Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH EPIDEMIOLOGI PERENCANAAN

ANALISIS EPIDEMIOLOGI DBD DI INDONESIA

Dosen : Yunita Sari Thirayo,SKM.,MPH


INDA RATNASARI PAPENDANG
1913201029

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS TOMPOTIKA LUWUK
LUWUK 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayahNya saya dapat menyelesaikan makalah
tentang analisis epidemiologi DBD di Indonesia dengan baik. Dan juga saya
berterima kasih pada Ibu Yunita Sari Thirayo,SKM.,MPH selaku Dosen
Epidemiologi Perencanaan yang telah memberikan tugas ini kepada saya.

Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai analisis epidemiologi Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya maupun orang
yang membacanya.

Luwuk, 08 November 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER ...............................................................................................................................

KATA PENGANTAR ........................................................................................................

DAFTAR ISI ......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah ...............................................................................................


B. Rumusan masalah ........................................................................................................
C. Tujuan ..........................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD)..............................................................


B. Morfologi Demam Berdarah Dengue (DBD)...............................................................
C. Patogenesis dan Gejala Virus Demam Berdarah Dengue (DBD)................................
D. Patofisiologi Demam Berdarah Dengue (DBD)...........................................................
E. Epidemiologi Demam Berdarah Dengue (DBD)..........................................................
F. Riwayat Alamiah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)....................................
G. Faktor Risiko Penularan Demam Berdarah Dengue (DBD)........................................
H. Diagnosis Demam Berdarah Dengue (DBD)...............................................................
I. Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD)............................................................
J. Pengobatan Demam Berdarah Dengue (DBD).............................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................................................
B. Saran.............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit
menular yang berbahaya dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat
dan sering menimbulkan wabah. Penyakit ini pertama kali ditemukan di
Pilipina pada tahun 1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Di
Indonesia penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Surabaya
dengan jumlah penderita 58 orang dengan kematian 24 orang (41,3%).
Selanjutnya sejak saat itu penyakit Demam Berdarah Dengue cenderung
menyebar ke seluruh tanah air Indonesia dan mencapai puncaknya pada tahun
1988. Akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak
saat itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai
tahun 1980 seluruh provinsi di Indonesia kecuali Timor-Timur telah
terjangkit penyakit.
Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan
kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang
terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB setiap tahun. Seluruh
wilayah Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit Demam
Berdarah Dengue karena virus penyebab clan nyamuk penularannya tersebar
luas baik dirumah maupun tempat-tempat umum, kecuali yang ketinggiannya
≥1000m diatas permukaan laut. Pada saat ini seluruh provinsi di Indonesia
sudah terjangkit penyakit ini baik dikota maupun desa terutama yang padat
penduduknya dan arus transportasinya lancar. Sebagaimana diketahui bahwa
sampai saat ini obat untuk membasmi virus dan vaksin untuk mencegah
penyakit Demam Berdarah Dengue belum tersedia. Cara yang tepat guna
untuk menanggulangi penyakit ini secara tuntas adalah memberantas
vector/nyamuk penular. Vector Demam Berdarah Dengue mempunyai tempat
perkembangbiakan yakni dilingkungan tempat tinggal manusia terutam
didalam stan diluar rumah.
Pemberantasan vector Demam Berdarah Dengue dilaksanakan dengan
memberantas sarang nyamuk untuk membasmi jentik nyamuk Aedes Aegypti.
Mengingat nyamuk Aedes Agegypti tersebar luas di seluruh tanah air baik di
rumah maupun tempat-tempat umum, maka untuk memberantasnya
diperlukan peran serta seluruh masyarakat. Departemen Kesehatan telah
mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini. Pada awalnya
strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui
pengasapan, kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larva sida
yang ditaburkan ke tempat penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan
tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang belum memperlihatkan hasil.
Di Indonesia penyakit DBD masih merupakan masalah kesehatan
karena masih banyak daerah yang endemik. Daerah endemik DBD pada
umumnya merupakan sumber penyebaran penyakit ke wilayah lain. Setiap
kejadian luar biasa (KLB) DBD umumnya dimulai dengan peningkatan
jumlah kasus wilayah tersebut. Penyakit DBD mempunyai perjalanan yang
sangat cepat dan sering menjadi fatal karena banyak pasien yang meninggal
akibat penanganannya yang terlambat. Demam berdarah dengue disebut juga
dengan dengue hemorragic fever (DHF), dengue fever (DF), demam dengue
(DD), dan dengue shock syndrome (DSS).
Penyakit demam berdarah yang disebabkan oleh virus ini dapat
menyerang siapa saja, dari tingkat anak- anak hingga orang dewasa. Pada
umumnya penderita demam berdarah sebelumnya mengalami gejala yang
sangat bervariasi. Mulai demam ringan sampai gejala yang paling berat,
seperti penderita mengalami muntah-muntah atau berak darah. Biasanya
penderita demam berdarah dialami oleh bayi atau anak-anak, ditandai dengan
ruam-ruam pada kulit (Warsidi, 2009).
Pengendalian penyakit Deman Berdarah Dengue (DBD) telah diatur
dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 581/MENKES/SK/VII/1992
tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah dan Keputusan Menteri
Kesehatan nomor 92 tahun 1994 tentang perubahan atas lampiran Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 581/ MENKES/SK/1992, dimana menitikberatkan
pada upaya pencegahan dengan gerakan pemberantasan sarang nyamuk
(PSN) selain penatalaksanaan penderita DBD dengan memperkuat kapasitas
pelayanan kesehatan dan sumber daya, memperkuat surveilans epidemiologi
dan optimalisasi kewaspadaan dini terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB)
DBD. Manajemen pengendalian vektor secara umum diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 374/MENKES/PER/III/2010
tentang Pengendalian Vektor (KMK 581/MENKES/SK/VII/1992).
Mengingat obat dan untuk mencegah virus Dengue hingga saat ini
belum tersedia, maka cara utama yang dapat dilakukan sampai saat ini adalah
dengan pengendalian vektor penular (Aedes aegypti). Pengendalian vektor
ini dapat dilakukan dengan pelaksanaan kegiatan PSN 3M Plus. Pencegahan
penyakit demam berdarah melalui program kebersihan lingkungan, yakni
memutus mata rantai sebaran nyamuk penyebab demam berdarah (Warsidi,
2009).
Pemberantasan Sarang Nyamuk merupakan kegiatan memberantas
telur, jentik, dan kepompong nyamuk penular berbagai penyakit seperti
Demam Berdarah Dengue, Chikungunya, Malaria, Filariasis (kaki gajah) di
tempat-tempat perkembangannya. Gerakan 3M plus adalah tiga cara plus
yang dilakukan pada saat PSN. PSN dilakukan minimal satu minggu sekali
agar rumah bebas dari jentik nyamuk. Rumah bebas jentik sangat bermanfaat
karena populasi nyamuk menjadi terkendali sehingga penularan penyakit
dengan perantara nyamuk dapat dicegah atau dikurangi (Atikah, 2012).
Pencegahan secara massal di lingkungan setempat dapat dilakukan
bekerjasama dengan RT/RW/ Kelurahan dengan Puskesmas setempat
dilakukan dengan Pembersihan Sarang Nyamuk, fogging, atau memutuskan
mata rantai pembiakan nyamuk Aedes aegypti dengan Abatisasi. Selanjutnya
ditegaskan lagi secara ringkasnya tindak lanjut penanggulangan kasus DBD
di lapangan dengan Penyelidikan Epidemiologi (Misnadiarly, 2009).
Di Indonesia ada beberapa alat komunikasi tradisional salah satunya
dengan kentongan. Kentongan atau yang dalam bahasa lainnya disebut jidor
adalah alat pemukul yang terbuat dari batang bambu atau batang kayu jati
yang dipahat. Kegunaan kentongan didefinisikan sebagai tanda alarm, sinyal
komunikasi jarak jauh, morse, penanda adzan, maupun tanda bahaya.
Kentongan dipilih karena sangat mudah dan murah dalam pembiayaan. Maka
setelah kentongan dibunyikan masyarakat melakukan PSN sendiri di
rumahnya masing-masing.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Demam Berdarah Dengue (DBD) ?
2. Bagaimana morfologi Demam Berdarah Dengue (DBD) ?
3. Bagaimana pathogenesis dan gejala virus Demam Berdarah Dengue
(DBD) ?
4. Bagaimana patofisiologi Demam Berdarah Dengue (DBD) ?
5. Bagaimana epidemiologi Demam Berdarah Dengue (DBD) ?
6. Bagaimana riwayat alamiah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) ?
7. Apa saja faktor risiko penularan Demam Berdarah Dengue (DBD) ?
8. Bagaimana diagnosis Demam Berdarah Dengue (DBD) ?
9. Bagaimana cara mencegah agar tidak terkena Demam Berdarah Dengue
(DBD) ?
10. Bagaimana cara mengobati Demam Berdarah Dengue (DBD) ?

C. Tujuan
1. Dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan Demam Berdarah Dengue
(DBD).
2. Dapat mengetahui bagaimana morfologi Demam Berdarah Dengue
(DBD).
3. Dapat mengetahui bagaimana pathogenesis dan gejala virus Demam
Berdarah Dengue (DBD).
4. Dapat mengetahui bagaimana patofisiologi Demam Berdarah Dengue
(DBD).
5. Dapat mengetahui bagaimana epidemiologi Demam Berdarah Dengue
(DBD).
6. Dapat mengetahui bagaimana riwayat alamiah penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD).
7. Dapat mengetahui apa saja faktor risiko penularan Demam Berdarah
Dengue (DBD).
8. Dapat mengetahui bagaimana diagnosis Demam Berdarah Dengue
(DBD).
9. Dapat mengetahui bagaimana cara mencegah agar tidak terkena Demam
Berdarah Dengue (DBD).
10. Dapat mengetahui bagaimana cara mengobati Demam Berdarah Dengue
(DBD).
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD)


Demam berdarah adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh
virus Dengue yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan
nyamuk dari genusAedes, seperti Aedes aegypti atau Aedes albopictus.
Aedes aegypti adalah vektor penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
yang paling banyak ditemukan. Nyamuk dapat membawa virus dengue
setelah menghisap darah orang yang telah terinfeksi virus tersebut.
Sesudah masa inkubasi virus di dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari,
nyamuk yang terinfeksi dapat mentransmisikan virus dengue tersebut ke
manusia sehat yang digigitannya (Najmah, 2016).
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang
dapat berakibat fatal dalam waktu yang relatif singkat dan menyerang
semua umur baik anak-anak maupun orang dewasa yang disebabkan oleh
virus dengue (Hastuti, 2008).
Demam berdarah (DBD) adalah penyakit menular berbahaya yang
disebabkan oleh virus dengue yang dapat menyebabkan gangguan pada
pembuluh darah kapiler dan sistem pembekuan darah sehingga
mengakibatkan perdarahan yang dapat menimbulkan kematian
(Misnadiarly,2009).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus Dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus,
genus Flavivirus, dan famili Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan
nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes aegypti atau Aedes albopictus.
Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang
seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan
dan perilaku masyarakat (Kemenkes RI, 2016).
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang sangat umum
di Indonesia dan negara tropis lainnya. Penyakit ini lebih banyak terjadi di
daerah urban dan sub-urban. Infeksi DBD terjadi setelah digigit nyamuk
Aedes aegypti dan Ae. albopictus yang membawa virus tersebut. Pengidap
DBD akan mengalami demam tinggi yang disertai sakit kepala, nyeri
sendi, nyeri otot, dan nyeri tulang. Beberapa pasien DBD juga mengalami
sakit di bagian belakang mata. Demam berdarah dan demam dengue
adalah dua penyakit yang berbeda tetapi cenderung dikelompokan
bersamaan di Indonesia.
Dengue hemorrhagic fever (DBD) atau demam berdarah adalah
komplikasi dari demam dengue atau dengue fever yang semakin
memburuk. Salah satu gejala utama DBD adalah kerusahakan pembuluh
darah dan kelenjar getah bening. Selain itu, darah akan muncul saat
muntah dan dari gusi serta hidung. Penrapasan akan terasa berat, dimana
penderita terengah-engah. Perut biasanya terasa sakit karena terjadi
pembengkakan organ hati.
Vaksin dengue yang bernama Dengvaxia (CYD-TDV) ditemukan oleh
perusahaan farmasi, Sanofi Pasteur dan telah didaftarkan di beberapa
negara. Anda bisa menerima vaksin ini jika Anda berusia 9 hingga 45
tahun.

B. Morfologi Demam Berdarah Dengue (DBD)


Virus DBD (Dengue) adalah famili dari Flaviviridae (Flavivirus) yang
memiliki envelope berbentuk ikosahedral dengan diameter ~500 Å dan
termasuk virus ssRNA (single strand RNA). Bagian envelope tersusun atas
spika dari dimer protein envelope berupa protein E, yang tersusun dalam
bentuk glikoprotein sehingga disebut glikoprotein E. Protein E memiliki
peranan dalam mengenal sel inang. Virus Dengue juga memiliki protetin
kapsid, C, yang melindungi materi genetik virus. Virus ini memiliki empat
serotipe yang berbeda, antara lain DEN–1, DEN–2, DEN–3, DEN–4.
Keempat serotipe virus tersebut telah ditemukan di seluruh Indonesia.
Virus yang paling banyak berkembang di masyarakat ialah serotipe DEN–
1 dan DEN–3.

Struktur virus DBD

C. Patogenesis dan Gejala Virus Demam Berdarah Dengue (DBD)


Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfeksi virus dengue, akan tetap
infektif sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang
rentan pada saat menggigit dan menghisap darah. Setelah masuk ke dalam
tubuh manusia, virus de-ngue akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer
hepar, endotel pembuluh darah, nodus limpaticus, sumsum tulang serta
paru-paru. Beberapa penelitian menunjukkan, sel monosit dan makrofag
mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai dengan menempel dan
masuknya genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan
membentuk komponen perantara dan komponen struktur virus. Setelah
komponen struktur dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Infeksi ini
menimbulkan reaksi immunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut
tetapi tidak ada cross protective terhadap serotipe virus lainnya.
Secara invitro, antobodi terhadap virus dengue mempunyai 4 fungsi
biologis yaitu netralisasi virus, sitolisis komplemen, antibody dependent
cell-mediated cytotoxity (ADCC) dan ADE. Berdasarkan perannya, terdiri
dari antobodi netralisasi atau neutralizing antibody yang memiliki serotipe
spesifik yang dapat mencegah infeksi virus, dan antibody non netralising
serotype yang mempunyai peran reaktif silang dan dapat meningkatkan
infeksi yang berperan dalam pathogenesis DBD dan DSS.

Bagan Kejadian Infeksi Virus Dengue


Terdapat dua teori atau hipotesis immunopatogenesis DBD dan DSS
yang masih kontroversial yaitu infeksi sekunder (secondary heterologus
infection) dan antibody dependent enhancement (ADE). Dalam teori atau
hipotesis infeksi sekunder disebutkan, bila seseorang mendapatkan infeksi
sekunder oleh satu serotipe virus dengue, akan terjadi proses kekebalan
terhadap infeksi serotipe virus dengue tersebut untuk jangka waktu yang
lama. Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder oleh
serotipe virus dengue lainnya, maka akan terjadi infeksi yang berat. Ini
terjadi karena antibody heterologus yang terbentuk pada infeksi primer,
akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue serotipe baru
yang berbeda yang tidak dapat dinetralisasi bahkan cenderung membentuk
kompleks yang infeksius dan bersifat oponisasi internalisasi, selanjutnya
akan teraktifasi dan memproduksi IL-1, IL6, tumor necrosis factor-alpha
(TNF-A) dan platelet activating factor (PAF); akibatnya akan terjadi
peningkatan (enhancement) infeksi virus dengue. TNF alpha akan
menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya cairan
plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh
darah yang mekanismenya sampai saat ini belum diketahui dengan jelas.
Pendapat lain menjelaskan, kompleks imun yang terbentuk akan
merangsang komplemen yang farmakologisnya cepat dan pendek dan
bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran
plasma (syock hipolemik) dan perdarahan. Anak di bawah usia 2 tahun
yang lahir dari ibu yang terinfeksi virus dengue dan terjadi infeksi dari ibu
ke anak, dalam tubuh anak tersebut terjadi non neutralizing antibodies
akaibat adanya infeksi yang persisten. Akibatnya, bila terjadi infeksi virus
dengue pada anak tersebut, maka akan langsung terjadi proses enhancing
yang akan memacu makrofag mudah terinfeksi dan teraktifasi dan
mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha juga PAF.
Pada teori ADE disebutkan, jika terdapat antibodi spesifik terhadap
jenis virus tertentu, maka dapat mencegah penyakit yang diakibatkan oleh
virus tersebut, tetapi sebaliknya apabila antibodinya tidak dapat
menetralisasi virus, justru akan menimbulkan penyakit yang berat. Kinetik
immunoglobulin spesifik virus dengue di dalam serum penderita DD, DBD
dan DSS, didominasi oleh IgM, IgG1 dan IgG3.
Selain kedua teori tersebut, masih ada teori-teori lain tentang
pathogenesis DBD, di antaranya adalah teori virulensi virus yang
mendasarkan pada perbedaan serotipe virus dengue yaitu DEN 1, DEN 2,
DEN 3 dan DEN 4 yang kesemuanya dapat ditemukan pada kasus-kasus
fatal tetapi berbeda antara daerah satu dengan lainnya. Selanjutnya ada
teori antigen-antibodi yang berdasarkan pada penderita atau kejadian DBD
terjadi penurunan aktivitas sistem komplemen yang ditandai penurunan
kadar C3, C4 dan C5. Disamping itu, pada 4872% penderita DBD,
terbentuk kompleks imun antara IgG dengan virus dengue yang dapat
menempel pada trombosit, sel B dan sel organ tubuh lainnya dan akan
mempengaruhi aktivitas komponen sistem imun yang lain. Selain itu ada
teori moderator yang menyatakan bahwa makrofag yang terinfeksi virus
dengue akan melepas berbagai mediator seperti interferon, IL-1, IL-6, IL-
12, TNF dan lain-lain, yang bersama endotoksin bertanggungjawab pada
terjadinya sok septik, demam dan peningkatan permeabilitas kapiler.
Pada infeksi virus dengue, viremia terjadi sangat cepat, hanya dalam
beberapa hari dapat terjadi infeksi di beberapa tempat tapi derajat
kerusakan jaringan (tissue destruction) yang ditimbulkan tidak cukup
untuk menyebabkan kematian karena infeksi virus; kematian yang terjadi
lebih disebabkan oleh gangguan metabolic.
DBD adalah penyakit yang bisa dialami bayi, anak kecil hingga orang
dewasa. Penyakit dengue akan menyebabkan gejala berikut selama 2
hingga 7 hari setelah masa inkubasi yaitu 4 hingga 12 hari setelah digigit
oleh nyamuk yang membawa virus DBD. Gejala umum DBD adalah
sebagai berikut :
1. Tubuh menggigil
2. Suhu tubuh mencapai 41⁰C
3. Kehilangan nafsu makan
4. Sakit kepala berlebihan
5. Badan terasa Lelah
6. Sakit tenggorokan
7. Wajah nampak kemerahan
8. Nyeri sendi, otot, dan tulang
9. Mual
10. Muntah
11. Nyeri di bagian belakang mata
12. Kelenjar getah bening yang bengkak
13. Muncul bintik merah di kulit, terutama di anak-anak

Ada empat derajat penyakit DBD yaitu :

1. DBD derajat I
Gejala utama dari DBD derajat I adalah demam dan gejala yang tidak
tercata di atas. Pada umumnya dokter akan melaksanakan tes darah.
Kriteria tes laboratorium untuk DBD derajat I adalah uji torniquet
positif.
2. DBD derajat II
Penyakit DBD derajat II memiliki gejala DBD derajat I yang disertai
dengan pendarahan spontan di kulit atau pendarahan lainnya.
3. DBD derajat III
Hipotensi atau tekanan nadi yang menurun, sianosis disekitar mulut,
kulit yang terasa dingin dan lembab, serta kegelisahan pada penderita
anak-anak identik dengan penyakit DBD derajat III.
4. DBD derajat IV
Penyakit DBD derajat IV disertai dengan syot berat atau profound
syok. Nadi pasien sulit untuk diraba dan tekanan darah sulit untuk
diukur.
Kasus DBD yang parah dapat mengakibatkan kematian, terutama
karena plasma yang bocor, terkumpulnya cairan dalam tubuh, kesulitan
bernapas, pendarahan, dan kerusakan organ bagian dalam. Gejala
memarah DBD akan terjadi 3 hingga 7 hari setelah gejala pertama
muncul dan akan disertai dengan turunnya demam ke bawah 38 derajat
Celsius. Selain itu, Anda juga akan mengalami gejala berikut :
1. Sakit pada bagian abdomen
2. Muntah secara berkelanjutan
3. Napas secara pendek tetapi sering
4. Gusi yang berdarah
5. Rasa lelah
6. Muntah darah
7. Rasa gelisah
24 jam hingga 48 jam berikutnya adalah masa kritis dimana Anda
perlu menerima penanganan medis untuk menghindari komplikasi dan
kematian.

D. Patofisiologi Demam Berdarah Dengue (DBD)


Patofisiologi demam dengue atau dengue fever (DF) secara pasti
masih belum diketahui. Namun, beberapa studi telah mengajukan beberapa
hipotesis yang dapat menjelaskan terjadinya DF, demam berdarah dengue
atau dengue haemorrhagic fever (DHF), serta dengue shock syndrome
(DSS).
Perjalanan Penyakit Demam Dengue
Manusia adalah inang (host) utama dari virus dengue. Nyamuk Aedes
sp akan terinfeksi virus dengue apabila menggigit seseorang yang sedang
mengalami viremia, kemudian virus dengue akan bereplikasi di dalam
kelenjar liur nyamuk selama 8−12 hari. Namun, proses replikasi ini tidak
memengaruhi hidup nyamuk.
Kemudian, nyamuk ini akan mentransmisikan virus dengue jika
menggigit manusia lain, sehingga akan mengalami gejala setelah masa
inkubasi rata-rata 4−7 hari (kisaran 3−14 hari). Virus dengue masuk ke
dalam peredaran darah dan menginvasi leukosit untuk bereplikasi. Pasien
akan berstatus infeksius selama 6−7 hari setelah digigit nyamuk.
Leukosit akan merespon viremia dengan mengeluarkan protein
cytokines dan interferon, yang bertanggung jawab terhadap timbulnya
gejala penyakit seperti demam, flu-like symptoms, dan nyeri otot. Bila
replikasi virus bertambah banyak, maka virus dapat masuk ke dalam organ
hati dan sumsum tulang.
Sel-sel stroma pada sumsum tulang yang terinfeksi akan rusak,
sehingga produksi trombosit menurun. Kondisi trombositopenia akan
mengganggu proses pembekuan darah dan meningkatkan risiko
perdarahan, sehingga DF berlanjut menjadi DHF. Gejala perdarahan mulai
tampak pada hari ke-3 atau ke-5 setelah gejala demam timbul, baik berupa
petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan mukosa mulut,
hematemesis, melena, menorrhea, maupun hematuria.
Replikasi virus pada hati akan menyebabkan hepatomegali dengan
tanda nyeri tekan, tetapi jarang menyebabkan ikterus. Bila penyakit ini
berlanjut, maka terjadi pelepasan zat anafilaktosin, histamin, serotonin,
serta aktivasi sistem kalikrein yang meningkatkan permeabilitas dinding
kapiler. Kemudian terjadi ekstravasasi cairan intra ke ekstra vaskular.
Kondisi tersebut mengakibatkan volume darah turun, ditandai dengan
penurunan tekanan darah dan penurunan suplai oksigen ke organ dan
jaringan. Akral tubuh akan terasa dingin karena peredaran darah lebih
diutamakan ke organ-organ vital. Proses ekstravasasi yang berlanjut akan
menyebabkan hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi, dan renjatan,
sehingga pasien memasuki fase DSS.
Tingkat Keparahan Demam Dengue
Beberapa teori yang menjelaskan tingkat keparahan infeksi virus
dengue adalah antibody dependent enhancement, disregulasi sitokin,
perubahan profil lipid, dan trombositopenia.
Antibody Dependent Enhancement
Tingkat keparahan DF berdasarkan hipotesis antibody dependent
enhancement adalah infeksi virus dengue gejala berat karena kejadian
infeksi sekunder. Di mana saat mengalami infeksi primer, sistem imun
pasien akan memproduksi antibodi yang dapat mengikat dan menetralisir
virus dengue dengan serotipe yang sama pada infeksi sekunder.
Nama virus dengue disebut DENV, terdiri dari empat serotipe yaitu
DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4. Jika infeksi sekunder
disebabkan serotipe yang berbeda dengan infeksi primer, maka kondisi
pasien dapat lebih buruk.
Antibodi primer akan mengikat virus dengue dengan serotipe berbeda,
tetapi tidak dapat menetralisir. Hal ini menyebabkan terbentuk kompleks
virus-antibodi yang dapat masuk ke dalam sel yang memiliki reseptor Fcγ,
seperti monosit, sel makrofag, dan sel dendritik. Replikasi virus akan
meningkat dan viremia akan lebih berat.[4-6]
Disregulasi Sitokin
Antibodi virus dengue dapat mempromosikan virus dengue dengan
serotipe berbeda untuk masuk ke sel yang memiliki reseptor Fcγ. Kondisi
ini akan mengaktivasi komplemen dan secara cepat memproduksi sitokin-
sitokin, seperti tumor necrosis factor alpha (TNF-α) dan interferon gamma
(IFN-γ). Sitokin berperan langsung pada sel endotel vaskular yang
menyebabkan kebocoran plasma.
Selain itu, bagian non-structural protein 1 (NS1) dari virus dengue
dilaporkan dapat menginduksi migration inhibitory factor (MIF), yang
berperan dalam degradasi glycocalyx dan meningkatkan permeabilitas dari
endotel. Sehingga memperberat kebocoran plasma dan menyebabkan
kondisi DSS.
Perubahan Profil Lipid
Perubahan profil lipid dapat berperan dalam progresifitas terjadinya
demam berdarah dengue. Kolesterol diperlukan untuk virus dengue masuk
ke dalam sel manusia. High-density lipoproteins (HDL) memiliki efek
imunomodulasi, yang dapat meregulasi inflamasi dan melawan
hiperaktivitas inflamasi pada demam dengue. Sedangkan low-density
lipoprotein (LDL) berhubungan dengan risiko DHF dan kebocoran plasma
yang lebih berat.
Trombositopenia
Mekanisme trombositopenia akibat DF sampai sekarang masih belum
diketahui secara jelas. Namun, terdapat hipotesis peran imunologis yang
menjadi dasar terjadinya trombositopenia. Dengue berat umumnya lebih
sering ditemukan pada infeksi dengue serotipe DENV-2 dibandingkan
serotipe lainnya. Infeksi serotipe DENV-2 dapat mengaktivasi platelet,
dengan bagian NS1 yang berikatan dengan toll-like receptor 4 (TLR4)
pada platelet. Aktivasi platelet ini menyebabkan agregasi platelet pada
endotelial.
Platelet kemudian difagositosis oleh makrofag dan menyebabkan
trombositopenia. Kondisi trombositopenia menyebabkan gejala DHF.
Selain itu, NS1 juga ditemukan dapat bereaksi silang dengan platelet dan
sel endotel, sehingga terjadi kerusakan sel endotelial dan apoptosis sel.

E. Epidemiologi Demam Berdarah Dengue (DBD)


Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari pola kesehatan dan
penyakit serta faktor yang terkait di tingjkat populasi. Ini adalah model
corestone penelitian kesehatan masyarakat dan membantu
menginformasikan kedokteran berbasis bukti (eveidence based medicine)
untuk mengidentifikasi faktor risiko penyakit serta menentukan
pendekatan penanganan yang optimal untuk praktik klinik dan untuk
kedokteran preventif. Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dan mengakibatkan spektrum
manifestasi klinis yang bervariasi antara yang paling ringan, demam
dengue (DD), DBD dan demam dengue yang disertai renjatan atau dengue
shock syndrome (DSS); ditularkan nyamuk Aedes aegypti dan Ae.
albopictus yang terinfeksi. Berikut pembahasan Demam Berdarah Dengue
dari segi epidemiologinya.
1. Agent
Virus Dengue merupakan bagian dari family Flafiridae dan termasuk
dalam grub B Arthropod born viruses (arboviruses). Keempat serotipe
virus dengue (disebut DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4) dapat
dibedakan dengan metode serologi. Keempat tipe virus tersebut telah
ditemukan diberbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan
Yogyakarta. Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah
virus dengue dengan tipe satu dan tipe tiga. Infeksi pada manusia oleh
salah satu serotipe menghasilkan imunitas sepanjang hidup terhadap
infeksi ulang oleh serotipe yang sama tetapi hanya menjadi
perlindungan sementara dan persial terhadap serotipe yang lain
(WHO, 1997).
2. Vektor
Aedes aegypti adalah spesies nyamuk tropis dan subtropis yang
ditemukan di bumi, biasanya antara garis lintang 35⁰LU dan 35⁰LS,
kira-kira berhubungan dengan musim dingin isotherm 10⁰C. Meski
Aedes Aegypti telah ditemukan sejauh 45⁰LU, infasi ini telah terjadi
selama musim hangat dan nyamuk tidak hidup pada musim dingin.
Distribusi aedes aegypti juga dibatasi oleh ketinggian. Ini biasanya
tidak ditemukan diatas ketinggian 1000m tetapi telah dilaporkan pada
ketingggian 2121m di India, pada 2200m di Kolombia, dimana suhu
rerata tahunan adalah 17⁰C, pada ketinggian 2400m di Eritrea. Aedes
aegypti adalah salah satu vektor nyamuk yang paling efisien untuk
arbo virus, karena nyamuk ini sangat antropofilik dan hidup dekat
dengan manusia dan sering hidup didalam rumah. PWabah dengue
juga telah disertai dengan aedes albopictus, aedes polynesiensis dan
banyak spesies kompleks aedes scutellaris. Setiap spesies ini
mempunyai distribusi geografisnya masing-masing, namun mereka
adalah faktor epidemik yang kurang efisien disbanding aedes aegypti.
Faktor penyulit pemusnahan fektor adalah bahwa telur-telur aedes
aegypti dapat bertahan dalam waktu yang lama terhadap desikasi
(pengawetan dengan pengeringan), kadang selama lebih dari 1 tahun
(WHO, 1997).
Nyamuk aedes aegypti dewasa lebih kecil jika dibandingkan dengan
rata-rata nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai warna dasar hitam
dengan bitnik-bintik putih pada bagian badan, kaki dan sayapnya.
Nyamuk aedes aegypti mengalami metamorphosis yang sempurna
yaitu :telur – jentik – kepompong – nyamuk. Stadium telur, jentik dan
kepompong hidup dalam air. Telur nyamuk aedes aegypti berwarna
hitam dengan ukuran ₊0,80mm. pada umumnya telur akan menetas
menjadi jentik dalam waktu ₊ 2 hari setelah telur terendam air.
Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, stadium pupa
(kepompong) berlangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan dari telur
menjadi nyamuk dewasa mencapai 9-10 hari. Umur nyamuk betina
dapat mencapai 2-3 bulan. Kemampuan terbang nyamuk betina rata-
rata 40 meter, maksimal 100 meter. Namun secara pasif, misalnya
karena angin atau terbawa kendaraan nyamuk ini dapat berpindah
lebih jauh. Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub tropis.
Di Indonesia ,nyamuk ini tersebar luas baik dirumah-rumah maupun
di tempat umum, nyamuk ini dapat hidup dan berkembang biak
sampai ketinggian daerah +1000 m dari permukaan laut diatas
ketinggian 1000 m tidak dapat berkembang biak, karena pada
ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah sehingga tidak
memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut.
3. Host
Manusia adalah pejamu (host) pertama yang dikenai virus, meskipun
studi telah menunjukan bahwa monyet pada beberapa bagian bumi
dapat terinfeksi dan mungkin bertindak sebagai sumber virus untuk
nyamuk penggigit. Virus bersirkulasi dalam darah manusia terinfeksi
pada kurang lebih pada saat dimana mereka mengalami demam, dan
nyamuk tak terinfeksi mendapatkan virus bila mereka menggigit
individu saat dia dalam keadaan virmia. Virus kemudian berkembang
di dalam tubuh nyamuk selama periode 8-10 hari sebelum ini dapat di
tularkan ke manusia lain selama menggigit atau menghisap darah
berikutnya. Lama waktu yang diperlukan untuk inkubasi ekstrinsik ini
tergantung pada kondisi lingkungan khususnya suhu sekitar
(WHO,1997).
4. Lingkungan
1. Suhu dan kelembaban Udara
Nyamuk dpat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi proses
metabolismenya menurun atau bahkan berhenti bila suhu turun
sampai dibawah suhu kritis. Rata-rata suhu optimum untuk
pertumbuhan nyamuk adalah 25⁰C-27⁰C, pertumbuhan nyamuk
akan terhenti sama sekali bila suhu kurang dari 10⁰C. Kelembaban
optimum dalam kehidupanya adalah 70%-80%.Kelembaban dapat
memperpanjang umur nyamuk. Umumnya nyamuk akan
meletakan telurnya pada temperatur udara sekitar 20⁰C -30⁰C
(Depkes RI,2003).
2. Musim dan Curah hujan
Peningkatan curah hujan mempengaruhi perkembangbiakan
nyamuk Aedes Aegypti, demikian pula pada musim penghujan,.
Dikarenakan akan semakin banyak jumlah tempat penampungan
air yang dapat digunakan sebagai perindukan. Perubahan musim
akan berpengaruh pada frekuensi gigitan nyamuk atau Panjang
umur nyamuk dan berpengaruh pula pada kebiasaan hidup
manusia untuk lebih lama tinggal didalam rumah pada waktu
musim hujan.
3. Sanitasi lingkungan
Sanitasi lingkungan mempengaruhi tempat perkembanganbiakan
nyamuk Aedes Aegypti terutama tempat-tempat penampungan air
sebagai media breeding place nyamuk. Seperti bak mandi/WC,
gentong, vas bunga,tempat minum burung, kaleng bekas, ban
bekas dan lain-lain. Tempat penampungan air yang berisi air jernih
dan ada di dalam rumah serta tidak terkena sinar matahari
langsung adalah tempat yang disukai nyamuk.
4. Kepadatan dan mobilitas penduduk
Kepadatan dan mobilitas penduduk ikut menunjang penularan
DBD, semakin padat penduduk maka semakin mudah penularan
DBD. Jarak antara rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari
suatu rumah ke rumah lain, semakin dekat jarak antara makin
mudah nyamuk menyebar kerumah sebelah. Mobilitas
memudahakan penularan dari satu tempat ke tempat lain dan
biasanya penyakit menjalar dimulai dari suatu pusat sumber
penularan kemudian mengikuti lalulintas penduduk. Makin ramai
lalulintas itu, makin besar kemungkinan penyebaran.
Epidemiologi demam dengue atau dengue fever (DF) menjadi beban
kesehatan dunia, karena penyebaran penyakit virus dengan vektor nyamuk
Aedes sp ini terjadi paling cepat di dunia. Penyakit ini umumnya lebih
sering ditemukan pada wilayah tropis dan subtropis. Beberapa bagian
negara, seperti Amerika Selatan, Afrika, Timur Tengah, dan Asia,
merupakan beberapa area endemis dengue. Deteksi demam dengue yang
cepat dapat menurunkan tingkat fatalitas menuju demam dengue berat
sampai di bawah 1%.
Insidensi DF di Indonesia meningkat secara signifikan dalam lima
dekade terakhir. Insidensi demam berdarah dengue (DBD) atau dengue
haemorrhagic fever (DHF) di Indonesia per Juli 2020 dilaporkan sebesar
71.633 kasus. Jumlah kasus terbanyak adalah di Jawa Barat diikuti dengan
Bali dan Jawa Timur, yaitu 10.722, 8.930, dan 5.948 kasus. Pada tahun
2018 dan 2019, insidensi DBD berjumlah 65.602 dan 138.127 kasus.
Dibandingkan dengan tahun 2018, kasus DBD meningkat secara
signifikan.
Seluruh serotipe virus dengue ditemukan di Indonesia. Namun,
DENV-3 (46,8%) dan DENV-1 (26,1%) ditemukan paling banyak tersebar
di Indonesia. Berbeda pada daerah Surabaya, dimana DENV-2 merupakan
serotipe paling banyak ditemukan.
Sekitar 960‒4.032 kasus kematian akibat DHF di dunia dilaporkan
pada periode tahun 2000‒ 2015. Mortalitas demam dengue yang tidak
diobati adalah sekitar 10‒20%. Namun apabila diobati, mortalitas dapat
menurun sampai <1%.
Case fatality rate (CFR) demam dengue ditemukan semakin menurun
setiap tahunnya. CFR DHF di Indonesia menurun dari tahun 2018 ke
2019, yaitu 0,71% menjadi 0,67%. Pada tahun 2018, dilaporkan 919 kasus
kematian akibat DHF di Indonesia.
F. Riwayat Alamiah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
1. Tahap Prepatogenesis
Pada tahap ini terjadi interaksi antara pejamu (Host) dan agen
nyamukAedes aegypti yang telah terinfeksi oleh virus dengue. Jika
imunitas pejamu sedang lemah, seperti mengalami kurang gizi dan
keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan maka virus dengue
yang telah menginfeksi nyamuk Aedes aegypti akan melanjutkan
riwayat alamiahnya yakni ke tahap Patogenesis (Najmah, 2016).
2. Tahap Patogenesis
Masa inkubasi virus dengue berkisar selama 4-10 hari (biasanya 4-7
hari), nyamuk yang terinfeksi mampu menularkan virus selama sisa
hidupnya. Manusia yang terinfeksi adalah pembawa utama dan
pengganda virus, melayani sebagai sumber virus nyamuk yang tidak
terinfeksi. Pasien yang sudah terinfeksi dengan virus dengue dapat
menularkan infeksi (selama 4-5 hari, maksimum 12 hari) melalui
nyamuk Aedes setelah gejala pertama mereka muncul (Najmah,
2016). Klasifikasi WHO tradisional pada tahun 1997 diklarifikasikan
sebagai berikut :
1) Demam berdarah dengue adalah demam yang berlangsung dari 2-
7 hari, bukti hemoragik manifestasi atau tes tourniquet positif,
trombositopenia (<100,000 sel per mm3), bukti kebocoran plasma
yang ditunjukkan oleh hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit
>20% di atas rata-rata untuk usia atau penurunan hematokrit
>20% dari awal mengikuti terapi pengganti cairan), atau efusi
pleura, asites atau hypoproteinemia.
2) Sindrom Dengue Lanjut pada tahap shock (Dengue Shock
Sindrome (DSS)) adalah penderita DHF yang lebih berat
ditambah dengan adanya tanda-tanda renjatan: denyut nadi lebih
lemah dan cepat, tekanan nadi lemah (< 20 mmHg),hipotensi
dibandingkan nilai normal pada usia tersebut,gelisah, kulit
berkeringat dan dingin.
3. Tahap Pasca Patogenesis
Apabila pengobatan berhasil, maka penderita akan sembuh sempurna
tetapi apabila penyakit tidak ditangani dengan segera atau pengobatan
yang dilakukan tidak berhasil maka akan mengakibatkan kematian.

G. Faktor Risiko Penularan Demam Berdarah Dengue (DBD)


Salah satu faktor risiko penularan DBD adalah pertumbuhan
penduduk perkotaan yang cepat, mobilisasi penduduk karena membaiknya
sarana dan prasarana transportasi dan terganggu atau melemahnya
pengendalian populasi sehingga memungkin terjadinya KLB.
Faktor risiko lainnya adalah kemiskinan yang mengakibatkan orang
tidak mempunyai kemampuan untuk menyediakan rumah yang layak dan
sehat, pasokan air minum dan pembuangan sampah yang benar. Tetapi di
lain pihak, DBD juga bisa menyerang penduduk yang lebih makmur
terutama yang biasa bepergian. Dari penelitian di Pekanbaru Provinsi
Riau, diketahui faktor yang berpengaruh terhadap kejadian DBD adalah
pendidikan dan pekerjaan masyarakat, jarak antar rumah, keberadaan
tempat penampungan air, keberadaan tanaman hias dan pekarangan serta
mobilisai penduduk; sedangkan tata letak rumah dan keberadaan jentik
tidak menjadi faktor risiko.
Faktor risiko yang menyebabkan munculnya antibodi IgM anti dengue
yang merupakan reaksi infesksi primer, berdasarkan hasil penelitian di
wilayah Amazon Brasil adalah jenis kelamin laki-laki, kemiskinan, dan
migrasi. Sedangkan faktor risiko terjadinya infeksi sekunder yang
menyebabkan DBD adalah jenis kelamin lakilaki, riwayat pernah terkena
DBD pada periode sebelumnya serta migrasi ke daerah perkotaan.

H. Diagnosis Demam Berdarah Dengue (DBD)


Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut
WHO tahun 1997 teridir dari kriteria klinis dan laboratorium
a. Kriteria klinis
1) Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung
terus-menerus selama 2-7 hari
2) Terdapat manifestasi perdarahan, jenis perdarahan yang terbanyak
adalah perdarahan kulit seperti uji tourniquet (uji Rumple Leede =
uji bendung) positif, petekie, purpura, ekimosis dan perdarahan
konjungtiva. Petekie merupakan tanda perdarahan yang sering
ditemukan. Perdarahan lain yaitu epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis dan melena. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih
jarang ditemukan, sedangkan perdarahan gastrointestinal biasanya
terjadi menyertai syok. Kadang-kadang dijumpai pula perdarahan
subkonjungtiva atau hematuri. Uji tourniquet dinyatakan positif
jika terdapat 10-20 atau lebih petekie dalam diameter 2,8 cm (1
inci persegi) di lengan bawah bagian depan (volar) dan pada
lipatan siku (fossa cubiti).
3) Pembesaran hati (hepatomegali)
4) Syok (renjatan), ditandai denyut nadi cepat dan lemah serta
penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin kulit
lembab, dan gelisah.
b. Kriteria laboratorium
1) Trombositopenia (< 100.000/mm3),
2) Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20 %
atau lebih menurut standar umum dan jenis kelamin.
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan
hemokonsentrasi (atau peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan
diagnosis klinis DBD. Efusi pleura dan/atau hipoalbuminemia dapat
memperkuat diagnosis terutama pada pasien anemi dan/atau terjadi
perdarahan. Pada kasus syok, adanya peningkatan hematokrit dan adanya
trombositopenia mendukung diagnosis DBD (Tjokronegoro,1999).
I. Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD)
1. Pencegahan Primordial
Saat ini, cara untuk mengendalikan atau mencegah penularan virus
demam berdarah adalah dengan memberikan penyuluhan yang sangat
penting untuk menginformasikan kepada masyarakat mengenai
bahaya nya DBD. Menurut Kemenkes RI (2018), di Indonesia dikenal
dengan istilah 3M Plus dalam pencegahan primer DBD yaitu :
a. Menguras, tempat penampungan air dan membersihkan secara
berkala, minimal seminggu sekali karena proses pematangan telur
nyamuk Aedes 3-4 hari dan menjadi larva di hari ke 5-7. Seperti,
di bak mandi dan kolam supaya mengurangi perkembangbiakan
nyamuk.
b. Menutup, Tempat-tempat penampungan air. Jika setelah
melakukan aktivitas yang berhubungan dengan tempat air
sebaiknya anda menutupnya supaya nyamuk tidak bisa
meletakkan telurnya kedalam tempat penampungan air. Sebab
nyamuk demam berdarah sangat menyukai air yang bening.
c. Mengubur, kuburlah barang-barang yang sudah tidak layak
dipakai yang dapat memungkinkan terjadinya genangan air.
d. Plus yang bisa dilakukan tergantung kreativitas Anda, misalnya :
1) Memelihara ikan cupang yang merupakan pemakan jentik
nyamuk.
2) Menaburkan bubuk abate pada kolam atau bak tempat
penampungan air, setidaknya 2 bulan sekali. Takaran
pemberian bubuk abate yaitu 1 gram abate/ 10 liter air. Tidak
hanya abate, kita juga bisa menambahkan zat lainnya yaitu
altosoid pada tempat penampungan air dengan takara 2,5
gram/ 100 liter air. Abate dan altosoid bisa didapatkan di
puskesmas, apotik atau toko bahan kimia.
3) Menggunakan obat nyamuk, baik obat nyamuk bakar,
semprot atau elektrik.
4) Menggunakan krim pencegah gigitan nyamuk.
5) Melakukan pemasangan kawat kasa di lubang
jendela/ventilasi untuk mengurangi akses masuk nyamuk ke
dalam rumah.
6) Tidak membiasakan atau menghindari menggantung pakaian
baik pakaian baru atau bekas di dalam rumah yang bias
menjadi tempat istirahat nyamuk.
7) Sangat dianjurkan untuk memasang kelambu di tempat tidur.
2. Pencegahan Primer
Beberapa bentuk pencegahan primer yaitu dengan pengendalian
vektor dan implementasi vaksin. Saat ini vaksin dengue sudah
ditemukan, akan tetapi belum ditetapkan sebagai imunisasi dasar
lengkap oleh pemerintah sehingga harganya masih belum terjangkau
oleh masyarakat umum (Susanto dkk, 2018).
3. Pencegahan Sekunder
Untuk demam berdarah yang parah, dilakukan pengobatan medik oleh
dokter atau perawat yang berpengalaman, pengobatan medik dapat
menurunkan angka kematian lebih dari 20% sampai 1%. Menjaga
volume cairan tubuh pasien adalah hal yang sangat kritikal untuk
pasien dengan demam berdarah yang aparah. Diperlukan pengawasan
penderita, kontak dan lingkungan sekitar dengan melaporkan kejadian
kepada instansi kesehatan setempat, mengisolasi atau waspada dengan
menghindari penderita demam dari gigitan nyamuk pada siang hari
dengan memasang kasa pada ruang perawatan penderita dengan
menggunakan kelambu yang telah direndam dalam insektisida, atau
lakukan penyemprotan tempat pemukiman dengan insektisida yang
punya efek knock down terhadap nyamuk dewasa ataupun dengan
insektisida yang meninggalkan residu. Lakukan investigasi terhadap
kontak dan sumber infeksi : selidiki tempat tinggal penderita 2 minggu
sebelum sakit.
4. Pencegahan Tersier
Untuk penderita DBD yang telah sembuh, diharapkan menerapkan
pencegahan primer dengan sempurna. Melakukan stratifikasi daerah
rawan wabah DBD diperlukan bagi dinas kesehatan terkait.

J. Pengobatan Demam Berdarah Dengue (DBD)


Demam berdarah biasanya merupakan penyakit yang dapat sembuh
dengan sendirinya. Tidak ada pengobatan antivirus khusus saat ini tersedia
untuk demam berdarah demam. Perawatan pendukung dengan cukup
memberikan analgesik, penggantian cairan, dan istirahat yang cukup. Saat
ini belum ditemukan obat yang benar-benar bermanfaat untuk mengobati
demam berdarah dan hubungannya maupun komplikasi. Namun,
Acetaminophen dapat digunakan untuk mengobati demam dan
meringankan gejala lainnya. Aspirin, obat antiinflamasi nonsteroid
(NSAID) dan kortikosteroid seharusnya dihindari. Penatalaksanaan
demam berdarah yang parah membutuhkan perhatian pada pengaturan
cairan dan perawatan pendarahan.Metilprednisolon dosis tunggal
menunjukkan tidak ada manfaat mortalitas dalam pengobatan syok dengue
sindrom pada calon, acak, double-blind, uji coba terkontrol placebo (Pooja
dkk, 2014).
Cara penanganan DBD menurut Depkes RI (2004) ada 2 macam,
yaitu:
1. Penanganan Simtomatis : mengatasi keadaan sesuai keluhan dan
gejala klinis pasien. Pada fase demam pasien dianjurkan untuk : tirah
baring, selama masih demam, minum obat antipiretika (penurun
demam) atau kompres hangat apabila diperlukan, diberikan cairan dan
elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, disamping air putih,
dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 (dua) hari.
2. Pengobatan Suportif : mengatasi kehilangan cairan plasma dan
kekurangan cairan. Pada saat suhu turun bisa saja merupakan tanda
penyembuhan, namun semua pasien harus diobservasi terhadap
komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari, setelah suhu turun.
Karena pada kasus DBD bisa jadi hal ini merupakan tanda awal
kegagalan sirkulasi (syok), sehingga tetap perlu dimonitor suhu badan,
jumlah trombosit dan kadar hematokrit, selama perawatan.
Penggantian volume plasma yang hilang, harus diberikan dengan
bijaksana, apabila terus muntah, demam tinggi, kondisi dehidrasi dan
curiga terjadi syok (presyok). Jumlah cairan yang diberikan
tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan
cairan glukosa 5% didalam larutan NaCL 0,45%. Jenis cairan sesuai
rekomendasi WHO, yakni: larutan Ringer Laktat (RL), ringer asetat
(RA), garam faali (GF), (golongan Kristaloid), dekstran 40, plasma,
albumin (golongan Koloid).

Beberapa tindakan menurut Pooja (2016) dapat diambil sebagai


perawatan pendukungdemam berdarah. Mereka dapat diklasifikasikan ke
dalam dua kategori:

1. Untuk terduga (suspek) demam berdarah


1) Pasien dengan dehidrasi sedang yang disebabkan oleh demam
tinggi dan muntah direkomendasikan terapi rehidrasi oral.
2) Harus memiliki jumlah trombosit dan hematokrit diukur setiap
hari dari hari ketiga sakit hingga 1-2 hari setelah suhu badan
menjadi normal.
3) Pasien dengan tanda-tanda klinis dehidrasi dan peningkatan kadar
hematokrit atau penurunan jumlah trombosit telah mengganti
defisit volume intravaskular di bawah tutup observasi
2. Untuk demam berdarah parah
1) Demam berdarah yang parah membutuhkan perhatian
lebihterhadap pengaturan cairan dan pengobatan perdarahan
secaraproaktif. Masuk ke unit perawatan intensif untuk pasien
yang terindikasi sindrom syok dengue.
2) Pasien mungkin memerlukan jalur intravena sentral untuk
volumepenggantian dan garis arteri untuk tekanan darah yang
akuratpemantauan dan tes darah yang sering.
3) Defisit volume intravaskular harus dikoreksi dengan cairan
isotonik seperti larutan Ringer lactat.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Demam berdarah adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh
virus Dengue yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan
nyamuk dari genusAedes, seperti Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Aedes
aegypti adalah vektor penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang paling
banyak ditemukan. Nyamuk dapat membawa virus dengue setelah menghisap
darah orang yang telah terinfeksi virus tersebut.
Virus DBD (Dengue) adalah famili dari Flaviviridae (Flavivirus) yang
memiliki envelope berbentuk ikosahedral dengan diameter ~500 Å dan
termasuk virus ssRNA (single strand RNA). Bagian envelope tersusun atas
spika dari dimer protein envelope berupa protein E, yang tersusun dalam
bentuk glikoprotein sehingga disebut glikoprotein E. Protein E memiliki
peranan dalam mengenal sel inang. Virus Dengue juga memiliki protetin
kapsid, C, yang melindungi materi genetik virus. Virus ini memiliki empat
serotipe yang berbeda, antara lain DEN–1, DEN–2, DEN–3, DEN–4.
Keempat serotipe virus tersebut telah ditemukan di seluruh Indonesia. Virus
yang paling banyak berkembang di masyarakat ialah serotipe DEN–1 dan
DEN–3.
Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfeksi virus dengue, akan tetap
infektif sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang
rentan pada saat menggigit dan menghisap darah. Setelah masuk ke dalam
tubuh manusia, virus de-ngue akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer
hepar, endotel pembuluh darah, nodus limpaticus, sumsum tulang serta paru-
paru. Pada infeksi virus dengue, viremia terjadi sangat cepat, hanya dalam
beberapa hari dapat terjadi infeksi di beberapa tempat tapi derajat kerusakan
jaringan (tissue destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk
menyebabkan kematian karena infeksi virus; kematian yang terjadi lebih
disebabkan oleh gangguan metabolic.
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dan mengakibatkan spektrum manifestasi klinis
yang bervariasi antara yang paling ringan, demam dengue (DD), DBD dan
demam dengue yang disertai renjatan atau dengue shock syndrome (DSS);
ditularkan nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus yang terinfeksi.
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut
WHO tahun 1997 teridir dari kriteria klinis dan laboratorium
1. Kriteria klinis
1) Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung
terus-menerus selama 2-7 hari
2) Terdapat manifestasi perdarahan, jenis perdarahan yang terbanyak
adalah perdarahan kulit seperti uji tourniquet (uji Rumple Leede = uji
bendung) positif, petekie, purpura, ekimosis dan perdarahan
konjungtiva. Petekie merupakan tanda perdarahan yang sering
ditemukan. Perdarahan lain yaitu epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis dan melena. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang
ditemukan, sedangkan perdarahan gastrointestinal biasanya terjadi
menyertai syok. Kadang-kadang dijumpai pula perdarahan
subkonjungtiva atau hematuri. Uji tourniquet dinyatakan positif jika
terdapat 10-20 atau lebih petekie dalam diameter 2,8 cm (1 inci
persegi) di lengan bawah bagian depan (volar) dan pada lipatan siku
(fossa cubiti).
3) Pembesaran hati (hepatomegali)
4) Syok (renjatan), ditandai denyut nadi cepat dan lemah serta
penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin kulit
lembab, dan gelisah.
2. Kriteria laboratorium
1) Trombositopenia (< 100.000/mm3),
2) Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20 %
atau lebih menurut standar umum dan jenis kelamin.
Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD)

1. Pencegahan Primordial
Saat ini, cara untuk mengendalikan atau mencegah penularan virus
demam berdarah adalah dengan memberikan penyuluhan yang sangat
penting untuk menginformasikan kepada masyarakat mengenai bahaya
nya DBD. Menurut Kemenkes RI (2018), di Indonesia dikenal dengan
istilah 3M Plus dalam pencegahan primer DBD.
2. Pencegahan Primer
Beberapa bentuk pencegahan primer yaitu dengan pengendalian vektor
dan implementasi vaksin. Saat ini vaksin dengue sudah ditemukan, akan
tetapi belum ditetapkan sebagai imunisasi dasar lengkap oleh pemerintah
sehingga harganya masih belum terjangkau oleh masyarakat umum
(Susanto dkk, 2018).
3. Pencegahan Sekunder
Untuk demam berdarah yang parah, dilakukan pengobatan medik oleh
dokter atau perawat yang berpengalaman, pengobatan medik dapat
menurunkan angka kematian lebih dari 20% sampai 1%. Menjaga volume
cairan tubuh pasien adalah hal yang sangat kritikal untuk pasien dengan
demam berdarah yang aparah. Diperlukan pengawasan penderita, kontak
dan lingkungan sekitar dengan melaporkan kejadian kepada instansi
kesehatan setempat, mengisolasi atau waspada dengan menghindari
penderita demam dari gigitan nyamuk pada siang hari dengan memasang
kasa pada ruang perawatan penderita dengan menggunakan kelambu yang
telah direndam dalam insektisida, atau lakukan penyemprotan tempat
pemukiman dengan insektisida yang punya efek knock down terhadap
nyamuk dewasa ataupun dengan insektisida yang meninggalkan residu.
Lakukan investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi : selidiki tempat
tinggal penderita 2 minggu sebelum sakit.
4. Pencegahan Tersier
Untuk penderita DBD yang telah sembuh, diharapkan menerapkan
pencegahan primer dengan sempurna. Melakukan stratifikasi daerah
rawan wabah DBD diperlukan bagi dinas kesehatan terkait.

Beberapa tindakan menurut Pooja (2016) dapat diambil sebagai


perawatan pendukungdemam berdarah. Mereka dapat diklasifikasikan ke
dalam dua kategori:

Untuk terduga (suspek) demam berdarah

1) Pasien dengan dehidrasi sedang yang disebabkan oleh demam tinggi dan
muntah direkomendasikan terapi rehidrasi oral.
2) Harus memiliki jumlah trombosit dan hematokrit diukur setiap hari dari
hari ketiga sakit hingga 1-2 hari setelah suhu badan menjadi normal.
3) Pasien dengan tanda-tanda klinis dehidrasi dan peningkatan kadar
hematokrit atau penurunan jumlah trombosit telah mengganti defisit
volume intravaskular di bawah tutup observasi

Untuk demam berdarah parah

1) Demam berdarah yang parah membutuhkan perhatian lebihterhadap


pengaturan cairan dan pengobatan perdarahan secaraproaktif. Masuk ke
unit perawatan intensif untuk pasien yang terindikasi sindrom syok
dengue.
2) Pasien mungkin memerlukan jalur intravena sentral untuk
volumepenggantian dan garis arteri untuk tekanan darah yang
akuratpemantauan dan tes darah yang sering.
3) Defisit volume intravaskular harus dikoreksi dengan cairan isotonik seperti
larutan Ringer lactat.

B. Saran
Adapun saran yang bisa saya berikan yakni semoga peraturan dan
kerjasama semua pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung
mampu mengurangi dan menekan laju penyebaran penyakit DBD tersebut.
Dan semoga makalah ini mampu menjadi bahan acuan atau referensi buat
pembaca dalam mempelajari analisis epidemiologi terutama mengenai
masalah Demam Berdarah Dengue (DBD).
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2004. Tatalaksana DBD di Indonesia. Jakarta: Dirjen P2MPL.

Divy, Ni Putu Anindya, dkk., 2018. Karakteristik Penderita Demam Berdarah


Dengue (DBD) di RSUP Sanglah Bulan Juli-Desember Tahun 2014. E-Jurnal
Medika, 7(7), pp. 1-7.

Hastuti, Oktri. 2008. Demam Berdarah Dengue. Yogyakarta : Kanisius.

Jaweria, Anum, dkk., 2016. Dengue Fever: Causes, Prevention and Recent
Advances.Journal of Mosquito Research, 6(29), pp. 1-9.

Kemenkes RI. 2016. Situasi Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta:


Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.

Kemenkes RI. 2018. Situasi Penyakit Demam Berdarah di Indonesia Tahun 2017.
Jakarta : Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.

Misnadiarly, Ed.1. 2009. Demam Berdarah Dengue (DBD): Ekstrak Daun Jambu
Biji Bisa untuk Mengatasi DBD. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Najmah. 2016. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta : Trans Info Media.

Pooja, Chawla, Yadav Amrita, dan Chawla Viney., 2014. Clinical Implications
and Treatment of Dengue. Asian Pacific Journal of Tropical Medicine, pp. 169-
178.

Susanto, Bambang H., dan Aras U., 2018. Hubungan Faktor Lingkungan Institusi
Pendidikan dan Perilaku Siswa dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Anak
Usia 5-14 Tahun. Jurnal Kedokteran Diponegoro, 7(4), pp. 1696-1706.

Tjokronegoro, Arjatmo dan Hendra Utama. 1999. Demam Berdarah Dengue.


Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
WHO. 1999. Demam Berdarah Dengue Edisi 2: Diagnosis, Pengobatan,
Pencegahan, dan Pengendalian. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

WHO. 2018. Dengue and Severe Dengue.

Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &


Pemberantasannya. Jakarta : Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai