Anda di halaman 1dari 2

Nama : Wahid Ghalieh Hermansyah

NIM : 18110117
Mata Kuliah : Sosiologi Pendidikan
Kelas : PAI-F
RESUME MATERI 4

Seorang kepala sekolah tentunya akan selalu berusaha dalam meningkatkan kualitas
dan produktifitas. Maka untuk melakukan usaha-usaha demikian secara maksimal, kepala
sekolah harus mampu menguasai gaya-gaya kepemimpinan diantaranya yaitu kepemimpinan
secara ekslusif, otokratik, pembina dan birokratif. Berikut merupakan penjelasannya:
1. Gaya kepemimpinan ekslusif yaitu kepala sekolah sebagai pimpinan sekolah
bertanggung jawab dalam memperhatikan secara seksama efektifitas, kinerja tiap
bawahannya secara individu dan juga selalu berorientasi terhadap kepentingan
organisasi.
2. Gaya kepemimpinan otokratik yang dimaksud adalah yang dilakukan dengan bijak,
yaitu kepala sekolah memahami secara baik tujuan serta visi kedepannya dan juga
mengetahui bagaimana langkah-langkah dalam mewujudkan tujuan tersebut.
3. Gaya kepemimpinan pembina yaitu kepala sekolah berusaha secara maksimal dalam
mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh setiap bawahannya.
4. Gaya kepemimpinan birokratif yaitu kepala sekolah sebagai pimpinan selalu
mengacu terhadap aturan-aturan dan SOP (Standar Operasional Prosedur).
Mengenai hubungan antara guru dan siswa, terdapat interaksi antara guru dan
murid. Di dalamnya ada bentuk komunikasi yang digunakan yaitu penyampaian secara lisan,
tertulis, komunikasi melalui media elektronik, komunikasi dalam aktivitas kelompok. Selain
hubungan dalam hal komunikasi, guru juga harus bisa membangkitkan motivasi belajar
peserta didik, memberikan umpan balik terhadap hasil belajar peserta didik. Sedangkan
sebagai murid, harus bisa kemudian bersikap hormat serta memuliakan guru dengan tidak
melakukan sesuatu yang tidak disukai guru atau menunjukkan sikap yang tidak baik.
Dalam lingkup sekolah terdapat juga pola hubungan antara guru dengan karyawan
lainnya di sekolah. Hubungan ini didasari atas beberapa hal, yang di antaranya adalah
berdasarkan informal dan formal. Dari segi informal terdapat beberapa hal yang mendasari
hubungan antar guru atau karyawan yaitu jenis kelamin, minat profesionalitas atau status
sosial. Dalam hubungan informal terdapat dasar bahwasannya tiap guru memiliki status
kedudukan yang dapat dibedakan dari kedudukan formalnya di sekolah. Sedangkan secara
umum, hubungan setingkat antar sesama guru ataupun siswa dengan sesama siswa juga.
Terdapat pola hubungan juga yang kemudian didasari pada setidaknya 4 dasar atau kondisi.
1. Status sosial, yaitu status kedudukan sosial seseorang di dalam kelompok
masyarakat. Bisa jadi siswa yang merupakan anak pejabat tentunya akan
membangun hubungan dengan sesamanya. Guru yang berpredikat sebagai seorang
PNS akan lebih dianggap tinggi dibandingkan guru honorer dan lain sebagainya
2. Intelektualitas, yaitu dari segi tingkat kecerdasan. Hal ini bisa kita lihat dari segi
kecerdasan akademik, maupun keaktifan pada kegiatan diluar jam pelajaran.
3. Jenjang kelas/tingkat jabatan. Seorang siswa kelas 3 akan kemudian memiliki pola
hubungan yang berbeda antara hubungannya dengan teman sejawat dan adik
kelasnya. Begitupun pada tingkat sesama guru, maka pola hubungan antara guru
senior dengan guru yang baru tentunya berbeda, sama halnya dengan penyikapan
terhadap tingkat jabatan serta kedudukan masing-masing guru.
4. Agama, yaitu kepercayaan individu orang yang kemudian memunculkan perbedaan
pola hubungan antara sesama guru atau siswa yang sama keyakinannya dengna
hubungan guru atau siswa dengan sesamanya namun berbeda keyakinan.

REFERENSI:
- Moh. Nur Hidayatullah dan Moh. Zaini Dahlan, Menjadi Kepala Sekolah Ideal,
Efektif dan Efisien (Malang: Literasi Nusantara Abadi, 2019)
- Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2016)

Anda mungkin juga menyukai