Anda di halaman 1dari 12

PERAN DEVELOPER DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI SYARIAH

MELALUI BISNIS PERUMAHAN MENGGUNAKAN AKAD ISTISHNA'

Abstrak

Developer berasal dari bahasa asing yang menurut kamus bahasa


inggris artinya adalah pembangun perumahan developer1. Namun secara
umum, adalah orang atau badan hukum yang mengembangkan (membangun
dan memasarkan) bisnis di bidang properti berupa perumahan yang berskala
kecil maupun besar. Istishna’ merupakan akad jual beli dalam bentuk
pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan
tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual
(pembuat, shani’). Metode penelitian menggunakan kualitatif dengan metode
analisis deskriptif.

PENDAHULUAN
Industri halal mengalami perkembangan yang pesat dalam beberapa
tahun ini. Gaya hidup halal yang identik dengan umat Muslim tersebar hingga
ke berbagai negara, bahkan ke negara-negara dengan penduduk muslim
minoritas. Halal menjadi indikator universal untuk jaminan kualitas produk
dan standar hidup (Gillani, Ijaz, & Khan, 2016). Halal biasanya hanya
dikaitkan dengan hal-hal terkait kebendaan saja. Namun demikian, dalam
Islam halal mencakup perbuatan dan pekerjaan atau biasa disebut dengan
Muamalah (Qardhawi, 1993).
Halal dapat didefinisikan sebagai standar kualitas yang sesuai dengan
hukum Shariah Islamiah dan digunakan pada setiap aktivitas yang dilakukan
oleh umat Muslim (Bohari, Cheng, & Fuad, 2013). Produk dan jasa halal
dipilih oleh umat Muslim sebagai bentuk ketaatan terhadap hukum Shariah
Islam. Meskipun halal sangat berkaitan dengan umat Muslim, bukan berarti
konsumen produk halal hanya berasal dari umat Islam saja. Konsumen

1
John M Echlos dan Hassan Sadily,1990, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia
produk halal yang berasal dari negara dengan penduduk muslim minoritas
mengalami peningkatan yang cukup signifikan dalam beberapa tahun
belakangan.2
Pemahaman dan kesadaran terhadap bahaya riba dalam sistem
ekonomi dan industri keuangan konvensional yang semakin mendalam
membuat masyarakat mulai mencari alternatif lain dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Istishna’ merupakan akad jual beli dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang
disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat,
shani’). Perbedaan dengan akad salam adalah dari segi barang. Pada akad
salam diharuskan berupa barang pertanian. Sedangkan pada akad istishna’,
diharuskan berupa barang pesanan yang melalui proses konstruksi. Pada akad
istishna’, terdapat dua tempo, yakni masa kontruksi dan pasca konstruksi.
Sedangkan dari segi pengakuan pendapatan, menurut PSAK 104, yaitu;
Pendapatan istishna’ diakui dengan menggunakan metode persentase
penyelesaian atau metode akad selesai. Akad adalah selesai jika proses
pembuatan barang pesanan selesai dan diserahkan kepada pembeli.
Selanjutnya, dijelaskan dalam PSAK 104 bahwa ada dua jenis
pembayaran dalam akad istihna’, yakni pembayaran tunai dan tangguh.
Disebut sebagai pembayaran tunai jika, ketika barang selesai kemudian
proses penyerahan, pelunasan pembayaran telah selesai. Sebaliknya, jika
barang telah selesai dan diserahkan kepada pemesan tetapi angsuran belum
selesai dan masih berlanjut, maka pembayaran ini dinamakan pembayaran
tangguh. Dalam praktek bank syariah, akad istishna’ diwujudkan dalam
berbagai produk. Salah satunya yakni Developer menggunakan akad istisnha’
dalam pengembangan ekonomi syariah.3

METODE PENELITIAN
2
Waharini, Faqiatul Mariya, Model Pengembangan Halal Food di Indonesia, jurnal Ekonomi dan
Bisnis, Vol 9 No. 1 (2018), 2
3
Maulidha, Erina, Perekayasaan Akuntansi Istisnha’ Pada produk Pembiyaan Apartemen, Jurnal
Sekolah Tinggi Ekonomi Islam, Vol 1 No. 1 (2013), 82
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah telaah literatur (literature review) dari
berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Metode pengumpulan
data yang digunakan yaitu data sekunder yang diperoleh dari jurnal, buku
dokumentasi, dan internet.
Metode Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode
analisis deskriptif. Data-data yang sudah diperoleh kemudian dianalisis
dengan metode analisis deskriptif. Metode analisis deskriptif dilakukan
dengan menyusun data yang diperoleh kemudian diinterpretasikan dan
dianalisis sehingga memberikan informasi bagi pemecahan masalah yang
dihadapi.

PEMBAHASAN
PERAN DEVELOPER DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI
SYARIAH MELALUI BISNIS PERUMAHAN MENGGUNAKAN AKAD
ISTISHNA'
Developer berasal dari bahasa asing yang menurut kamus bahasa
inggris artinya adalah pembangun perumahan developer4. Namun secara
umum, adalah orang atau badan hukum yang mengembangkan (membangun
dan memasarkan) bisnis di bidang properti berupa perumahan yang berskala
kecil maupun besar.
Sedangkan menurut Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 5 Tahun 1974, disebutkan pengertian developer adalah "suatu
perusahaan yang berusaha dalam bidang pembangunan perumahan dari
berbagai jenis dalam jumlah yang besar di atas suatu kesatuan lingkungan
pemukiman yang dilengkapi dengan prasarana-prasarana lingkungan dan
fasilitas sosial yang diperlukan oleh masyarakat penghuninya.”
Dalam perkembangananya secara hukum, developer properti terbagi
menjadi dua macam, yaitu developer properti syariah dan developer properti
konventional. Dari keduanya jelas terdapat banyak perbeda, namun yang
paling menonjol terletak pada Akad dan skema bisnisnya. Dalam segi akad,
developer syariah tidak menggunakan pihak ke tiga yang merupakan bank,
jadi bisnisnya murni jual beli antara pihak developer dengan nasabah secara

4
John M Echlos dan Hassan Sadily,1990, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia
tunai maupun kredit. Hal ini tentu berbeda dengan developer konvensional
yang mana menggunakan pihak ke tiga berupa bank.
Dengan seiring berjalannya waktu konsep syariah sendiri beberapa
tahun terakhir menjadi naik daun dan terdapat banyak respon dari kalangan
masyarakat Indonesia, hal ini dikarenakan penduduk indonesia mayoritas
adalah Muslim, oleh karenannya konsep syariah terutama dalam dunia bisnis
berkembang dengan pesat. hal ini juga terjadi pada developer properti
syariah. Selain karena mentaati perintah Allah SWT untuk menjauhi riba
(tambahan yang batil) sesuai dengan surat Ali- Imron (3) ayat 130, yang
berbunyi :

Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan. Peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk
orang-orang yang kafir."
Dengan konsep konventional yang sejak sebelumnya telah bergejolak,
tentu masyarakat juga mulai sadar betapa sulit dan menderitanya
berhubungan dengan riba, walaupun terkesan cepat dan praktis. Sedangkan
setiap orang membutuhkan tempat untuk berteduh, namun harga rumah
sangatlah mahal, maka banyak orang mengambil jalan pintas untuk datang ke
bank membeli rumah dengan cara Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan
langsung bisa di tempati. Namun kesadaran masyarakat muslim yang ingin
tetap istiqomah untuk memiliki rumah dengan ketentuan syariah mulai
berhijrah meninggalkan konsep riba yang terdapat pada bank. Bahkan saat ini
mulai bermunculan developer properti yang berbasis syariah Skema yang
digunakan secara fiqih dikenal dengan istilah salahsatunya Istishna'.
A. Teori Ekonomi Islam
Sebagai muslim yakin bahwa Al-qur’ận dan sunnậh telah mengatur
jalan kehidupan ekonomi, dan untuk mewujudkan kehidupan ekonomi
sesungguhnya Allah SWT telah menyediakan sumber dayanya dan
mempersilahkan manusia untuk memanfaatkannya. Ekonomi Islam
berasaskan pada Al-qur’ận dan sunnah. Perkara- perkara asas muamalah
dijelaskan di dalamnya dalam bentuk suruhan dan larangan tersebut bertujuan
untuk membangun keseimbangan rohani dan jasmani manusia berdasarkan
tauhid.
Ekonomi Islam bertujuan untuk mencapai Al-falậh di dunia maupun
di akhirat, artinya untuk meraih akhirat yang baik melalui dunia yang baik
pula. Ekonomi Islam adalah suatu ilmu yang saling terintegrasi meliputi ilmu
Islam yang bersumber dari Al-qur’an dan sunnah, dan juga ilmu rasional,
dengan ilmu manusia dapat mengatasi masalah-masalah keterbatasan sumber
daya untuk mencapai falậh (kebahagiaan).5
Ekonomi menurut pandangan Islam bukanlah tujuan, akan tetapi
merupakan kebutuhan dan sarana yang lazim bagi manusia agar bisa bertahan
hidup dan bekerja untuk mencapai tujuannya yang tinggi. Ekonomi
merupakan penunjang baginya dan menjadi pelayan bagi aqidah dan
risalahnya. Islam adalah sistem yang sempurna bagi kehidupan, baik
kehidupan pribadi maupun umat, dan semua segi kehidupan seperti
pemikiran, jiwa, dan akhlak.
Gagasan yang disajikan ekonomi Islam menganggap kegiatan
ekonomi manusia sebagai salah satu aspek dari pelaksanaan tanggung
jawabnya di bumi (dunia) ini. Orang yang semakin terlibat dalam kegiatan
ekonomi Islam maka sesungguhnya dia makin baik menjaga
keseimbangannya. Semakin sholeh perilaku atau kehidupannya, maka
semakin produktiv aktivitas kesehariannya.6
B. Bisnis Perumahan
Dalam bisnis Perumahan, para developer (pengembang) selain harus
memiliki wawasan yang luas mengenai bisnis Perumahan juga harus
mengetahui beberapa aspek hukum tanah, metode penilaian Perumahan, dan
juga biaya-biaya yang harus di tanggung oleh pihak penjual dan pihak

5
Veithzal Rivai dan Andi Buchari, Islamics Economics (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), 91.
6
Alvien Septian Haerisma, Model Pembelajaran Ekonomi Islam di Pesantren (Cirebon: Syari’ah
Nurjati Press, 2014), 7-8.
pembeli apabila terjadi closing (transaksi jual beli, sewa menyewa, atau
action).7
1. Aspek hukum surat-surat tanah
Para developer (pengembang) harus mengetahui aspek hukum yang
berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan Perumahan.
Aspek hukum kepemilikan tanah mempunyai dua aspek pembuktian agar
kepemilikan dapat dikatakan kuat dan sempurna, yaitu bukti surat dan bukti
fisik.
a. Bukti Surat
Bukti kepemilikan atas tanah yang terkuat adalah sertifikat tanah
namun tidak mutlak artinya sertifikat tersebut dianggap sah dan benar
sepanjang tidak terdapat tuntutan pihak lain untuk membatalkan sertifikat
tersebut karena adanya cacat hukum. Sertifikat ini merupakan bukti bahwa
tanah yang dikuasai adalah milik sah dari orang-orang yang ingin
membangun rumah tersebut. Dengan demikian, tidak ada kekhawatiran di
lain waktu bahwa bangunan yang telah berdiri akan menjadi sengketa
lantaran kepemilikan tanahnya diakui oleh orang atau pihak lain.8
b. Bukti fisik
Untuk memastikan bahwa orang yang bersangkutan benar-benar
menguasai secara fisik tanah tersebut atau hak atas tanah (fisik bangunan) dan
hak atas bawah (surat). Hal ini penting dalam proses pembebasan tanah,
khususnya dalam pelepasan hak atau ganti rugi. Dan untuk memastikan
bahwa si pemilik surat (sertifikat) tersebut tidak melantarkan tanah tersebut
karena adanya fungsi sosial tanah.
Di dalam pembangunan proyek Perumahan terdapat persyaratan
perjanjian yang harus dipenuhi, antara lain sebagai berikut:
1. Izin lokasi dalam perizinan lokasi ada empat hal pokok yang harus
dilakukan, di antaranya:
a. Hak pemegang izin untuk pembebasan tanah.
b. Hak pemegang izin untuk mengelola atau membangun proyek.

