Anda di halaman 1dari 13

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

Tambak udang vannamei masyarakat Desa Poncosari, Srandakan, Bantul


merupakan tambak udang milik masyarakat yang berasaskan koperasi dari
kelompok tambak yang ada disana sehingga diperlukan pengolahan air limbah
tambak yang ekonomis dan mudah dilaksanakan pengadaan dan prosesnya. Limbah
tambak udang vannamei mengandung beberapa parameter kualitas air yang
memiliki kadar yang cukup tinggi seperti COD, TSS, dan Amonia Terlarut sehingga
dapat mempengaruhi dan mencemari lingkungan baik lahan, sungai, dan pesisir
pantai.Oleh karena itu penulis menawarkan alternatif pengolahan limbah tambak
udang vannamei dengan proses fitoremediasi menggunakan tumbuhan Eceng
Gondok (Eichhornia crassipes) yang mudah didapatkan.

Dari proses penelitian yang telah dilakukan, berikut merupakan hasil


analisis yang penulis dapatkan :

4.1 Data Pengujian Chemical Oxygen Demand (COD)

4.1.1 Kemampuan Penurunan Chemical Oxygen Demand (COD) oleh


Tumbuhan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes)

Menurut Metcalf and Eddy (1991), COD adalah banyaknya oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik dalam air, sehingga parameter
COD mencerminkan banyaknya senyawa organik yang dioksidasi secara kimia. Tes
COD digunakan untuk menghitung kadar bahan organik yang dapat dioksidasi
dengan cara menggunakan bahan kimia oksidator kuat dalam media asam. Kadar
COD dalam air limbah berkurang seiring dengan berkurangnya konsentrasi bahan
organik yang terdapat dalam air limbah, oleh karena itu diperlukan pengolahan
yang tepat dimana dapat mengurangi baik secara kualitas dan kuantitas konsentrasi
bahan organik di dalam air.

24
25

Pada daerah perakaran tumbuhan terjadi penyaluran oksigen dari daun yang
menyebabkan terbentuk zona oksigen, hal ini meningkatkan populasi mikro-
organisme daerah perakaran yang mencapai 10-100 kali lebih banyak, yang
membantu penyerapan bahan pencemar dalam air limbah yang diolah (Tresna
Dermawan Kunaefi, dkk, 1998).

Berikut analisis penurunan kadar COD pada proses fitoremediasi terhadap


limbah tambak udang vannamei :

COD REMOVAL
EG 0,5kg EG 1kg EG 1,5kg

160
140
120
MG COD/LITER

100
80
60
40
20
0
0 2 4 6 8
TIME (DAY)

Gambar 4.1 Penurunan Kadar COD Limbah Tambak Udang Vannamei

Tabel 4.1 Data Pengamatan Kadar COD dan Penurunan COD


Waktu 0,5kg (mg 1,5kg (mg
(Hari) COD/l) 1kg (mg COD/l) COD/l)
0 140,9361702 140,9361702 140,9361702
2 119,6595745 97,53191489 92,42553191
4 113,7021277 89,0212766 79,65957447
6 96,68085106 82,21276596 76,25531915
8 77,95744681 70,29787234 55,82978723
Penurunan 44,69% 50,12% 60,39%
Sumber : Data terolah, 2016
Hasil pengujian yang dilakukan menunjukan adanya penurunan konsentrasi
Chemical Oxygen Demand (COD) yang terdapat dalam air limbah tambak udang
vannamei. Persentase removal pada variasi massa tumbuhan eceng gondok 0,5 kg
yaitu 44,69 % , konsentrasi COD awal yaitu 140,936 mg/L menurun pada hari ke-
26

8 menjadi 77,95 mg/L. Penurunan konsentrasi COD pada variasi massa tumbuhan
eceng gondok 1 kg sebesar 50,12 % , konsentrasi awal COD yaitu 140,936 mg/L
menurun pada hari ke-8 menjadi 70,29 mg/L. Sedangkan penurunan konsentrasi
COD pada variasi massa tumbuhan eceng gondok 1,5 kg yaitu sebesar 60,39 %,
konsentrasi awal COD yaitu 140,936 mg/L menurun menjadi 55,82 mg/L.

Dalam penelitian ini, selain % removal didapatkan pula nilai penurunan


miligram COD / gram Tumbuhan. Data penurunan dengan perbandingan massa
dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini :

Tabel 4.2 Perhitungan Penurunan COD oleh Tumbuhan Eceng Gondok


0,5kg = 500 1,5kg = 1500
COD COD COD
Volume gram 1kg = 1000 gram gram
Terserap Terserap Terserap
Limbah Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir
(mg/l) (mg/l) (mg/l)
(liter) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l)
26,806 140,936 92,780 48,156 140,936 70,298 70,638 140,936 55,830 85,106
Total Massa
1,291 gram 1,894 gram 2,281 gram
COD terserap
Penurunan
COD per 2,582 mg COD/g eceng 1,894 mg COD/g eceng 1,52 mg COD/g eceng
gram gondok gondok gondok
tumbuhan
Sumber : Data terolah, 2016
Dari grafik dan data tabel di atas dapat diketahui bahwa penurunan kadar
COD pada limbah tambak udang vannamei yang paling besar terjadi pada kolam
fitoremediasi dengan variasi massa 1,5 kg yaitu sebesar 60,39% dari kadar COD
awal. Dari data tersebut juga dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin banyak
jumlah tumbuhan eceng gondok (Eichhornia crassipes) semakin cepat juga dalam
menurunkan kadar COD pada air limbah. Hal ini dikarenakan tumbuhan eceng
gondok yang memiliki kemampuan dalam menyerap kandungan organik dalam air
limbah tambak udang vannamei. Selain itu tumbuhan eceng gondok juga
merupakan tumbuhan yang sangat mudah didapat disamping tumbuhan tersebut
merupakan tumbuhan pengganggu, sehingga apabila tumbuhan ini dapat
dimanfaatkan sebagai bahan fitoremediasi terutama untuk limbah tambak udang
vannamei maka akan meningkatkan nilai serta mendukung peningkatan kualitas
lingkungan. Tumbuhan eceng gondok yang mati setelah menjadi bahan
27

fitoremediasi dapat dimanfaatkan menjadi pupuk organik sehingga dapat menjadi


nilai tambah untuk bidang pertanian.
Rhizofiltrasi ini merupakan salah satu metode dalam fitoremediasi.
Fitoremediasi itu sendiri adalah penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan,
memindahkan, menstabilkan atau menghancurkan bahan pencemar, baik senyawa
organik maupun senyawa anorganik. Pada prinsipnya tumbuhan tidak membeda-
bedakan antara unsur esensial dan non esensial. Setiap unsur yang ada dalam media
tempat hidupnya dapat diharapkan diserap oleh akar dengan laju yang sesuai
dengan konsentrasinya dalam tanah (Eko, dkk, 2009).

Menurut Hajama (2014) Eceng gondok termasuk dalam kelompok gulma


perairan. Tanaman ini memiliki kecepatan berkembang-biak vegetatif sangat tinggi,
terutama di daerah tropis dan subtropis. Akhir-akhir ini perkembangan tumbuhan
air eceng gondok di perairan sungai, danau, hingga ke perairan payau sangat pesat.
Tanaman liar yang banyak terdapat di sungai atau waduk kerap dipandang sebelah
mata oleh sebagian orang. Mereka bahkan mengganggap bahwa tanaman tersebut
hanya menimbulkan kerugian saja. Namun, bagi orang-orang yang kreatif tanaman
tersebut dapat merupakan tanaman yang memberikan manfaat bagi kehidupan
manusia.
4.2. Data Pengujian Total Suspended Solid (TSS)

4.2.1 Kemampuan Penurunan Total Suspended Solis (TSS) oleh Tumbuhan


Eceng Gondok (Eichhornia crassipes)

Kandungan residu tersuspensi dalam limbah secara umum akan menurun


karena faktor pengendapan yang dipengaruhi adanya gaya gravitasi. Sedangkang
tumbuhan eceng gondok akan menangkap padatan tersuspensi dalam air limbah
melalui system perakarannya (Husin, 1983).

Berikut data pengujian dan analisis penurunan kadar TSS pada proses
fitoremediasi terhadap limbah tambak udang vannamei :
28

TSS REMOVAL
EG 0,5kg EG 1kg EG 1,5kg

1800
1600
1400
MG TSS/LITER

1200
1000
800
600
400
200
0
0 2 4 6 8
TIME (DAY)

Gambar 4.2 Grafik Penurunan Kadar TSS Limbah Tambak Udang Vannamei

Tabel 4.3 Data Pengamatan Kadar TSS dan Penurunan TSS


Waktu 0,5kg 1kg 1,5kg
(Hari) (mg TSS/liter) (mg TSS/liter) (mg TSS/liter)
0 1546 1546 1546
2 677 540 641
4 403 419 593
6 302 197 535
8 261 179 440
Penurunan 83,12% 88,42% 71,54%
Sumber : Data terolah, 2016
Hasil pengujian yang dilakukan menunjukan adanya penurunan konsentrasi
Total Suspended Solid (TSS) yang terdapat dalam air limbah tambak udang
vannamei. Persentase removal pada variasi massa tumbuhan eceng gondok 0,5 kg
yaitu 83,12 % , konsentrasi TSS awal yaitu 1546 mg/L menurun pada hari ke-8
menjadi 261 mg/L. Penurunan konsentrasi TSS pada variasi massa tumbuhan eceng
gondok 1 kg sebesar 88,42 % , konsentrasi awal TSS yaitu 1546 mg/L menurun
pada hari ke-8 menjadi 179 mg/L. Sedangkan penurunan konsentrasi TSS pada
variasi massa tumbuhan eceng gondok 1,5 kg yaitu sebesar 71,54 %, konsentrasi
awal TSS yaitu 1546 mg/L menurun menjadi 440 mg/L.
29

Dalam penelitian ini, selain % removal didapatkan pula nilai penurunan


miligram TSS / gram Tumbuhan. Data penurunan dengan perbandingan massa
dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini :
Tabel 4.4 Perhitungan Penurunan TSS pada Proses Fitoremediasi Tumbuhan
Eceng Gondok Untuk Limbah Tambak Udang Vannamei
0,5kg = 500 1kg = 1000 1,5kg = 1500
Volume TSS TSS TSS
gram gram gram
Limbah Berkurang Berkurang Berkurang
Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir
(liter) (mg/l) (mg/l) (mg/l)
(mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l)
26,806 1546 261 1285 1546 179 1367 1546 440 1106
Total Massa
TSS
34,446 gram 36,644 gram 29,647 gram
Berkurang
(gram)
Penurunan
TSS per 68,89 mg TSS/g eceng 36,64 mg TSS/g eceng 19,76 mg TSS/g eceng
gram gondok gondok gondok
tumbuhan
Sumber : Data terolah, 2016
Dari grafik dan data tabel di atas dapat diketahui bahwa penurunan kadar
TSS pada limbah tambak udang vannamei yang paling besar terjadi pada kolam
fitoremediasi dengan variasi massa 1 kg yaitu sebesar 88,42% dari kadar TSS awal.
Dari data tersebut juga dapat ditarik kesimpulan bahwa perbedaan jumlah atau
massa tumbuhan eceng gondok (Eichhornia crassipes) yang digunakan, belum
tentu mempengaruhi tinggi rendahnya penurunan kada TSS pada air limbah tambak
udang vannamei yang diolah. Hal ini dikarenakan terdapat faktor fisik seperti
gravitasi dan faktor pergerakan air di dalam kolam yang mempengaruhi proses
pengendapan meskipun akar tumbuhan eceng gondok juga memiliki kemampuan
dalam mengikat partikel tersuspensi dalam air limbah tambak udang vannamei.

4.3. Data Uji Amonia Terlarut

4.3.1 Kemampuan Penurunan Amonia Terlarut oleh Tumbuhan Eceng


Gondok (Eichhornia crassipes)

Penurunan senyawa nitrogen disebabkan karena kemampuan tanaman


dalam menyerap senyawa-senyawa tersebut sebagai unsur hara yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan (Hanni, 2006).
30

Berikut grafik penurunan kadungan amonia terlarut dapat dilihat pada


Gambar 4.3 berikut.

DISSOLVED AMMONIA REMOVAL


MG AMONIA TERLARUT /LITER

0,5 kg 1 kg 1,5 kg

10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
0 2 3 4 5 8
TIME (DAY)

Gambar 4.3 Grafik Penurunan Amonia Terlarut Limbah Tambak Udang


Vannamei
Tabel 4.5 Data Pengamatan Kadar dan Penurunan Amonia Terlarut
Waktu 0,5 kg 1 kg 1,5 kg
(Hari) (mgNH4OH/liter) (mgNH4OH/liter) (mgNH4OH/liter)
0 4,37 4,37 4,37
2 7,94 8,74 8,74
3 6,04 6,43 7,27
4 5,92 4,77 5,49
5 4,67 4,38 5,26
8 3,65 4,01 4,41
Penurunan 16,48% 8,24% -0,92%
Sumber : Data terolah 2016
Hasil pengujian yang dilakukan menunjukan adanya penurunan konsentrasi
amonia terlarut yang terdapat dalam air limbah tambak udang vannamei. Persentase
removal pada variasi massa tumbuhan eceng gondok 0,5 kg yaitu 16,48 % ,
konsentrasi amonia terlarut awal yaitu 4,37 mg/L menurun pada hari ke-8 menjadi
3,65 mg/L. Penurunan konsentrasi amonia terlarut pada variasi massa tumbuhan
eceng gondok 1 kg sebesar 8, 24 % , konsentrasi awal amonia terlarut yaitu 4,37
mg/L menurun pada hari ke-8 menjadi 4,01 mg/L. Sedangkan penurunan
konsentrasi amonia terlarut pada variasi massa tumbuhan eceng gondok 1,5 kg yaitu
-0,92 %, konsentrasi awal amonia terlarut yaitu 4,37 mg/L menurun menjadi 4,41
31

mg/L. Tumbuhan eceng gondok sudah memiliki kandung N di dalam tumbuhan


tersebut sehingga ketika dimasukkan ke dalam air limbah tentunya akan
meningkatkan kadar amonia terlarut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
efektifitas penurunan amonia terlarut menggunakan tumbuhan eceng gondok
terhadap limbah tambak udang vannamei. Walaupun pada dasarnya terdapat
peningkatan kadar amonia terlarut diawal percobaan namun dilihat dari data
percobaan terlihat hanya percobaan variasi massa 1,5 kg saja yang belum dapat
menurunkan kadar amonia terlarut daripada konsentrasi awal amonia terlarut dari
limbah tambak udang vannamei.
Dalam penelitian ini, selain % removal didapatkan pula nilai penurunan
miligram TSS / gram Tumbuhan. Data penurunan dengan perbandingan massa
dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut ini

Tabel 4.6 Perhitungan Penurunan Amonia Terlarut pada Proses Fitoremediasi


Tumbuhan Eceng Gondok Untuk Limbah Tambak Udang Vannamei
0,5kg = 500 1kg = 1000 1,5kg = 1500
Volume NH4OH NH4OH NH4OH
gram gram gram
Limbah Terserap Terserap Terserap
Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir
(liter) (mg/l) (mg/l) (mg/l)
(mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l)
26,806 4,37 3,65 0,72 4,37 4,01 0,36 4,37 4,41 -0,04
Total Massa
NH4OH -0,001 gram (dianggap 0
0,019 gram 0,010 gram
terserap gram)
(gram)
Penurunan
NH4OH per 0,038 mg NH4OH /g 0,01 mg NH4OH /g eceng 0 mg NH4OH /g eceng
gram eceng gondok gondok gondok
tumbuhan
Sumber : Data terolah, 2016
Dari data tersebut dapat diketahui penurunan kadar amonia terlarut dalam
limbah tambak udang vannamei yang paling besar terlihat pada variasi massa 0,5kg
yaitu sebesar 16,48% dari kadar amonia terlarut di awal. Kemampuan penurunan
sebesar 0,038 mg NH4OH /g eceng gondok ditunjukkan juga pada variasi massa ini,
oleh karena itu perbedaan massa eceng gondok yang dipakai serta faktor kandungan
N pada tumbuhan eceng gondok akan sangat berpengaruh terhadap efektifitas
penurunan kadar amonia terlarut dalam limbah tambak udang vannamei.
32

4.4 pH
4.4.1 Data Uji pH
Berikut data pengujian pH pada proses fitoremediasi terhadap limbah
tambak udang vannamei :
Tabel 4.7 Data Pengujian pH
Variasi Massa Eceng
Waktu
Gondok
(Hari)
0,5 kg 1 kg 1,5 kg
0 5,5 5,5 5,5
2 6,5 6,5 6,5
3 6,5 6,5 6,5
4 6,5 6,5 6,5
5 6,5 6,5 6,5
6 6,5 6,5 6,5
8 7 7 7
Sumber : Data terolah, 2016
Pengujian dilakukan hampir setiap hari untuk mengetahui perubahan pH
dalam proses fitoremediasi limbah tambak udang vannamei menggunakan
tumbuhan eceng gondok dimana dalam pengujia ini menggunakan pH universal.

4.4.2 Pengaruh Tumbuhan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) terhadap


pH pada Proses Fitoremediasi Limbah Tambak Udang Vannamei

Berikut data pengamatan perubahan pH pada Proses Fitoremediasi Limbah


Tambak Udang Vannamei dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut.

0,5 kg 1 kg 1,5 kg

6
PH

0
0 2 3 4 5 6 8
WAKTU

Gambar 4.4 Grafik Perubahan pH


33

Dari grafik di atas terlihat bahwa perubahan pH menunjukkan ke arah netral


dari kondisi semula yang terlihat sedikit asam. Perubahan pH air limbah ke arah
basa disebabkan karena adanya proses fotosintesis tumbuhan selama siklus
kehidupannya. Menurut Tirto (2015), Cahaya atau sinar matahari pada pagi – siang
hari adalah pemicu terjadinya proses fotosintesis. Dalam proses ini tanaman
menproduksi dan menyimpan makanan dalam bentuk gula dan pati. Makanan ini
dibutuhkan untuk membentuk sel-sel dinding dan pertumbuhan. Tanaman juga
menghasilkan oksigen dengan menyerap air dari akar serta karbon (CO 2) dari udara.
Dampak dari proses ini adalah pH berubah (swing) ke arah alkalin (basa). Biasanya
pada siang hari suhu larutan nutrisi juga ikut naik, dan hal ini sering menjadi salah
kaprah bahwa suhu adalah penyebab pH berubah.

Nilai derajat keasaman (pH), kandungan CO2 dan ion bikarbobat


dalam air limbah sangat berkaitan. CO2 dapat mempengaruhi pH perairan dan dapat
mempengaruhi kandungan bikarbonat. Hal ini berarti bahwa kehadiran CO2 akan
membentuk sistem penyangga air. Jika penguraian CO2 dan bikarbonat meningkat
maka pH air menjadi sangat tinggi (Mahida, 1989). Peningkatan CO 2 yang diduga
akibat aadanya penguraian dalam proses fotosintesis menyebabkan terbentuknya
asam karbonat dan bikarbonat oleh adanya reaksi ikatan CO2 dengan H2O menjadi
lebih sedikit, sehingga jumlah ioh H+ yang dibebaskan dalam reaksi tersebut
menjadi berkurang, dengan berkurangnya ion H+ maka pH air meningkat (Conell
dan Miller, 1995). Meningkatnya nilai pH juga disebabkan oleh adanya pelarutan
ion-ion logam sehingga dapat merubah konsentrasi ion hidrogen dalam air
(Wardhana, 1995).

Menurut Peraturan Gubernur DIY No.7 Tahun 2010, baku mutu untuk pH
pada pengolahan ikan dan udang yaitu berkisar skala 6 s.d 9. Dari uji yang telah
dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa proses fitoremediasi menggunakan
eceng gondok dapat meningkatkan pH sampai dengan posisi netral sehingga aman
untuk dibuang ke lingkungan.
34

4.5 Salinitas

Salinitas atau kadar garam adalah rata-rata banyaknya kadar garam (dalam
gram) yang terdapat dalam setiap 1.000 gram (1 kg) air laut (Samadi, 2007).
Hutabarat dan Stewart (2000) juga menerangkan bahwa konsentrasi garam terbesar
terdapat di laut, dengan kisaran kadar garam rata-rata sebesar 3% dari berat
seluruhnya. Konsentrasi garam-garam ini relatif sama dalam setiap contohcontoh
air laut, sekalipun mereka diambil dari tempat berbeda di seluruh dunia.
Salinitas dapat menghambat pertumbuhan tanaman pada daerah yang kering
atau sedang, dimana air hujan tidak mencukupi untuk mencuci kandungan garam
dari akar tanaman (Schmidhalter dan Oertli, dalam Arzie, 2011). Tanah yang salin
dapat menyebabkan buruknya perkecambahan dan pembentukkan bibit (Afzal,
Basra dan Iqbal, 2005).

4.5.1 Pengaruh Salinitas Limbah Tambak Udang Vannamei pada Proses


Fitoremediasi Limbah Tambak Udang Vannamei Menggunakan Tumbuhan
Eceng Gondok (Eichhornia crassipes)

Eceng gondok memiliki daya adaptasi yang besar terhadap berbagai macam
hal yang ada di sekelilingnya dan dapat berkembang biak dengan cepat. Eceng
gondok dapat hidup di tanah yang selalu tertutup oleh air yang banyak mengandung
makanan. Selain itu daya tahan eceng gondok juga dapat hidup di tanah asam dan
tanah yang basah (Sastroutomo, 1991).
Dari percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tumbuhan eceng
gondok terlihat layu dan mati pada hari ke 9 sehingga menyebabkan pembusukan
dan pelepasan baik zat organik, kandungan N, dan residu tersuspensi serta
berpengaruh pada pH air limbah tambak udang vannamei. Pembusukan dan
kematian tumbuhan eceng gondok disebabkan oleh salinitas air limbah tambak
udang vannamei yang melebih batas toleransi tumbuhan eceng gondok, dimana
pembusukan dan kematian tumbuhan ini dapat meningkatkan kembali kadar
konsentrasi COD, TSS, dan amonia terlarut serta mempengaruhi pH.
Ketahanan terhadap salinitas dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor
fisiologis (Flowers, 2004). Suwarno (1985) menjelaskan bahwa pengaruh salinitas
35

terhadap tanaman mencakup tiga aspek yaitu: mempengaruhi tekanan osmosa,


keseimbangan hara, dan pengaruh racun. Disamping itu, NaCl dapat mempengaruhi
sifat-sifat tanah dan selanjutnya berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.
Tanaman sampai batas-batas tertentu masih dapat mengatasi tekanan
osmotik yang tinggi akibat tingginya kandungan garam dalam tanah. Toleransi
tanaman terhadap salinitas dapat dinyatakan dalam berbagai cara diantaranya
kemampuan tanaman untuk hidup pada tanah salin, produksi yang dihasilkan pada
tanah salin, persentase penurunan hasil setiap unit peningkatan salinitas tanah
(Mass dan Hofmann, 1998).

4.6 Alternatif Pengolahan Limbah Tambak Udang Vannamei

Limbah tambak udang vannamei memiliki kadar konsentrasi COD, TSS,


dan amonia terlarut yang cukup tinggi dan melebihi baku mutu menurut Peraturan
Gubernur DIY No. 7 Tahun 2010 mengenai efluen pengolahan ikan dan udang yaitu
sebesar 125 mg COD/liter, 50 mg TSS/liter, dan 0,5 mg NH4OH/ liter air limbah.
Oleh karena itu diperlukan pengolahan khusus agar efluen yang dihasilkan tidak
mencemari lingkungan baik itu lahan, sungai dan pesisir laut. Kondisi area tambak
udang yang mayoritas milik warga setempat sampai dengan sekarang belum
terdapat pengolahan air limbah dikarenakan keterbatasan biaya.

Solusi alternatif yang dapat dilakukan adalah membuat pengolahan air


limbah sederhana namun tetap efektif dalam menurunkan konsentrasi parameter
yang melebihi baku mutu tersebut. Hasil dari penelitian di atas yang merupakan
solusi alternatif dalam pengolahan air limbah tambak udang yang sederhana
ternyata belum menurunkan konsentrasi parameter yang melebihi baku mutu
sepenuhnya terutama pada parameter amonia terlarut. Oleh sebab itulah diperlukan
tambahan pengolahan air limbah yang mendukung penelitian di atas namun tetap
mempertimbangkan aspek biaya yang diperlukan.

Penambahan kolam aerasi sebelum air limbah memasuki wetland yang akan
mendukung dalam proses penurunan konsentrasi parameter amonia terlarut. Setelah
melewati kolam ini maka air limbah tambak udang vannamei dapat dialirkan ke
36

dalam wetland yang berisi tumbuhan eceng gondok yang secara signifikan dapat
menurunkan konsentrasi parameter COD, TSS, dan amonia terlarut dalam air
limbah. Wetland berisi tumbuhan eceng gondok tersebut dibuat secara sederhana
dengan ukuran yang dapat menyesuaikan lahan yang ada, dibuat seperti membuat
kolam pada umumnya namun bagian bawahnya tidak dilapis baik dengan beton
maupun plastik namun langsung bersentuhan dengan tanah. Hal ini bertujuan untuk
memberikan kebutuhan zat hara tambahan bagi tumbuhan eceng gondok agar dapat
hidup lebih lama lagi. Menurut hasil penelitian diatas, umur tumbuhan eceng
gondok hanya sampai dengan hari ke sembilan kemudian layu dan terjadi
pembusukan.

Kolam aerasi merupakan pengolahan sekunder (Secondary Treatment)


secara biologi yang bertujuan untuk memisahkan padatan yang mudah mengendap,
padatan terlarut serta nutrien (N dan P) (Wahyu, dkk, 2010). Aerasi merupakan
proses pengolahan dimana air dibuat mengalami kontak erat dengan udara dengan
tujuan meningkatkan kandungan oksigen dalam air tersebut. Dengan meningkatnya
oksigen zat-zat mudah menguap seperti hiddrogen sulfide dan metana yang
mempengaruhi rasa dan bau dapat dihilangkan. (Anonim, 2015)

Sastroutomo (1991) menjelaskan bahwa eceng gondok memiliki daya


adaptasi yang besar terhadap berbagai macam hal yang ada di sekelilingnya dan
dapat berkembang biak dengan cepat. Eceng gondok dapat hidup di tanah yang
selalu tertutup oleh air yang banyak mengandung makanan. Selain itu daya tahan
eceng gondok juga dapat hidup di tanah asam dan tanah yang basah. Penambahan
zat hara atau makanan bagi tumbuhan eceng gondok secara alamiah yaitu dengan
tidak melapisi bagian bawah kolam agar air limbah bersentuhan langsung dengan
tanah menjadi hal penting untuk dapat memperpanjang masa hidup tumbuhan eceng
gondok pada air limbah tambak udang vannamei.

Anda mungkin juga menyukai