Anda di halaman 1dari 11

PRODUK HUKUM DI INDONESIA

PERSPEKTIF POLITIK HUKUM


Liky Faizal
Dosen Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Raden Intan Lampung
Jl. Endro Suratmin Sukarame Bandar Lampung
Email: liky_faizal@yahoo.com

Abstrak: Produk-produk hukum tidak dapat dilepaskan dari pengaruh konfigurasi politik
yang melatar belakanginya. Konfigurasi politik demokratis akan melahirkan model-model
produk hukum, sebagaimana layaknya sebuah kehidupan politik yang demokratis, maka
kecenderungan lahirnya sistem hukum yang demokratis merupakan out put dari sistem
demokratis tersebut. Hampir jarang ditemui bahwa konfigurasi politik yang demokratis, akan
melahirkan produk hukum yang otoriter. Karena, kecenderungan hukum yang otoriter
merupakan bagian dari sistem politik represif dan otoriter dalam rangka memelihara kekuatan
politik negara terhadap masyarakat. Sebaliknya, konfigurasi politik demokratis, adalah upaya
pemeliharaan terhadap kepentingan rakyat semata.
Kata Kunci: Produk Hukum, Politik Hukum, Konfiguras

A. PENDAHULUAN hukum sebagai undang-undang. Hukum


Dalam cita hukum, politik harus adalah produk politik juga menjadi salah
diposisikan sebagai variabel yang apabila yang menjadi adasrnya das sein
terpengaruh oleh hukum. Arah dan tujuan atau jika hukum tidak diartikan sebagai
pembangunan di bidang hukum harus terus undang-undang.
diupayakan terfokus dan bertahap menuju Indonesia merupakan negara hukum,
arah dan tujuan bernegara sebagaimana seperti yang diterangkan dalam penjelasan
yang dicita-citakan. Pancasila itu sebagai UUD 1945, maka segala sesuatu yang
pokok kaidah negara yang fundamental, maka berhubungan dengan penyelenggaraan negara
timbul konsekuensi-konsekuensi yang dan pemerintahan harus berlandaskan dan
bersifat imperatif bagi negara dan berdasarkan atas hukum, sebagai barometer
penyelenggaraan negara. Konsekuensi yang untuk mengukur suatu perbuatan atau tindakan
bersifat imperatif itu, bahwa segenap aspek telah sesuai atau tidak dengan ketentuan
kehidupan negara dan penyelenggaraan yang telah disepakati.
negara serta setiap realisasi dan pelaksanaan Negara hukum merupakan suatu negara
sistem hukum positif Indonesia harus yang di dalam wilayahnya terdapat alat-alat
senantiasa sesuai Pancasila. Secara ilmiah, perlengkapan negara, khususnya alat-alat
hukum dapat determinan atas politik, tetapi perlengkapan dari pemerintah dalam
sebaliknya dapat pula politik determinan atas tindakan- tindakannya terhadap para warga
hukum. Dari sudut metodologi, keduanya negara dan dalam hubungannya tidak boleh
benar secara ilmiah menurut asumsi dan sewenang-wenang, melainkan harus
konsepnya masing-masing. Hukum adalah memperhatikan peraturan-peraturan hukum
produk politik adalah benar bila didasarkan yang berlaku, dan semua orang dalam
pada das sein dengan mengonsepkan hubungan kemasyarakatan harus tunduk

85
pada peraturan-peraturan hukum yang pertimbangan kekuatan atau konfigurasi
berlaku.1 politik yang melahirkannya. Hal ini
Oleh sebab itu maka hukum merupakan berdasarkan kenyataan bahwa setiap produk
himpunan peraturan yang mengatur tatanan hukum merupakan keputusan politik
kehidupan, baik berbangsa maupun sehingga hukum dapat dilihat sebagai
bernegara, yang dihasilkan melalui kristalisasi dari pemikiran politik yang
kesepakatan dari wakil-wakil rakyat yang saling berinteraksi dikalangan para politisi.
ada di lembaga legislatif. Produk hukum Meskipun dari sudut “das sollen” ada
tersebut dikeluarkan secara demokratis pandangan bahwa politik harus tunduk pada
melalui lembaga yang terhormat, namun ketentuan hukum, namun dari sudut “das
muatannya tidak dapat dilepaskan dari sein” bahwa hukumlah yang dalam
kekuatan politik yang ada di dalamnya.2 kenyataannya ditentukan oleh konfigurasi
Apabila negara yang menganut sistem politik yang melahirkannya.
demokrasi, maka semua peraturan harus Pada era Soekarno, politik adalah
dirumuskan secara demokrasi, yaitu dengan panglima, kemudian jargon ini digantikan
melihat kehendak dan aspirasi dari dengan ekonomi dan pembangunan adalah
masyarakat luas sehingga produk yang panglima pada zaman Soeharto.
dihasilkan itu sesuai dengan keinginan hati Pembangunanisme (developmentalism) telah
nurani rakyat. Tetapi apabila sebaliknya menjadikan rakyat sebagai obyek. Semua
maka terlihat bahwa produk hukum yang perbuatan negara selalu mengatasnamakan
dikeluarkan tersebut dapat membuat rakyat. Dan yang lebih memprihatinkan,
masyarakat menjadi resah dan cenderung hukum telah dijadikan alat dari negara
tidak mematuhi ketentuan hukum itu. untuk membenarkan setiap tindakan dari
Pelaksanaan ketatanegaraan tidak dapat penguasa. Pada sisi lain, hukum diproduk
dipisahkan darii kekuasaan, karena dalam dalam rangka memfasilitasi dan mendukung
negara terdapat pusat-pusat kekuasaan yang politik. Akibatnya, segala peraturan dan
senantiasa memainkan peranannya sesuai produk hukum yang dinilai tidak dapat
dengan tugas dan wewenang yang telah mewujudkan stabilitas politik dan
ditentukan. Namun dalam pelaksanaannya pertumbuhan ekonomi harus diubah atau
sering berbenturan satu sama lain, karena dihapuskan.
kekuasaan yang dijalankan tersebut 1. Masa Demokrasi Liberal (1945-
berhubungan erat dengan kekuasaan politik 1959)
yang sedang bermain. Jadi negara, Bangsa Indonesia menyatakan
kekuasaan, hukum dan politik merupakan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945
satu kesatuan yang sulit untuk dipisahkan, gagasan demokrasi dalam kehidupan politik
karena semua komponen tersebut senantiasa mendapatkan tempat yang sangat menonjol.
bermain dalam pelaksanaan roda kenegaraan BPUPKI dan PPKI dapat dikatakan tidak
dan pemerintahan. Berdasarkan hal-hal memperdebatkan dengan berpanjang-
tersebut maka permasalahan dalam tulisan panjang untuk bersepakat memilih demokrasi
ini yaitu mengenai Produk Hukum di dalam kehidupan bernegara yang kemudian
Indonesia dalam perspektif Politik Hukum. dituangkan dalam Pembukaan maupun
B. PEMBAHASAN Batang Tubuh UUD 1945.
Hukum merupakan produk politik Dari sini terlihat bahwa pada saat
sehingga karakter setiap produk hukum akan negara Indonesia dibentuk para pendiri
sangat ditentukan atau diwarnai oleh negara telah mendambakan suatu negara
hukum yang berasaskan demokrasi,
1 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Ilmu sehingga dalam setiap keputusan politik
Negara Hukum dan Politik, (Jakarta: Eresco,1991), harus diambil berdasarkan aspirasi dan
h. 3 kehendak masyarakat secara keseluruhan
2 Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di

Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 1998), h. 24


86
tanpa memperhatikan kelompok atau menggeser konfigurasi politik Indonesia ke
golongan tertentu. arah yang lebih liberal-demokratis, sebab
Sebagaimana yang dikemukakan oleh dengan system parlementer ini pemerintah
Aristoteles, bahwa ada tiga unsur dari harus bertanggungjawab kepada parlemen
pemerintah yang berkonstitusi, yaitu yang ketika itu dilakukan oleh KNIP.
Pertama; pemerintah dilaksanakan untuk Dari sini terlihat bahwa dari masa
kepentingan umum, Kedua; pemerintah pertama pemberlakuan UUD 1945, telah
dilaksanakan menurut hukum yang terjadi kekuasaan yang luas bagi eksekutif,
berdasarkan ketentuan-ketentuan umum, sehingga mendapat protes dari berbagai
bukan hukum yang dibuat secara sewenang- kalangan. Keadaan tersebut tidak dapat
wenang yang menyampingkan konvensi dibiarkan begitu saja maka dilakukan
dan konstitusi, ketiga; pemerintah berbagai usaha dan cara untuk membatasi
berkonstitusi berarti pemerintah yang kekuasaan yang terpusat pada satu tangan,
dilaksanakan atas kehendak rakyat, bukan karena hal ini dapat membuat tidak
berupa paksaan atau tekanan seperti demokratis dan pada akhirnya telah
dilaksanakan pemerintahan despotis. melanggar sendi-sendi dasar negara hukum.
Pemikiran Aristoteles ini jelas sekali Ketika Indonesia secara konstitusional
merupakan cita negara hukum yang dikenal berubah menjadi negara serikat (federal)
sekarang, karena ketiga unsur yang sesuai dengan hasil Konferensi Meja
dikemukakan oleh Aristoteles tersebut dapat Bundar (KMB), Konstitusi RIS 1949 yang
ditemukan di semua negara hukum.3 berlaku memberikan dasar konstitusional
Sehubungan dengan hal ini, setelah tertulis atas system parlementer.
berlangsungnya kemerdekaan selama lebih Konfigurasi politik terlihat demokratis,
kurang tiga bulan, muncuk gerakan selain dari system pemerintahan yang
parlementerisme yang menginginkan sistem parlementer, juga dapat dilihat dari
pemerintahan negara diganti dari system pengertian federalisme itu sendiri yang
yang lebih cenderung pada presidential dalam mekanisme hubungan antara pusat
menjadi parlementer. Dengan alasan bahwa dan daerah (negara bagian) meletakkan
ketidaksetujuan terhadap peletakan kekuasaan pemerintah pusat dan pemerintah negara-
di tangan Soekarno yang pemerintahannya negara bagian dalam susunan yang
didominasi oleh orang-orang yang pada sederajat.
waktu zaman pendudukan Jepang Sebagaimana diketahui bahwa sesuai
mempunyai jabatan-jabatan penting. dengan kehendak rakyat, maka susunan
Sehingga dengan sistem presidential federasi tidak berlangsung lama. Pada
memungkinkan dibuatnya produk darurat tanggal 17 Agustus 1950 Negara Republik
legislasi yang berarti negara terlalu kuat dan Indonesia kembali menjadi negara kesatuan
tidak mencerminkan demokrasi. dengan UUDS 1950 sebagai konstitusi
Pemerintah melalui usulan tersebut tertulisnya, dengan demikian Indonesia
dengan mengeluarkan Maklumat No.X menganut system demokrasi parlementer
Tahun 1945, yang berisi pengalihan fungsi penuh, baik dalam arti pemberian dasar
legislatif kepada KNIP dan pembentukan dalam konstitusi maupun praktek
BP KNIP. Maklumat tersebut diikuti pula ketatanegaraannya.
dengan keluarnya Maklumat Pemerintah Secara praktis konfigurasi liberal-
tanggal 14 Nopember 1945 tentang susunan demokratis ini ditandai oleh dominannya
kabinet berdasarkan system parlementer atas parlemen dalam spectrum politik, sehingga
usul BP KNIP. Maklumat pemerintah ini selama kurun waktu berlakunya UUDS
1950 yang terjadi adalah instabilitas
pemerintahan, karena pemerintah seringkali
3 Azhari, Negara Hukum Indonesia, Analisis dijatuhkan oleh parlemen melalui mosi.
Yuridis Normatif Tentang Unsur-Unsurnya, (Jakarta:
UI Press, 1995), h. 20
87
Demokrasi liberal dengan sistem responsive/populistik. Sebagaimana halnya
banyak partai yang menjadi salah satu sendi Undang-undang Nomor 7 Tahun 1953 yang
ketatanegaraan pada masa ini telah mengatur tentang pemilihan Umum.
mengalami kegagalan untuk Undang-undang tersebut dapat mengatur
mengombinasikan secara optimum dua secara rinci sistem Pemilu dan pokok-pokok
nilai, yakni jaminan dan penghargaan prosesnya, sehingga tidak memberi ruang
terhadap hak-hak rakyat untuk turut serta yang terlalu luas kepada eksekutif untuk
dalam proses pembuatan keputusan dengan menafsirkan sendiri dengan peraturan
jalan memilih wakil-wakilnya secara bebas, perundang- undangan delegatif.
serta tingkat stabilitas politik sebagai syarat Proses lahirnya Undang-undang Nomor
