Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM

A. Konsep Dasar Teori


1. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang
salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya,
ketidakmampuan merespon stimulus internal dan eksternal melalui proses iteraksi atau
informasi secara akurat (Yosep, 2009).
Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang salah dan secara kukuh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal
(Stuart dan Sundeen, 1998).
Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang
salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya,
ketidakmampuan merespon stimulus internal dan ekternal melalui proses interaksi atau
informasi secara akurat (Keliat, 1999).
2. Faktor Predisposisi
Menurut Direja (2011), faktor predisposisi dari gangguan isi pikir, yaitu:
a. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan menganggu hubungan interpersonal seseorang. Hal ini
dapat meningkatkan stres dan ansietas yang berakhir dengan gangguan persepsi, klien
menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
b. Faktor sosial budaya
Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat menyebabkan timbulnya waham.
c. Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda atau bertentangan, dapat menimbulkan
ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan.
d. Faktor biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran vertikel di otak, atau
perubahan pada sel kortikal dan limbic.
e. Faktor genetic.
3. Faktor Presipitasi
Menurut Direja (2011) faktor presipitasi dari gangguan isi pikir: waham, yaitu:
a. Faktor sosial budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang berarti atau diasingkan
dari kelompok.
b. Faktor biokimia
Dopamine, norepineprin, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat menjadi penyebab
waham pada seseorang.
c. Faktor psikologis
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi masalah
sehingga klien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang
menyenangkan.
4. Mekanisme Koping
a. Klien : identifikasi koping kekuatan dan kemampuan yang masih dimiliki klien.
b. Sumber daya dan duungan sosial : pengetahuan keluarga, finansial keluarga, waktu dan
tenaga keluarga yang tersedia, kemampuan keluarga memberikan asuhan.
5. Proses terjadinya
Menurut Yosep (2009), adapun proses terjadinya waham, yaitu:
a. Fase lack of human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara fisik maupun
psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang dengan status
sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan menderita.
Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakuakn
kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi
kesenjangan antara reality dengan self ideal sangat tinggi. Misalnya ia seorang sarjana
tetapi menginginkan dipandang sebagai seorang yang dianggap sangat cerdas, sangat
berpengalaman dan diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham terjadi karena sangat
pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi juga oleh rendahnya
penghargaan saat tumbuh kembang (life span history).
b. Fase lack of self esteem
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self ideal
dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan kebutuhan yang tidak
terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui kemampuannya. Misalnya, saat
lingkungan sudah banyak yang
kaya, menggunakan teknologi komunikasi yang canggih, berpendidikan tinggi serta
memiliki kekuasaan yang luas, seseorang tetap memasang self ideal yang melebihi
lingkungan tersebut. Padahal self reality-nya sangat jauh. Dari aspek pendidikan klien,
materi, pengalaman, pengaruh, support system semuanya sangat rendah.
c. Fase control internal external
Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang ia katakan
adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan kenyataan. Tetapi
mengahadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya
untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi prioritas
dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara optimal.
Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan
klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adequate karena besarnya
toleransi dan keinginan menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif
tetapi tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak
merugikan orang lain.
d. Fase environment support
Ada beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya menyebabkan klien
merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut
sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya
kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma (Super ego) yang ditandai dengan
tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
e. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap bahwa
semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan sering diserati
halusinasi pada saat klien menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering
menyendiri dan menghindari interkasi sosial (isolasi sosial).
f. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu keyakinan yang
salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering berkaitan dengan
traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang hilang).
Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan
ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk menggung kayakinan klien dengan cara
konfrontatif serta memperkaya kayakinan religiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan
menimbulkan dosa besar serta konsekuensi sosial.

6. Klasifikasi, Jenis dan Sifat Masalah


Proses berpikir meliputi 3 aspek yaitu bentuk pikiran, isi pikiran dan arus pikiran. Menurut
Kaplan, berfikir merupakan aliran gagasan, symbol dan asosiasi yang diarahkan oleh tujuan,
dimulai oleh suatu masalah atau tugas dan mengarah pada kesimpulan yang berorientasi pada
kenyataan.
a. Gangguan Bentuk Pikir
Dalam kategori ini termasuk semua penyimpangan dari pemikiran rasional, logic dan
terarah pada tujuan.
1) Dereisme/ pikiran dereistik
Titik berat pada tidak adanya sangkut paut terjadi antara proses mental individu dan
pengalamannya yang sedang berjalan. Proses mentalnya tidak sesuai dengan atau tidak
mengikuti kenyataan, logika atau pengalaman.
2) Pikiran otistik
Menandakan bahwa penyebab distorsi arus asosiasi adalah dari dalam pasien itu
sendiri dalam bentuk lamunan, fantasi, waham, atau halusinasi. Cara berfikir seperti
ini hanya akan memuaskan keinginannya yang tidak terpenuhi tanpa memperdulikan
keadaan seitarnya yang tidak terpenuhi tanpa memperdulikan keadaan sekitarnya.
Hidup dalam alam pikirannya sendiri.
3) Bentuk pikiran non realistic
Bentu pikiran yang sama sekali tidak berdasaran pada kenyataan, mengambil sesuatu
kesimpulan yang aneh dan tidak masuk akal.
b. Gangguan Arus Pikir
Yaitu tentang cara dan lajunya proses asosiasi dalam pemikiran yang timbul dalam
berbagai jenis :
1) Perseverasi : berulang-ulang menceritakan suatu ide, pikiran atau tema secara
berlebihan.
2) Asosiasi longgar : mengatakan hal-hal yang tidak ada hubungannya satu sama lain,
misalnya “saya mau makan semua orang dapat berjalan-jalan”. Bila ekstrim, maka
akan terjadi inkoherensi.
3) Inkoherensi : gangguan dalam bentuk bicara, sehingga satu kalimat pun sudah sulit
ditangap atau diikuti maksudnya.
4) Kecepatan bicara : untuk mengutarakan pikiran mungkin lambat sekali atau sangat
cepat.
5) Benturan : piiran tiba-tiba berhenti atau berhenti di tengah sebuah kalimat. Pasien
tidak dapat menerangkan mengapa ia berhenti.
6) Logorea : banyak bicara, kata-kata dikeluaran bertubi-tubi tanpa kontrol, mungkin
koherent atau incoherent.
7) Pikiran melayang (flight of ideas) :perubahan yang mendadak lagi cepat dalam
pembicaraan, sehingga satu ide yang belum selesai diceritakan sudah disusul oleh ide
yang lain.
8) Asosiasi bunyi : mengucapkan perkataan yang mempunyai persamaan bunyi,
misalnya pernah disengar “saya mau makan” diutarakan seakan berontak.
9) Neologisme : membentuk kata-kata baru yang tida dipahami oleh umum, misalnya :
saya radiitu, semua partinum.
10) Irelevansi : isi pikiran atau ucapan yang tidak ada hubungannya dengan pertanyaan
atau dengan hal yang sedang dibicarakan.
11) Pikiran berputar-putar (circumstantiality) : menuju secara tidak langsung kepada ide
pkok dengan menambahan banyak hal yang remeh-remeh yang majemuk dan tidak
relevan.
12) Main-main dengan kata-kata : membuat sejak secara tidak wajar.
13) Afasi : mungkin sensori (tidak atau sukar mengerti biacara orang lain) atau motorik
(tidak dapat atau sukar bicara), sering kedua-duanya sekaligus dan terjadi kerusakan
otak.
c. Gangguan Isi Pikir
Dapat terjadi baik pada isi pikiran nonverbal maupun pada isi pikiran yang diceritakan
misalnya :
1) Kegembiraan yang luar biasa (ecstasy) : dapat timbul secara mengambang pada orang
yang normal selama fase permulaan narkosa (anastesi umum)
2) Fantasi : isi pikiran tentang suatu keadaan atau kejadian yang diharapkan/ diinginkan,
tetapi dikenal sebagai tidak nyata.
3) Fobia : rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau keadaan yang tidak
dapat dihilangkan atau ditekan oleh pasien, biarpun diketahui bahwa hal itu irasional
adanya.
4) Obsesi : Isi pikiran yang kukuh (persisten) timbul, biarpun tidak dikendalikannya dan
diketahui bahwa hal itu tidak wajar atau tidak mungkin.
5) Preokupasi : Pikiran terpaku hanya pada sebuah ide saja yang biasanya berhubungan
dengan keadaan yang bernada emosional yang kuat.
6) Pikiran yang tak memadai (Inadequate) : pikiran yang ekstrinsik, tidak cocok dengan
banyak hal, terutama dalam pergaulan dan pekerjaan seseorang.
7) Pikiran bunuh diri (Suicide thoughts / ideation) : mulai dari kadang-kadang
memikirkan hal bunuh dari sampai terus menerus memikirkan cara bagaimana ia
dapat membunuh dirinya
8) Pikiran hubungan : pembicaraan orang lain, benda-benda, atau sesuatu kejadian
dihubungkan dengan dirinya.
9) Rasa terasing (aleanasi) : perasaan bahwa dirinya sudah menjadi lain, berbeda asing,
umpamanya heran, siapakah dia itu sebenarnya, rasanya ia berbeda sekali dengan
orang lain.
10) Pikiran isolasi sosial (social isolation) : rasa terisolasi, tersekat, terkunci, terpencil
dari masyarakat, rasa ditolak, tidak disukai orang lain, rasa tidak enak bila berkumpul
dengan orang lain, lebih suka menyendiri.
11) Pikiran rendah diri : Merendahkan, menghinakan dirinya sendiri, menyalahkan
dirinya tentang suatu hal yang pernah atau tidak pernah dilakukannya.
12) Merasa dirugikan oleh orang lain : menghina atau menyangka ada orang lain yang
telah merugikannya, sedang mengambil keuntungan dari dirinya, atau sedang
mencelakakannya.
13) Merasa dirinya dalam bidang seksual : acuh tak acuh tentang hal seksual, kegairahan
seksual berkurang secara umum (hiposeksualitas).
14) Rasa salah : sering mengatakan ia telah bersalah; ini bukanlah waham dosa.
15) Pesimisme : mempunyai pandangan yang suram mengenai banyak hal pada
bidangnya.
16) Sering curiga : mengutarakan ketidakpercayaannya kepada orang lain; buan waham
curiga.
17) Waham : keyakinan tentang sesuatu isi pikiran yang tidak sesuai dengan
kenyataannya atau tidak cocok dengan intelegensi dan latar belakang kebudayaannya,
biarpun dibutikan kemustahilan hal itu.
Menurut Direja (2011) dan Azizah (2011), adapun jenis-jenis waham, yaitu :
a) Waham Kebesaran
Keyakinan secara berlebihan bahwa dirinya memiliki kekuatan khusus atau
berlebihan yang berbeda dengan orang lain, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan.
b) Waham Agama
Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan berulang-ulang
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
c) Waham Curiga
Keyakinan seseorang atau sekelompok orang berusaha merugikan atau mencederai
dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
d) Waham Somatik
Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau terserang
penyakit, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
e) Waham Nihilistik
Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah meninggal dunia, diucapkan berulang-
ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
f) Waham Dosa
Keyakinan klien terhadap dirinya telah atau selalu salah atau berbuat dosa atau
perbuatannya tidak dapat diampuni lagi.
g) Waham yang bizar terdiri dari:
1) Sisp pikir yaitu keyakinan klien terhadap suatu pikiran orang lain disisipkan
ke dalam pikiran dirinya.
2) Siar pikir/broadcasting yaitu keyakinan klien bahwa ide dirinya dipakai
oleh/disampaikan kepada orang lain mengetahui apa yang ia pikirkan
meskipun ia tidak pernah secara nyata mengatakan pada orang tersebut.
3) Kontrol pikir/waham pengaruh yaitu keyakinan klien bahwa pikiran, emosi
dan perbuatannya selalu dikontrol/dipengaruhi oleh kekuatan di luar dirinya
yang aneh.

7. Penatalaksanaan Medis
Terapi pada gangguan jiwa, khususnya skizofrenia dewasa ini sudah dikembangkan
sehingga klien tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih manusiawi daripada
masa sebelumnya. Penatalaksanaan medis pada gangguan proses pikir yang mengarah pada
diagnosa medis skizofrenia, khususnya dengan gangguan proses pikir: waham, yaitu:
a. Psikofarmakologi
Menurut Hawari (2003), jenis obat psikofarmaka, dibagi dalam 2 golongan yaitu:
1) Golongan generasi pertama (typical)
Obat yang termasuk golongan generasi pertama, misalnya: Chorpromazine HCL
(Largactil, Promactil, Meprosetil), Trifluoperazine HCL (Stelazine), Thioridazine
HCL (Melleril), dan Haloperidol (Haldol, Govotil, Serenace).
2) Golongan kedua (atypical)
Obat yang termasuk generasi kedua, misalnya: Risperidone (Risperdal, Rizodal,
Noprenia), Olonzapine (Zyprexa), Quentiapine (Seroquel), dan Clozapine (Clozaril).
b. Psikotherapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada klien, baru dapat diberikan apabila klien
dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan dimana kemampuan menilai realitas
sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikotherapi pada klien dengan
gangguan jiwa adalah berupa terapi aktivitas kelompok (TAK).
c. Terapi somatik
Terapi somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan tujuan mengubah
perilaku yang maladaptif menjadi perilaku yang adaptif dengan melakukan tindakan dalam
bentuk perlakuan fisik (Riyadi dan Purwanto, 2009). Beberapa jenis terapi somatik, yaitu:
1) Restrain
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau manual untuk
membatasi mobilitas fisik klien (Riyadi dan Purwanto, 2009).
2) Seklusi
Seklusi adalah bentuk terapi dengan mengurung klien dalam ruangan khusus (Riyadi
dan Purwanto, 2009).
3) Foto therapy atau therapi cahaya
Foto terapi atau sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini diberikan dengan
memaparkan klien sinar terang (5-20 kali lebih terang dari sinar ruangan) (Riyadi dan
Purwanto, 2009).
4) ECT (Electro Convulsif Therapie)
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan
menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik (Riyadi dan Purwanto,
2009).
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan suatu kelompok atau komunitas dimana terjadi interaksi
antara sesama penderita dan dengan para pelatih (sosialisasi).
8. Rentang Respon Sosial
Menurut Stuart and Sundeen (1998) waham merupakan salah satu respon persepsi
paling maladaptif dalam rentang respon neurobiologi. Rentang respon tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:

Respon Adaptif Respon maladaptif

Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan proses


pikir / delusi / waham
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten Reaksi emosi Sulit berespon emosi
dengan pengalaman berlebihan atau kurang
Perilaku sesuai Perilaku aneh atau Perilaku disorganisasi
tidak biasa
Berhubungan sosial Menarik diri Isolasi sosial

Dari rentang respon neurobiologik diatas digambarkan bahwa bila klien/individu


mendapat suatu stressor maka individu akan berespon menuju respon adaptif maupun respon
maladaptif. Bila individu berespon adaptif, cenderung dapat berpikir logis, persepsi akurat,
emosi konsisten dengan pengalaman, perilaku sesuai dan dapat berhubungan sosial. Bila
individu berespon antara respon adaptif dan maladaptif maka akan menimbulkan pemikiran
kadang – kadang menyimpang, ilusi, reaksi emosional berlebihan atau berkurang, perilaku
ganjil dan menarik diri. Namun bila individu berespon maladaptif maka cenderung
mengalami kelainan pemikiran/delusi/waham, halusinasi, ketidakmampuan untuk mengalami
emosi, ketidakteraturan dan isolasi sosial.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan gangguan isi pikir:
waham (Fitria, 2009), adalah:
a. Gangguan proses pikir: waham
b. Risiko perilaku kekerasan
c. Isolasi sosial
d. Harga diri rendah kronik
Sedangkan data yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan isi pikir: waham (Fitria,
2009 dan Yosep, 2009), adalah:
a. Data subyektif
1) Klien mengatakan bahwa dirinya adalah orang yang paling hebat
2) Klien mengatakan bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus.
b. Data obyektif
1) Klien terus berbicara tentang kemampuan yang dimilikinya.
2) Pembicaraan klien cenderung berulang-ulang
3) Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan.
Pohon Masalah
Menurut Fitria (2009) dan Yosep (2009), pohon masalah pada pasien dengan waham
adalah sebagai berikut:
Risiko Perilaku Kekerasan Effect

Gangguan proses Pikir: Waham Core Problem

Isolasi Sosial Causa

Harga Diri Rendah Kronik

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan Proses Pikir: Waham
b. Risiko perilaku kekerasan
c. Isolasi sosial
d. Harga diri rendah kronik
3. Rencana Keperawatan
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
GANGGUAN ISI PIKIR: WAHAM

TGL/ DIAGNOSA PERENCANAAN


INTERVENSI
JAM KEPERAWATAN TUJUAN KRITERIA EVALUASI
Gangguan proses pikir: TUM :
waham Klien dapat berpikir sesuai dengan
realitas
TUK
1. Klien dapat membina hubungan 1. Setelah ....x interaksi klian : 1. Bina hubungan saling percaya dengan
saling percaya dengan perawat. a. Mau menerima kehadiran klien :
perawat di sampingnya. a. Beri salam
b. Menyatakan mau menerima b. Perkenalkan diri, tanyakan nama
bantuan perawat. serta nama panggilan yang disukai.
c. Tidak menunjukkan tanda- c. Jelaskan tujuan interaksi
tanda curiga. d. Yakinkan dia dalam keadaan aman
dan mendampinginya.
e. Yakinkan bahwa kerahasiaan klian
akan tetap terjaga.
f. Tunjukkan sikap terbuka dan jujur
g. Perhatikan kebutuhan dasar dan
beri bantuan memenuhinya

2. Klien dapat mengidentifikasi 2. Setelah...x.... interaksi klien dapat a. Beri pujian pada penampilan dan
kemampuan yang dimiliki mengidentifikasi kemampuan kemampuan klien yang realistis.
yang dimilikinya. b. Diskusikan dengan klien kemampuan
yang dimiliki pada waktu lalu dan saat
ini yang realistis.
c. Tanyakan apa yang biasa klien lakukan
kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini.
d. Jika klien selalu bicara tentang
wahamnnya, dengarkan sampai
kebutuhan wahamnya tidak ada.
Perawat perlu memperlihatkan bahwa
klien penting.

3. Klien dapat mengidentifikasi 3. Setelah ....x......klien dapat 1. Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
kebutuhan yang tidak terpenuhi. mengetahui kebutuhannya yang 2. Diskusikan kebutuhan klien yang
tidak terpenuhi. tidak terpenuhi baik selama dirumah
maupun dirumah sakit.
3. Hubungan kebutuhan yang tidak
terpenuhi dan timbulnya waham.
4. Tinngkatkan aktivitas yang dapat
memenuhi kebutuhan klien.
5. Atur situasi agar klien mempunyai
waktu untuk menggunakan
wahamnnya.

4. Klien dapat berhubungan dengan 4. Setelah .....x..... klien dapat 1. Berbicara dengan klien dengan
realistis. berhubungan dengan realistis konteks realitas (diri,orang
lain,tempat, dan waktu).
2. Sertakan klien dalam aktivitas
kelompok orientasi realitas.
3. Berikan pujian pada setiap kegiatan
positif dilakukan klien.
5. Klien mendapat dukungan 5. Setelah ....x....interaksi klien 1. Diskusikan dengan keluarga tentang :
keluarga mendapat dukungan keluarga a. Gejala waham
b. Cara merawatnya
c. Lingkungan keluarga
d. Follow up obat
2. Anjurkan keluarga melaksanakan
dengan bantuan perawat.

6. Klien dapat menggunakan obat 6. Setelah ....x....klien dapat 1. Diskusikan dengan klien dan keluarga
dengan benar. mengetahui meminum obat yang tentang obat, dosis, frekuensi, dan
benar. efek samping akibat penghentian.
2. Diskusikan perasaan klien setelah
minum obat.
3. Berikan obat dengan prinsip 5 benar
4. Pelaksanaan

Masalah Tindakan Perawatan Untuk Tindakan Keperawatan Untuk


Keperawatan Pasien Keluarga
Waham SP I SP I
1. Membantu orientasi 1. Mendiskusikan masalah
realita yang dirasakan keluarga
2. Mendiskusikan dalam merawat pasien
kebutuhan yang tidak 2. Menjelaskan pengertian,
terpenuhi tanda dan gejala waham,
3. Membantu pasien dan jenis waham yang
memenuhi dialami pasien beserta
kebutuhannya proses terjadinya
4. Menganjurkan pasien 3. Menjelaskan cara-cara
memasukkan dalam merawat pasien waham
jadwal kegiatan haria
SP II
SP II 1. Melatih keluarga
1. Mengevaluasi jadwal mempraktekkan cara
kegiatan harian pasien merawat pasien dengan
2. Berdiskusi tentang waham
kemampuan yang 2. Melatih keluarga
dimiliki melakukan cara merawat
3. Melatih kemampuan langsung kepada pasien
yang dimiliki waham

SP III
SP III 1. Membantu keluarga
1. Mengevaluasi jadwal membuat jadwal
kegiatan harian pasien aktifitas dirumah
2. Memberikan pendidikan termasuk minum obat.
kesehatan tentang 2. Mendiskusikan sumber
penggunaan obat secara rujukan yang bisa
teratur dijangkau oleh keluarga
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
5. Evaluasi
Adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien
(Keliat, dkk 1998)
Evaluasi dibagi 2 :
a. Evaluasi proses (Formatif) dilakukan setiap selesai melakukan tindakan
b. Evaluasi hasil (Sumatif) dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan
khusus dan umum yang telah ditentukan dengan perawatan SOAP
Hasil yang ingin dicapai pada klien dengan kerusakan interaksi sosial (menarik diri )
yaitu :
1. Klien dapat berpikir sesuai dengan realitas

DAFTAR PUSTAKA
Azizah, L. M. 2011. Keperawatan Jiwa: Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Direja, A.H.S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Medikal Book.
Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Riyadi, S. dan Purwanto, T. 2009. AsuKhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai