Anda di halaman 1dari 13

TUGAS TUTORIAL KE-1/2/③*

KODE/NAMA/SKS MATA KULIAH: MKDU 4111/ PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN/ 3 SKS


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR (PGSD)

Nama Penulis : Vera Amelia, S.H., M.H.

Nama Penelaah : Purwaningdyah Murti Wahyuni, S.H., M.Hum.

Status Pengembangan : Baru/Revisi

Tahun Pengembangan : 2021.2

Sumber
Tugas Tutorial Skor
No Tugas
Maksimal
Tutorial
Wacana atau perdebatan tentang nilai-nilai HAM apakah
universal atau partikular yaitu mempunyai kekhususan dan
tidak berlaku untuk setia negara karena ada keterkaitan dengan
nilai-nilai kultural yang tumbuh dan berkembang pada suatu Modul 5
1 negara. 30 KB 2 dan
KB 3
Jelaskan secara rinci mengenai Hak Asasi Manusia dan
Jelaskan kriteria Hak Asasi Manusia yang harus dipertahankan
sesuai dengan hak dan kewajiban perorangan !

Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan yang disengaja


ataupun tidak disengaja melahirkan Deklarasi HAM Universal Modul 6
2 (1948). Jelaskan tentang pelanggaran terhadap Hak Asasi 40 KB 2
Manusia kemudian Jelaskan tugas pengadilan Hak Asasi Dan KB 4
Manusia !

Dwi fungsi ABRI mempunyai pengertian bahwa ABRI


mengemban fungsi kekuatan hankam dan sekaligus sebagai Modul 7
kekuatan sosial politik. Oleh karena ABRI mengemban KB 2
3 30
tersebut maka disebut sebagai dwi fungsi ABRI. Jelaskan Modul 9
pengertian otonomi daerah serta Jelaskan tentang Dwi fungsi
KB 2
ABRI !
SOAL KE 1

1. Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak
awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu-gugat oleh siapapun.
Setiap warga memiliki kewajiban untuk menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia tanpa
membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan dan lain sebagainya. Setiap hak akan
dibatasi oleh hak orang lain. Jika dalam melaksanakan hak, kita tidak memperhatikan hak orang
lain, maka yang terjadi adalah benturan hak atau kepentingan dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.

Hak Asasi Manusia di Indonesia bersumber dan bermuara pada Pancasila, yang artinya
Hak Asasi Manusia mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni Pancasila. Bermuara pada
Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia tersebut harus memperhatikan
garis-garis yang telah ditentukan dalam ketentuan falsafah Pancasila. Bagi bangsa Indonesia,
melaksanakan hak asasi manusia bukan berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya,
melainkan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup
bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan pada dasarnya memang tidak ada hak yang
dapat dilaksanakan secara mutlak tanpamemperhatikan hak orang lain karena dapat melanggar
hak asasi yang dimiliki oleh orang lain. “Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung
tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat
dan tidak terpisah dari manusia yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi
peningkatan martabat kemanusian, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.

Di Indonesia sendiri HAM dilindungi melalui berbagai macam Undang-Undang namun


secara khusus dilindungi oleh Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Indonesia sendiri juga telah meratifikasi berbagai instrument HAM Internasional. Dengan proses
ratifikasi tersebut maka jelas bahwa usaha untuk menegakkan hak-hak asasi manusia serta usaha
untuk menghilangkan pelanggaran hak-hak asasi manusia adalah tugas dan tanggung jawab dari
seluruh umat manusia secara umum dan menjadi tanggung jawab dari pemerintah baik dari
bidang eksekutif, legislatif dan yudikatif.
2. Kriteria Hak Asasi Manusia Yang Harus Dipertahankan Sesuai Dengan Hak Dan
Kewajiban Perorangan

Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau
dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada
prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya.. Hak dan Kewajiban merupakan sesuatu yang
tidak dapat dipisahkan, akan tetapi terjadi pertentangan karena hak dan kewajiban tidak
seimbang. Bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan
penghidupan yang layak, tetapi pada kenyataannya banyak warga negara yang belum merasakan
kesejahteraan dalam menjalani kehidupannya. Semua itu terjadi karena pemerintah dan para
pejabat tinggi lebih banyak mendahulukan hak daripada kewajiban. Padahal menjadi seorang
pejabat itu tidak cukup hanya memiliki pangkat akan tetapi mereka berkewajiban untuk
memikirkan diri sendiri. Jika keadaannya seperti ini, maka tidak ada keseimbangan antara hak
dan kewajiban. Jika keseimbangan itu tidak ada akan terjadi kesenjangan sosial yang
berkepanjangan.

Untuk mencapai keseimbangan antara hak dan kewajiban, yaitu dengan cara
mengetahui posisi diri kita sendiri. Sebagai seorang warga negara harus tahu hak dan
kewajibannya. Seorang pejabat atau pemerintah pun harus tahu akan hak dan kewajibannya.
Seperti yang sudah tercantum dalam hukum dan aturan-aturan yang berlaku. Jika hak dan
kewajiban seimbang dan terpenuhi, maka kehidupan masyarakat akan aman sejahtera. Hak dan
kewajiban di Indonesia ini tidak akan pernah seimbang. Apabila masyarakat tidak bergerak
untuk merubahnya. Karena para pejabat tidak akan pernah merubahnya, walaupun rakyat banyak
menderita karena hal ini. Mereka lebih memikirkan bagaimana mendapatkan materi daripada
memikirkan rakyat, sampai saat ini masih banyak rakyat yang belum mendapatkan haknya. Oleh
karena itu, kita sebagai warga negara yang berdemokrasi harus bangun dari mimpi kita yang
buruk ini dan merubahnya untuk mendapatkan hak-hak dan tak lupa melaksanakan kewajiban
kita sebagai rakyat Indonesia.

Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD 1945 pada pasal 28, yang menetapkan bahwa
hak warga negara dan penduduk untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan maupun tulisan, dan sebagainya, syarat-syarat akan diatur dalam undang-undang. Pasal ini
mencerminkan bahwa negara Indonesia bersifat demokrasi. Pada para pejabat dan pemerintah
untuk bersiap-siap hidup setara dengan kita. Harus menjunjung bangsa Indonesia ini kepada
kehidupan yang lebih baik dan maju. Yaitu dengan menjalankan hak-hak dan kewajiban dengan
seimbang. Dengan memperhatikan rakyat-rakyat kecil yang selama ini kurang mendapat
kepedulian dan tidak mendapatkan hak-haknya.

Hak Dan Kewaajiban Warga Negara :

1. Wujud Hubungan Warga Negara dengan Negara Wujud hubungan warga negara dan negara
pada umumnya berupa peranan (role).

2. Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia Hak kewajiban warga negara Indonesia
tercantum dalam pasal 27 sampai dengan pasal 34 UUD 1945.

Hak Warga Negara Indonesia :

1) Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak : “Tiap warga negara berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” (pasal 27 ayat 2).
2) Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan: “setiap orang berhak untuk hidup serta
berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”(pasal 28A).
3) Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah
(pasal 28B ayat 1).
4) Hak atas kelangsungan hidup. “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
Berkembang”
5) Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya dan berhak
mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan
kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup manusia. (pasal 28C ayat 1)
6) Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk
membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. (pasal 28C ayat 2).
7) Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan
yang sama di depan hukum.(pasal 28D ayat 1).
8) Hak untuk mempunyai hak milik pribadi Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kemerdekaan pikiran dan hati nurani,hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk
diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
(pasal 28I ayat 1).

Kewajiban Warga Negara Indonesia :

1) Wajib menaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 berbunyi : segala
warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
2) Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 27 ayat (3) UUD 1945. menyatakan :
setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”.
3) Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain. Pasal 28J ayat 1 mengatakan : Setiap
orang wajib menghormati hak asai manusia orang lain
4) Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang. Pasal 28J ayat 2
menyatakan : “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan
yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban
umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
5) Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Pasal 30 ayat (1) UUD
1945. menyatakan: “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara.”

Hak dan Kewajiban telah dicantumkan dalam UUD 1945 pasal 26, 27, 28, dan 30, yaitu :

1) Pasal 26, ayat (1), yang menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan
orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Dan
pada ayat (2), syarat-syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang.
2) Pasal 27, ayat (1), segala warga negara bersamaan dengan kedudukannya di dalam hukum
dan pemerintahannya, wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu. Pada ayat (2), taip-
tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
3) Pasal 28, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, dan
sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
4) Pasal 30, ayat (1), hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam pembelaan
negara. Dan ayat (2) menyatakan pengaturan lebih lanjut diatur dengan undang-undang
SOAL KE 2
1. Pengertian Pelanggaran HAM
Setiap manusia memiliki hak, entah itu bayi atau lansia, miskin atau kaya, muda atau
tua. Akan tetapi sebenarnya ada satu hak yang paling dijunjung dalam hidup setiap manusia dan
eksistensinya sudah ada sejak kita berada dalam kandungan, hak tersebut adalah hak asasi
manusia atau yang biasa disebut HAM. HAM secara umum adalah hak-hak dasar manusia yang
dimiliki oleh setiap insan yang lahir di dunia sebagai karunia Tuhan serta harus dihormati dan
ditegakkan. HAM tidak dapat dicabut serta bersifat hakiki dan universal pada semua manusia.

DalamUndang-Undang No.39 tahun 1999 Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan


seseorang atau kelompok orang termasuk aparat Negara baik disengaja maupun tidak disengaja
atau kelalaian yang secara melawan hukum ,mengurangi, menghalangi, membatasi dan
mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini dan tidak
mendapat atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar
berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.Yang sekarang telah menjadi UU No.26/2000
tentang pengadilan HAM yang berbunyi pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang
atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau
kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM
seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan
atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku. Mastricht
Guidelines telah menjadi dasar utama bagi identifikasi pelanggaran HAM.

Pertanggungjawaban atas sebuah pelanggaran HAM berat terdiri dari

a. Pertanggungjawaban perorangan
Pertanggungjawaban pidana perorangan adalah seseorang bertanggung jawab secara
pidana dan dapat dikenai hukuman atas suatu pelanggaran HAM berat yang dilakukan sendiri.
Termasuk di dalam hal ini adalah setiap orang yang melakukan perbuatan Percobaan,
permufakatan jahat dan perbantuan untuk melakukan pelanggaran HAM berat dipidana
dengan pidana yang sama ketentuan bagi pelaku perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 sampai dengan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan
HAM.
b. Pertanggung jawaban komandan militer dan atasan sipil Komandan Militer
Komandan militer dan atasan sipil dapat dipertanggungjawabkan atas pelanggaran
HAM berat yang dilakukan oleh pasukan atau anak buah yang berada di bawah komandonya.
Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 42 yaitu: Komandan militer atau seseorang yang secara
efektif bertindak sebagai komandan militer dapat dipertanggungjawabkan terhadap
pelanggaran HAM berat yang dilakukan pasukan yang berada di bawah komando dan
pengendaliannya yang efektif, atau di bawah kekuasaan dan pengendaliannya yang efektif dan
pelanggaran HAM berat tersebut merupakan akibat dari tidak dilakukan pengendalian
pasukan secara patut, yaitu komandan militer atau seseorang tersebut mengetahui atau atas
dasar keadaan saat itu seharusnya mengetahui bahwa pasukan tersebut sedang melakukan atau
baru saja melakukan pelanggaran HAM berat, dan ii. Komandan militer atau seseorang
tersebut tidak melakukan tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup
kekuasaannya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut atau menyerahkan
pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan dan
penuntutan.

2. Macam-Macam Pelanggaran HAM

Pelanggaran HAM dapat dikelompokan menjadi 2 macam yaitu pelanggaran HAM berat dan
pelanggaran HAM ringan.Kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan termasuk dalam
pelanggaran HAM yang berat. Kejahatan genosida itu sendiri berdasarkan UU No.26/2000
tentang pengadilan HAM adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok, bangsa, ras, kelompok
etnis dan kelompok agama.

Sementara itu kejahatan kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai
bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut
ditunjukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, pemusnahan
kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggaran
(asas-asas) ketentuan pokok hokum internasional, penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual,
pelacuran secarapaksa atau bentuk- bentuk kekerasan seksual lain yang setara , penganiayaan
terhadap suatu kelompok tertentuatau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras,
kebangsaan,etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara
universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional, penghilangan orang secara
paksa, dan kejahatan apartheid.

3. Tugas Pengadilan HAM

Secara historis UU Pengadilan HAM lahir karena amanat Bab IX Pasal 104 Ayat (1)
UU No. 39 Tahun 1999. Dengan lahirnya UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
tersebut, maka penyelesaian kasus HAM berat dilakukan dilingkungan Peradilan Umum. Ini
merupakan wujud dari kepedulian negara terhadap warga negaranya sendiri. Negara menyadari
bahwa perlunya suatu lembaga yang menjamin akan hak pribadi seseorang. Jaminan inilah yang
diharapkan nantinya setiap individu dapat mengetahui batas haknya dan menghargai hak orang
lain. Sehingga tidak terjadi apa yang dinamakan pelanggaran HAM berat untuk kedepannya.

Dengan diundangkannya UU ini, setidaknya memberikan kesempatan untuk membuka


kembali kasus pelanggaran HAM berat yang penah terjadi di Indonesia sebelum diundangkan
UU Pengadilan HAM sebagaimana diatur dalam Pasal 43-44 tentang Pengadilan HAM Ad Hoc.
Dan Pasal 46 tentang tidak berlakunya ketentuan kadaluwarsa dalam pelanggaran HAM yang
berat. Masuknya ketentuan tersebut dimaksudkan agar kasus-kasus yang terjadi sebelum
diundangkannya UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dapat diadili.

Dalam UU No. 26 Tahun 2000 hukum acara atas pelanggaran HAM berat dilakukan
berdasarkan ketentuan hukum acara pidana yang terdiri dari:

1. Jaksa Agung sebagai penyidik berwenang melakukan penangkapan.

2. Jaksa Agung sebagai penyidik berwenang melakukan penahanan.

3. Komnas HAM sebagai penyelidik berwenang melakukan penyelidikan.

4. Jaksa Agung sebagai penyidik berwenang melakukan penyidikan.

5. Jaksa Agung sebagai penyidik berwenang melakukan penuntutan.

6. Pemeriksaan dilakukan dan diputuskan oleh Majelis Hakim Pengadilan HAM.


SOAL KE 3
A. Pengertian otonomi daerah
Otonomi Daerah berasal dari bahasa yunani yaitu authos yang berarti sendiri
dannamos yang berarti undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan
sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri.
Otonomi dalam makna sempit dapat diartikan sebagai “mandiri”. Sedangkan makna yang
lebih luas diartikan sebagai “berdaya”. Otonomi daerah dengan demikian berarti kemandirian
suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan
daerahnya sendiri. Jika daerah sudah mampu mencapai kondisi sesuai yang dibutuhkan daerah
maka dapat dikatakan bahwa daerah sudah berdaya (mampu) untuk melakukan apa saja secara
mandiri tanpa tekanan dan paksaan dari pihak luar dan tentunya disesuaikan dengan kondisi dan
kebutuhan daerah.
Beberapa pendapat ahli yang dikutip Abdulrahman (1997) mengemukakan bahwa :
1. F. Sugeng Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan wewenang untuk mengatur
dan mengurus rumah tangga daerah.
2. Ateng Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna kebebasan atau
kemandirian tetapi bukan kemerdekaan (tidak terikat atau tidak bergantung kepada orang lain
atau pihak tertentu). Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian
kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.
3. Syarif Saleh, berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur dan memerintah daerah
sendiri. Hak mana diperoleh dari pemerintah pusat.
Pendapat lain dikemukakan oleh Benyamin Hoesein (1993) bahwa otonomi daerah adalah
pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu Negara secara informal
berada di luar pemerintah pusat. Sedangkan Philip Mahwood (1983) mengemukakan bahwa
otonomi daerah adalah suatu pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan sendiri yang
keberadaannya terpisah dengan otoritas (kekuasaan atau wewenang) yang diserahkan oleh
pemerintah guna mengalokasikan sumber sumber material yang substansial (sesunggguhnya atau
yang inti) tentang fungsi-fungsi yang berbeda.
Berbagai definisi tentang Otonomi Daerah telah banyak dikemukakan oleh para pakar.
Dan dapat disimpulkan bahwa Otonomi Daerah yaitu kewenangan daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa (inisiatif) sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan
daerah otonom itu sendiri adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah
tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

B. Tujuan dan Prinsip Otonomi Daerah


1) Tujuan Otonomi Daerah
Menurut pengalaman dalam pelaksanaan bidang-bidang tugas tertentu sistem Sentralistik
tidak dapat menjamin kesesuaian tindakan-tindakan Pemerintah Pusat dengan keadaan di daerah-
daerah. Maka untuk mengatasi hal ini, pemerintah kita menganut sistem Desentralisasi atau
Otonomi Daerah. Hal ini disebabkan wilayah kita terdiri dari berbagai daerah yang masing-
masing memiliki sifat-sifat khusus tersendiri yang dipengaruhi oleh faktor geografis (keadaan
alam, iklim, flora-fauna, adat-istiadat, kehidupan ekonomi dan bahasa), tingkat pendidikan dan
lain sebagainya. Dengan sistem Desentralisasi diberikan kekuasaan kepada daerah untuk
melaksanakan kebijakan pemerintah sesuai dengan keadaan khusus di daerah kekuasaannya
masing-masing, dengan catatan tetap tidak boleh menyimpang dari garis-garis aturan yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Jadi pada dasarnya, maksud dan tujuan diadakannya
pemerintahan di daerah adalah untuk mencapai efektivitas pemerintahan.
Otonomi yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah ini bersifat mandiri dan bebas.
Pemerintah daerah bebas dan mandiri untuk membuat peraturan bagi wilayahnya. Namun, harus
tetap mempertanggungjawabkannya dihadapan Negara dan pemerintahan pusat.
Selain tujuan diatas, masih terdapat beberapa point sebagai tujuan dari otonomi daerah.
Dibawah ini adalah beberapa tujuan dari otonomi daerah dilihat dari segi politik, ekonomi,
pemerintahan dan sosial budaya, yaitu sebagai berikut:
a) Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk mencegah
penumpukan kekuasaan dipusat dan membangun masyarakat yang demokratis, untuk
menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam menggunakan hak-
hak demokrasi.
b) Dilihat dari segi pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah untuk mencapai
pemerintahan yang efisien.
c) Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaran otonomi daerah diperlukan agar perhatian
lebih fokus kepada daerah.
d) Dilihar dari segi ekonomi, otonomi perlu diadakan agar masyarakat dapat turut
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.
Untuk mencapai tujuan otonomi daerah tersebut, sebaiknya dimulai dari diri sendiri. Para
pejabat harus memiliki kesadaran penuh bahwa tugas yang diembannya merupakan sebuah
amanah yang harus dijalankan dan dipertanggungjawabkan. Selain itu, kita semua juga memiliki
kewajiban untuk berpartisipasi dalam rangka tercapainya tujuan otonomi daerah. Untuk
mewujudkan hal tersebut tentunya bukan hal yang mudah karena tidak mungkin dilakukan secara
instan. Butuh proses dan berbagai upaya serta partisipasi dari banyak pihak. Oleh karena itu,
diperlukan kesungguhan serta kerjasama dari berbagai pihak untuk mencapai tujuan ini.
2) Prinsip Otonomi Daerah
Atas dasar pencapaian tujuan diatas, prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman dalam
pemberian Otonomi Daerah adalah sebagai berikut (Penjelasan UU No. 32 Tahun 2004) :
a) Prinsip Otonomi Daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah
diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah diluar yang
menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-undang ini. Daerah memliki
kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta,
prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan
rakyat.
b) Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan
bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani
urusan pemerintah daerah dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang
senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan
potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah
tidak selalu sama dengan daerah lainnya, adapun yang dimaksud dengan otonomi yang
bertanggunjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan
dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan
daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari
tujuan nasional.
C. Dwi Fungsi ABRI

Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) merupakan perangkat negara


yang memiliki peranan penting dalam menjaga stabilitas negara dari serangan dalam
maupun dari luar negeri. Pada masa awal orde baru, ABRI terdiri dari unsur angkatan perang
dan kepolisian. Sejarah Dwifungsi ABRI Sejak Oktober 1971 unsur angkatan perang pada
ABRI berganti nama menjadi Tentara Nasional Indonesia yang sampai sekarang masih
digunakan. Rikan dalam jurnal Konsep Dwifungsi ABRI dan Peranannya Di Masa
Pemerintahan Orde Baru Tahun 1965-1998 menyebutkan, bahwa awal mula muncul konsep
dwifungsi ABRI dicetuskan oleh Abdul Haris Nasution pada tanggal 12 November 1958
pada hari peringatan ulang tahun Akademi Militer Nasional (AMN). Baca juga: TNI,

Sejarah dan Fungsinya

Hal ini dilatarbelakangi oleh rasa nasionalisme yang tinggi pada perwira anggota
ABRI sehingga mereka merasa memiliki tanggung jawab untuk melibatkan diri dalam
politik dengan tujuan untuk menyelamatkan bangsa. Dwifungsi ABRI dilandaskan oleh
ketetapan MPRS No. II Tahun 1969 di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Seperti
namanya dwifungsi atau yang berarti dua fungsi, ABRI memiliki dua fungsi yang berbeda.
Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu. Daftarkan email Dwifungsi ABRI
adalah fungsi tempur dan fungsi pembina wilayah atau pembina masyarakat. Atau
sederhananya dapat disebut sebagai kekuatan militer negara dan pengatur pemerintahan
negara. Sehingga anggota ABRI mendapatkan kursi di MPR dan DPR tanpa perlu mengikuti
pemilu.

Dampak dari adanya dwifungsi ABRI ini adalah berkurangnya jatah warga sipil
di bidang pemerintahan karena banyaknya anggota ABRI yang mendominasi pemerintahan.
Hal ini juga menjadikan tidak transparannya sistem pemerintahan di Indonesia pada masa
itu. Puncak dari masa kejayaan dwifungsi ABRI terjadi pada tahun 1990-an, di mana pada
saat itu anggota ABRI memegang peranan kunci di sektor pemerintahan, mulai dari bupati,
wali kota, pemerintah provinsi, duta besar, pimpinan perusahaan milik negara, peradilan,
hingga menteri di kabinet Soeharto. Penghapusan Dwifungsi ABRI ABRI yang turut
memegang kekuasaan negara membuat demokrasi terkikis. Namun dalam kekuasaan yang
dipegang militer ini kerap terjadi pelanggaran HAM serhingga sering terjadi kerusuhan.
Militer yang memegang senjata dianggap terlalu keras saat mencampuri urusan sipil
negara. Dwifungsi ABRI perlahan mulai dihapuskan seiring dengan runtuhnya rezim
pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto Penghapusan dwifungsi ABRI terjadi pada masa
pemerintahan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid dengan cara mereformasi TNI. Hingga
pada rapat pimpinan ABRI di tahun 2000, para pemimpin sepakat untuk menghapus
dwifungsi ABRI yang perlahan mulai diberlakukan pada Pemilu 2004 dengan harapan
semuanya sudah selesai pada Pemilu 2009

Anda mungkin juga menyukai