Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTO)

Dosen Pengampu: Nurhidayani, MA.

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Strategi Pembelajaran SKI Pada
Program Studi Pendidikan Agama Islam Semester V-C

Oleh:
Kelompok 8

1. Dimas Agusti

2. Rifka Bikro

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM JAMIYAHMAHMUDIYAH

TANJUNG PURA, LANGKAT

2021
A. Pengertian Strategi Pembelajaran Konstektual (CTO)

Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching


learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan
konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa
membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan
mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja (US.
Departement of Education the National School-to-Work Office, Pembelajaran
kontekstual bukan merupakan suatu konsep baru. Penerapan pembelajaran
kontekstual di kelas-kelas Amerika pertama-tama diusulkan oleh John Dewey
pada tahun 1916. Dewey mengusulkan suatu kurikulum dan metodologi
pengajaran yang dikaitkan dengan minat dan pengalaman siswa.

Menurut Zahorik bahwa pembelajaran kontekstual merupakan


rancangan pembelajaran yang dibangun atas dasar bahwa Knowledge is
constructed by human maka dikembangkan model pembelajaran
konstruktivisme yang membuka peluang seluas-luasnya kepada siswa untuk
memberdayakan diri dalam mencari sebuah konsep dasar atas pengetahuan
yang ingin diketahui. Pembelajaran kontekstual terjadi apabila siswa
menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada
masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan
tanggungjawab mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, siswa, dan
tenaga kerja, dengan kata lain pembelajaran yang terjadi dalam hubungan
yang erat degan pengalaman sesungguhnya.

Pemaduan antara materi pelajaran dengan konteks keseharian siswa di


dalam pembelajaran kontekstual akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan
yang mendalam dimana siswa kaya akan pemahaman masalah dan cara untuk
menyelesaikan masalah tersebut. Siswa mampu secara independen (individu)
menggunakan pengetahuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah baru
yang belum pernah dihadapi, serta memiliki tanggungjawab yang lebih
terhadap belajarnya seiring dengan peningkatan pengalaman dan pengetahuan
mereka, pembelajaran ini digunakan untuk memahami makna materi pelajaran
yang dipelajari siswa dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks
kehidupan mereka sehari-hari, sehingga siswa memiliki
pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari satu
permasalahan/konteks lainnya.

Model pembelajaran kontekstual menjadikan siswa akan lebih dibuka


jalan pikiran mereka untuk menemukan ide-ide mereka melalui kehidupan
nyata. Siswa akan diberikan kesempatan untuk mengonstruksikan sendiri
pengetahuan mereka untuk dihubungkan dengan dunia nyata sehingga apa
yang mereka pelajari dapat dipahami dengan baik, alasan perlu diterapkannya
pembelajaran kontekstual adalah:
1. Sebagian besar waktu belajar sehari-hari di sekolah masih didominasi
kegiatan penyampaian pengetahuan oleh guru, sementara siswa
”dipaksa” memperhatikan dan menerimanya, sehingga tidak
menyenangkan dan memberdayakan siswa.
2. Materi pembelajaran bersifat abstrak-teoritis-akademis, tidak terkait
dengan masalah-masalah yang dihadapi siswa sehari-hari di
lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar dan dunia kerja
3. Penilaian hanya dilakukan dengan tes yang menekankan pengetahuan,
tidak menilai kualitas dan kemampuan belajar siswa yang autentik pada
situasi yang autentik.
4. Sumber belajar masih terfokus pada guru dan buku. Lingkungan
sekitar belum dimanfaatkan secara optimal.
Menurut Aqib (2013:4) bahwa hakikat pembelajaran kontekstual
adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata, sehingga mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari. Proses ini melibatkan tujuh komponen utama
pembelajaran efektif, yaitu kontruktivisme (Contructivism), bertanya
(Questioning), menemukan (Inquiry), komunitas belajar (Learning
Qommunity), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection), dan penilaian
sebenarnya (Authentic Assessment
Ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktik
pembelajaran kontekstual (Dihanti, 2012) yaitu:
1. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge).
2. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara
mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan
detailnya.
3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan
cara menyusun (1) konsep sementara (hipotesis), (2) melakukan sharing
kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar
tanggapan itu (3) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.
4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledge).
5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi
pengembangan pengetahuan tersebut.

