Manajemen Air Dan Lingkungan Budidaya
Manajemen Air Dan Lingkungan Budidaya
Dosen Pengampu :
Dr. Sinung Rahardjo, A.Pi.,M.Si
Disusun oleh :
Adya Lasmana
56204113130
TAK B
PROGRAM DIPLOMA IV
POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI AKUAKULTUR
JAKARTA
2021
1. Statistik Produksi
2. Metodologi Produksi
Unit Produksi
Kolam tanah menjadi fasilitas terbanyak digunakan. Kolam dapat di bangun di sekitar
sungai,danau, sumur, muara dan laut. Kolam bervariasi dengan ukuran 100m2 dan
kedalaman 0,75 dan 2m. Kolam juga diberi saluran pembuangan untuk memudahkan
mengosongkan isi tambak. Sistem akuakultur terdapat sistem deras dan tanki. Sumber air
flow trough menggunakan mata air sungai.
Ada dua sistem resirkulasi yaitu terdapat di luar ruangan dan terdiri dari unit
budidaya dari mana air dilewatkan melalui bak sedimentasi dan kemudian ke kolam
konvensional untuk pengolahan dengan proses biologis alami. Aerasi diterpakan disini untuk
menjaga oksigen terlarut.
Teknik budidaya
Budidaya ikan, udang dan organisme lain relatif sama. Pemberian pupuk untuk
meningkatkan fitoplankton sebagai pakan alami. Pemberian pakan pelet biasanya dilakukan
1 hari sekali. Limbah dan kotoran mengakibatkan kualitas air menurun sehingga dilakukan
pertukaran air. Penggunaan aerasi juga lebih meningkatkan kualitas air. Saat panen
dilakukan pengeringan.
Protein
Pakan akuakultur mengandung persentase protein kasar yang tinggi dengan kisaran
25 sampai 45%. Protein untuk pakan diperoleh dari makanan nabati, makanan hewani, dan
terutama tepung ikan. Tepung ikan dapat dibuat dari jeroan dari pengolahan hewan
budidaya. Jeroan
Hasil dari pengolahan ikan nila sekitar 65%. Dengan asumsi konversi 4,5, 1.000 kg
ikan nila akan menghasilkan 144 kg tepung ikan setara dengan 650 kg ikan hidup.
Penggunaan minyak ikan juga sangat tinggi sehingga kesediaannya terbatas.
Energi
Penggunaan energi yang tinggi dalam budidaya sehingga penggunaan aerasi dan
memompa air adalah yang terutama. Karena konsumsi energi yang tinggi untuk memompa
air dan menerapkan aerasi, perhatian khusus harus diberikan untuk membuat operasi ini
efisien. Metode juga harus dicari untuk menghemat energi di semua operasi budidaya
akuakultur.
4. Masalah Lingkungan
Penghancuran lahan basah Proyek akuakultur harus berlokasi di dekat sumber air,
sehingga sering ditemukan mereka di daerah pesisir, dekat danau, dan di dataran banjir
sungai. Lahan basah sangat penting karena terdapat banyak organisme didalamnya namun
kegiatan budidaya dapat merusak lahan basah dan juga bakau disekitarnya.
Populasi Air
Pemberian pakan dan bahan organik lain dapat merusak kualitas air di dalam kolam
begitu juga budidaya di keramba jaring. Limbah dari sistem akuakultur aliran-melalui dan
budidaya keramba dan jaring biasanya merupakan ancaman polusi yang lebih besar
daripada kolam
Air mengalir dengan cepat melalui jalur lintasan dan zat terlarut dan tersuspensi
dikeluarkan. Namun, ada kemungkinan untuk menangkap beberapa feses dan pakan yang
tidak dimakan melalui sedimentasi di ujung unit kultur
Salinitas
Dalam budidaya perairan pesisir, tambak air payau terkadang mengalir ke air tawar
tubuh menyebabkan salinisasi. Masalah umum lainnya adalah rembesan air asin dari kolam
ke akuifer air tawar yang mendasarinya. Sedimen juga dapat dipindahkan dari kolam
budidaya pantai dan dibuang di daerah air tawar. Garam yang terkandung dalam sedimen
mengalir keluar mengikuti curah hujan dan dapat menyebabkan salinisasi (Boyd et al. 1994).
Bahan Kimia
Selain pupuk, berbagai bahan kimia lain digunakan dalam budidaya. Bahan bakar
dan produk minyak bumi lainnya dapat menyebabkan pencemaran air jika tumpah ke dalam
air, dan dapat menimbulkan ledakan dan bahaya kebakaran. Pembuangan produk minyak
bekas yang tidak tepat juga dapat menjadi sumber pencemaran air atau tanah.
5. Masalah Sosial
Masalah sosial utama yang terkait dengan budidaya adalah konflik penggunaan
tanah, air dan sumber Daya alam lainnya. Perselisihan atas hak atas tanah paling sering
terjadi di wilayah pesisir negara-negara dimana hak untuk menggunakan lahan pesisir
berada dalam konsesi atau sewa dari pemerintah lokal atau nasional daripada dari
kepemilikan tanah. Investor berpengaruh dapat memperoleh hak untuk menggunakan tanah
melalui pengaruh keuangan atau politik, dan lahan yang luas telah diserahkan kepada
perusahaan selama bertahun-tahun dengan sedikit atau tanpa biaya. Masyarakat setempat
terkadang tidak dapat mengembangkan proyek budidaya perikanan kecil di daerah utama
karena tanahnya diserahkan kepada perusahaan besar nasional atau asing. Selain itu, di
beberapa negara berkembang yang berpenduduk padat, banyak orang yang tidak memiliki
tanah tinggal di dekat pantai dan bergantung pada penangkapan ikan dan panen sumber
daya pesisir lainnya untuk mencari nafkah. Penggunaan air juga menimbulkan masalah,
penggunaan air dapat bersaing dengan pengguna air yang lain. Penggunaan keramba jaring
juga akan menggangu navigasi, penangkapan ikan dan rekreasi. Penggunaan fasilitas juga
menjadi kendala penting dan perusahaan dan orang yang bekerja di budidaya haru
bertanggung jawab.
9. Pengembangan BMP
Jelas ada banyak upaya untuk mengembangkan dokumen umum yang berisi BMP
untuk sejumlah spesies akuakultur dan terutama untuk udang laut. Peternakan individu dan
kelompok Produsen lokal juga menjadi tertarik untuk meningkatkan praktik pengelolaan.
Misalnya, Produsen Lele Alabama (ACP) yang sebagian besar terdiri dari produsen di
wilayah lima kabupaten di Alabama barat -Tengah mengikuti prosedur formal untuk
mengembangkan BMP (Boyd et al. 2003)
Survei lingkungan
Langkah awal dalam mengembangkan BMP untuk produksi spesies tertentu di area
tertentu adalah melakukan survei terhadap kegiatan produksi dan potensi dampaknya
terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.
Penilaian lingkungan
Temuan survei lingkungan harus diringkas dalam laporan, karena: informasi akan
digunakan kemudian dalam pertemuan pemangku kepentingan. Laporan harus
menggambarkan industri dan bagaimana industri tersebut ditumpangkan pada lanskap dan
masyarakat. Fasilitas dan metode produksi harus dijelaskan.
Presentasi BMP
Dokumen BMP akhir harus menjelaskan masalah lingkungan, sosial, atau konservasi
yang akan ditangani oleh setiap kategori BMP dan memberikan panduan produsen untuk
menerapkan praktik tersebut.