Yb Nilam Makalahelly
Yb Nilam Makalahelly
net/publication/281164142
CITATIONS READS
0 2,056
3 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Yazid Bindar on 23 August 2015.
Ellyta Sari
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas Bung Hatta Padang
Kampus III-UBH Jl. Gajah Mada Gunung Pangilun, Padang 25143
E-mail : ellyta@eudoramail.com
Abstrak
Minyak nilam atau “patchouli oil” merupakan komoditas ekspor yang memberikan sumbangan
paling besar diantara minyak atsiri di Indonesia. Minyak nilam digunakan sebagai bahan
pewangi dan penahan (fiksatif) aroma wangi dalam pembuatan parfum, kosmetik, sabun, dan
lain-lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengkuantifikasi penyulingan minyak nilam industri
rakyat Sumatera Barat. Metode penelitian yang digunakan yaitu penyulingan uap air. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penyulingan minyak nilam pada industri rakyat beroperasi pada
kondisi yang tidak dikendalikan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa menurut Standar SNI mutu
minyak nilam ditentukan dari warna, bobot jenis, indek bias, putaran optik, bilangan asam,
bilangan ester dan kelarutan dalam etanol 90 % serta kandungan komponen penyusun minyak
nilam terutama patchouli alkohol. Warna minyak yang diperoleh berwarna sangat coklat tua
(gelap). Rasio massa kukus per massa unggun yang digunakan dalam rentang 4,75-7,00 dan
memberikan perolehan 2,4-3,35 %. Penyulingan beroperasi pada massa kukus yang lebih
rendah dan effisiensi penggunaan energi bahan bakarnya rata-rata 27 %. Konsentrasi
patchouli alkohol yang diperoleh sekitar 23 % dan kandungan patchouli alkohol dalam minyak
setiap jam selama proses berkadar 19–40%.
Pendahuluan
Minyak nilam merupakan minyak atsiri yang diperoleh dari daun nilam (Pogostemon cablin Benth)
dengan cara penyulingan. Minyak tersebut merupakan komoditas ekspor non migas paling besar diantara
ekspor minyak atsiri di Indonesia. Minyak nilam selain digunakan sebagai bahan pewangi, juga dapat
digunakan sebagai penahan aroma wangi-wangian bahan pewangi lain sehingga bau wangi tidak cepat hilang
dan lebih tahan lama (fiksatif) dalam pembuatan parfum, kosmetik dan sabun.
Daerah yang dikenal sebagai penghasil nilam di Indonesia adalah Aceh. Saat ini budidaya nilam
sudah menyebar ke beberapa wilayah Indonesia, salah satunya adalah di Sumatera Barat. Perkebunan nilam
di Sumatera Barat tersebar di beberapa kabupaten yaitu Pasaman, 50 Kota, Padang Pariaman, Sawahlunto,
Sijunjung dan Pesisir Selatan. Semua perkebunan yang diusahakan di Sumatera Barat dalam bentuk usaha
perkebunan nilam rakyat.
Saat ini penyulingan minyak nilam dilakukan dengan cara yang sederhana dan pada kapasitas kecil,
sehingga tidak memberikan hasil yang optimal serta kualitas yang kurang baik. Penyulingan yang dilakukan
oleh sebagian besar dari petani di Sumatera Barat kebanyakan kurang memperhatikan kondisi-kondisi
perlakuan terhadap bahan baku, proporsi batang dengan daun, cara penyulingan, jenis bahan alat suling yang
dipakai dan penambahan air umpan ketel, serta sirkulasi pendinginan yang kurang memadai.
Hal tersebut mengakibatkan tingkat perolehan (rendemen) dan mutu minyak nilam yang kurang
baik, sehingga berdampak pada rendahnya harga minyak nilam Indonesia di pasaran dunia. Oleh karena itu
perlu dilakukan usaha-usaha untuk meng-kuantifikasi penyulingan minyak nilam industri rakyat.
Kualitas minyak nilam dapat ditentukan oleh komponen penyusunnya. Komponen utama penyusun
minyak tersebut, yaitu patchouli alcohol dan norpatchoulenol. Kedua komponen tersebut memberikan bau
khas minyak nilam [Hadiman,1976]. Menurut Baeur & Garbe [1985], patchouli alkohol menyumbangkan
karakteristik bau yang lebih kecil dibandingkan dari norpatchoulenol. Konsentrasi patchouli alkohol relatif
lebih besar (30-40%) dibandingkan dengan norpatchoulenol (0,3–0,4%).
Parameter kualitas penyulingan minyak nilam adalah kualitas minyak nilam, lama penyulingan dan
persentase perolehan (yield). Ketiga parameter tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kualitas
daun (unggun); berat unggun; kepadatan dan tinggi unggun; perbandingan uap dan massa unggun;
temperatur dan tekanan; kecepatan uap; kecepatan pemanasan; laju suplai energi; bahan dan dimensi
peralatan.
Metoda Penelitian
Penelitian dilakukan di industri penyulingan minyak nilam rakyat Sumatera Barat pada beberapa
daerah. Variabel yang dikuantifikasi pada penelitian ini adalah:
1. kondisi daun nilam berupa kadar air, lama penyimpanan, dan proporsi daun dan batang,
2. kebutuhan bahan bakar pada penyulingan,
3. perbandingan kukus dan massa unggun,
4. ketinggian unggun dan kepadatan unggun,
5. perolehan minyak nilam pada sampai penyulingan berakhir.
Alat yang digunakan adalah unit alat penyulingan minyak nilam milik rakyat sendiri. Setiap unit
penyulingan ini mempunyai ketel suling berisi nilam yang disuling, ketel uap, tungku api kayu, kondensor
kukus-minyak, ketel pemisah dua fasa air/minyak. Peralatan yang digunakan rakyat pada dasarnya satu sama
lain sama dalam hal tipe, geometri dan material alat. Material peralatan adalah drum bekas dari besi biasa.
Variasi unit penyulingan rakyat di daerah penelitian dilakukan diberikan pada Tabel 1.
Kuantifikasi penyulingan minyak nilam rakyat dilakukan di beberapa daerah Sumatera Barat
dengan variabel dan kondisi penyulingan yang ditampilkan pada Tabel 2. Beberapa industri rakyat
melakukan penyulingan dengan jumlah bahan dan kadar air yang berbeda–beda. Hal tersebut tergantung dari
penjemuran yang dilakukan.
Tabel 2. Variabel dan kondisi operasi penyulingan minyak nilam rakyat Pasaman Sumatera Barat
Kuantifikasi penyulingan minyak nilam didasarkan atas beberapa variabel yang penting. Variabel-
variabel tersebut adalah (a) sifat fisik minyak nilam, (b) perolehan minyak per satuan massa unggun dan
(c) kebutuhan kukus serta effisiensi pemakaian energi bahan bakar dan (d) kandungan komponen minyak
nilam.
1.5120
0.9700
A3
Indek Bias
Bobot jenis
1.5100
0.9600 A2 A4 1.5080
SNI Min
1.5060
A1 A5 A7 A9 A12
0.9500 1.5040 A5 A6 A7
A6 A11
A2 A10 A11
1.5020 A4 A8 A12
0.9400 A3
SNI Min A9
A8 A10 1.5000 A1
0.9300 1.4980
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Gambar 1. Pengamatan bobot jenis minyak nilam. Gambar 2. Pengamatan indek bias minyak nilam
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
6
-45
SNI Max
A9
SNI Min 5
A3
-50 A11
A3 A6 A8
A2
A2 4
A4
Bilangan Asam
3
A5
-60 A6
A7 2
A12
A1 A5
-65
1
-75 -1
Gambar 3. Pengamatan putaran optik minyak nilam. Gambar 4. Pengamatan bilangan asam minyak nilam
11 11
SNI Max
10 10
A3
Kelarutan thd Etanol 90 %,
9 A1 9 A9
A11
ml etanol/ml.minyak
8 A8 A9 8 A6 A8 A10 A12
A2
7 7 A1 A2 A3 A5 A7
Bilangan Ester
A10
6 6 A4 A11
5 A4 A5 A6 A12 5
4
A7 4
3
3
2
2
1
SNI Min 1
0 SNI Min
0
-1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Induatri Rakyat (A1 - A12) Industri Rakyat (A1 - A12)
Gambar 5. Pengamatan bilangan ester minyak nilam Gambar 6.Pengamatan kelarutan dalam etanol 90 %
Gambar diatas menunjukkan bahwa hasil minyak nilam yang diperoleh memiliki sifat fisiko kimia
seperti bobot jenis, putaran optik, bilangan asam, bilangan ester dan kelarutan dalam etanol 90 % masih
memenuhi SNI. Khusus untuk indek bias Gb.2. berada dibawah SNI minimum. Nilai bobot jenis Gb.1.