B. Strategi Pembelajaran Kontekstual


Pembelajaran yang dilakukan dalam kelas haruslah dirancang dengan
tepat agar menarik perhatian siswa sehingga tujuan pembelajaran dapat
tercapai. Pembelajaran yang dilakukan tidak secara terus menerus
mengajarkan materi tanpa ada contoh implementasi dalam dunia nyata.
Strategi pembelajaran kontekstual perlu diterapkan agar dapat terlaksana
dengan tepat. Lima (5) strategi pembelajaran kontekstual yang dapat
diterapkan saat melaksanakan pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Menghubungkan
Proses pembelajaran dalam suatu konteks merupakan pengalaman hidup
yang nyata atau awal sebelum pengetahuan diperoleh siswa. Guru dapat
menghubungkan konsep baru dalam pelajaran dengan sesuatu hal atau
kejadian atau pengalaman yang telah diketahui dan dialami oleh siswa.

2. Mencoba
Strategi mencoba dapat dilakukan jika siswa belum pernah atau tidak
mempunyai pengalaman yang dapat dihubungkan dengan konsep baru
yang terdapat pada pelajaran. Tetapi pada strategi ini, guru harus dapat
memberikan kegiatan yang hands-on atau kegiatan yang benar-benar
siswa mencoba atau melakukan sendiri, sehingga dari kegiatan ini siswa
dapat membangun pengetahuannya.
3. Mengaplikasikan
Strategi ini digunakan siswa dengan menerapkan/ mengaplikasikan
konsep-konsep pelajaran dengan beberapa pengalaman atau kegiatan yang
sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Penyelesaian masalah
dengan hands-on atau bertindak langsung dan proyek-proyek terstruktur.
Guru juga dapat memotivasi suatu kebutuhan untuk memahami konsep
dengan memberikan latihan-latihan yang realistis dan relevan dengan
keadaan atau kenyataan yang terjadi dalam kehidupan.
4. Bekerja sama
Belajar dapat dilakukan dengan saling berbagi, merespon, dan
berkomunikasi dengan teman lainnya. Strategi ini merupakan strategi
instruksional utama dalam pembelajaran kontekstual. Pengalaman dalam
bekerja sama tidak hanya menolong untuk mempelajari suatu bahan
pelajaran, tetapi juga secara konsisten berkaitan dengan penitikberatan
pada kehidupan nyata. Bekerja sama secara kelompok juga dapat
meningkatkan kemampuan berkomunikasi secara efektif dan dapat
mengerjakan segala sesuatu dengan nyaman dan segera terselesaikan.
5. Transfer ilmu
Strategi mengajar dengan memberikan suatu konteks atau bentuk
permasalahan baru tentang materi pelajaran yang belum pernah dialami
siswa dan belum teratasi atau terselesaikan dalam kelas.

C. Penerapan Pembelajaran Konstektual


Dalam penerapan model pembelajaran kontekstual, terdapat tujuh
komponen utama yang harus dilakukan secara sungguh-sungguh, karena
komponen pembelajaran ini dapat menjadikan proses pembelajaran menjadi
lancar dan siswa mampu mencari permasalahan dan pemecahan permasalahan
dengan sendiri dengan melakukan kerja kelompok. Tujuh komponen tersebut
adalah:
1) Konstruktivisme
Kontruktivisme merupakan landasan filosofis yag mendasari proses
pembelajaran kontekstual. Landasan berpikir kontruktivisme berbeda dari
pandanagan objektvisme yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran
semata bukan pada proses mendapatkan hasil tersebut. Dalam pandangan
kaum kontruktivis, strategi memperoleh pengetahuan lebih diutamakan
dibandingkan berapa banyak siswa yang memperoleh dan mengingat
pengetahuan. Oleh karena itu, kewajiban guru adalah memfasilitasi belajar
melalui proses: (a) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi
siswa, (b) memberi kesempatan bag,i siswa untuk menemukan dan
menerapkan idenya sendiri, dan (c) menyadarkan siswa agar menerapkan
strategi mereka sendiri.
2) Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dan terpenting dari pembelajaran
kontekstual. Dalam memperoleh pengetahuan dan pengalaman belajar,
pikiran, perasaan, dan gerak motorik kita akan secara terpadu dan
seimbang dalam merespon sesuatu yang diperoleh dari belajar melalui
proses menemukan. Untuk meningkatkan mutu belajar, guru perlu
memberikan kesempatan kepada siswa melakukan pengamatan, bertanya,
mengajukan dugaan-dugaan, mengumpulkan data, dan menyimpulkan
sendiri. Melalui proses menemukan seperti itu, diharapkan pengetahuan
dan pengalaman siswa dipahami sebagai pengetahuan dan pengalaman
yang dari, oleh, dan untuk mereka.

3) Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan salah satu pintu masuk untuk memperoleh
pengetahuan. Bertanya dalam kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan
guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir
siswa. Bertanya juga merupakan bagian penting dalam melaksanakan
pembelajaran penyelidikan, yaitu menggali informasi mengonfirmasikan
apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang
belum diketahui.
Dalam pembelajaran, aktivitas bertanya perlu ditingkatkan. Penyebab
siswa kurang berani bertanya adalah karena: (a) siswa merasa dirinya
tidak lebih tahu daripada guru, akibat dari kebiasaan belajar yang satu
arah, (b) adanya ganjalan psikologis karena guru lebih dewasa dari sisi
usia daripada siswa, (c) kurang kreatifnya guru dalam mengajukan
persoalan-persoalan yang menantang siswa untuk bertanya. Alasan-alasan
tersebut merupakan tugas bagi guru untuk mencairkan suasana atau
hambatan psikologis yang menghalangi siswa untuk bertanya, serta
memperkaya topik-topik pembelajaran yang aktual sesuai perkembangan
zaman dan kenyataan.
4) Masyarakat/Kelompok Belajar (Learning Community)
Learning community dapat terjadi apabila antara siswa dengan guru atau
siswa dengan siswa memiliki interaksi yang efektif dan komunikatif.
Dalam proses pembelajaran di kelas dapat dibentuk kelompok-kelompok
belajar yang memungkinkan siswa untuk saling berinteraksi dalam
bertukar pendapat dan pengalaman. Dalam pembelajaran kontekstual,
learning community dapat dilakukan dengan cara: (a) membentuk
kelompok kecil, (b) mendatangkan ahli ke kelas, (c) bekera dengan kelas
sebaya, (d) bekera dengan kelas di atasnya, dan (e) bekerja dengan
masyarakat.
5) Pemodelan (Modeling)
Bagian penting lainnya dalam pembelajaran kontekstual adalah
pemodelan. Pemodelan adalah proses belajar dengan memberikan contoh
berupa tindakan dan perilaku yang ditampilkan kepada siswa. Misalnya
seorang guru memperagakan cara menggunakan termometer suhu, dari
cara memegang sampai melihat kenaikan/perubahan suhunya. Dengan
begitu guru sebagai modelnya.
Dalam kegiatan pembelajaran, tidak hanya guru yang menjadi model atau
percontohan tetapi model pembelajaran dapat melibatkan siswa atau
seorang pakar/ahli. Misalnya siswa yang pernah mendapat juara lomba
menggambar karikatur tingkat nasional. Siswa tersebut dapat memberikan
contoh mulai dari cara menggambar hingga proses pewarnaan. Maka
dapat disimpulkan bahwa, belajar melalui pengamatan model akan
memberikan balikan yang lebih cepat dan dapat ditiru langsung oleh siswa
6) Refleksi
Refleksi termasuk salah satu bagian penting dalam pembelajaran
kontekstual yang bermanfaat untuk mengingat kembali tentang sesuatu
yang telah dilakukan di waktu-waktu yang sudah dilakukan sebelumnya.
Refleksi adalah cara berpikir kebelakang (flashback) tentang apa yang
sudah dilakukan pada masa lampau. Fungsi berpikir reflektif adalah untuk
mengevaluasi pengetahuan atau pengalaman lama dengan pengetahuan
atau pengalaman yang baru.
7) Penilaian Autentik (Autentication Assessment)
Penilaian dalam pembelajaran kontekstual berperan dalam memberikan
gambaran keberhasilan siswa secara keseluruhan. Penilaian tidak hanya
dikhususkan pada penilian hasil belajar berupa tes/ujian/ulangan semata,
melainkan penilaian yang benar-benar diberikan secara autentik atau benar
atau nyata berdasarkan kemampuan siswa dalam mendapatkan
pengetahuan serta pemahaman (proses). Prinsip penilaian autentik yaitu
menghendaki teridentifikasinya seluruh potensi dan kemampuan pada diri
siswa. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahwa
siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru dapat segera
megambil tindakan yang tepat agar siswa terbeb

D. Model Pembelajaran Kontekstual


Model pembelajaran yang dapat dilakukan dalam melaksanakan
pembelajaran kontekstual antara lain:
1. Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)
Inti dari model pembelajaran langsung adalah guru
mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan tertentu, selanjutnya
melatihkan keterampilan tersebut selangkah demi selangkah kepada siswa.
Teori pembelajaran yang melandasi model ini adalah teori Behavioristik
(pemodelan tingkah laku) yang dikembangkan oleh Albert Bandura.
Menurut Bandura, belajar dapat dilakukan melalui pemodelan
(mencontoh, meniru) perilaku dan pengalaman orang lain. Sebagai contoh
untuk dapat mengukur panjang dengan jangka sorong, siswa dapat belajar
dengan menirukan cara mengukur panjang dengan jangka sorong yang
dicontohkan oleh guru.
2. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Base Learning)
Inti dari pembelajaran berbasis masalah adalah guru menghadapkan siswa
pada situasi masalah kehidupan nyata (autentik) dan bermakna,
memfasilitasi siswa untuk memecahkannya melalui penyelidikan/inkuiri
dan kerjasama, memfasilitasi dialog dari berbagai segi, merangsang siswa
untuk menghasilkan karya pemecahan dan peragaan hasil. Rasional
teoritik yang melandasi model ini adalah teori konstruktivisme Piaget
dan Vigotsky, serta teori belajar penemuan dari Bruner.
3. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Inti model pembelajaran koperatif adalah siswa belajar dalam kelompok-
kelompok kecil, yang anggota-anggotanya memeliki tingkat kemampuan
yang berbeda (heterogen). Dalam memahami suatu bahan pelajaran dan
menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerjasama sampai
seluruh anggota menguasai bahan pelajaran tersebut. Dalam variasinya
ditemui banyak tipe pendekatan pembelajaran kooperatif misalnya STAD
(Student Teams Achievement Division), Jigsaw, Investigasi Kelompok,
dan Pendekatan Struktural.

E. Kelebihan dan Kekurangan Strategi Konstektual


Adapun kelebihan dari model pembelajaran kontekstual adalah sebagai
berikut:
1. Memberikan kesempatan pada sisiwa untuk dapat maju terus sesuai
dengan potensi yang dimiliki sisiwa sehingga sisiwa terlibat aktif dalam
PBM.
2. Siswa dapat berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data,
memahami suatu isu dan memecahkan masalah dan guru dapat lebih
kreatif
3. Menyadarkan siswa tentang apa yang mereka pelajari.
4. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa tidak ditentukan oleh
guru.
5. Pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan.
6. Membantu siwa bekerja dengan efektif dalam kelompok.
7. Terbentuk sikap kerja sama yang baik antar individu maupun kelompok.
Selain adanya kelebihan dari strategi pembelajaran kontekstual,
strategi ini juga memiliki kekurangan sebagai berikut:
1. Dalam pemilihan informasi atau materi dikelas didasarkan pada kebutuhan
siswa padahal,dalam kelas itu tingkat kemampuan siswanya berbeda-beda
sehinnga guru akan kesulitan dalam menetukan materi pelajaran karena
tingkat pencapaianya siswa tadi tidak sama.
2. Tidak efisien karena membutuhkan waktu yang agak lama dalam PBM.
3. Dalam proses pembelajaran dengan model CTL akan nampak jelas antara
siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki
kemampuan kurang, yang kemudian menimbulkan rasa tidak percaya diri
bagi siswa yang kurang kemampuannya.
4. Bagi siswa yang tertinggal dalam proses pembelajaran dengan CTL ini
akan terus tertinggal dan sulit untuk mengejar ketertinggalan, karena
dalam model pembelajaran ini kesuksesan siswa tergantung dari keaktifan
dan usaha sendiri jadi siswa yang dengan baik mengikuti setiap
pembelajaran dengan model ini tidak akan menunggu teman yang
tertinggal dan mengalami kesulitan.
5. Tidak setiap siswa dapat dengan mudah menyesuaikan diri dan
mengembangkan kemampuan yang dimiliki dengan penggunaan model
CTL ini.
6. Kemampuan setiap siswa berbeda-beda, dan siswa yang memiliki
kemampuan intelektual tinggi namun sulit untuk mengapresiasikannya
dalam bentuk lesan akan mengalami kesulitan sebab CTL ini lebih
mengembangkan ketrampilan dan kemampuan soft skill daripada
kemampuan intelektualnya.
7. Pengetahuan yang didapat oleh setiap siswa akan berbeda-beda dan tidak
merata.
8. Peran guru tidak nampak terlalu penting lagi karena dalam CTL ini peran
guru hanya sebagai pengarah dan pembimbing, karena lebih menuntut
siswa untuk aktif dan berusaha sendiri mencari informasi, mengamati
fakta dan menemukan pengetahuan-pengetahuan baru di lapangan.

Kesimpulan

Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang dikaitkan dengan


keadaan atau situasi yang sebenarnya di dunia nyata dan memotivasi siswa untuk
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan permasalahan yang
timbul di dalam keluarga, masyarakat, sekolah, ataupun tempat kerja. Pembelajaran
kontekstual membantu siswa dalam melakukan pemecahan masalah yang ada di
sekitar sesuai dengan pengetahuan yang didapat di sekolah. Pembelajaran kontekstual
tidak hanya menilai dari sebatas kemampuan menghafal fakta tetapi juga memberikan
nilai pada proses pemecahan masalah yang dilakukan sampai menemukan hasil serta
jawaban dari permasalahan tersebut

Pembelajaran dengan menggunakan kontekstual sangat berbeda dengan


pembelajaran tradisional. Pembelajaran kontekstual melibatkan siswa untuk aktif
dalam pembelajaran dan guru hanya sebagai fasilitator untuk membimbing siswa
mendapatkan jawaban dari suatu masalah. Sedangkan pembelajaran tradisional, yang
berperan aktif adalah guru dalam memberikan informasi yang sebanyak-banyaknya.

Pembelajaran kontekstual mempunyai tujuh komponen utama yang harus


dilaksanakan dalam pembelajaran yaitu (a) kontruktivisme (Contructivition), (b)
menemukan (Inquiry), (c) bertanya (Questioning), (d) masyarakat belajar (Learning
community), (e) pemodelan (Modeling), (f) refleksi (Reflection), dan (g) penilaian
autentik (Authentication Assessment).
Model pembelajaran yang dapat dilakukan dalam melaksanakan
pembelajaran kontekstual antara lain pembelajaran langsung (Direct Instruction),
pembelajaran berbasis masalah (Problem Base Learning), dan pembelajaran
kooperatif (Cooperatif Learning).

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Z. 2013. Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual


(Inovatif). (Bandung: Yrama Widya)

NS, Sukmadinata. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran Kompentesi. (Bandung:


Yayasan Kesuma Karya)

Trianto. 2011. Mendesain Program Pembelajaran Inovatif-Progresif.


(Jakarta:Kencana)

Usman, M., U. 2008. Menjadi Guru Profesional. (Bandung: Rosdakarya)

Anda mungkin juga menyukai