bagi aktivitas kekuasaan untuk mencapai 7 Tahun 1953 itu memang didorong oleh
tujuan negara. arus kehendak rakyat dan dibahas secara
Indonesia sebagai negara hukum fair dalam badan perwakilan rakyat, di sini
senantiasa harus memperhatikan hak-hak terlihat adanya partisipasi masyarakat
asasi manusia, karena ciri pertama dari sehingga materi muatan undang-undang
suatu negara hukum itu adalah adanya tersebut juga mencerminkan keberpihakan
jaminan terhadap perlindungan hak-hak asasi kepada rakyat secara keseluruhan.
manusia. Kemudian hak-hak tersebut Dari sini jelas bahwa dikeluarkannya
dikombinasikan dengan keberadaan politik undang-undang tentang pemilu itu sesuai
dalam penyelenggaraan kenegaraan, apabila dengan bingkai negara hukum, yang
kedua hal ini dapat dilaksanakan maka senantiasa memperhatikan kehendak dan
kebenaran dan keadilan berdasarkan hukum aspirasi masyarakat serta dalam
akan dapat ditegakkan. implementasinya memang benar-benar
Sehubungan dengan demokrasi liberal memperhatikan hak-hak masyarakat sesuai
yang terjadi pada masa UUDS 1950 dan dengan tujuan dari undang-undang tersebut.
menimbulkan instabilitas politik, maka Demikian juga halnya dengan undang-
system politik liberal harus berakhir pada undang tentang Pemerintahan Daerah yang
tahun 1959 ketika Presiden Soekarno pada masa ini juga masih bersifat responsif,
mengeluarkan dekrit pada tanggal 5 Juli. yang ditandai dengan lahirnya Undang-
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 di samping undang Nomor 1 Tahun 1945 adalah
membubarkan konstituante yang dianggap undang-undang tentang desentralisasi, yang
gagal melaksanakan tugasnya memebentuk kemudian disempurnakan dengan Undang-
UUD, juga memberlakukan kembali UUD undang Nomor 22 Tahun 1948, di sini
1945 sebagai pengganti UUDS 1950. terlihat adanya hasrat dari pemerintah pusat
Dari sini terlihat bahwa Indonesia untuk memberikan otonomi yang lebih luas
sebagai negara hukum, namun dalam masa kepada daerah, dengan menjadikan desa
masa tahun 1945 sampai dengan tahun 1959 sebagai letak titik berat otonominya
belum mampu memperlihatkan Terjadinya pergulatan melawan
konsistensinya dalam menerapkan Belanda, maka pemerintah mengalami
konstitusi ketatanegaraan sesuai dengan kesulitan dalam menerapkan UU No.22
maksud dan tujuannya. Sehingga dalam Tahun 1948 tersebut, serta ketimpangan-
prakteknya sering terjadi kesalahan dalam ketimpangan yang juga masih ditemui
menafsirkan ketentuan konstitusi yang telah dalam pelaksanaannya. Dengan adanya
disepakati bersama, dan pada akhirnya masukan-masukan dari berbagai pihak dan
tujuan untuk menciptakan kesejahteraan demi pelaksanaan ide demokrasi, maka
dan keadilan dalam masyarakat belum keluarlah UU No.1 Tahun 1957 tentang
dapat diwujudkan. Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Dari
Selanjutnya apabila dilihat karakter undang-undang ini terlihat keinginan
produk hukum yang dihasilkan pada masa pemerintah untuk menerapkan otonomi
demokrasi liberal (1945-1959), bersifat yang seluas-luasnya, dengan pengertian
88
bahwa daerah leluasa untuk mengurus demokrasi dan keadilan bagi seluruh rakyat
rumah tangganya sendiri tanpa ada campur Indonesia.
tangan dari pusat, demikian juga halnya 2. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-
dengan pemilihan Kepala Daerah yang 1966)
dipilih secara langsung oleh rakyat. Dengan keluarnya Dekrit Presiden 5
Sesuai dengan konfigurasi politik yang Juli 1959, maka berakhirlah langgam
demokratis pada masa ini, maka produk system politik liberal dan digantikan oleh
hukum tentang pemerintahan daerah juga system demokrasi yang menurut Soekarno
menunjukkan karakter yang responsif, yang lebih berwarna Indonesia, yakni demokrasi
memperhatikan aspirasi dan kemauan terpimpin, yang seklaigus melahirkan
masyarakat. Adanya kombinasi yang konfigurasi politik baru yang lebih bersifat
seimbang antara politik dan hukum tersebut otoriter.
menggambarkan bahwa roda kenegaraan Konfigurasi politik pada era demokrasi
yang dijalankan sesuai dengan kaedah yang terpimpin ditandai oleh tarik tambang
berlaku dalam suatu negara hukum. antara tiga kekuatan politik utama, yaitu
Demikian juga halnya dengan Soekarno, Angkatan Darat dan Partai
ketentuan hukum mengenai agraria, yang Komunis Indonesia (PKI), dan di antara
pada masa masa demokrasi liberal setelah ketiganya sekaligus saling memanfaatkan.
peninggalan zaman kolonial Belanda Soekarno memerlukan PKI untuk
dilakukan pembaharuan mengenai menghadapi kekuatan Angkatan Darat yang
pertanahan. Hal ini ditandai dengan gigih menyainginya, PKI memerlukan
dikeluarkannya Undang-undang Nomor 13 Soekarno untuk mendapatkan perlindungan
Tahun 1948 tentang penghapusan hak dari presiden dalam melawan Angkatan
konversi yang bersumber pada paham Darat, sedangkan Angkatan Darat
feodalisme, kemudian dilengkapi dengan membutuhkan Soekarno untuk
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1950. mendapatkan legitimasi bagi
Selanjutnya juga berbagai peraturan perundang- keterlibatannya di dalam politik.
undangan secara parsial dikeluarkan oleh Di sini terlihat bahwa konfigurasi
pemerintah dalam hal penataan terhadap politik yang terjadi pada masa demokrasi
pertanahan, di sini terlihat bahwa terpimpin sangat tidak sesuai dengan
pemerintah secara sungguh-sungguh dan bingkai negara hukum, yang senantiasa
berupaya untuk menciptakan hukum agraria memberikan perlindungan kepada masyarakat
yang responsif dan sesuai dengan rasa secara keseluruhan, malahan dilaksanakan
keadilan dalam masyarakat. sebaliknya, bahwa roda kenegaraan
Meskipun belum ada hukum agraria dijalankan untuk melindungi kepentingan
nasional yang komprehensif, tetapi dari individu atau kelompok tertentu.
produk-produknya yang parsial itu dapat Banyak kritikan ditujukan pada
dilihat bahwa hukum agraria pada masa Soekarno dengan demokrasi terpimpinnya,
demokrasi liberal berkarakter sangat sebagaimana Sutan Takdir Alisjahbana
responsif. Hal ini dapat dilihat dari respon mengatakan bahwa posisi Soekarno di
pemerintah pada aspirasi seluruh dalam sistem demokrasi terpimpin itu
masyarakat Indonesia yang menuntut secara hanya berbeda sedikit dengan raja-raja
keras dibentuknya UU Agraria Nasional. absolut di masa lampau, yang mengklaim
Dari upaya-upaya yang dilakukan oleh dirinya sebagai inkarnasi Tuhan atau wakil
pemerintah dalam merespon kehendak Tuhan di bumi, yang ditangannya terletak
masyarakat tersebut, merupakan tindakan kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif
yang sesuai dengan bingkai negara hukum sekaligus.
yang senantiasa memperhatikan suara-suara Hal ini jelas bertentangan dengan
rakyat, hak-hak rakyat serta perlindungan konsep negara hukum Indonesia menurut
hukum terhadap rakyat sesuai dengan asas UUD 1945, bahwa kekuasaan Kepala
89
Negara harus terbatas dan bukan tak pada tahun 1966 yang berisi pelimpahan
terbatas. Artinya Kepala Negara bukan kekuasaan kepada Soeharto, untuk
dictator, ia dalam melaksanakan roda mengambil segala tindakan yang
pemerintahan harus berpedoman kepada berhubungan dengan keamanan dan stabilitas
ketentuan hukum yang berlaku dan harus pemerintahan, serta pemerintahan selanjutnya
sesuai dengan konstitusi yang telah diambil alih oleh Soeharto menggantikan
disepakati bersama. Soekarno pada Tahun 1967.
Tindakan presiden pada masa Adapun karakter produk hukum yang
demokrasi terpimpin itu juga bertentangan dihasilkan pada masa demokrasi terpimpin
dengan unsur-unsur negara hukum, adalah berkarakter ortodoks/konservatif.
sebagaimana yang dikemukakan oleh Pada masa ini undang-undang tentang
Frederik Julius Stahl yaitu4: Pemilu tidak pernah dibuat, karena Pemilu
a. Adanya jaminan terhadap hak asasi belum pernah dilaksanakan. Sedangkan
manusia. ketentuan mengenai pemerintahan daerah
b. Adanya pembagian kekuasaan. berdasarkan Undang-undang Nomor 1
c. Pemerintahan haruslah berdasarkan Tahun 1957 diganti dengan Penpres Nomor
peraturan- peraturan hukum. 6 Tahun 1959, yang memberi jalan bagi
d. Adanya peradilan administrasi semakin ketatnya pengendalian pusat
Kekuasaan presiden yang tidak terbatas terhadap daerah. Kepala Daerah diangkat oleh
pada masa demokrasi terpimpin sudah jelas pusat, tanpa harus terikat dengan calon-
bertentangan dengan unsur-unsur negara calon yang diajukan oleh DPRD.
hukum sebagaimana yang ditentukan di Selanjutnya Penpres Nomor 6 Tahun
atas. Proses demokrasi yang berlaku pada 1959 digantikan dengan Undang-undang
masa ini bukan demokrasi dalam arti ikut Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-
sertanya rakyat dalam proses pembuatan pokok Pemerintahan Daerah, yangmana
keputusan, akan tetapi politisasi, dimana isinya juga hampir sama dengan Penpres
partispasi rakyat terbatas pada pelaksanaan Nomor 6 Tahun 1959. Sebab secara
atas keputusan-keputusan yang telah dibuat keseluruhan lebih memberikan posisi
oleh penguasa. dominan kepada pusat untuk
Jelas bahwa demokrasi terpimpin mengendalikan pemerintahan di daerah.
benar-benar telah melanggar konsep negara Kontrol pusat terhadap daerah dilakukan
hukum, pada masa ini tidak ada melalui mekanisme kontrol yang ketat atas
perlindungan terhadap hak asasi manusia, pembuatan peraturan-peraturan oleh daerah.
kekuasaan hanya dipegang oleh satu orang Terlihat bahwa Undang-undang Nomor
yaitu presiden. Presiden mengontrol semua 18 Tahun 1965, dalam proses
spectrum politik nasional untuk mendukung pembuatannya sama sekali tidak partsipatif,
gagasan-gagasan politiknya dengan yang menonjol di sini justru penuangan visi
menggunakan Dewan Pertimbangan Agung sosial dan politik presiden sehingga produk
yang dipimpin langsung oleh Soekarno. hukum lebih merupakan instrumen bagi
Dari sini jelas terlihat bahwa konfigurasi upaya realisasi visi presiden. Jelas bahwa
politik pada era demokrasi terpimpin adalah ketentuan hukum mengenai Pemerintahan
otoriter, sentralistik dan terpusat di tangan Daerah tersebut bertentangan dengan
Presiden Soekarno. kehendak rakyat dan sekaligus melanggar
Selanjutnya krisis politik terjadi yang sendi-sendi dasar negara hukum, yaitu
disusul oleh terjadinya G30S/PKI, perlindungan terhadap hak-hak asasi
membawa Soekarno untuk mengeluarkan manusia dan pemerintahan harus
Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) dilaksanakan berdasarkan ketentuan hukum
dan konstitusi yang berlaku.
Selanjutnya karakter produk hukum
4 Hasan Zaini, Pengantar Hukum Tata Negara
Indonesia, Alumni, Bandung, 1991, h.154 tentang agraria pada masa demokrasi
90
liberal, yang mengacu pada Undang-undang dengan sifatnya, lebih banyak memberikan
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang- keleluasaan bagi masyarakat untuk
undang Pokok Agraria (UUPA), yang melakukan sesuatu yang dikehendaki atas
diundangkan pada tanggal 24 September hak-haknya sesuai dengan peraturan
1960. UUPA merupakan produk hukum yang perundang-undangan.
responsif, karena di dalamnya memiliki Dari kenyataan ini terlihat bahwa
muatan hukum adat dan fungsi sosial atas produk hukum yang dihasilkan pada masa
tanah, tradisi hukum adat menganut strategi demokrasi terpimpin yang otoriter, dapat
pembangunan hukum yang responsif, menghasilkan hukum yang responsive
karena memperhatikan kondisi dan karena memang ketentuan mengenai hukum
kehendak masyarakat. agraria ini tidak bersentuhan langsung
UUPA yang dikualifikasikan sebagai dengan kekuasaan. Namun demikian
produk hukum yang berkarakter responsive nuansa dari lahirnya UUPA itu sesuai
terasa menjadi agak aneh, sebab UUPA dengan kehendak rakyat yang telah lama
lahir justru pada saat konfigurasi politik tertindas oleh kolonial Belanda, dengan
tampil secara otoriter, yakni dalam era keluarnya ketentuan ini setidak-tidaknya
demokrasi terpimpin. Hal ini terbukti untuk telah memberikan ruang gerak yang luas
dua jenis produk hukum di atas (Pemilu dan bagi masyarakat dalam menafaatkan
Pemda), yang berkarakter sangat pertanahannya. Sehingga ketentuan hukum
konservatif atau ortodoks. agraria ini terlihat telah memenuhi unsur-
Ada empat alasan yang dapat unsur dari negara hukum.
menjelaskan fenomena UUPA yang 3. Masa Orde Baru (1966-1998)
responsif tersebut, yaitu: Orde Baru dimulai sejak tanggal 12
a. Materi UUPA sebenarnya Maret1966 bersamaan dengan pembubaran
merupakan warisan masa Partai Komunis Indonesia (PKI), sehari
sebelumnya yang bahan-bahannya setelah keluarnya Surat Perintah Sebelas
telah dihimpun dan disusun oleh Maret (Supersemar). Pemerintah Orde Baru
beberapa panitia yang dibentuk bertekad untuk mengoreksi penyimpangan
tahun 1948. politik yang terjadi pada era Orde Lama,
b. Materi-materi UUPA merupakan dengan memulihkan tertib politik berdasarkan
perlawanan terhadap peninggalan Pancasila sekaligus meletakkan program
kolonialisme Belanda, sehingga rehabilitasi dan konsolidasi ekonomi. Pada
pemberlakuannya lebih didasarkan awal eksistensinya, jelas sekali bahwa Orde
pada semangat nasionalisme dan Baru memberi bobot yang lebih besar
bukan pada rezim politik di Negara terhadap perkembangan ekonomi dalam
Indonesia Merdeka kerangka pembangunan nasionalnya. Bagi
c. Materi hukum agraria (UUPA) tidak negara-negara yang sedang membangun dan
menyangkut hubungan kekuasaan, mengutamakan pertumbuhan ekonomi secara
sehingga rezim otoriter tidak akan sadar akan diikuti dengan pembatasan atau
merasa terganggu oleh materi- pengekangan kehidupan politik yang
materi UUPA. demokratis. Memang pada awal
d. Hukum agraria nasional yang diatur pemerintahan Orde Baru tidak pernah
di dalam UUPA itu memiliki dua menjanjikan demokrasi dan kebebasan di
aspek atau bidang hukum, yaitu masa depan. Meskipun demikian pada
bidang hukum publik (hukum awalnya juga masih ada kebebasan bagi
administrasi negara) dan bidang parpol maupun media massa untuk
hukum privat (hukum perdata). melancarkan kritik dan pengungkapan
Di samping karena bidang publik yang realita di dalam masyarakat.
menjadi responsive karena ketiga alasan di Namun langgam system politik
atas, maka bidang keperdataanpun sesuai bergeser ke arah yang otoritarian, gagasan
91
demokrasi liberal dicap sebagai gagasan undang, yaitu UU Nomor 15 Tahun 1969
yang bertentangan dengan demokrasi dan UU Nomor 16 Tahun 1969 masing-
Pancasila dan karenanya harus ditolak. masing tentang Pemilu dan tentang Susduk
Hasil pemilu tahun 1971 yang memberikan MPR/ DPR/DPRD. Dalam undang-undang
62,8% kursi DPR kepada Golkar semakin tersebut mereka yang diangkat adalah
memberi jalan bagi tampilnya eksekutif mewakili visi politik pemerintah,
yang kuat. Golkar bersama ABRI kemudian pengangkatan yang langsung berlaku untuk
menjadikan tumpuan utama pemerintah sejumlah kursi tertentu.
untuk mendominasi semua proses politik Parpol tidak diberi peranan yang riil
Sedangkan pemerintahan yang demokratis dalam organisasi penyelenggaraan Pemilu,
sebagaimana yang berlaku dalam suatu karena ketua panitia di setiap tingkatan
negara hukum, adalah pemerintah yang diduduki oleh pejabat atau pimpinan
terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan birokrasi, sementara peranan parpol di
bertindak sewenang-wenang terhadap dalamnya hanya bersifat parsial. Secara
5
warga negaranya. Bagi negara Indonesia keseluruhan mekanisme penyelenggaraan
sebenarnya pembatasan kekuasaan itu telah pemilu mengandung kelemahan dalam
dituangkan dalam Undang-Undang Dasar system kontrol dan dalam rantai-rantai
1945, tetapi dalam pelaksanaannya sering perhitungan suara. Selanjutnya kontrol
ditafsirkan bermacam-macam demi untuk pemerintah atas anggota lembaga perwakilan
menguatkan posisi pemerintah. hasil pemilu dapat juga dilakukan melalui
Pada masa Orde Baru eksistensi parpol recall atau penarikan kembali seseorang
dan lembaga perwakilan berada dalam dari keanggotaan lembaga perwakilan/
kondisi lemah dan selalu dibayangi oleh permusyawaratan. Di sini jelas bahwa
kontrol dan penetrasi birokrasi yang sangat undang-undang tentang pemilu tersebut
kuat. Di sini kelihatan bahwa posisi cenderung berkarakter konservatif/
eksekutif sangat kuat, dapat mengatasi ortodoks.
semua kekuatan yang ada di dalam Pemilu yang jurdil sebagaimana yang
masyarakat, sehingga kontestasi dan didengungkan dalam undang-undang
partisipasi politik dari kekuatan-kekuatan di tersebut tidak diterapkan sebagaimana
luar birokrasi sangat lemah. Demikian juga mestinya, asas demokrasi sebagai sendi dari
halnya dengan kehidupan pers dibayangi negara hukum juga tidak dilaksanakan.
oleh ancaman pencabutan SIUPP (Surat Dengan demikian pemerintahan Orde Baru
Izin Usaha Penerbitan Pers), sehingga pers telah benar-benar melanggar konstitusi
tidak mempunyai kebebasan yang sungguh- (UUD 1945) yang berlaku. Selanjutnya
sungguh untuk mengekspresikan temuan, ketentuan hukum mengenai Pemerintahan
sikapdan pandangannya. Dengan demikian Daerah pada zaman orde baru dituangkan
konfigurasi politik Orde Baru, berdasarkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun
kriteria bekerjanya pilar-pilar demokrasi, 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di
adalah konfigurasi yang tidak demokratis Daerah. Pengangkatan kepala daerah adalah
atau cenderung otoriter. hak prerogatif presiden, dengan pengertian
Apabila dilihat dari karakter produk bahwa presiden tidak terikat dengan
hukum pada era Orde Baru, sebagaimana peringkat suara dukungan DPRD masing-
halnya ketentuan hukum tentang Pemilu masing, artinya yang mendapat suara
dapat dikualifikasikan sebagai produk terbanyak tidak mesti harus diangkat,
hukum yang berkarakter tergantung kepada presiden
ortodoks/elitis/konservatif. Hal ini Kepala Daerah merupakan penguasa
dituangkan dalam dua buah undang- tunggal di bidang pemerintahan di daerah,
system kontrol dilakukan dengan
pengawasan preventif, pengawasan represif
5 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), h.52 dan pengawasan umum. Pengawasan
92
preventif berkaitan dengan keharusan halnya dengan Kepres Nomor 55 Tahun
pengesahan Perda dan Keputusan Kepala 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi
Daerah, pengawasan represif berkenaan Pelaksanaan Pembangunan untuk
dengan kewenangan penangguhan dan Kepentingan Umum, meskipun membawa
pembatasan perda, dan pengawasan umum sedikit kemajuan, namun bentuk
adalah pengawasan terhadap segala peraturannya tetap tidak proporsional.
kegiatan yang dapat menjamin Materinya yang prinsip seharusnya menjadi
terselenggaranya pemerintahan di daerah, yang materi undang-undang, yang sebenarnya
berupa pemeriksaan dan penyelidikan. tidak dapat dibuat sepihak oleh eksekutif.
Dengan demikian Undang-undang Nomor Pemerintahan Orde Baru terlihat lebih
5 Tahun 1974 yang berlaku pada era Orde mementingkan kelompok atau golongan
Baru tersebut memperlihatkan watak tertentu tanpa memperhatikan nasib rakyat.
konservatif, yang dapat dicirikan dari Sehingga undang-undang yang responsive
penggunaan asas otonomi nyata dan dibuat menjadi konservatif sebagaimana
bertanggungjawab sebagai pengganti asas halnya UUPA tersebut. Dengan demikian
otonomi yang seluas-luasnya. Hal ini dalam pelaksanaannya sering terjadi
memang tidak memperhatikan aspirasi permasalahan-permasalahan dan pertikaian-
masyarakat yang berkembang di daerah, pertikaian, terutama dalam masalah
pemerintah senantiasa memaksakan pembebasan tanah yang nyata-nyata tidak
kehendaknya demi untuk kepentingan proporsional dan merugikan rakyat.
individu atau kelompok tertentu. Kenyataan Apabila dilihat dari keseluruhan roda
ini sebagai gambaran bahwa pemerintahan pemerintahan yang dilaksanakan pada masa
tidak dilaksanakan berdasarkan ketentuan orde baru, memang benar-benar telah
hukum yang berlaku, tetapi berdasarkan melanggar asas dan sendi negara hukum,
atas kekuasaan. sebagaimana dituangkan dalam Pembukaan
Adapun ketentuan hukum mengenai dan Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945
Agraria pada masa orde baru masih C. Penutup
menggunakan Undang-undang Nomor 5 Berdasarkan uraian di atas maka dapat
Tahun 1960 (UUPA). Namun dalam disimpulkan konfigurasi politik dan
pelaksanaannya pemerintah banyak karakter produk hukum selalu berubah
mengeluarkan peraturan yang parsial, sejalan dengan masa pembahasan. Pada
seperti Peraturan Menteri Dalam Negeri masa demokrasi liberal (1945-1959),
(PMDN) Nomor 15 Tahun 1975, yang ternyata konfigurasi politik bersifat
mengatur tata cara pembebasan tanah untuk demokratis dan produk hukum yang
keperluan pembangunan dan dalam rangka dihasilkan bersifat responsif. Sedangkan
kepentingan umum. Inpres Nomor 9 Tahun pada masa demokrasi terpimpin (1959-
1973, yang berisi pedoman dan jenis-jenis 1966), di sini terlihat bahwa konfigurasi
kegiatan yang dapat dikategorikan politik bersifat otoriter dan karakter produk
kepentingan umum. Ketentuan ini dapat hukum bersifat konservatif, kecuali produk
dipandang sebagai jalan pintas yang hukum tentang agraria yang memang telah
diambil pemerintah untuk memudahkan dipersiapkan sebelumnya. Kemudian pada
pengambilalihan tanah dari rakyat. masa Orde Baru (1966-1998) menampilkan
UUPA yang berkarakter responsif, konfigurasi politik non demokratis (otoriter)
tetapi pemerintah orde baru dengan karakter produk hukum yang bersifat
menginterpretasikannya dalam berbagai ortodoks/konservatif. Walaupun pada awal
bentuk peraturan perundang-undangan perjalanannya menampilkan konfigurasi
secara parsial untuk keperluan pragmatis politik yang demokratis, tetapi kemudian
dalam rangka pelaksanaan program-program mengarah kepada non demokratis.
pembangunan, sehingga memperlihatkan Perjalanan konfigurasi politik dan
watak yang konservatif. Demikian juga karakter produk hukum tersebut
93
dihubungkan dengan Indonesia sebagai
negara hukum, sebagaimana dituangkan
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 serta dalam Batang Tubuh dan
Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945,
maka dapat dikatakan bahwa pemerintahan
Indonesia dalam praktek ketatanegaraannya
belum dapat meletakkan hukum pada
posisinya yang semestinya, melainkan lebih
sering diintervensi oleh kekuasaan politik.

D. Daftar Pustaka
Azhari, Negara Hukum Indonesia, Analisis
Yuridis Normatif Tentang Unsur-
Unsurnya, UI Press, Jakarta, 1995

Hasan Zaini, Pengantar Hukum Tata


Negara Indonesia, Alumni, Bandung,
1991

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu


Politik, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 1997

Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di


Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1998

94
95

Anda mungkin juga menyukai