Oleh:
Oleh:
Oleh :
SARI MULIA, S. Kep
NIM. 1830913320040
I. Latar Belakang
Asma merupakan penyakit yang sangat dekat dengan masyarakat dan
mempunyai populasi yang terus meningkat. Menurut survey The Global Initiative
for Asthma (GINA) tahun 2004, ditemukan bahwa kasus asma diseluruh dunia
mencapai 300 juta jiwa dan diprediksi pada tahun 2025 penderita asma bertambah
menjadi 400 juta jiwa (GINA, 2004). Data World Health Organization (WHO)
juga mengindikasikan hal yang serupa bahwa jumlah penderita asma di dunia
diduga terus bertambah sekitar 180 ribu orang per tahun (Mardiah, 2009).
Di Indonesia sendiri, saat ini penyakit asma menduduki urutan sepuluh
besar penyebab kesakitan dan kematian (Depkes RI, 2007). Hal ini tergambar dari
data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di
Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan
asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-
sama dengan bronkhitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkhitis
kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar
5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000,
dibandingkan bronkhitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000 (PDPI, 2006)
Pengontrolan asma dengan terapi komplementer dapat dilakukan dengan teknik
pernapasan, teknik relaksasi, akupunktur, chiropractic, homoeopati, naturopati dan
hipnosis. Teknik-teknik seperti ini merupakan teknik yang banyak dikembangkan
oleh para ahli. Salah satu teknik yang banyak digunakan dan mulai populer adalah
teknik pernapasan. Dalam teknik ini diajarkan teknik mengatur napas bila
penderita sedang mengalami asma atau bisa juga bersifat latihan saja (The Asthma
Foundation of Victoria, 2002). Teknik ini
juga bertujuan mengurangi gejala asma dan memperbaiki kualitas hidup
( McHugh et al., 2003).
Beberapa teknik pernapasan ini tidak hanya khusus dirancang untuk
penderita asma, karena sebagian dari teknik pernapasan ini dapat bermanfaat
untuk berbagai penyakit lainnya. Namun demikian, ada juga beberapa teknik
pernapasan yang memang khusus untuk penderita asma yaitu teknik pernapasan
Buteyko dan Pranayama (Thomas, 2004; Fadhil, 2009).
Berdasarkan pemaparan diatas, penulis merasa tertarik untuk mengetahui
efektivitas teknik pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala asma.
2. Kriteria Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
a. Laporan telah dikoordinasi sesuai rencana.
b. Peserta menghadiri penyuluhan.
c. Tempat, media, dan alat penyuluhan sesuai rencana.
b. Evaluasi Proses
a. Peran dan tugas sesuai dengan perencanaan.
b. Waktu yang direncanakan sesuai dengan pelaksanaan.
c. 70 % peserta aktif dalam kegiatan penyuluhan.
d. Peserta tidak meninggalkan ruangan selama penyuluhan.
c. Evaluasi Hasil
Peserta mampu:
a. Menjelaskan pengertian tentang Asma dengan bahasa sendiri
b. Menyebutkan tanda dan gejala Asma
c. Menyebutkan manfaat teknik pernapasan Buteyko
d. Mengetahui dan dapat mendemonstrasikan tahapan teknik
pernapasan Buteyko
MATERI PENYULUHAN
1. ASMA
a. Pengertian Asma
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang
disebabkan oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti sel mast,
eosinofil, dan limfosit-T terhadap stimulus tertentu dan menimbulkan
gejala dyspnea, wheezing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang
bersifat reversibel dan terjadi secara episodik berulang (Brunner &
Suddarth, 2001). Pendapat serupa juga menyatakan bahwa asma
merupakan reaksi hiperresponsif saluran napas yang berbeda-beda
derajatnya dan menimbulkan fluktuasi spontan terhadap obstruksi jalan
napas (Lewis et al., 2000).
b. Tanda dan gejala Asma
Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan pagi hari. Gejala
yang di timbulkan berupa batuk-batuk pada pagi, siang, dan malam hari,
sesak napas, bunyi saat bernapas (wheezing atau ”ngik..ngik..), rasa
tertekan di dada, dan gangguan tidur karena batuk atau sesak napas. Gejala
ini terjadi secara reversibel dan episodik berulang (Yayasan Asma
Indonesia, 2008, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006, Lewis et al.,
2000). Pada keadaan asma yang parah gejala yang ditimbulkan dapat
berupa peningkatan distress pernapasan (tachycardia, dyspnea, tachypnea,
retraksi iga, pucat), pasien susah berbicara dan terlihat lelah. Gejala yang
berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa. Yang termasuk
gejala yang berat adalah serangan batuk yang hebat, sesak napas yang
berat dan tersengal-sengal, sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari
sekitar mulut), sulit tidur dengan posisi tidur yang dianggap nyaman
adalah dalam keadaan duduk, dan kesadaran menurun ( Depkes RI, 2007).
Gejala asma dapat diperburuk oleh keadaan lingkungan, seperti
terpapar oleh bulu binatang, uap kimia, perubahan temperatur, debu, obat
(aspirin, beta-blocker), olahraga berat, serbuk, infeksi sistem respirasi,
asap rokok dan stres (GINA, 2004). Gejala asma dapat menjadi lebih
buruk dengan terjadinya komplikasi terhadap asma tersebut sehingga
bertambahnya gejala terhadap distress pernapasan yang di biasa dikenal
dengan Status Asmatikus (Brunner & Suddarth, 2001).
c. Klasifikasi Asma
1) Ekstrinsik (alergi)
Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan reaksi
alergi oleh karena faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu,
serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin) dan
spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu
predisposisi genetik terhadap alergi. Paparan terhadap alergi akan
mencetuskan serangan asma. Gejala asma umumnya dimulai saat
kanak-kanak.
2) Intrinsik (idiopatik atau non alergik)
Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan adanya
reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik
atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan
oleh adanya infeksi saluran pernapasan, emosi dan aktivitas. Serangan
asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya
waktu dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronik dan emfisema.
Pada beberapa pasien, asma jenis ini dapat berkembang menjadi asma
gabungan. Bentuk asma ini biasanya dimulai pada saat dewasa (usia >
35 tahun).
3) Asma gabungan
Jenis asma ini merupakan bentuk asma yang paling umum dan
sering ditemukan. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergi
maupun bentuk idiopatik atau nonalergik.
Asih, NGY & Effendy, Christantie. (2004). Keperawatan Medikal Bedah : klien
dengan gangguan sistem pernafasan. Jakarta : EGC.
Brunner & Suddart.(2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC.
Clark,M.V (2013). Asma : Panduan Penatalaksanaan Klinis. Jakarta : EGC
Mumpuni, Yekti. (2013). Cara Jitu Mengatasi Asma pada Anak dan
Dewasa. Jogyakarta :Rapha Publising.
Rineka Cipta Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta :
Nuha Medika
Somantri, Irman. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.
Sudoyo, Aru, W (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Sundaru, Heru. (2007). Asma apa dan bagaimana pengobatannya. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Vitahealth. (2005). Asma. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama