Kelas :G
Npm : B1A020257
Identitas pemohon :
Alamat : Jalan Karang Asem Utara Nomor 32, Mega Kuningan, Jakarta Selatan
1. Pasal 1 angka 26 ”Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna
kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang
ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”
2. Pasal 1 angka 27 ”Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana
yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar
sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari
pengetahuannya itu”
3. Pasal 65 “Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan
saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan
yang menguntungkan bagi dirinya”
4. Pasal 116 ayat (3) Dalam pemeriksaan tersangka ditanya apakah ia menghendaki
didengarnya saksi yang dapat menguntungkan baginya dan bilamana ada maka hal itu
dicatat dalam berita acara.
5. Pasal 116 ayat (4) Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) penyidik wajib
memanggil dan memeriksa saksi tersebut
6. Pasal 184 ayat (1) Alat bukti yang sah ialah:
a. Keterangan saksi
Menyatakan:
Identitas pemohon:
Pekerjaan : Wiraswasta
Permohonan ini diajukan oleh Hendry Batoarung Ma’dika yang menguji ketentuan Pasal 18
ayat (3) KUHAP mengenai “tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.”
Batu uji yang digunakan ialah Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, dan Pasal 28I
ayat (2) UUD 1945.
Menyatakan Ketentuan Pasal 18 ayat (3) KUHAP tidak berlaku, sepanjang frasa kata
“segera“‘ dimaknai tidak lebih dari 3 (tiga) hari setelah penangkapan tembusan surat
perintah penangkapan harus disampaikan kepada keluarga bagi keluarga yang tinggal
dalam satu wilayah kabupaten/kota yang sama dengan wilayah Kepolisian Resort
yang melakukan penangkapan;
Menyatakan Ketentuan Pasal 18 ayat (3) KUHAP tidak berlaku, sepanjang frasa kata
“segera” dimaknai tidak lebih dari 1 (satu) minggu setelah penangkapan tembusan
surat perintah penangkapan harus disampaikan kepada keluarga bagi keluarga yang
tinggal dalam satu wilayah propinsi tapi di luar kabupaten/kota dengan wilayah
Kepolisian Resort yang melakukan penangkapan;
Menyatakan Ketentuan Pasal 18 ayat (3) KUHAP tidak berlaku, sepanjang frasa kata
“segera” dimaknai tidak lebih dari 1 (satu) minggu setelah penangkapan tembusan
surat perintah penangkapan harus disampaikan kepada keluarga bagi keluarga yang
tinggal dalam satu wilayah provinsi tapi di luar kabupaten/kota dengan wilayah
Kepolisian Resort yang melakukan penangkapan;
c. Amar putusan
Perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diajukan oleh:
Pekerjaan : Swasta
2. Nama : Supriyadi
Pekerjaan : Swasta
Menyatakan Pasal 80 KUHAP adalah bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang pengertian
“Pihak Ketiga yang Berkepentingan” dalam Pasal 80 KUHAP, tidak dimaknai termasuk pula
“masyarakat luas yang diwakili Lembaga Swadaya Masyarakat atau organisasi
kemasyarakatan” sesuai maksud, tujuan, dan pembidangan Lembaga Swadaya Masyarakat
dan atau Organisasi Masyarakat tersebut sesuai bobot keperluan umum atau kepentingan
publik yang terganggu akibat suatu tindak pidana yang menimbulkan korban orang banyak
atau masyarakat luas. Selanjutnya hak gugat Lembaga Swadaya Masyarakat dan atau
Organisasi Masyarakat tersebut tidak memerlukan pengaturan khusus dalam Undang-Undang
yang berkaitan untuk mengajukan gugatan praperadilan.
Menyatakan Pasal 80 KUHAP tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang
pengertian pihak ketiga yang berkepentingan tidak dimaknai termasuk pula “masyarakat luas
yang diwakili Lembaga Swadaya Masyarakat atau organisasi kemasyarakatan” sesuai
maksud, tujuan, dan pembidangan Lembaga Swadaya Masyarakat dan atau Organisasi
Masyarakat tersebut. Selanjutnya hak gugat Lembaga Swadaya Masyarakat dan atau
Organisasi Masyarakat tersebut tidak memerlukan pengaturan khusus dalam Undang-Undang
yang berkaitan untuk mengajukan gugatan praperadilan.
