Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayahNya saya dapat menyelesaikan makalah
tentang analisis epidemiologi DBD di Indonesia dengan baik. Dan juga saya
berterima kasih pada Ibu Yunita Sari Thirayo,SKM.,MPH selaku Dosen
Epidemiologi Perencanaan yang telah memberikan tugas ini kepada saya.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai analisis epidemiologi Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya maupun orang
yang membacanya.
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER ...............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ..................................................................................................................
B. Saran.............................................................................................................................
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit
menular yang berbahaya dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat
dan sering menimbulkan wabah. Penyakit ini pertama kali ditemukan di
Pilipina pada tahun 1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Di
Indonesia penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Surabaya
dengan jumlah penderita 58 orang dengan kematian 24 orang (41,3%).
Selanjutnya sejak saat itu penyakit Demam Berdarah Dengue cenderung
menyebar ke seluruh tanah air Indonesia dan mencapai puncaknya pada tahun
1988. Akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak
saat itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai
tahun 1980 seluruh provinsi di Indonesia kecuali Timor-Timur telah
terjangkit penyakit.
Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan
kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang
terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB setiap tahun. Seluruh
wilayah Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit Demam
Berdarah Dengue karena virus penyebab clan nyamuk penularannya tersebar
luas baik dirumah maupun tempat-tempat umum, kecuali yang ketinggiannya
≥1000m diatas permukaan laut. Pada saat ini seluruh provinsi di Indonesia
sudah terjangkit penyakit ini baik dikota maupun desa terutama yang padat
penduduknya dan arus transportasinya lancar. Sebagaimana diketahui bahwa
sampai saat ini obat untuk membasmi virus dan vaksin untuk mencegah
penyakit Demam Berdarah Dengue belum tersedia. Cara yang tepat guna
untuk menanggulangi penyakit ini secara tuntas adalah memberantas
vector/nyamuk penular. Vector Demam Berdarah Dengue mempunyai tempat
perkembangbiakan yakni dilingkungan tempat tinggal manusia terutam
didalam stan diluar rumah.
Pemberantasan vector Demam Berdarah Dengue dilaksanakan dengan
memberantas sarang nyamuk untuk membasmi jentik nyamuk Aedes Aegypti.
Mengingat nyamuk Aedes Agegypti tersebar luas di seluruh tanah air baik di
rumah maupun tempat-tempat umum, maka untuk memberantasnya
diperlukan peran serta seluruh masyarakat. Departemen Kesehatan telah
mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini. Pada awalnya
strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui
pengasapan, kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larva sida
yang ditaburkan ke tempat penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan
tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang belum memperlihatkan hasil.
Di Indonesia penyakit DBD masih merupakan masalah kesehatan
karena masih banyak daerah yang endemik. Daerah endemik DBD pada
umumnya merupakan sumber penyebaran penyakit ke wilayah lain. Setiap
kejadian luar biasa (KLB) DBD umumnya dimulai dengan peningkatan
jumlah kasus wilayah tersebut. Penyakit DBD mempunyai perjalanan yang
sangat cepat dan sering menjadi fatal karena banyak pasien yang meninggal
akibat penanganannya yang terlambat. Demam berdarah dengue disebut juga
dengan dengue hemorragic fever (DHF), dengue fever (DF), demam dengue
(DD), dan dengue shock syndrome (DSS).
Penyakit demam berdarah yang disebabkan oleh virus ini dapat
menyerang siapa saja, dari tingkat anak- anak hingga orang dewasa. Pada
umumnya penderita demam berdarah sebelumnya mengalami gejala yang
sangat bervariasi. Mulai demam ringan sampai gejala yang paling berat,
seperti penderita mengalami muntah-muntah atau berak darah. Biasanya
penderita demam berdarah dialami oleh bayi atau anak-anak, ditandai dengan
ruam-ruam pada kulit (Warsidi, 2009).
Pengendalian penyakit Deman Berdarah Dengue (DBD) telah diatur
dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 581/MENKES/SK/VII/1992
tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah dan Keputusan Menteri
Kesehatan nomor 92 tahun 1994 tentang perubahan atas lampiran Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 581/ MENKES/SK/1992, dimana menitikberatkan
pada upaya pencegahan dengan gerakan pemberantasan sarang nyamuk
(PSN) selain penatalaksanaan penderita DBD dengan memperkuat kapasitas
pelayanan kesehatan dan sumber daya, memperkuat surveilans epidemiologi
dan optimalisasi kewaspadaan dini terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB)
DBD. Manajemen pengendalian vektor secara umum diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 374/MENKES/PER/III/2010
tentang Pengendalian Vektor (KMK 581/MENKES/SK/VII/1992).
Mengingat obat dan untuk mencegah virus Dengue hingga saat ini
belum tersedia, maka cara utama yang dapat dilakukan sampai saat ini adalah
dengan pengendalian vektor penular (Aedes aegypti). Pengendalian vektor
ini dapat dilakukan dengan pelaksanaan kegiatan PSN 3M Plus. Pencegahan
penyakit demam berdarah melalui program kebersihan lingkungan, yakni
memutus mata rantai sebaran nyamuk penyebab demam berdarah (Warsidi,
2009).
Pemberantasan Sarang Nyamuk merupakan kegiatan memberantas
telur, jentik, dan kepompong nyamuk penular berbagai penyakit seperti
Demam Berdarah Dengue, Chikungunya, Malaria, Filariasis (kaki gajah) di
tempat-tempat perkembangannya. Gerakan 3M plus adalah tiga cara plus
yang dilakukan pada saat PSN. PSN dilakukan minimal satu minggu sekali
agar rumah bebas dari jentik nyamuk. Rumah bebas jentik sangat bermanfaat
karena populasi nyamuk menjadi terkendali sehingga penularan penyakit
dengan perantara nyamuk dapat dicegah atau dikurangi (Atikah, 2012).
Pencegahan secara massal di lingkungan setempat dapat dilakukan
bekerjasama dengan RT/RW/ Kelurahan dengan Puskesmas setempat
dilakukan dengan Pembersihan Sarang Nyamuk, fogging, atau memutuskan
mata rantai pembiakan nyamuk Aedes aegypti dengan Abatisasi. Selanjutnya
ditegaskan lagi secara ringkasnya tindak lanjut penanggulangan kasus DBD
di lapangan dengan Penyelidikan Epidemiologi (Misnadiarly, 2009).
Di Indonesia ada beberapa alat komunikasi tradisional salah satunya
dengan kentongan. Kentongan atau yang dalam bahasa lainnya disebut jidor
adalah alat pemukul yang terbuat dari batang bambu atau batang kayu jati
yang dipahat. Kegunaan kentongan didefinisikan sebagai tanda alarm, sinyal
komunikasi jarak jauh, morse, penanda adzan, maupun tanda bahaya.
Kentongan dipilih karena sangat mudah dan murah dalam pembiayaan. Maka
setelah kentongan dibunyikan masyarakat melakukan PSN sendiri di
rumahnya masing-masing.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Demam Berdarah Dengue (DBD) ?
2. Bagaimana morfologi Demam Berdarah Dengue (DBD) ?
3. Bagaimana pathogenesis dan gejala virus Demam Berdarah Dengue
(DBD) ?
4. Bagaimana patofisiologi Demam Berdarah Dengue (DBD) ?
5. Bagaimana epidemiologi Demam Berdarah Dengue (DBD) ?
6. Bagaimana riwayat alamiah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) ?
7. Apa saja faktor risiko penularan Demam Berdarah Dengue (DBD) ?
8. Bagaimana diagnosis Demam Berdarah Dengue (DBD) ?
9. Bagaimana cara mencegah agar tidak terkena Demam Berdarah Dengue
(DBD) ?
10. Bagaimana cara mengobati Demam Berdarah Dengue (DBD) ?
C. Tujuan
1. Dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan Demam Berdarah Dengue
(DBD).
2. Dapat mengetahui bagaimana morfologi Demam Berdarah Dengue
(DBD).
3. Dapat mengetahui bagaimana pathogenesis dan gejala virus Demam
Berdarah Dengue (DBD).
4. Dapat mengetahui bagaimana patofisiologi Demam Berdarah Dengue
(DBD).
5. Dapat mengetahui bagaimana epidemiologi Demam Berdarah Dengue
(DBD).
6. Dapat mengetahui bagaimana riwayat alamiah penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD).
7. Dapat mengetahui apa saja faktor risiko penularan Demam Berdarah
Dengue (DBD).
8. Dapat mengetahui bagaimana diagnosis Demam Berdarah Dengue
(DBD).
9. Dapat mengetahui bagaimana cara mencegah agar tidak terkena Demam
Berdarah Dengue (DBD).
10. Dapat mengetahui bagaimana cara mengobati Demam Berdarah Dengue
(DBD).
BAB II
PEMBAHASAN
1. DBD derajat I
Gejala utama dari DBD derajat I adalah demam dan gejala yang tidak
tercata di atas. Pada umumnya dokter akan melaksanakan tes darah.
Kriteria tes laboratorium untuk DBD derajat I adalah uji torniquet
positif.
2. DBD derajat II
Penyakit DBD derajat II memiliki gejala DBD derajat I yang disertai
dengan pendarahan spontan di kulit atau pendarahan lainnya.
3. DBD derajat III
Hipotensi atau tekanan nadi yang menurun, sianosis disekitar mulut,
kulit yang terasa dingin dan lembab, serta kegelisahan pada penderita
anak-anak identik dengan penyakit DBD derajat III.
4. DBD derajat IV
Penyakit DBD derajat IV disertai dengan syot berat atau profound
syok. Nadi pasien sulit untuk diraba dan tekanan darah sulit untuk
diukur.
Kasus DBD yang parah dapat mengakibatkan kematian, terutama
karena plasma yang bocor, terkumpulnya cairan dalam tubuh, kesulitan
bernapas, pendarahan, dan kerusakan organ bagian dalam. Gejala
memarah DBD akan terjadi 3 hingga 7 hari setelah gejala pertama
muncul dan akan disertai dengan turunnya demam ke bawah 38 derajat
Celsius. Selain itu, Anda juga akan mengalami gejala berikut :
1. Sakit pada bagian abdomen
2. Muntah secara berkelanjutan
3. Napas secara pendek tetapi sering
4. Gusi yang berdarah
5. Rasa lelah
6. Muntah darah
7. Rasa gelisah
24 jam hingga 48 jam berikutnya adalah masa kritis dimana Anda
perlu menerima penanganan medis untuk menghindari komplikasi dan
kematian.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demam berdarah adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh
virus Dengue yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan
nyamuk dari genusAedes, seperti Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Aedes
aegypti adalah vektor penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang paling
banyak ditemukan. Nyamuk dapat membawa virus dengue setelah menghisap
darah orang yang telah terinfeksi virus tersebut.
Virus DBD (Dengue) adalah famili dari Flaviviridae (Flavivirus) yang
memiliki envelope berbentuk ikosahedral dengan diameter ~500 Å dan
termasuk virus ssRNA (single strand RNA). Bagian envelope tersusun atas
spika dari dimer protein envelope berupa protein E, yang tersusun dalam
bentuk glikoprotein sehingga disebut glikoprotein E. Protein E memiliki
peranan dalam mengenal sel inang. Virus Dengue juga memiliki protetin
kapsid, C, yang melindungi materi genetik virus. Virus ini memiliki empat
serotipe yang berbeda, antara lain DEN–1, DEN–2, DEN–3, DEN–4.
Keempat serotipe virus tersebut telah ditemukan di seluruh Indonesia. Virus
yang paling banyak berkembang di masyarakat ialah serotipe DEN–1 dan
DEN–3.
Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfeksi virus dengue, akan tetap
infektif sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang
rentan pada saat menggigit dan menghisap darah. Setelah masuk ke dalam
tubuh manusia, virus de-ngue akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer
hepar, endotel pembuluh darah, nodus limpaticus, sumsum tulang serta paru-
paru. Pada infeksi virus dengue, viremia terjadi sangat cepat, hanya dalam
beberapa hari dapat terjadi infeksi di beberapa tempat tapi derajat kerusakan
jaringan (tissue destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk
menyebabkan kematian karena infeksi virus; kematian yang terjadi lebih
disebabkan oleh gangguan metabolic.
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dan mengakibatkan spektrum manifestasi klinis
yang bervariasi antara yang paling ringan, demam dengue (DD), DBD dan
demam dengue yang disertai renjatan atau dengue shock syndrome (DSS);
ditularkan nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus yang terinfeksi.
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut
WHO tahun 1997 teridir dari kriteria klinis dan laboratorium
1. Kriteria klinis
1) Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung
terus-menerus selama 2-7 hari
2) Terdapat manifestasi perdarahan, jenis perdarahan yang terbanyak
adalah perdarahan kulit seperti uji tourniquet (uji Rumple Leede = uji
bendung) positif, petekie, purpura, ekimosis dan perdarahan
konjungtiva. Petekie merupakan tanda perdarahan yang sering
ditemukan. Perdarahan lain yaitu epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis dan melena. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang
ditemukan, sedangkan perdarahan gastrointestinal biasanya terjadi
menyertai syok. Kadang-kadang dijumpai pula perdarahan
subkonjungtiva atau hematuri. Uji tourniquet dinyatakan positif jika
terdapat 10-20 atau lebih petekie dalam diameter 2,8 cm (1 inci
persegi) di lengan bawah bagian depan (volar) dan pada lipatan siku
(fossa cubiti).
3) Pembesaran hati (hepatomegali)
4) Syok (renjatan), ditandai denyut nadi cepat dan lemah serta
penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin kulit
lembab, dan gelisah.
2. Kriteria laboratorium
1) Trombositopenia (< 100.000/mm3),
2) Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20 %
atau lebih menurut standar umum dan jenis kelamin.
Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD)
1. Pencegahan Primordial
Saat ini, cara untuk mengendalikan atau mencegah penularan virus
demam berdarah adalah dengan memberikan penyuluhan yang sangat
penting untuk menginformasikan kepada masyarakat mengenai bahaya
nya DBD. Menurut Kemenkes RI (2018), di Indonesia dikenal dengan
istilah 3M Plus dalam pencegahan primer DBD.
2. Pencegahan Primer
Beberapa bentuk pencegahan primer yaitu dengan pengendalian vektor
dan implementasi vaksin. Saat ini vaksin dengue sudah ditemukan, akan
tetapi belum ditetapkan sebagai imunisasi dasar lengkap oleh pemerintah
sehingga harganya masih belum terjangkau oleh masyarakat umum
(Susanto dkk, 2018).
3. Pencegahan Sekunder
Untuk demam berdarah yang parah, dilakukan pengobatan medik oleh
dokter atau perawat yang berpengalaman, pengobatan medik dapat
menurunkan angka kematian lebih dari 20% sampai 1%. Menjaga volume
cairan tubuh pasien adalah hal yang sangat kritikal untuk pasien dengan
demam berdarah yang aparah. Diperlukan pengawasan penderita, kontak
dan lingkungan sekitar dengan melaporkan kejadian kepada instansi
kesehatan setempat, mengisolasi atau waspada dengan menghindari
penderita demam dari gigitan nyamuk pada siang hari dengan memasang
kasa pada ruang perawatan penderita dengan menggunakan kelambu yang
telah direndam dalam insektisida, atau lakukan penyemprotan tempat
pemukiman dengan insektisida yang punya efek knock down terhadap
nyamuk dewasa ataupun dengan insektisida yang meninggalkan residu.
Lakukan investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi : selidiki tempat
tinggal penderita 2 minggu sebelum sakit.
4. Pencegahan Tersier
Untuk penderita DBD yang telah sembuh, diharapkan menerapkan
pencegahan primer dengan sempurna. Melakukan stratifikasi daerah
rawan wabah DBD diperlukan bagi dinas kesehatan terkait.
1) Pasien dengan dehidrasi sedang yang disebabkan oleh demam tinggi dan
muntah direkomendasikan terapi rehidrasi oral.
2) Harus memiliki jumlah trombosit dan hematokrit diukur setiap hari dari
hari ketiga sakit hingga 1-2 hari setelah suhu badan menjadi normal.
3) Pasien dengan tanda-tanda klinis dehidrasi dan peningkatan kadar
hematokrit atau penurunan jumlah trombosit telah mengganti defisit
volume intravaskular di bawah tutup observasi
B. Saran
Adapun saran yang bisa saya berikan yakni semoga peraturan dan
kerjasama semua pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung
mampu mengurangi dan menekan laju penyebaran penyakit DBD tersebut.
Dan semoga makalah ini mampu menjadi bahan acuan atau referensi buat
pembaca dalam mempelajari analisis epidemiologi terutama mengenai
masalah Demam Berdarah Dengue (DBD).
DAFTAR PUSTAKA
Jaweria, Anum, dkk., 2016. Dengue Fever: Causes, Prevention and Recent
Advances.Journal of Mosquito Research, 6(29), pp. 1-9.
Kemenkes RI. 2018. Situasi Penyakit Demam Berdarah di Indonesia Tahun 2017.
Jakarta : Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.
Misnadiarly, Ed.1. 2009. Demam Berdarah Dengue (DBD): Ekstrak Daun Jambu
Biji Bisa untuk Mengatasi DBD. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Pooja, Chawla, Yadav Amrita, dan Chawla Viney., 2014. Clinical Implications
and Treatment of Dengue. Asian Pacific Journal of Tropical Medicine, pp. 169-
178.
Susanto, Bambang H., dan Aras U., 2018. Hubungan Faktor Lingkungan Institusi
Pendidikan dan Perilaku Siswa dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Anak
Usia 5-14 Tahun. Jurnal Kedokteran Diponegoro, 7(4), pp. 1696-1706.