nilainya sangat bervariasi dan bahkan ada yang dibawah SNI minimum. Rendahnya nilai indek bias dan
bobot jenis minyak ini, diakibatkan oleh kondisi bahan yang disuling seperti terlalu banyaknya perbandingan
batang daripada daun, lamanya pengeringan terhadap bahan dan lamanya waktu penyulingan. Selain itu juga
dapat disebabkan kurang banyaknya kandungan molekul yang berantai panjang.
Indek bias dipengaruhi oleh panjang rantai karbon dan jumlah ikatan rangkap [Forma,1979]. Makin
panjang rantai karbon dan banyaknya jumlah ikatan rangkap, maka indek bias meningkat. Waktu
pengeringan yang lama dan perbandingan batang lebih banyak daripada daun memberikan nilai indek bias
dan bobot jenis yang tinggi [Rusli dan Hasanah,1976]. Pada penelitian lapangan, pengeringan daun dan
perbandingan daun dengan batang tidak dikendalikan, sehingga hasilnya bisa bervariasi dari satu sample ke
sample yang lain. Perbandingan massa daun dengan batang yang baik adalah dua banding satu [Rusli,1976].
Nilai putaran optik, bilangan asam dan bilangan ester juga bervariasi, tetapi masih masuk dalam
rentang SNI. Hal ini disebabkan oleh jenis dan perlakuan awal bahan sebelum disuling dari masing-masing
industri bervariasi. Irfan [1989] menunjukkan bahwa semakin banyak batang yang disuling, semakin kecil
minyak yang diperoleh per satuan massa bahan. Pada kondisi diatas, bobot jenis, indek bias, putaran optik
(kearah negatif) dan komponen berat polar minyak menjadi meningkat.
Kelarutan minyak nilam rakyat terhadap etanol 90 % ditunjukkan pada Gb.6. Tingkat kelarutan ini
memenuhi syarat dimana berada pada tingkat mendekati SNI maksimum. Kondisi kelarutan untuk seluruh
jenis sample minyak secara rata-rata dikuantifikasikan pada satu bagian minyak nilam larut dalam enam
bagian volume etanol 90 %. Pada dasarnya, kelarutan yang dianggap lebih baik adalah satu bagian minyak
nilam dalam satu bagian volume etanol 90 %. Perbandingan kelarutan satu banding enam yang diperoleh
tersebut, diperkirakan minyak nilam masih banyak mengandung senyawa terpen. Menurut Guenther [1948],
minyak yang mengandung “oxygenated terpen” lebih mudah larut dari pada minyak yang mengandung
terpen.
Faktor lain yang menyebabkan nilai kelarutan minyak atsiri tinggi yaitu adanya minyak yang berupa
getah fraksi ringan dalam minyak atsiri. Contohnya minyak “kruing” dalam minyak akan menyebabkan
minyak tersebut sukar larut dalam alkohol. Menurut SNI, adanya minyak kruing sangat tidak dikehendaki.
Warna perolehannya rata-rata berwarna sangat gelap. Hal ini dapat disebabkan adanya ion Fe/oksida
logam [Rusli,1991], minyak yang terbakar (oksidasi) dan terbentuknya resin [Guenther,1948]. Ketel
penyulingan yang digunakan di industri rakyat berupa drum-drum bekas yang mudah terkorosi, sehingga
tercampur ke dalam minyak berupa ion Fe yang menghasilkan warna gelap kehitaman. Bahan baku yang
berumur tua memberikan warna minyak lebih tua dan agak gelap. Hal ini disebabkan pada tanaman tua
tersebut telah banyak mengandung resin [Stoll,1967].
Perolehan minyak didefinisikan sebagai perolehan volume minyak per massa unggun per jam proses
penyulingan. Besaran ini dinotasikan sebagai dV (dt.M ) dimana dV adalah perolehan volume minyak setiap
jam (dt) proses, dt adalah lamanya waktu penampungan dalam hal ini satu jam dan M adalah massa unggun
nilam yang disuling. Total waktu penyulingan dilakukan rata-rata selama 5 jam. Pengamatan perolehan
ditampilkan pada Gb.7.
25 25
20
(dV/dt.M), ml/(jam.kg)
20
(dV/dt.M), ml/(jam.kg)
15 15
10 10
5 5
0 0
0 1 2 3 4 5 6 0 1 2 3 4 5 6
t, jam t, jam
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12
Gambar 7. Pengamatan perolehan minyak nilam setiap jam dalam 5 jam proses penyulingan
Gambar tersebut diatas menunjukkan bahwa perolehan minyak nilam setiap jamnya mempunyai
kecenderungan yang menurun. Pada jam pertama dan kedua, perolehan minyak rata-rata lebih banyak
dibandingkan pada jam-jam berikutnya. Hal ini dapat dipahami dimana proses hidrodifusi umumnya
mempunyai laju yang tinggi pada waktu awal kontak antara uap dan daun nilam. Pada jam-jam berikutnya
perolehan sudah berkurang, karena laju hidrodifusi rendah dimana kandungan minyak dalam daun sudah
berkurang banyak.
Pengaruh kerapatan unggun dalam ketel suling terhadap persentase perolehan (yield) ditampilkan
pada Gb.8. Kerapatan unggun didefinisikan sebagai massa unggun per volume unggun. Persentase perolehan
dinyatakan sebagai jumlah massa minyak per massa unggun kering. Kerapatan unggun yang memberikan
perolehan tinggi adalah 0,125–0,130 kg/lt. Kerapatan ini sangat berperanan dalam memberikan kontak yang
efektif antara uap dan daun nilam.
3.6
3.6
Gambar 8. Pengaruh kerapatan unggun terhadap % yield Gambar 9. Pengaruh massa kukus/massa unggun dan massa
minyak/massa unggun
Kontak yang efektif adalah kontak yang dapat memberikan kesetimbangan uap-cair pada seluruh
permukaan daun. Kesetimbangan ini akan menciptakan penurunan tekanan parsial diluar permukaan
sehingga difusi minyak terjadi dari dalam daun ke luar permukaan daun. Difusi yang terjadi karena
perubahan fasa minyak dalam daun menjadi uap. Peristiwa ini diharuskan terjadi secara merata pada seluruh
permukaan daun. Maka dari itu uap harus dapat selalu kontak dan membasahi seluruh permukaan daun.
Kerapatan unggun yang besar tidak memberikan kontak yang efektif antara uap dan permukaan daun.
Hal ini terjadi karena uap tidak mampu melewati bagian-bagian unggun yang terlalu padat. Kerapatan
unggun yang kecil juga tidak memberikan kontak yang efektif, karena terjadinya jalur uap yang
mengakibatkan uap hanya lolos keatas dan tidak ada kesempatan kontak dengan unggun.
Kebutuhan kukus yang digunakan dalam penyulingan minyak nilam ditampilkan pada Gb.9.diatas.
Kukus yang digunakan berasal dari air sungai yang dimasak didalam ketel uap dengan kondisi temperatur
dari 27oC hingga 100oC (mendidih). Kebutuhan kukus/massa unggun, Gb.11 sangat bervariasi pada rentang
4,75–7,00. Kondisi diatas juga menjelaskan perolehan yang bervariasi dalam rentang 2,40–3,45.
Bahan bakar yang digunakan dalam penyulingan minyak nilam di industri rakyat adalah kayu bakar.
Jenis kayu bakar yang dipakai yaitu kayu dari tanaman kayu manis, karet atau pinus. Bahan bakar yang
dibutuhkan selama penyulingan rata-rata sekitar 0,3–0,35 m3 untuk 5 jam penyulingan. Effisiensi energi
efektif untuk penyulingan minyak nilam industri rakyat rata-rata sekitar 27 %. Effisiensi ini tergolong rendah,
sehingga sangat perlu ditingkatkan melalui sistem modifikasi ketel uap.
Konsentrasi komponen patchouli alkohol dalam minyak nilam yang diperoleh setiap jam penyulingan
disajikan pada Gb.11. Komponen yang tertinggi berada pada jam ke lima dan yang terendah berada pada jam
pertama. Hal ini diperkirakan pada jam pertama minyak yang mengandung komponen-komponen ringan
terlebih dahulu keluar dan berikutnya dilanjutkan dengan komponen-komponen berat yang merupakan
golongan sesquiterpen dengan berat molekul yang tinggi. Salah satu dari senyawa-senyawa tersebut adalah
patchouli alkohol [Guenther, 1949].
45
40
35
Patchouli alkohol,
30
% konsentrasi
25
20
15
10
0
0 1 2 3 4 5 6
(t/t)
Gambar 11. Pengamatan komponen patchouli alkohol setiap pengambilan per jam proses penyulingan
minyak nilam
Kesimpulan
Hasil minyak nilam rakyat memiliki sifat fisiko kimia seperti bobot jenis, indek bias, putaran optik,
bilangan asam, bilangan ester dan kelarutan dalam etanol 90 % yang sangat bervariasi dan ada yang belum
memenuhi syarat mutu Standar Nasional Indonesia (SNI). Warna perolehan minyak nilam rakyat rata-rata
berwarna sangat gelap. Perolehan minyak nilam setiap jamnya mempunyai kecenderungan yang menurun
selama proses penyulingan. Kerapatan unggun sangat mempengaruhi perolehan minyak. Nilai kerapatan
unggun optimum yang diperoleh adalah 0,13 kg/lt. Rasio massa kukus per massa unggun yang digunakan
oleh industri rakyat bervariasi dalam rentang 4,75-7,00 memberikan perolehan 2,4-3,35 %. Penyulingan
rakyat dioperasikan pada massa kukus yang lebih rendah.Bahan bakar yang digunakan pada industri rakyat
yaitu kayu bakar dengan kebutuhan sekitar 0,3-0,35 m3 untuk 5 jam penyulingan. Effisiensi penggunaan
energi bahan bakar pada industri rakyat rata-rata 27 %. Effisiensi ini dianggap terlalu rendah. Konsentrasi
patchouli alkohol yang diperoleh dari industri rakyat sepanjang waktu penyulingan sekitar 23 %. Konsentrasi
patchouli alkohol yang diperoleh setiap jam penyulingan dari jam ke jam berikutnya semakin naik.
Daftar Pustaka
Akhila and Tewari,(1984),”Chemistry of Patchouli: A Review,” Current Res. Aromat Plants, 6(1),hal.38-54.
Buchi,G. and Nobel Wakabayashi,1961,”Constitution of Patchouli Alcohol and Absolute Configuration of
Cedrene”Journal American Chemical Society,hal.83, 927
Dummond,H.M.,(1960), “Patcouli oil, Journal Perfumery and Essential Oil Record”, hal.484-493
Dung N.X.,P.A. Leclereq,T.H.Thai, and L.D. Moi, 1989,”Chemical Composition of Patchouli Oil from
Vietnam”, The Journal of Essential Oil Research,1(2) :hal.99-100.
Ernest Guenther, Ph.D.(,1947),”The Essential Oils” Volume I,II dan III D.Van Nostrand Company Inc.,
New York.
Ketaren S. , (1985),”Pengantar Teknologi Minyak Atsiri”, PN Balai Pustaka, Jakarta.
Masada Y. ,(1975),”Analysis of Essential Oils by Gas Chromatography and Mass Spectrometry”, John
Wiley and Sons Inc.,New York.
Rusli dan Hasanah,(1977),”Cara Penyulingan Daun Nilam Mempengaruhi Rendemen dan Mutu
Minyaknya”, Pemberitaan LPTI
Standar Nasional Indonesia (SNI),(1991),”Minyak Nilam”, Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta