PERSPEKTIF PENDIDIKAN SD
OLEH:
LARA NOVITA
No Soal Skor
1. Menurut Anda di antara Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 20
(KTSP) dan Kurikulum 2013 yang manakah sesuai dengan
perwujudan kondisi sosiologis dan antropologis Indonesia?
Berikan alasannya!
2. Bentuk-bentuk sekolah dasar salah satunya adalah Sekolah 40
Rumah (Home Schooling), namun seiring perkembangan
pendidikan saat ini muncul bentuk Sekolah Alam pada jenjang
SD/MI. Jelaskan perbedaan kedua bentuk sekolah tersebut
serta kelebihan dari masing-masing bentuk sekolah tersebut!
3. Uraikanlah perbandingan isi dan proses pendidikan Sekolah 40
Dasar antara era orde baru dan era reformasi!
Total Skor 100
JAWABAN
SOAL KE 1
A. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-
masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang system Pendidikan nasional dan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2007/2008 dengan mengacu
pada Standar Isi (SI) danStandar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan
masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan
Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun
pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu
sendiri. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan
kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP
mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
Standar isi merupakan pedoman untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan
yang memuat:
b. beban belajar,
c. kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan di tingkat satuan pendidikan, dan
d. kalender pendidikan.
SKL digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik
dari satuan pendidikan. SKL meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau
yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang
telah disepakati. Pemberlakuan KTSP, sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL, ditetapkan
oleh kepala sekolah setelah memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah. Dengan kata
lain, pemberlakuan KTSP sepenuhnya diserahkan kepada sekolah, dalam arti tidak ada
intervensi dari Dinas Pendidikan atau Departemen Pendidikan Nasional. Penyusunan KTSP
selain melibatkan guru dan karyawan juga melibatkan komite sekolah serta bila perlu para
ahli dari perguruan tinggi setempat. Dengan keterlibatan komite sekolah dalam penyusunan
KTSP maka KTSP yang disusun akan sesuai dengan aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi
B. Kurikulum 2013
Sedangkan kurikulum terbaru saat ini yang digunakan di Indonesia yaitu Kurikulum
Tahun 2013, di mana kurikulum ini lebih mirip dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Model kurikulum berbasis kompetensi ini ditandai oleh pengembangan kompetensi berupa
dalam berbagai mata pelajaran. Walaupun hampir mirip dengan model Kurikulum Berbasis
dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dan
kemampuan yang mereka miliki. Di dalam kurikulum ini memandang bahwa setiap peserta
didik itu memiliki potensinya masing-masing yang perlu digali dan dikembangkan, sehingga
kelak potensinya tersebut dapat bermanfaat di dalam kehidupan si peserta didik nantinya
dalam bermasyarakat. Kurikulum ini dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa setiap peserta
didik berada pada posisi sentral dan aktif dalam belajar, sehingga dapat dikatakan bahwa guru
Dari pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa di antara Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) dan Kurikulum 2013 yang manakah sesuai dengan perwujudan
kondisi sosiologis dan antropologis Indonesia adalah kurikulum 13 karena mengacu pada
SOAL KE 2
Secara umum homeschooling adalah sebuah model pendidikan dimana rumah menjadi
pusat dari kegiatan ini, secara sadar orang tua bertanggung jawab penuh atas pendidikan anaknya.
1. Sekolah formal dan homeschooling sama- sama bertujuan untuk memberikan pendidikan
kepada anak.
2. Memiliki tujuan yang sama dimana untuk mencari kebaikan dan menggali potensi optimal
yang dimiliki oleh anak.
3. Sama- sama memiliki fungsi sebagai pengantar anak- anak pada tujuan pendidikan, memiliki
modal intelektual, mental, dan spiritual yang memadai untuk menghadapi masa depan dengan
penuh harapan.
B. Perbedaan Homeschooling Dengan Sekolah Formal:
1. System pendidikan
Sekolah formal menggunakan standar yang disesuaikan oleh lembaga sekolah dan juga
departemen pendidikan nasional. Homeschooling lebih bertujuan kepada kebutuhan anak dan
kondisi keluarga untuk mengembangkan potensinya.
2. Fasilitas Pembelajaran
Sekolah formal memiliki fasilitas yang lengkap dan bisa dibilang memadai untuk tumbuh
kembang anak, seperti perpustakaan, lab bahasa maupun sains, lapangan untuk berolahraga
dan fasilitas pendukung lainnya. Berbeda dengan model homeschooling yang lebih prefer
kepada fasilitas yang ada dirumah, semua tergantung dengan kelengkapan dari fasilitas rumah
itu sendiri.
3. Kurikulum
Sekolah formal memiliki kurikulum yang ketat karena sudah menjadi rancangan dari lembaga
sekolahan dan juga departemen pendidikan nasional. Beda halnya dengan homeschooling yang
memiliki kurikulum yang fleksibel sehingga bisa disesuaikan dengan bakat dan minat anak itu
sendiri
SOAL KE 3
Orde baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998, dan dapat dikatakan sebagai era
pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan
dasar, terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres)
Pendidikan Dasar. Namun, yang disayangkan adalah pengaplikasian inpres ini hanya
berlangsung dari segi kuantitas tanpa diimbangi dengan perkembangan kualitas. Yang
terpenting pada masa ini adalah menciptakan lulusan terdidik sebanyak-banyaknya tanpa
memperhatikan kualitas pengajaran dan hasil didikan.
Pelaksanaan pendidikan pada masa orde baru ternyata banyak menemukan kendala,
karena pendidikan orde baru mengusung ideologi “keseragaman” sehingga memampatkan
kemajuan dalam bidang pendidikan. EBTANAS, UMPTN, menjadi seleksi penyeragaman
intelektualitas peserta didik.
Pada pendidikan orde baru kesetaran dalam pendidikan tidak dapat diciptakan karena
unsur dominatif dan submisif masih sangat kental dalam pola pendidikan orde baru. Pada
masa ini, peserta didik diberikan beban materi pelajaran yang banyak dan berat tanpa
memperhatikan keterbatasan alokasi kepentingan dengan faktor-faktor kurikulum yang lain
untuk menjadi peka terhadap lingkungan. Beberapa hal negatif lain yang tercipta pada masa
ini adalah:
1. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok
pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Muatan materi
pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan.
Pada masa ini siswa hanya berperan sebagai pribadi yang masif, dengan hanya
menghapal teori-teori yang ada, tanpa ada pengaplikasian dari teori tersebut. Aspek
afektif dan psikomotorik tidak ditonjolkan pada kurikulum ini. Praktis, kurikulum ini
hanya menekankan pembentukkan peserta didik hanya dari segi intelektualnya saja.
2. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien
berdasar MBO (management by objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran
dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang dikenal
dengan istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap
satuan pelajaran dirinci menjadi : tujuan instruksional umum (TIU), tujuan
instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar,
dan evaluasi. Pada kurikulum ini peran guru menjadi lebih penting, karena setiap guru
wajib untuk membuat rincian tujuan yang ingin dicapai selama proses belajar-mengajar
berlangsung. Tiap guru harus detail dalam perencanaan pelaksanaan program belajar
mengajar. Setiap tatap muka telah di atur dan dijadwalkan sedari awal. Dengan
kurikulum ini semua proses belajar mengajar menjadi sistematis dan bertahap.
3. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung “process skill approach”. Proses menjadi lebih penting
dalam pelaksanaan pendidikan. Peran siswa dalam kurikulum ini menjadi mengamati
sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). CBSA memposisikan
guru sebagai fasilitator, sehingga bentuk kegiatan ceramah tidak lagi ditemukan dalam
kurikulum ini. Pada kurikulum ini siswa diposisikan sebagai subjek dalam proses
belajar mengajar. Siswa juga diperankan dalam pembentukkan suatu pengetahuan
dengan diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat, bertanya, dan
mendiskusikan sesuatu.
4. Kurilukum 1994
Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum
sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Pada kurikulum ini bentuk opresi
kepada siswa mulai terjadi dengan beratnya beban belajar siswa, dari muatan nasional
sampai muatan lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah
masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain.
Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu
tertentu masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi
kurikulum super padat. Siswa dihadapkan dengan banyaknya beban belajar yang harus
mereka tuntaskan, dan mereka tidak memiliki pilihan untuk menerima atau tidak
terhadap banyaknya beban belajar yang harus mereka hadapi.
Era reformasi telah memberikan ruang yang cukup besar bagi perumusan kebijakan-
kebijakan pendidikan baru yang bersifat reformatif dan revolusioner. Bentuk kurikulum
menjadi berbasis kompetensi. Begitu pula bentuk pelaksanaan pendidikan berubah dari
sentralistik (orde lama) menjadi desentralistik. Pada masa ini pemerintah menjalankan amanat
UUD 1945 dengan memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari
anggaran pendapatan belanja negara.
Dengan didasarkan oleh UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, yang
diperkuat dengan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah,
maka pendidikan digiring pada pengembangan lokalitas, di mana keberagaman sangat
diperhatikan. Masyarakat dapat berperan aktif dalam pelaksanaan satuan pendidikan.
Ada beberapa kesalahan dalam pengelolaan pendidikan pada masa ini, telah
melahirkan hasilnya yang pahit yakni:
1. Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global.
2) Kurikulum dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan potensi siswa (normal,
sedang, dan tinggi).
Secara umum KTSP tidak jauh berbeda dengan KBK namun perbedaan yang
menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada
desentralisasi sistem pendidikan. Pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan
kompetensi dasar, sedangkan sekolah dalam hal ini guru dituntut untuk mampu
mengembangkan dalam bentuk silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan
daerahnya.
Jadi pada kurikulum ini sekolah sebagai satuan pendidikan berhak untuk menyusun
dan membuat silabus pendidikan sesuai dengan kepentingan siswa dan kepentingan
lingkungan. KTSP lebih mendorong pada lokalitas pendidikan. Karena KTSP berdasar pada
pelaksanaan KBK, maka siswa juga diberikan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan
secara terbuka berdasarkan sistem ataupun silabus yang telah ditetapkan oleh masing-masing
sekolah.