Anda di halaman 1dari 13

Farmakologi Sosial_RINA YUNIARTI, S.Farm, Apt.

Mekanisme Absorpsi
1. Difusi Pasif
Zat aktif dapat melarut dalam konstituen membraner pelaluan terjadi menurut suatu
gradient atau perbedaan (konsentrasi atau elektrokimia-potensial kimia), tanpa
menggunakan energi atau kekuatan sampai di suatu keadaan kesetimbangan di kedua
sisi membrane.
Obat harus larut dalam air dari pada tempat absorpsi melewati membrane semi
permeable, obat tidak terionisir dan bukan metabolit (=obat tidak berubah ) → ion
tidak larut dalam lipid sehingga tidak dapat menembus membran.
Gaya pendorong (driving force) untuk perpindahan solute kompartemen luar ke
kompartemen dalam ialah gradient konsentrasi yaitu perbedaan konsentrasi di kedua
sisi membran.
Difusi pasif ditekankan pada:
Proses difusi zat melalui membrane lipid, lalu masuk lagi ke fase cairan air.
2. Transfer konvectif
Suatu mekanisme positif, berkenaan dengan pelaluan zat melewati pori-pori
membrane yang terjadi disebabkan gradient tekanan hidrostatik atau osmotic.
Obat larut dalam medium air pada tempat absorpsi, bergerak melalui pori bersama
pelarutnya.
Untuk semua substansi ukuran kecil BM < 150, larut di dalam air melalui kanal-kanal
membrane berukuran 4-7 Ao.
Dalam hal absorpsi disebut juga absorpsi konvektif
3. Transpor aktif
Suatu cara pelaluan yang sangat berbeda dengan difusi pasif, diperlukan suatu carrier/
transporter/ pengemban.
Obat harus larut pada tempat absorpsi. Tiap obat memerlukan carrier spesifik.
Sebelum diabsorpsi obat berikatan dengan carrier mengikuti teori pengikatan obat-
reseptor.
Carrier : suatu konstituen membrane, enzim atau setidak-tidaknya sebagai substansi
proteik, mampu membentuk kompleks dengan zat aktif di permukaan membrane dan
Farmakologi Sosial_RINA YUNIARTI, S.Farm, Apt.

lalu memindahkannya dan di lepaskan disisi yang lain. Selanjutnya carrier kembali ke
tempat semula.
Transport aktif dengan carrier ini memerlukan energi dan ini di peroleh dari hasil
hidrolisa ATP di bawah pengaruh ATP ase.
1 ATP → ADP + Energi
Dalam hal ini setiap substansi yang menghalangi atau mencegah reaksi pembentukan
energi ini akan berlawanan dengan transport aktif. Misal obat yang mempengaruhi
metabolisme sel seperti CN-, F, ion iodium acetate menghambat transport aktif
dengan cara non kompetitif
Cara ini melawan gradient konsentrasi dalam hal ini ion-ion melawan potensial
elektrokimia membran.
Bila jumlah obat lebih besar dari pada carrien akan terjadi kejenuhan.
Obat + carrier → kompleks Obat-Carrier → bergerak melintasi membrane
menggunakan energi ATP → di bagian dalam membrane obat dilepas, carrier kembali
ke permukaan luar membran.
4. Transport Fasilitatif
Transport fasilitatif disebut juga difusi dipermudah.
Pada dasarnya sama dengan transport aktif, perbedaannya tidak melawan gradient
konsentrasi.
Difusi dengan pertolongan carrier akan tetapi tidak membutuhkan energi luar dan
berjalan sesuai engan gradient konsentrasi
Contoh klasik vitamin B12, dimana vitamin B12 membentuk kompleks dengan factor
intrinsik yang di produksi lambung, kemudian bergabung dengan carrier membran.
5. Ion-Pair ( Tranfer Pasangan Ion)
Obat-obat yang terionisasi kuat pada pH fisiologis tidak dapat dijelaskan cara
absorpsi lain. Ex : senyawa ammonium quarterner, senyawa asam sulfonat.
Ammonium quarterner, asam sulfonat (bermuatan positif) + substansi endogen GIT
(=kation organic seperti mucin) → membentuk kompleks pasangan ion netral ( dapat
menembus membrane) → kemudian diabsorpsi secara difusi pasif → disosiasi.
Karena kompleks tersebut larut dalam air dan lipoid.
Farmakologi Sosial_RINA YUNIARTI, S.Farm, Apt.

