Anda di halaman 1dari 19

1

MAKALAH ILMU PENDIDIKAN ISLAM


“LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM”

Dosen Pengampu :
Dr. Amiruddin, MS. MA
Disusun Oleh Kelompok 7 :
1. M. Haddad Al-Qusyoi. Ar : 0304192048
2. Nur Amira Amanina Lubis : 0304192057
3. Khorunniswa Az-Zihra. T : 0304192090
4. Elvina Rosa Dilla : 0304192065
5. Khadimah Hriyanti. P : 0304192084
6. Liza Amalia : 0304192093
7. M. Farhan Husaini Siregar : 0304192074
8. Luthfi Abbas : 0304192058
9. Syella Ramadhani : 0304192063
TBI-2 / Semester 3
PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INGGRIS
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA

2020
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Lembaga Pendidikan Islam” ini.
Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, Nabi Muhammad
SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus berupa ajaran Islam yang
sempurna dan menjadi anugrah terbesar bagi seluruh alam semesta. Dan tak lupa kami sangat
berterimakasih kepada Bapak Dr. Amiruddin, MS. MA sebagai dosen “Ilmu Pendidikan
Islam”.
Kami pun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran
demi perbaikan makalah yang akan kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Mudah-mudahan makalah sederhana ini dapat dipahami dan menjadi referensi oleh
semua orang khususnya bagi para pembaca. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya jika
terdapat kata-kata yang kurang berkenan.

Medan, November 2020


 
3

Penulis

Daftar Isi

Cover.................................................................................................................................1
Kata Pengantar................................................................................................................2
Daftar Isi...........................................................................................................................3
BAB I : Pendahuluan......................................................................................................4
A. Latar Belakang.......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................4
C. Tujuan....................................................................................................................4
BAB II : Pembahasan......................................................................................................5
Lembaga Pendidikan Islam...............................................................................................5
A. Pendidikan Keluarga Dalam Islam...............................................................................5
B. Pendidikan Di Sekolah..................................................................................................7
1. Hakikat Pendidikan.............................................................7
2. Pendidik Dalam Pendidikan Di Sekolah.............................7
3. Peserta Didik Dalam Pendidikan Di Sekolah......................9
4. Kurikulum Dalam Pendidikan Di Sekolah..........................9
5. Saat Mengirim Anak Ke Sekolah.......................................9

C. Majelis Taklim Sebagai Lembaga Pendidikan Masyarakat Islam..........................10


D. Madrasah.................................................................................................................13
1. Pengertian Madrasah..........................................................................................13
2. Ciri-Ciri Madrasah..............................................................................................13
3. Jenis-Jenis Madrasah..........................................................................................14

E. Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam.........................................................15


BAB III : Penutup........................................................................................................18
1. Kesimpulan......................................................................................................18
2. Saran................................................................................................................18
Daftar Pustaka...............................................................................................................19
4

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lembaga pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam mencapai
keberhasilan proses pendidikan karena lembaga berfungsi sebagai mediator dalam mengatur
jalannya pendidikan. Dan pada zaman sekarang ini tampaknya tidaklah disebut pendidikan
jika tidak ada lembaganya.
Lembaga pendidikan dewasa ini juga sangat mutlak keberadaannya bagi kelancaran
proses pendidikan. Apalagi lembaga pendidikan itu dikaitkan dengan konsep islam. Lembaga
pendidikan islam merupakan suatu wadah dimana pendidikan dalam ruang lingkup keislaman
melaksanakan tugasnya demi tercapainya cita-cita umat islam.
Keluarga, masjid, pondok pesantren dan madrasah merupakan lembaga-lembaga
pendidikan islam yang mutlak diperlukan di suatu negara secara umum atau disebuah kota
secara khususnya, karena lembaga-lembaga itu ibarat mesin pencetak uang yang akan
menghasilkan sesuatu yang sangat berharga, yang mana lembaga-lembaga pendidikan itu
sendiri akan mencetak sumber daya manusia yang berkualitas dan mantap dalam aqidah
keislaman. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas masalah yang berkaitan
dengan lembaga pendidikan islam tersebut, yaitu terkait konsep dan jenis-jenis Lembaga
Pendidikan Islam.
B. Rumusan Masalah
- Bagaimana Pendidikan Keluarga dalam Islam?
- Bagaimana Pendidikan di Sekolah?
- Apa itu Madrasah?
- Bagaimana Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam?
- Bagaimana Majelis Taklim Sebagai Lembaga Pendidikan Masyarakat?
C. Tujuan
- Menjelaskan Pendidikan Keluarga dalam Islam.
- Menjelaskan Pendidikan di Sekolah.
- Menjelaskan apa itu Madrasah.
- Menjelaskan Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan Islam.
5

- Menjelaskan Majelis Taklim sebagai Lembaga Pendidikan Masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN

Lembaga Pendidikan Islam


Secara etimologi lembaga adalah asal sesuatu, acuan, sesuatu yang memberi bentuk
pada yang lain, badan atau organisasi yang bertujuan mengadakan suatu penelitian keilmuan
atau melakukan sesuatu usaha.
Secara terminologi, Amir Daiem mendefinisikan lembaga pendidikan dengan orang
atau badan yang secara wajar mempunyai tanggung jawab terhadap pendidikan. Rumusan
definisi yang dikemukakan Amir Daiem ini memberikan penekanan pada sikap tanggung
jawab seseorang terhadap peserta didik, sehingga dalam realisasinya merupakan suatu
keharusan yang wajar bukan merupakan keterpaksaan.

A. Pendidikan Keluarga Dalam Islam


Dalam Islam, keluarga dikenal dengan istilah usrah, nasl, ‘ali, dan nasb.
Keluarga dapat diperoleh melalui keturunan (anak, cucu), perkawinan (suami, istri),
persusuan, dan pemerdekaan. (Ramayulis). Pentingnya serta keutamaan keluarga
sebagai lembaga pendidikan islam disyaratkan dalam Alquran: “Hai orang-orang
yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”.(QS. At-Tahrim:
6).
Sebagai pendidik anak-anaknya, ayah dan ibu memiliki kewajiban dan
memiliki bentuk yang berbeda karena keduanya berbeda kodrat. Ayah berkewajiban
mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhaan keluarganya melalui pemanfaatan
karunia Allah Swt. di muka bumi (QS. Al-Jumu’ah: 10) dan selanjutnya dinafkahkan
pada anak istrinya (QS. al-Baqarah: 228 dan 233). Kewajiban ibu adalah menjaga,
memelihara dan mengelola keluarga di rumah suaminya, terlebih lagi mendidik dan
merawat anaknya. Dalam sabda Nabi saw. dinyatakan: “Dan perempuan adalah
pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanyai dari pimpinannya itu” (HR. Bukhari-
Muslim).
Sebagai pendidikan yang pertama dan utama, pendidikan keluarga dapat
mencetak anak agar mempunyai kepribadian yang kemudian dapat dikembangkan
6

dalam lembaga lembaga berikutnya, sehingga wewenang lembagalembaga tersebut


tidak diperkenankan mengubah apa yang bdul telah dimilikinya, tetapi cukup dengan
mengombinasikan antara pendidikan yang diperoleh dari keluarga dengan pendidikan
lembaga tersebut, sehingga masjid, pondok pesantren dan sekolah merupakan tempat
peralihan dari pendidikan keluarga.
Secara umum, kewajiban orang tua pada anak-anaknya adalah sebagi berikut:

 Mendo’akan anak-anaknya dengan do’a yang baik. (QS. al- Furqan: 74).
 Memelihara anak dari api neraka. (QS. at-Tahrim: 6).
 Menyerukan shalat pada anaknya. (QS. Thaha: 132).
 Menciptakan kedamaian dalam rumah tangga. (QS. an- Nisa’: 128).
 Mencintai dan menyayangi anak-anaknya. (QS. ali Imran: 140).
 Bersikap hati-hati terhadap anak-anaknya. (QS. al- Taghabun: 14).
 Mencari nafkah yang halal. (QS. al-Baqarah: 233).
 Mendidik anak agar berbakti pada bapak-ibu (QS. an- Nisa’: 36, al-An’am:
151, al-Isra’ 23) dengan cara mendo’akannya yang baik.
 Memberi air susu sampai 2 tahun. (QS. al-Baqarah: 233).206

Peranan para orang tua sebagai pendidik adalah:

 Korektor, yaitu bagi perbuatan yang baik dan yang buruk agar anak memiliki
kemampuan memilih yang terbaik bagi kehidupannya.
 Inspirator, yaitu yang memberikan ide-ide positif bagi pengembangan
kreativitas anak.
 Informator, yaitu memberikan ragam informasi dan kemajuan ilmu
pengetahuan kepada anak agar ilmu engetahuan anak didik semakin luas dan
mendalam.
 Organisator, yaitu memiliki keampuan mengelola kegiatan pembelajaran anak
yang baik dan benar.
 Motivator, yaitu mendorong anak semakin aktif dan kreatif dalam belajar.
 Inisiator, yaitu memiliki pencetus gagasan bagi pengembangan dan kemajuan
pendidikan anak.
 Fasilitator, yaitu menyediakan fasilitas pendidikan dan pembelajaran bagi
kegiatan belajar anak.
7

 Pembimbing, yaitu membimbing dan membina anak ke arah kehidupan yang


bermoral, rasional, dan berkepribadian luhur sesuai dengan nilai-nilai ajaran
islam dan semua norma yang berlaku di masyarakat.

B. Pendidikan Di Sekolah

1. Hakekat Pendidikan

Pendidikan sudah menjadi kebutuhan pokok bagi manusia. Oleh sebab itu, manusia
tidak mengetahui sesuatu apapun sejak dilahirkan. Pernyataan ini sesuai dengan firman Allah
SWT dalam Q.S.58:2, yang artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu, tidak
mengetahui sesuatu.” Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Menurut
Jalaluddin bagi manusia yang hidup di lingkungan masyarakat yang masih sederhana
pendidikan dilakukan langsung oleh para orang tua. Pendidikan akan dinilai rampung bila
anak mereka sudah menginjak usia dewasa, siap untuk berumah tangga dan mampu mandiri
setelah menguasai sejumlah keterampilan praktis sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan hidup
di masyarakat lingkungannya. Makin sederhana masyarakatnya, makin sedikit tuntutan
kebutuhan akan keterampilan yang perlu dikuasainya.

Tujuan pendidikan yang dilaksanakan, yaitu memberi bimbingan supaya dapat hidup
mandiri. Masyarakat primitif, pendidikan dilakukan melalui pergaulan dan pengalaman yang
diterima anak, orangtua, dan masyarakat sekitar. Sedangkan masyarakat modern, pendidikan
sudah menjadi pranata moral yang terorganisir dengan baik. Mulanya, istilah pendidikan
berarti bimbingan yang diberikan terhadap anak didik oleh orang dewasa agar ia menjadi
dewasa. Dalam perkembangan selanjutnya, pendidikan berarti usaha yang dijalankan oleh
seseorang atau beberapa orang, tujuannya agar menjadi dewasa, mencapai tingkat hidup yang
lebih tinggi. Dan akhirnya, pendidikan berarti suatu usaha yang sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran supaya peserta didik secara aktif
mengembangkan potesnsi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan untuk dirinya,
masyarakat dan Negara.1

2. Pendidik Dalam Pendidikan Di Sekolah

Pembahasan sebelumnya sudah kita singgung mengenai tujuan dari pendidikan.


Bahwa pendidik mempunyai tanggung jawab yang besar untuk menjadikan peserta didik agar
1
Prof. Dr. H. Ramayulis, “Ilmu Pendidikan Islam”, (Jakarta:Kalam Mulia, 2002), h. 28, 29, 30.
8

berhasil sesuai tujuan tersebut. Keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan sangat kursial.
Karena kewajibannya tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga dituntut untuk
memberikan nilai-nilai etika, estetika sosial, ekonomi, politik, nilai ilahiyah, dan lain
sebagainya.

Hal ini merupakan tanggung jawab yang berat di tengah kehidupan masyarakat yang
kompleks apalagi pada era sekarang ini. Hal ini akan semakin berat jika masyarakat
memandang rendah kedudukan pendidik di sekolah. Profesi pendidik dari segi materil kurang
menguntungkan. Karena sebagian masyarakat sekarang ini dipengaruhi oleh paham
materialisme yang menyebabkan mereka bersifat materialistik. Pendidik di lembaga
pendidikan persekolahan disebut dengan guru (Guru Madrasah, Guru TK, Guru SMP, Guru
SMA, dan sampai Dosen di Perguruan Tinggi). Guru tidak hanya menerima amanat dari
orang tua untuk mendidik, melainkan juga dari setiap orang yang memerlukan bantuan untuk
mendidiknya. Sebagai pemegang amanat, guru bertanggung jawab atas amanat yang
diserahkan kepadanya. Sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. an-Nisa’: 58, yang artinya:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Dalam ajaran Islam pendidik sangatlah dihargai kedudukannya. Hal ini dijelaskan
oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW. Banyak Qur’an dan Hadis membahas tentang
kedudukan pendidik. Hal ini beralasan bahwa dengan pengetahuan dapat menghantarkan
manusia untuk semakin dekat dengan Allah SWT. Al-Ghazali mengkhususkan guru dengan
dengan sifat-sifat kesucian dan kehormatan dan menempatkan guru langsung sesudah
kedudukan Nabi. Al-Ghazali mengungkapkan, “Seseorang yang berilmu dan kemudian
mengamalkan ilmunya itu, dialah yang disebut dengan orang besar di semua kerajaan langit,
dia bagaikan matahari yang menerangi alam sedangkan ia mempunyai cahaya dalam dirinya,
seperti minyak kasturi yang mengharumi orang lain karena ia harum. Seseorang yang
menyibukkan dirinya dalam mengajar berarti dia telah memilih pekerjaan yang terhormat.
Oleh karena itu, hendaklah seorang guru merhatikan dan memelihara adab dan sopan santun
dalam tugasnya sebagai seorang pendidik”. Rasulullah SAW adalah sosok pendidik yang
sangat baik untuk dijadikan contoh karena sosok beliau merupakan seorang pendidik yang
agung dan memiliki metode pendidikan yang bagus. Pendidik itu mereka bertugas untuk
9

membina, mengarahkan, mendidik peserta didik, dan lainnya. Oleh sebab itu, pendidik
berhak untuk mendapatkan gaji dan mendapatkan penghargaan.

Kode etik pendidik di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang pokok-pokok kepegawaian sebagai pedoman sikap tingkah laku di dalam dan di luar
kedinasan bagi pendidik. Kode etik guru harus dilaksnakan oleh guru dalam melaksanakan
tugasnya dalam masyarakat. Adanya guru dalam proses pembelajaran mempunyai peran yang
sangat penting. Peran itu belum dapat digantikan dengan teknologi. Di sekolah seorang guru
menjadi pedoman bagi murid-muridnya, di masyarakat seorang guru dipandang sebagai
contoh yang baik bagi warga masyarakat.2

3. Peserta Didik Dalam Pendidikan Di Sekolah

Menurut Pasal 1 ayat 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003


Tentang Sistem Pendidikan Nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan
tertentu. Banyak kebutuhan peserta didik yang harus dipenuhi oleh pendidik, yaitu:
kebutuhan fisik, kebutuhan sosial, kebutuhan untuk mendapatkan status, kebutuhan mandiri,
kebutuhan untuk berprestasi, kebutuahan ingin disayangi, kebutuhan untuk curhat, kebutuhan
untuk memiliki filsafat hidup, kebutuhan untuk beragama. Al-Ghazali merumuskan ada
beberapa kewajiban peserta didik, yaitu: Belajar, bersikap rendah hati, bersungguh-sungguh,
harus tunduk pada nasihat pendidik.3

4. Kurikulum Dalam Pendidikan Di sekolah

Kurikulum adalah komponen yang sangat menentukan dalam suatu sistem


pendidikan, dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua jenis
dan tingkat pendidikan. Dengan memahami kurikulum, para pendidik dapat memilih dan
menentukan tujuan pembelajaran, metode, teknik, media pengajaran dan alat evaluasi
pengajaran yang sesuai. Oleh karena itu, sudah sewajarnya para pendidik dan tenaga
kependidikan harus memahami kurikulum serta berusaha mengembangkannya.4

5. Saat Mengirim Anak Ke Sekolah

2
Prof. Dr. H. Ramayulis, “Ilmu Pendidikan Islam”, (Jakarta:Kalam Mulia, 2002), h. 101-109, 112-114, 123.,
3
Prof. Dr. H. Ramayulis, “Ilmu Pendidikan Islam”, (Jakarta:Kalam Mulia, 2002), h. 133-137, 182.
4
Prof. Dr. H. Ramayulis, “Ilmu Pendidikan Islam”, (Jakarta:Kalam Mulia, 2002), h. 229-230.
10

Menurut Asma Hasan Fahmi (1979), sebenarnya yang wajib mengajari anak adalah
orang tuanya sendiri. Sayangnya, dengan berbagai alasan, orang tua terpaksa mengirimkan
anaknya ke sekolah. Bahwa pada orang tua pada zaman dahulu tidak mempertimbangkan
umur yang tertentu untuk mengantarkan anaknya ke sekolah. Di Indonesia, orang tua boleh
mengirimkan anaknya ke SD ketika anak tersebut berusia 6 tahun, dan mereka mendidik
anaknya di TK selama dua tahun, ketika usia anak empat sampai lima tahun.

Sekarang ini mengirimkan anak ke sekolah suatu hal yang tidak dapat dihindari.
Banyak orang tua yang merasa tugasnya terhadap anak telah usai bila ia telah menyekolahkan
anaknya ke sekolah. Ini suatu kekeliruan yang fatal. Sekolah sebenarnya hanya membina
pada aspek jasmani dan akal. Orang tua lah yang memiliki banyak sekali peluang untuk
membina anak. Menyerahkan seratus persen pendidikan (kesusilaan) ke sekolah merupakan
kekeliruan besar.5

C. Majelis Taklim Sebagai Lembaga Pendidikan Masyarakat Islam

Masyarakat merupakan kumpulan individu dan kelompok yang terikat oleh kesatuan
bangsa, negara, kebudayaan dan agama. Setiap masyarakat, memiliki cita-cita yang
diwujudkan melalui peraturan peraturan dan sistem kekuasaan tertentu. (Langgulung,
1988:14). Islam tidak memebebaskan manusia dari tanggung jawabnya sebagai anggota
masyarakat, dia merupakan bagian yang integral sehingga harus tunduk pada norma-norma
yang berlaku dalam masyarakatnya. Begitu juga dengan tanggungjawabnya dalam
melaksanakan tugas-tugas kependidikan.

Majlis taklim berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata majelis dan talim. Majelis
artinyatempat dan talim artinya pengajaran ataupengajian.Dengan demikian secara bahasa
majelis taklim berarti tempat untuk melaksanakan pengajaran atau pengajian agama Islam.
(Pedoman Majelis Taklim, 1984:5). Menurut Alawiyah (1997:75) pada umumnya majelis
taklim adalah lembaga swadaya masyarakat murni. la dilahirkan, dikelola, dipelihara,
dikembangkan dan didukung oleh anggotanya. Kehadirannya merupakan kebutuhan
masyarakat sendiri baik material, mental maupun spritual.

Dilihat dari segi historis Islami, majelis taklim dengan dimensinya vang berbeda-beda
telah berkembang sejak zaman Rasulullah SAW. Pada saat itu muncullah berbagai jenis

5
Dr. Ahmad Tafsir, “Ilmu Pendidikan Dalam Perpektif Islam”, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2019)), h. 185.
11

kelompok pengajian suka rela, tanpa bayaran yang disebut halaqah yaitu kelompok pengajian
di masjid Nabawi atau Al-Haram, biasanya ditandai dengan salah satu pilar masjid untuk
tempat berkumpulnya peserta kelompok masing-masing dengan seorang sahabat yaitu ulama
terpilih (Arifin, 1991:110). Keberadaan majelis taklim di tengah-tengah masyarakat
membawa peran tersendiri yang esensi utamanya dalam proses kegiatan sebagai berikut:

 Majelis taklim adalah lembaga pendidikan nonformal Islam.


 Waktu belajarnya berkala tapi teratur, tidak setiap hari seperti sekolah atau
madrasah.
 Pengikutnya disebut jama'ah (orang banyak).
 Tujuannya lebih khusus lagi, yaitu langsung dikaitkan dengan
memasyarakatkan ajaran Islam.

Sejalan dengan hal di atas Alawiyah (1997:78) mengemukakan ada tiga tujuan majelis
taklim, yaitu:

 Berfungsi sebagai tempat belajar, maka tujuannya untuk menambah ilmu dan
keyakinan agama, yang akan mendorong pengamalan agama.
 Berfungsi sebagai tempat kontak sosial maka tujuannya silaturrahmi.
 Berfungsi mewujudkan minat sosial maka tujuannya meningkatkan kesadaran dan
kesejahteraan rumah tangga dan lingkungan jamaahnya.

Dari lintasan sejarah jelas ditunjukkan Rasulullah SAW sendiri tentang


penyelenggaraan sistem taklim secara periodik. Di rumah sahabat al Arqam di Mekkah yang
pesertanya tidak dibatasi olch faktor usia, lapisan rasial Fenomena ini menunjukkan bahwa
majelis taklim sebagai proses dan lembaga pendidikan Islam pada masa awal perkembangan
Islam dapat dikategorikan pendidikan Islam nonformal, yaitu suatu pendidikan yang secara
sengaja di luar sekolah yang tidak terikat pada jenjang-jenjang pendidikan (Indrakesuma,
tt:43). Di kalangan anak-anak pada waktu itu dikembangkan kelompok pengajian khusus
disebut dengan istilah al-Kuttab yang di dalamnya diajarkan membaca al-Qur'an sebagai cikal
bakal bentuk lembaga pendidikan formal dalam dunia Islam. Disamping diajarkan membaca
al Qur'an juga diajarkan ilmu-ilmu agama, seperti Fiqh, Ilmu Tauhid, Akhlak dan sebagainya.

Dalam rangka pengembangan majelis taklim sebagai sarana pendidikan Islam


khususnya pendidikan nonformal, setidaknya ada beberapa ciri majelis taklim yang perlu
diperhatikan, diantaranya:
12

 Kelembagaannya lebih bersifat nonformal dan merupakan perwujudan


kerjasama sesama umat Islam.
 Tempat berkumpul dan belajarnya masyarakat Islam untuk tujuam mendalami
ajaran agama.
 Keanggotaannya yang homogen dilihat dari paham keagamaan sehingga
perwujudan ukhuwah Islamiyah dan pengajaran bagi keluhuran pribadi
muslim.
 Adanya azas musyawarah.
 Pengaruh teologis. Dalam kegiatan majelis taklim difokuskan pada
pengajaran ilmu-ilmu agama Islam, terutama dalam aspek-aspek vang pokok,
seperti akidah, ibadah, akhlak dan muamalah.

Ada beberpa metode pembelajaran dalam Islam yang dapat digunakan dalam majelis
taklim, yaitu:

 Metode Hiwar (percakapan) Our'ani dan Nabawi.


 Metode Qisah Qur'ani dan Nabawi.
 Metode Amtsal (perumpamaan Qur'ani dan Nabawi).
 Metode Keteladanan.
 Metode Pembiasaan.
 Metode Ibrah dan Mau'izah.
 Metode Targhib dan Tarhib. (An-Nahlawi, 1990:283).

Selanjutnya secara umum dikemukakan Alawiyah (1997:80) metode pembelajaran


dalam majelis taklim mencakup membaca, bersama menirukan, ceramah,dan tanya jawab.
Sebagai institusi keagaman Islam, sistem majelis taklim adalah melekat pada agama Islam itu
sendiri dan merupakan salah satu struktur kegiatan dakwah dan tabligh yang wajib
dilaksanaakan sesuai perintah agama secara teratur dan periodik. Dalam mengantisipasi
budaya global, sudah saatnya pengembangan majelis taklim tidak hanya berfungsi sebagai
wahana dakwah bil lisan, tetapi idealnya juga diarahkan menjalankan multi fungsi.
Setidaknya benar-benar diarahkan sebagai pusat kekuatan ukhuwah dan diniyah yang
diproyeksikan dalam fungsi- fungsi, yaitu:

 Membina dan mengembangkan ajaran Islam dalam rangka membentuk masyarakat


yang bertaqwa kepada Allah SWT.
13

 Sebagai taman rekreasi rohaniah, karena penyelenggaraannya yang santai.


 Sebagai momen berlangsungnya silaturrahmi massal yang dapat menghidup suburkan
dakwah dan ukhuwah Islamiyah.
 Sebagai sarana dialog berkesinambungan antara ulama dan umara dengan umat.
 Sebagai media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan
bangsa pada umumnya, dengan melalui penyebaran bulletin, majalah dan buku-buku
keagamaan guna menciptakan masyarakat berilmu dan terpelajar.

Dengan pengembangan fungsi sebagaimana dikemukakan di atas, maka keberadaan


majelis taklim sebagai lembaga pendidikan Islam akan semakin dirasakan masyarakat
manfaatnya. Terutama dalam memfungsikannya sesuai dengan tuntutan kebutuhan
masyarakat dan dinamika perkembangan zaman masa kini dan mendatang.

C. Madrasah

1. Pengertian Madrasah

Kata “Madrasah” berasal dari kata “darasa – yadrusu – darsan wa darusan wa


dirasatan” yang berarti tempat belajar, terhapus, hilang bekasnya, menghapus, menjadikan
using, melatih dan mempelajari. Dilihat dari pengertian ini, maka madrasah berarti tempat
untuk mencerdaskan peserta didik, menghilangkan ketidaktahuan, memberantas kebodohan,
serta melatih keterampilan mereka sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan peserta didik.
Istilah madrasah telah menyatu dengan istilah sekolah atau perguruan, terutama perguruan
tinggi islam.

Madrasah tidak lain adalah kata lain sekolah, artinya tempat belajar. Lahirnya
madrasah merupakan kelanjutan dunia pesantren yang didalamnya terdapat unsur-unsur
pokok dari pesantren. Unsur-unsur tersebut ialah; kyai, santri, pondok, masjid, pengajian
kitab dan lain sebagainya. Unsur-unsur yang diutamakan di madrasah yaitu pimpinan (kepala
sekolah), guru, siswa, media pembelajaran (perangkat keras dan perangkat lunak) serta mata
pelajaran agama islam. Pengetahuan dan keterampilan peserta didik akan cepat berkembang
dengan percepatan kemajuan iptek dan berkembangnya zaman, sehingga madrasah pada
dasarnya sebagai wahana untuk mengembangkan kepekaan intelektual dan informasi, serta
memperbaharui pengetahuan, sikap dan keterampilan serta berkelanjutan.
14

2. Ciri-Ciri Madrasah

 Mata pelajarannya tentang keagamaan, yang dijabarkan ke beberapa mata pelajaran,


yaitu: Al-qur’an Hadist, Aqidah Akhlak, Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam, dan
Bahasa Arab, sehingga mata pelajaran pendidikan islam lebih banyak.
 Suasana keagamaannya, yang berupa suasana kehidupan madrasah yang agamis,
adanya sasaran ibadah, penggunaan metodenya yang agamis dalam penyajian bahan
pelajaran bagi setiap mata pelajaran yang memungkinkan dan kualifikasi guru yang
harus beragama islam dan berakhlak mulia.
 Di madrasah, para siswinya memakai jilbab dan siswanya memakai celana panjang,
sedangkan pada sekolah non madrasah para siswinya memakai celana pendek untuk
tingkat SLTP, sedangkan pada tingkat SMU siswanya memakai celana panjang dan
siswinya memakai rok dan boleh juga memakai kerudung. Di madrasah apabila siswa-
siswinya berjumpa dengan siswa-siswi lain, atau berjumpa dengan guru, kepala
sekolah, dan tenaga pendidik lainnya maka mereka akan mengucapkan salam
(Assalamu’alaikum). Sedangkan disekolah non madrasah bisa bermacam-macam, ada
selamat pagi, selamat siang, dan ada yang saling mengucapkan salam.

3. Jenis-Jenis Madrasah
Madrasah terdiri dari berbagai jenis, yaitu:
 Pendidikan dasar. Merupakan jenjang yang melandasi jenjang pendidikan dasar yang
berbentuk Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang sederajat dengan Sekolah Dasar (SD).
Madrasah Ibtidaiyah adalah lembaga yang memberikan pengajaran rendah serta
menjadikan mata pelajaran agama islam sebagai mata pelajaran dasar.
 Pendidikan menengah pertama. Berbentuk Madrasah Tsanawiyah (MTS) yang
sederajat dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
 Madrasah Aliyah. Merupakan lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan
pengajaran tingkat menengah yang terdiri dari pendidikan menengah umum dan
menengah kejuruan, pendidikan menengah berbentuk Madrasah Aliyah (MA),
Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) dan bentuk lain yang sederajat.
 Madrasah Diniyah. Merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran agama islam yang
berfungsi terutama untuk memenuhi hasrat orangtua agar anak-anaknya lebih banyak
mendapat pendidikan agama islam. Madrasah Diniyah dalam arti lain suatu bentuk
15

madrasah yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama. Madrasah ini dimaksudkan


sebagai lembaga pendidikan agama yang disediakan bagi siswa yang belajar di
sekolah umum.6

E. Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam

Kehadiran kerajaan Bani Umaiyah menjadikan pesatnya ilmu pengetahuan, sehingga


anak anak masyarakat Islam tidak hanya belajar di masjid tetapi juga pada lembaga-lembaga
yang ketiga, yaitu “kuttab” (pondok pesantren). Kuttab, dengan karateristik khasnya,
merupakan wahana dan lembaga pendidikan Islam yang semula sebagai lembaga baca dan
tulis dengan sistem halaqah (sistem wetonan). Pada tahap berikutnya kuttab mengalami
perkembangan pesat karena didukung oleh dana dari iuran masyarakat serta adanya rencana-
rencana yang harus dipatuhi oleh pendidik dan peserta didik.

Di Indonesia, istilah kuttab lebih dikenal dengan istilah “pondok pesantren” yaitu
suatu lemabaga pendidikan Islam yang di dalamnya terdapat seorang kiai (pendidik) yang
mengajar dan mendidik para santri (peserta didik) dengan sarana masjid yang digunakan
untuk menyelenggarakan pendidikan tersebut, serta didukung adanya pemondokon atau
asrama sebagai tempat tinggal para santri. Menurut para ahli pesantren baru dapat disebut
pesantren bila memenuhi lima syarat, yaitu: (1) ada kiai, (2) ada pondok, (3) ada masjid, (4)
ada santri, (5) ada pelajaran membaca kitab kuning.

Tujuan terbentuknya pondok pesantren adalah:

 Tujuan umum, yaitu membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang
berkepribadian Islam, yang dengan ilmu agamanya ia sanggup menjadi mubalig
Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya,
 Tujuan khusus, yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam
ilmu agama yang diajarkan oleh kiai yang bersangkutan serta dalam mengamalkan
dan mendakwahkannya dalam masyarakat.7

Sebagai lembaga yang tertua, sejarah perkembangan pondok pesantren memiliki


model-model pengajaran yang bersifat nonklasikal, yaitu model sistem pendidikan dengan
metode pengajaran wetonan dan serogan. Di Jawa Barat, metode tersebut diistilahkan dengan
benndungan, sedangkan di Sumatera digunakan istilah halaqah.

6
Ilmiyah, “Pengertian Madrasah”(http://scanzovarious09.blogspot.com/2016/09/pengertian-madrasah.html?m=1 Diakses pada 18
September 2016)
7
Nata, Ilmu Pendidikan, h. 195.
16

 Metode wetonan (halaqah). Metode yang di dalamnya terdapat seorang kiai yang
membaca suatu kitab dalam waktu tertentu, sedangkan santrinya membawa kitab
yang sama lalu santri mendengar dan menyimak bacaan kiai. Metode ini dapat
dikatakan sebagai proses belajar mengaji secara kolektif.
 Metode serogan. Metode yang santrinya cukup pandai men- sorog-kan
(mengajukan) sebuah kitab kepada kiai untuk dibaca dihadapannya, kesalahan
dalam bacaannya itu langsung dibenari kiai. Metode ini dapat dikatakan sebagai
proses belajar mengajar individual.

Ciri-ciri khusus dalam pondok pesantren adalah isi kurikulum yang dibuat terfokus
pada ilmu-ilmu agama,misalnya ilmu sintaksis Arab, morfologi Arab, hukum Islam, sistem
yurisprudensi Islam, Hadis, tafsir Alquran, teologi Islam, tasawuf, tarikh, dan retorika. Dan
literatur ilmu-ilmu tersebut memakai kitab-kitab klasik yang disebut dengan istilah “kitab
kuning”.8

Pada tahap selanjutnya, pondok pesantren mulai menampakkan eksistensinya sebagai


lembaga pendidikan Islam yang terdapat, yaitu di dalamnya didirikan sekolah, baik formal
maupun nonformal. Akhir-akhir ini pondok pesantren mempunyai kecenderungan-
kecenderungan baru dalam rangka inovasi terhadap sistem yang selama ini digunakan, yaitu:

 Mulai akrab dengan metodelogi modern.


 Semakin berorientasi pada pendidikan yang fungsional, artinya terbuka atas
perkembangan di luar dirinya.
 Diversifikasi program dan kegiatan makin terbuka dan ketergantungannya
dengan kiai tidak absolute, dan sekaligus dapat membekali para santri dengan
berbagai pengetahuan di luar mata pelajaran agama maupun keterampilan
yang diperlukan di lapangan kerja
 Dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat.

Di pihak lain, pondok pesantren kini mengalami transformasi kultur, sistem dan nilai.
Pondok pesantren yang dikenal dengan salafiyah (kuno) kini telah berubah menjadi
khalafiyah (modern). Transformasi tersebut sebagai jawaban atas kritik-kritik yang diberikan
pada pesantren dalam arus transformasi ini, sehingga dalam sistem dan kultur pesantren
terjadi perubahan yang drastis, misalnya:

8
Mujib dan Jusuf, Ilmu Pendidikan, h. 234.
17

 Perubahan sistem pengajaran dari perseorangan atau serogan menjadi sistem


klasikal yang kemudian kita kenal dengan istilah madrasah (sekolah).
 Pemberian pengetahuan umum disamping masih mempertahankan pengetahuan
agama dan bahasa arab.
 Bertambahnya komponen pendidikan pondok pesantren, misalnya keterampilan
sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat sekitar, kepramukaan untuk
melatih kedisiplinan dan pendidikan agama, kesehatan dan olahraga, serta
kesenian yang islami.
 Lulusan pondok pesantren diberikan syahadah (ijazah) sebagai tanda tamat dari
pesantren tersebut dan ada sebagian syahadah tertentu yang nilainya sama dengan
ijazah negeri.9

BAB III
9
Ibid., h. 234.
18

PENUTUP
1. Kesimpulan
Lembaga pendidikan Islam adalahtempat berlangsungnya proses pendidikan
Islam bersama dengan proses pembudayaan serta dapat mengikat individu yang berda
dalamnaungannya, sehingga lembaga ini mempunyai kekuatan hukum.
Pendidikan Islam yang berlangsung melalui proses operasional menuju
tujuannya, memerlukan sistem yang konsistem dan dapatmendukung nilai-nilai moral
apiritual yang melandasinya. Nilai-nilaitersebut diaktualisasikan berdasarkan otentasi
kebutuhan perkembanganfitrah siswa yang dipadu dengan pengaruh lingkungan
kultural yang ada.
Lembaga pendidikan Islam secara umumbertujuan untuk meningkatkan
keimanan, pemahaman, penghayalan danpengalaman peserta didik tentang agama
Islam, sehingga menjadi manusiamuslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah
SWT serta berakhlakmulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat berbangsa dan
bernegara.
Tugas lembaga pendidikan pada intinya adalah sebagai wadah
untukmemberikan pengarahan, bimbingan dan pelatihan agar manusia dengansegala
potensi yang dimilikinya dan dapat dikembangkan dengan sebaikbaiknya.Tugas
lembaga pendidikan Islam yang terpenting adalah dapatmengantarkan manusia
kepada misi penciptaannya sebagai hamba Allahsebagai kholifah fi Al-Ardhi, yaitu
seorang hamba yang mampu beribadahdengan baik dan dapat mengembangkan
amanah untuk menjaga dan untukmengelolah dan melesarikan bumi dengan
mewujudkan kebahagiaan dankesejahteraan seluruh alam.

2. Saran
Sebaiknya kementrian agama lebih memperhatikan lembaga pendidikan islam karena
faktor penghambatnya diantaranya: Tenaga pendidikan yang kurang profesional, Lingkungan
yang tidak agamis, Sarana dan prasarana yang tidak lengkap, Antusiasme serta kepercayaan
masyarakat semakin menurun karena kebanyakan masyarakat sudah semakin sempit
pemahamannya mengenai pentingnya lembaga pendidikan islam.

Daftar Pustaka
19

1. Syafaruddin, dkk. “Ilmu Pendidikan Islam”. (Jakarta: Hajri Pustaka


Utama), 2019.
2. Dr. Zakiah Daradjat, dkk. “Ilmu Pendidikan Islam”. (Jakarta: PT Bumi
Aksara), 2018.
3. Dr. Ahmad Tafsir. “Ilmu Pendidikan Islam”. (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya), 2019.
4. Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si. “Ilmu Pendidikan Islam”. (Bandung,
CV Pustaka Setia), 2012.
5. Prof. Dr. H. Ramayulis. “Ilmu Pendidikan Islam”. (Jakarta: Kalam
Mulia), 2002.
6. Ilmiyah, “Pengertian
Madrasah”(http://scanzovarious09.blogspot.com/2016/09/pengertian-
madrasah.html?m=1 Diakses pada 18 September 2016).

Anda mungkin juga menyukai