c. Amar putusan
a. Pasal 197
(2) Surat putusan pemidanaan memuat :
a. kepala putusan yang dituliskan berbunyi : "DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA";
b. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal, jenis kelamin, kebangsaan,
tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa;
c. dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;
d. pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan
beserta alat-pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang
menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa;
e. tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;
f. pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau
tindakan dan pasal peraturan perundangundangan yang menjadi dasar hukum
dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan
terdakwa;
g. hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara
diperiksa oleh hakim tunggal;
h. pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam
rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau
tindakan yang dijatuhkan;
i. ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan
jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti;
j. keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana
letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu;
k. perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan;
l. hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus
dan nama panitera;
2. (2) Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, j, k dan l pasal
ini mengakibatkan putusan batal demi hukum.
c. Amar putusan
Perkara ini dimohonkan oleh Dr. H. Idrus, M. Kes, yang menguji ketentuan Pasal 244
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP) mengenai: “Terhadap putusan perkara
pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain dari Mahkamah
Agung, terdakwa atau Penuntut Umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi
kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.”
Batu uji dalam Permohonan ini adalah Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat
(1) UUD 1945.
Pemohon meminta Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan beberapa hal berikut:
Menyatakan bahwa frasa “bebas” pada Pasal 244 KUHAP adalah bebas murni atau
juga termasuk bebas tidak murni;
Menyatakan bahwa frasa “kecuali terhadap putusan bebas” pada Pasal 244 KUHAP
adalah tidak bermakna dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat karena
bertentangan dengan UUD 1945; atau
Menyatakan bahwa frasa “kecuali terhadap putusan bebas” pada Pasal 244 KUHAP
adalah tidak bermakna secara bersyarat (conditionally unconstitutional) kecuali jika
diartikan dengan tegas melarang Jaksa Penuntut Umum untuk mengajukan memori
kasasi kepada Mahkamah Agung terhadap putusan bebas dengan alasan apapun
termasuk alasan bebas murni maupun bebas tidak murni;
c. Amar Putusan
Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana terhadap
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang diajukan oleh:
c. Amar putusan
Identitas pemohon :
Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus betanggal 6 Februari 2014 memberi kuasa
kepada Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., Dr. S.F. Marbun S.H., M.Hum., Alexander Lay, S.T.,
S.H., LL.M., Dasril Affandi, S.H., M.H., Syahrizal Zainuddin, S.H., Masayu Donny
Kertopati, S.H., Ade Kurniawan, S.H., Mohamad Ikhsan, S.H., Suci Meilianika, S.H., dan
Azvant Ramzi Utama, S.H., yang semuanya adalah advokat dan konsultan hukum dari Kantor
Maqdir Ismail & Partners yang berkedudukan hukum di Jalan Bandung Nomor 4, Menteng,
Jakarta, baik sendiri-sendiri maupu bersama-sama bertindak untuk dan atas nama pemberi
kuasa;
b. Pasal yang dimohonkan untuk diuji
Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam undang-undang ini tentang:
“a) sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian
penuntutan; dan
b) ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada
tingkat penyidikan atau penuntutan”. Tetapi juga termasuk “penetapan tersangka,
penggeledahan, dan penyitaan”
c. Amar putusan
Menguji ketentuan Pasal 83 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP yang menyatakan:
(1) “Terhadap putusan pra peradilan dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal
79, Pasal 80 dan Pasal 81 tidak dapat dimintakan banding”; (2) “Dikecualikan dari
ketentuan ayat (1) adalah putusan pra peradilan yang menetapkan tidak sahnya
penghentian penyidikan atau penuntutan, yang untuk itu dapat dimintakan putusan
akhir ke Pengadilan Tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan”.
Dalam permohonan ini Pemohon meminta Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan sebagai
berikut:
Menyatakan Pasal 83 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP, bertentangan dengan Pasal 27
ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945;
Menyatakan Pasal 83 KUHAP tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan
segala akibat hukumnya
c. Amar putusan
1. Pasal 197
Pasal yang dijadikan bahan uji materi adalah terhadap pasal 1 ayat 3, Pasal 28D ayat 1, Pasal
28G ayat 1 UUD 1945 yang dijadikan sebagai batu ujian selengkapnya berbunyi :
1. Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 “Negara Indonesia adalah negara hukum”
2. Pasal 28D (1) UUD 1945 Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
dihadapan hukum.
3. Pasal 28G (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta
berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
c. Amar Keputusan
2. Mahkamah memaknai:
2. 1. Pasal 197 ayat 1 huruf l Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan UUD NRI tahun 1945,
Apabila diartikan surat putusan pemidanaan yang tidak memuat ketentuan Pasal 197 ayat 1
huruf I Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana mengakibatkan
putusan batal demi hukum;
2.2. Pasal 197 ayat 2 huruf I Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan mengikat, apabila
diartikan surat putusan pemidanaan yang tidak memuat ketentuan Pasal 197 ayat 1 huruf l
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana mengakibatkan putusan
batal demi hukum;
2.3. Pasal 197 ayat 2 huruf I Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3209) selengkapnya menjadi, “Tidak dipenuhinya
ketentuan dalam ayat 1 huruf a, b, c, d, e, f, h, dan j pasal ini mengakibatkan putusan batal
demi hukum;
9. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-XIII/2015
Identitas pemohon :
Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 30 Juli 2015 memberi kuasa
kepada Achmad Rifai MA, S.H., Saiful Anam, S.H., Bambang Kurniawan, S.H., Zenuri
Makhrodji, S.H., Achmad Rulyansyah, S.H., Lissa Rochmilayali S.H., dan Nanang Hamdani,
S.H. advokat dan konsultan hukum pada kantor hukum “Achmad Rifai & partners” yang
beralamat di Menara Lippo Kuningan Lt. 17, Jalan HARI. Rasuna Said Kav. B Nomor 12
Kuningan, Jakarta Selatan, bertindak baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk
dan atas nama pemberi kuasa.
Pasal 82 ayat (1) huruf d UU No. 8 Tahun 1981 : d. dalam hal suatu perkara
sudah mulai. diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan
mengenai permintaan kepada pra peradilan belum selesai, maka permintaan
tersebut gugur;
Identitas pemohon
Nama : Anna Boentaran
Pekerjaan : Mengurus Rumah Tangga
Alamat : Jalan Simprug Golf I Kavling 89 RT 003 RW 008, Grogol
Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 32/SK-SHP/I/2016, bertanggal 28
Januari 2016 memberi kuasa kepada Muhammad Ainul Syamsu, S.H., M.H., Syaefullah
Hamid, S.H., Hafisullah Amin Nasution, S.H., Teuku Mahdar Ardian, S.HI., Advokat/Kuasa
Hukum, pada Kantor Hukum Syamsu Hamid & Partners, berkantor di Graha Samali Building
R. 2001 Lantai 2, Jalan H. Samali Nomor 31B, Pancoran, Pasar Minggu, Jakarta Selatan,
12740, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak untuk dan atas nama pemberi
kuasa
Pasal 263 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai lain selain yang
secara eksplisit tersurat dalam norma a quo.
Identitas pemohon:
Nama : Joelbaner Hendrik Toendan
Pekerjaan : Advokat
Alamat : Kantor Hukum Joelbaner H Toendan, Jalan Tebet Timur Raya Nomor
15, Jakarta Selatan;
Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 20 Oktober 2016 memberi kuasa
kepada Dr. Juniver Girsang, S.H., M.H., Harry Ponto, S.H., LLM., Swandy Halim, S.H.,
MSc., Patuan Sinaga, S.H., M.H., Arief Patramijaya, S.H., LLM., Hanita Oktavia, S.H.,
Patricia Lestari, S.H., M.H., Triweka Rinanti, S.H., M.H., Dr. N. Pininta Ambuwaru, S.H.,
M.M., M.H., LLM., Handoko Taslim, S.H., LLM., Budi Rahmad, S.H., dan Fajri Akbar,
S.H., para Advokat pada Law Firm Swandy Halim & Partners, beralamat kantor di Law Firm
Swandy Halim & Partners, Gedung Menara Kadin Indonesia Lantai 19, Jalan H.R. Rasuna
Said Blok X-5 Kav. 2-3, Jakarta Selatan, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama
bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa;
Pasal yang di uji:
Pasal 197 ayat (1) : Surat putusan pemidanaan memuat :
a. kepala putusan yang dituliskan berbunyi : "DEMI KEADILAN BERDASARIKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA";
b. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal, jenis kelamin, kebangsaan, tempat
tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa;
c. dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;
d. pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta
alat-pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar
penentuan kesalahan terdakwa;
e. tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;
f. pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan
dan pasal peraturan perundangundangan yang menjadi dasar hukum dari putusan,
disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa;
g. hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa
oleh hakim tunggal;
h. pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam
rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan
yang dijatuhkan;
i. ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya
yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti;
j. keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana letaknya
kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu;
k. perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam'tahanan atau dibebaskan; 1. hari
dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama
panitera;
Pasal 197 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 secara bersyarat
dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa "surat
putusan pemidanaan memuat" sepanjang tidak dimaknai "surat putusan
pemidanaan di pengadilan tingkat pertama memuat".