6. Pinositosis
Suatu proses yang memungkinkan pelaluan molekul-molekul besar melewati
membrane, dikarenakan kemampuan membrane membalut mereka dengan
membentuk sejenis vesicula (badan dibalut) yang menembus membran.
Suatu obat mungkin di absorpsi lebih dari satu mekanisme, seperti :
 Vitamin B12 : transport fasilitatif + difusi pasif
 Glikosida Jantung : transport aktif dan sebagian difusi pasif
 Molekul kecil : difusi pasif dan transport konvektif.

» Absorpsi tergantung juga pada tersedianya mekanisme transport di tempat kontak obat.
Bermacam-macam mekanisme transport tersedia di organ-organ dan jaringan-jaringan:
Dalam rongga mulut : difusi pasif + transport konvektif.
Dalam lambung : difusi pasif + transport konvektif dan mungkin transport aktif
Dalam usus kecil : Difusi pasif + transport konvektif + transport aktif + transport
fasilitatif + ion pair + pinositosis.
Dalam usus besar dan rectum : difusi pasif + transport konvectif + pinositosis
Pada kulit : difusi pasif + transport konvektif.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Absorpsi Obat, antara lain :
a. Biologis/ Hayati
1. Kecepatan pengosongan lambung
Kecepatan pengosongan lambung besar → penurunan proses absorpsi obat-obat
yang bersifat asam.
Kecepatan pengosongan lambung kecil → peningkatan proses absorpsi obat-obat
yang bersifat basa.
2. Motilitas usus
Jika terjadi motilitas usus yang besar (ex : diare), obat sulit diabsorpsi.
3. pH medium
Lambung : asam → untuk obat-obat yang bersifat asam
Usus : basa → untuk obat-obat yang bersifat basa.
4. Jumlah pembuluh darah setempat
Intra muskular dengan sub kutan
Farmakologi Sosial_RINA YUNIARTI, S.Farm, Apt.

Intra muscular absorpsinya lebih cepat, karena jumlah pembuluh darah di otot
lebih banyak dari pada di kulit.
b. Hakiki/ Obat
Polaritas → koefisien partisi
Semakin non polar semakin mudah diabsorpsi
c. Makanan
Paracetamol terganggu absorpsinya dengan adanya makanan dalam lambung, maka
dapat diberikan 1 jam setelah makan.
d. Obat lain
Karbon aktif dapat menyerap obat lain.
e. Cara pemberian
Per oral dan intra vena berbeda absorpsinya.
Beberapa Faktor Fisiologi Biologi Yang Berpengaruh Pada absorpsi Gastro Intestinal
a. pH di lumen gastro intestinal
Keasaman cairan gastro intestinal yang berbea-beda di lambung (pH 1-2) duodenum
(pH 4-6)→ sifat-sifat dan kecepatan berbeda dalam absorpsi suatu obat.
Menurut teori umum absorpsi : obat-obat golongan asam lemah organic lebih baik di
absorpsi di dalam lambung dari pada di intestinum karena fraksi non ionic dari zatnya
yang larut dalam lipid lebih besar dari pada kalau berada di dalam usus yang pHnya
lebih tinggi.
 Absorpsi basa-basa lemah seperti antihistamin dan anti depressant lebih
berarti atau mudah di dalam usus halus karena lebih berada dalam bentuk non
ionic daripada bentuk ionik.
Sebaliknya sifat asam cairan lambung bertendensi melambatkan atau mencegah
absorpsi obat bersifat basa lemah.
 Penyakit dapat mempengaruhi pH cairan lambung.
 Lemak-lemak dan asam-asam lemak telah diketahui menghambat sekresi
lambung
 Obat-obat anti spasmodic seperti atropine, dan anti histamine H2 bloker
seperti cimetidin dan ranitidin→ pengurangan sekresi asam lambung
Farmakologi Sosial_RINA YUNIARTI, S.Farm, Apt.

b. Motilitas gastro intestinal dan waktu pengosongan lambung


Lama kediaman (residence time) obat di dalam lambung juga menentukan absorpsi
obat dari lambung masuk ke dalam darah.
Faktor-faktor tertentu dapat mempengaruhi pengosongan lambung akan dapat
berpengaruh terhadap lama kediaman obat di suatu segmen absorpsi.
Pengosongan lambung diperlama oleh lemak dan asam-asam lemak dan
makanan,depresi mental, penyakit-penyakit seperti gastro enteritis, tukak lambung
(gastric ulcer) dll.
Pemakaian obat-obat juga dapat mempengaruhi absorpsi obat lainnya, baik dengan
cara mengurangi motilitas (misal obat-obat yang memblokir reseptor-reeptor
muskarinik) atau dengan cara meningkatkan motilitas (misalnya metoklopropamid,
suatu obat yang mempercepat pengosongan lambung).
c. Aliran darah (blood flow) dalam intestine.
Debit darah yang masuk ke dalam jaringan usus dapat berperan sebagai kecepatan
pembatas (rate limited) dalam absorpsi obat
Dalam absorpsi gastro intestinal atau in vivo sebagai proses yang nyata untuk proses
penetrasi zat terlarut lewat barrier itu sendiri.
Maka ditentukan oleh 2 langkah utama, Yaitu :
- Permeabilitas membrane GI terhadap obat, dan
- Perfusi atau kecepatan aliran darah didalam barrier GI membawa zat
terdifus ke hati
Aliran darah normal disini ± 900ml/menit
Efek- Efek Makanan Atas Absorpsi
Secara umum absorpsi obat lebih disukai atau berhasil dalam kondisi lambung kosong.
 Kadang-kadang tak bisa diberikan dalam kondisi demikian karena obat dapat
mengiritasi lambung.
Ex : Asetosal ( dapat menyebabkan iritasi karena bersifat asam).
 Kecepatan absorpsi kebanyakan obat akan berkurang bila diberikan bersama
makanan.
Ex : Digoksin, Paracetamol, Phenobarbital (obat sukar larut)
Farmakologi Sosial_RINA YUNIARTI, S.Farm, Apt.

 Pemakaian antibiotika setelah makan seringkali → penurunan bioavailabilitasnya


maka harus diberikan sebelum makan.
Ex : Tetraciklin, Penisilin, Rifampisin, Erytromycin strearat
 Absorpsi griseofulvin meningkat bila makanan mengandung lemak
Pengaruh Faktor-Faktor Fisika Kimia Atas Absorpsi GI
Misal :
 Antibiotik penisilin
Penisilin oral bisa diformulasikan sebagai asam bebas yang bersifat sukar larut, atau
dalam bentuk garam yang mudah larut.
Jika penisilin dalam bentuk garam kalium diberikan, maka obat tersebut akan
mengendap sbg asam bebas setelah mencapai lambung, dimana pH nya rendah,
membentuk suatu suspensi dengan partikel-partikel halus dan diabsorpsi dengan
cepat.
Tetapi bila diberikan dalam bentuk asam, maka penisilin bentuk asam ini sukar larut
dalam lambung dan absorpsinya jauh lebih lambat, sebab partikel-partikel yng
terbentuk adalah besar.
 Antibiotik Tetrasiklin
Tetrasiklin mengikat ion-ion Ca dengan kuat, dan makanan yang kaya kalsium
(terutama susu) dapat mencegah absorpsi tetrasiklin
 Pemberian paraffin cair sebagai pencahar akan menghambat
absorpsi obat-obat yang bersifat lipofilik seperti vitamin K.
DISTRIBUSI
Distribusi obat : perpindahan obat dari sirkulasi darah ke suatu tempat di dalam tubuh
(cairan dan jaringan)
Setelah obat masuk ke dalam sirkulasi darah (sesudah absorpsi), obat tersebut akan
dibawa ke seluruh tubuh oleh aliran darah dan kontak dengan jaringan-jaringan tubuh di
mana distribusi terjadi.
Cairan tubuh total berkisar antara 50-70% dari berat badan. Cairan tubuh dapat dibagi
menjadi :
1. Cairan ekstraseluler yang terdiri atas plasma darah (kira-kira 4,5% dari berat
badan), cairan interstisial(16%) dan limfe (1-2%).
Farmakologi Sosial_RINA YUNIARTI, S.Farm, Apt.

2. Cairan intraseluler (30-40% dari berat badan) merupakan jumlah cairan dalam
seluruh sel-sel tubuh.
3. Cairan transeluler (2,5%) yang meliputi cairan serebrospinalis, intraokuler,
peritoneal, pleura, sinovial dan sekresi alat cerna.
Untuk dapat masuk ke dalam salah satu cairan tubuh ini suatu obat harus melewati
sel-sel epitel, atau dengan kata lain obat harus bisa masuk ke dalam sel-sel.
 Parameter yang menyatakan luasnya distribusi obat.
Vd = volume distribusi
Adalah volume cairan tubuh yang pada akhirnya obat terdistribusi
Vd = Jumlah obat dalam tubuh
Jumlah obat dalam darah

Volume distribusi merupakan parameter penting dalam farmakokinetik. Salah satu


kegunaannya ialah untuk menentukan dosis obat yang diperlukan untuk memperoleh
kadar obat dalam darah yang dikehendaki. Obat-obat dengan Vd kecil akan
menghasilkan kadar dalam darah yang lebih tinggi, sedangkan untuk obat dengan Vd
besar akan menghasilkan kadar dalam darah yang lebih rendah.
 Sifat Vd
1. Vd obat bersifat individual
Walaupun obatnya sama, tetapi volume distribusi orang per orang tidak sama,
karena berat badan tidak sama (volume cairan tubuh tidak sama).
2. Vd obat pada umumnya bukan volume sebenarnya dari cairan atau ruangan yang
ditempati oleh obat. Obat tidak hanya terdapat di dalam darah, maka Vd obat
bukan merupakan volume sebenarnya dari cairan yang ditempati oleh obat.
 Jika obat hanya terdistribusi dalam darah, maka Vd = volume darah
( volume plasma)
 Di dalam tubuh terdapat material hayati atau biologi yang dapat mengikat
obat, antara lain : protein.
 Protein terdapat dalam jaringan dan plasma.
Protein plasma yang berperan penting dalam mengikat obat → Albumin.
Albumin merupakan protein sederhana → protein yang hanya terdiri asam amino
Farmakologi Sosial_RINA YUNIARTI, S.Farm, Apt.

( Protein kompleks bukan hanya terdiri dari asam amino tapi juga senyawa-senyawa
lain selain asam amino, seperti: lipoprotein, glikoprotein, hemoglobin).
Albumin banyak terdapat di dalam plasma (albumin merupakan proporsi terbesar dari
protein plasma).
 Perikatan obat bersifat reversible (dapat balik) dan tidak spesifik ( satu tempat
perikatan dapat dipakai oleh lebih dari satu jenis obat)
Berdasarkan sifat tersebut, maka menunjukkan bahwa obat yang telah terikat oleh
albumin dapat terdesak (pendesakkan =displacement) oleh obat lain yang terikat pada
tempat yang sama, tetapi memiliki afinitas yang lebih besar (afinitas =
kecenderungan obat untuk membentuk senyawa).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengikatan obat :
1. Tergantung pada kadar obat
2. Tergantung pada kadar protein
3. Tergantung pada afinitas obat terhadap protein.
4. Tergantung pada jumlah tempat pengikatan.
 Albumin termasuk makromolekul maka satu molekul protein
mengikat lebih
Obat termasuk mikromolekul dari satu molekul obat.
 Pengikatan obat oleh protein plasma membantu :
1. Absorpsi obat terutama yang terionisasi kuat di dalam saluran cerna
2. Distribusi obat
3. Pengangkutan obat atau senyawa endogen yang tidak larut dalam air.
Protein dalam air berupa koloid → tidak mengendap
Protein akan mengikat mengikat obat, sehingga walaupun obat tidak larut air,
tetapi obat akan terbawa oleh protein.
Ex : Hormon kortikosteroid → didukung oleh protein, maka dapat berada dalam
darah. Kortikosteroid tidak larut air.
BIOTRANSFORMASI
Biotransformasi : perubahan obat menjadi senyawa lain (metabolit)
Drug → Metabolit
Farmakologi Sosial_RINA YUNIARTI, S.Farm, Apt.

Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang
terjadi di dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim.
 Kadar obat mengalami biotransformasi, maka kadar obat menurun.
 Biotransformasi pada umumnya terjadi dalam hati (dalam hati terdapat enzim
yang dapat menjalankan biotransformasi)
 Biotransformasi yang terjadi selama proses absorpsi → efek lintas pertama
(First Pass Effect)
 Efek lintas pertama mengurangi bioavailabilitas (BA, ketersediaan biologi
yaitu persentase obat yang secara utuh mencapai sirkulasi umum untuk melakukan
kerjanya).
 Untuk obat yang mengalami First pass Effect → obat diberikan secara intra
muscular, menuju jantung → ke seluruh tubuh → hati → biotransformasi.
Reaksi-Reaksi Biotransformasi
1. Reaksi Fase I ( Reaksi Non Sintetik )
a. Oksidasi : alcohol, alehida, asam dan zat hidratarang dioksidasi menjadi
CO2 dan air. System enzim oksidatif terpenting di dalam hati adalah cytochrom P
450, yang bertanggung jawab atas benyaknya reaksi perombakan oksidatif.
b. Reduksi : misalnya, klorhidrat direduksi menjadi trikloretanol, vitamin c
menjadi dehidroascorbat.
c. Hidrolisa: molekul obat mengikat 1 molekul air dan pecah menjadi dua
bagian, misalnya penyabunan ester oleh esterase, gula oleh karbohidrase (maltese,
dll) dan asam karbonamida oleh amidase.
2. Reaksi Fase II ( Reaksi Sintetik/Reaksi Konjugasi )
Molekul obat bergabung dengan suatu molekul yang terdapat di dalam tubuh sambil
mengeluarkan air. (asetilasi, sulfatasi, glukuronidasi, metilasi)
Ex : senyawa endogen → kolekalsiferol → vitamin D3
Sifat Metabolit
1. Sifat metabolit pada umumnya lebih polar daripada senyawa induknya atau
senyawa asalnya, sehingga lebih mudah diekskresi atau lebih mudah dikeluarkan
bersama urine.
2. Pada umumnya aktifitas farmakologinya lebih lemah dari pada senyawa asalnya.
Farmakologi Sosial_RINA YUNIARTI, S.Farm, Apt.

Metabolit Obat yang aktif Secara farmakologis


 Terdapat juga obat-obat yang baru mempunyai efek farmakologis setelah
obat tersebut mengalami metabolisme di hepar.
Ex : Azatioprin di dalam tubuh akan dimetabolisme oleh hepar menjadi
merkaptopurin yang aktif sebagai obat sitostatika.
 Obat- obat yang aktif setelah di metabolisme oleh hepar disebut Prodrug.
 Ada juga obat-obat yang metabolitnya mempunyai efek farmakologis yang
sama dengan obat asal.
Ex : Fenasetin akan di metabolisme dalam hepar menjadi paracetamol yang sama-
sama mempunyai efek analgesik.
EKSKRESI

Ekskresi → pengeluaran obat dari tubuh


Dikeluarkan melalui system organ → organ yg terpenting dalam system ekskresi (ginjal)
Obat dapat dikeluarkan melalui: urine, cairan empedu (ekskresi melalui hati), air ludah, paru-paru (berupa
gas→ udara ekspirasi)
Ginjal
Dalam ginjal terdapat bagian penting → nefron
Nefron terdiri dari glomerolus→kapsula bowman→tubulus proksimal→tubulus distal.

Ada 3 kejadian utama dalam proses ekskresi


1. Filtrat Glomeruler
Dalam proses filtrasi ini kira-kira 25% output jantung atau ± 1,1 liter darah/menit pergi ke ginjal, dari
jumlah ini hanya kira-kira 10% yang disaring di glomeruli kecepatan plasma ini adalah 120 ml/menit
untuk orang normal dan kecepatan ini di sebut kecepatan filtrasi glomerular. Filtrat di tampung di
glomerula.
2. Sekresi Aktif Tubuler
Terjadi dibagian proksimal dari tubula renal yang dilakukan oleh setidak-tidaknya 2 macam
mekanisme transport spesifik untuk menggerakkan zat-zat dari plasma ke cairan tubuler masing-
masing mekanisme adalah untuk anion-anion organik seperti para amino hipurat, fenol merah dan
untuk kation-kation organic seperti ion tetra metil ammonium.
3. Reabsorpsi Tubuler
Aliran air di dalam tubuhlah akan terjadi proses penyerapan molekul-molekul air oleh epithelium
tubula yang selanjutnya diangkut kembali ke dalam darah. Karena proses penyerapan air ini maka
kadar bahan obat di dalam filtrat yang berada di bagian distal akan menjadi lebih tinggi dari pada di
Farmakologi Sosial_RINA YUNIARTI, S.Farm, Apt.

dalam plasma darah. Dengan adanya perbedaan konsentrasi akan terjadi difusi obat ke plasma darah
dan ini berlaku untuk obat aktif yang bersifat mudah larut di dalam pelarut non polar, lemak atau lipid.
Proses difusi ini juga tergantung pada pH urin di dalam filtrat.
Keberadaan obat di dalam urin adalah hasil dari proses: Filtrasi glomeruler di tambah (+) Filtrasi
sekresi (aktif) di kurangi (–) reabsorpsi (pasif)

Mekanisme Absorpsi

Setelah diliat2 ternyata lumayan banyak yg nyari info ttg Absorpsi obat dan tetek
bengeknya, mo nyari tugas ya?? hehe.. Oke deh kalo begitu saya coba tulis deh mengenai
absorpsi obat, g terlalu lengkap sih tapi mudah2n bisa membantu..
Aborpsi obat adalah proses penyerapan obat dari tempat mulai dicerna sampai obat
bekerja dan kadarnya tidak mengalami perubahan sehingga memberikan efek..
Mekanisme absorpsi obat secara umum:
Difusi pasif, penembusan ke dalam membran dengan adanya perbedaan knsentrasi dan
tanpa bantuan. Transport senyawa berbanding langsung dengan landaian konsentrasi,
koefisien distribusi senyawa serta koefisien difusi berbanding terbalik dengan tebal
membran.

Difusi terfasilitasi, proses penembusan tanpa menggunakan energi (ATP) tetapi


memerlukan bantuan pembawa (carrier).

Transport aktif, menggunakan energi dari sintesis ATP karena senyawa memasuki suatu
membran dengan melawan gradien (melawan konsentrasi –> kebalikan dari difusi pasif).

Pinositosis, untuk molekul besar berupa cairan, mekanismenya seperti fagositosis


(fagositosis untuk berupa partikel padat)
Farmakologi Sosial_RINA YUNIARTI, S.Farm, Apt.

Pasangan ion, senyawa2 tertentu yang di dalam tubuh/ di luar membran sel mengalami
ionisasi sehingga sukar diserap maka senyawa tersebut berikatan dengan senyawa yang
berlawanan muatan kemudian dihantar menembus membran sel dan masuk ke dalam
cairan intraseluler.

Mekanisme absorpsi obat dalam berbagai rute pemberian:


1. Rute bukal (sublingual)
Penempatan di bawah lidah memungkinkan obat berdifusi ke dalam anyaman kapiler dan
secara langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Keuntungannya adalah obat
melakukan bypass melewati usus dan hati dan tidak diinaktivasi oleh metabolisme.
Pemberian ini hanya mungkin untuk obat  yg dapat diabsorpsi dengan mudah dan tidak
untuk obat yang memiliki rasa tidak enak.
2. Rute oral
Cara pemberian yang paling sering dengan berbagai alasan . Beberapa obat diabsorpsi di
lambung, namun duodenum sering merupakan jalan masuk utama sirkulasi sistemik
karena permukaan absorpsinya lebih besar. Metabolisme langkah pertama oleh usus atau
hati membatasi efikasi banyak obat ketika diminum per oral. Makanan dalam lambung
memperlambat waktu pengosongan lambung sehingga obat dihancurkan oleh asam. Pada
usus luas permukaan penyerapan memungkinkan penyerapan (absorpsi) dapat lebih cepat
dan sempurna, karena dicapai melalui lipatan mukosa, jonjot mukosa, dan kripta mukosa
serta mikrovili.
3. Rute rektal
Lima puluh persen aliran darah dari rektum memintas sirkulasi portal (melalui hati ß
biasanya pada rute oral), sehingga biotransfortasi obat oleh hati dikurangi. Bagian obat
yang diabsorpsi dalam 2/3 bagian bawah rektum langsung mencapai vena cava inferior
dan tidak melalui vena porta. Keuntungan pemberian melalui rektal (juga sublingual) dl
mencegah penghancuran obat oleh enzim usus atau pH dalam lambung. Rute rektal juga
berguna untuk obat yang menginduksi muntah jika diberikan secara oral atau jika
penderita mengalami muntah-muntah.
4. Rute intravaskular (IV)
Obat menghindari saluran cerna dan oleh karena itu menghindari metabolisme first pass
oleh hati. Obat langsung masuk ke dalam sistemik dan mencapai target site, oleh karena
itu obat yang disuntukkan tidak dapat diambul kembali misalnya dengan emesis sehingga
rentan terjadi over dosis. Selain itu memiliki resiko hemolisis, kontaminasi, dan reaksi
tidak diinginkan karena pemberian obat konsentrasi tinggi ke dalam plasma.
5. Rute intramuskular (IM)
Umumnya obat berupa larutan dalam air atau preparat depo khusus sering berupa
suspensi dalam vehikulum. Absorpsi obat dalam air cepat, sedangkan absorpsi preparat
depo lambat. Setelah vehikulum berdifusi keluar dari otot, obat tersebut mengendap pada
tempat suntikan. Kemudian obat melarut perlahan-lahan memberikan suatu dosis sedikit
demi sedikit untuk waktu yang lebih lama.
6. Rute subkutan (SC)
Hanya boleh digunakan untuk obat yang tidak menyebabkan iritasi jaringan. Absorpsinya
biasanya terjadi secara lambat dan konstan sehingga efeknya bertahan lama. Mengurangi
resiko yang berhubungan dengan suntikan intravaskular.
Farmakologi Sosial_RINA YUNIARTI, S.Farm, Apt.

7. Inhalasi (melalui paru-paru)


Inhalasi (umumnya berupa aerosol) memberikan pengiriman obat yang cepat melewati
permukaan luas dari saluran nafas dan epitel paru-paru, yang menghasilkan efek hampir
sama cepatnya dengan IV. Cocok untuk zat dalam bentuk gas. Dengan luas perukaan
alveolar besar (70 – 100 m2), selain mengabsorpsi zat berupa zat dapat juga
mengabsorpsi cairan dan zat padat. Utamanya untuk terapi lokal dalam daerah saluran
pernafasan.
8. Intranasal (lewat hidung)
Mukosa hidung yang memiliki sifat absorpsi yang baik seperti mukosa mulut, cocok
untuk pemakaian obat menurunkan pembengkakan mukosa secara topikal pada rinitis.
Perlu dipertimbangkan bahwa akibat absorpsi juga dapat terjadi di efek sistemik,
misalnya kenaikan tekanan darah dan takikardia pada bayi yang memakai tetes hidung
yang mengandung alfa-simpatomimetik.
9. Intratekal (intraventrikular)
Yaitu langsung disuntikkan ke dalam cairan serebrospinal, seperti metotreksat pada
leukiia limfositik akut.
10. Topikal (kulit)
Pemberian melalui kulit memiliki sawar karena kulit memiliki beberapa lapisan. Sawar
absorpsi yang paling berperan adalah stratum korneum. Stratum korneum tidak
mengandung kapiler dengan kandungan air yang sedikit (sekitar 10%) merupakan sawar
absorpsi dan sekaligus tanon absorpsi. Zat yang lebih banyak terabsorpsi melalui
pemeberian topikal adalah zat yang terutama larut dalam lemak yang masih menunjukkan
sedikit larut dalam air.
Sumber: catatan kuliah farmakologi, buku Dinamika Obat (by Mutschler), buku
Farmakologi Ulasan Bergambar (by Mycek)

Anda mungkin juga menyukai