskh dan al-Qur'an. Pertama, bahwa dengan cara ijmali (global) bukan dengan
naskh itu ada dalam al-Qur'an. Pendapat ini cara tafshili (rincian), dan sesuai dengan
didukung oleh ]umhur ulama'. Di antara itu, maka tidaklah ada naskh masuk ke
mereka adalah al-Syafi'i, Ja'far al-Nahhas, al- dalamnya.
Suyuthy, al-Syaukany dan Ibnu Hazm (Ash- 4. Sebagaimana dalil yang dihujjahkan
Shiddieqy, 1980: 121-123; Abu Zahrah, t.th: jumhur mengenai kata ayah (yang berarti
185, 193). ayat) dalam ayat JT~T..:r-t ·il..
Kedua, bahwa di dalam Al-Qur'an tidak
\..e.-:ltidaklah berarti ayat Al-Qur'an, tapi
ada ayat-ayat yang dinaskh, karena seluruh
ayatnya muhkamah. Pendapat ini dipelopori ada kemungkinan berarti "mu]izat".
oleh Abu Muslim al-Asfahany (322 H), Dan boleh juga dimaksudkannya
kemudian didukung juga pada abad ke-14 H dengan kitab-kitab yang terdahulu yang
oleh Muhammad Abduh (1325 H), Rasyid telah dinaskhkan oleh syari'at
Ridla (1354 H), Taufieq Shidqy dan Khudlary. Muhammad mengenai hukumnya. Juga
Fatkhur Razy juga cenderung kepada pendapat ada kemungkinan yang dimaksud
ini (Ash-Shiddieqy, 1980: 146). dengan naskh ialah memindahkan ayat-
Pendapat pertama mengemukakan ayat itu dari Lauh Mahfudh kepada Nabi,
alasan-alasannya sebagai berikut Abu Zahrah, kemudian ditulis ke dalam mushhaf.
t.th: 185, 193): 5. Ternyata ayat-ayat yang diduga
1. QS. Al-Baqarah [2]: 106 menyatakan mansukhah oleh orang-orang yang
sejara jelas adanya naskh, sebagaimana menerima adanya naskh dalam Al-
dinaskhkannya ayat washiyyat dengan Qur'an dapat dikompromikan dengan
ISTI'DAL;Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. I No. 2,Juli~Desember 2014, ISSN: 2356~0150
212 I Noor Rohman Fauzan, Urgensi Nasikh-Mansukh dalam Legislasi Hukum Islam
ISTI'DAL;Jurnal Stucli Hukum Islam, Vol. I No. 2,Juli~Desember 2014, ISSN: 2356~0150
Noor Rohman Fauzan, Urgensi Nasikh-Mansukh dalam Legislasi Hukum Islam I 213
ISTI'DAL;Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. I No. 2,Juli-Desember 2014, ISSN: 2356-0150