7
Rafitas, Kiat... , 48.
8
Achmad Soheh, Cara.. , 19.
c. Hak pemegang izin untuk mengalihkan hasil proyek tersebut kepada
pihak lain.
d. Kewajiban-kewajiban fasum (fasilitas umum) dan fasos (fasilitas
sosial) yang akan di bangun atau disediakan oleh pemegang izin.
2. Site plan
Site plan dibuat oleh pengembang (developer) namun wajib mendapatkan
persetujuan pemerintah daerah setempat.
3. Izin mendirikan bangunan (IMB)
Hal ini sebisa mungkin dibuat tanpa adanya perubahan karena
konsekuensinya atau denda uang yang wajib dibayarkan kepada pemda
setempat.
4. Izin penggunaan bangunan (IPB)
Izin ini diberikan oleh pemda setempat setelah bangunan tersebut selesai
dengan terlebih dahulu diadakan pengujian alat-alat yang ada di proyek
tersebut oleh instansi yang berwenang masing-masing.
5. Izin-izin teknis lainnya
Dikeluarkan oleh masing-masing instansi yang berwenang sesuai dengan
kebutuhan pembangunan tersebut diantaranya izin generator, rekomendasi,
dan lain- lain.9
C. Akad Istishna’
1. Pengertian
Kata istishna' berasal dari kata shana'a yang artinya membuat.
kemudian ditambah dengan huruf alief, sin dan ta' menjadi istishna'a yang
berarti meminta sesuatu. Akad istishna' adalah kontrak atau perjanjian jual
beli antara mustashni (pembeli) dan shani (pembuat barang) atau shani
menerima pesanan dari mustashni untuk membuat manshu' (barang) sesuai
spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada mustashni.
Sedangkan dalam bahasa Arab akad (bai') istishna’ adalah buatan.
Para ulama berpendapat bai’ Istishna’ (jual beli dengan pesanan)
adalah suatu jenis khusus dari akad bai’ as-salam (jual beli salam). Dimana
jual beli ini dipergunakan dalam bidang manufaktur. Secara umum, bai’

9
Rafitas, Kiat... , 51.
Istishna’ adalah akad menjual barang pesanan antara dua pihak dengan
spesifikasi dan pembayaran tertentu, dan barang yang dipesan tidak tersedia
atau belum diproduksi di pasaran. Pembayaran dapat dapat dilakukan dengan
kontan ataupun dengan cicilan, tergantung dari kesepakatan kedua belah
pihak.
2. Dasar Hukum
Jual beli (akad) Istishna' telah dibenarkan (dibolehkan) dalam Qur'an,
As Sunnah dan juga Ijma' 'Ummat sebagai berikut :

Landasan Qur'an

Artinya: “Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan


riba.” (Qs. Al Baqarah: 275)

As Sunnah

Artinya: “Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali


perdamaian yangmengharamkan yang halal atau melarangalkan yang haram;
dan kaum muslimin berkewajiban ntuk mengharamkan yang halal atau
melarang yang haram” (HR. Tirmidzi dari 'Amr bin' Auf).

Hadis Nabi SAW:

.Artinya:"Tidak bisa membahayakan diri sendiri juga orang lain." (HR, Ibnu
Majah, Daraquthni, dan yang lain dari Abu Sa'id al-Khudri)

Kaidah Fiqh
Artinya: “hukum asal dari sesuatu (muamalah) adalah mubah sampai ada
dalil yang melarangnya (memakruhkannya atau mengharamkannya)"

Ijma' Ulama'
Menurut mazhab Hanafi, istishna’ hukumnya boleh (jawaz) karena hal
itu telah dilakukan oleh masyarakat muslim sejak masa awal tanpa ada pihak
(ulama) yang mengingkarinya.10
3. Ketentuan Pembayaran11
a. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang,
barang, atau manfaat.
b. Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.
c. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
4. Ketentuan Barang12
a. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
b. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
c. Penyerahannya dilakukan kemudian.
d. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan
kesepakatan.
e. Pembeli (mustashni’) tidak boleh menjual barang sebelum
menerimanya.
f. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai
kesepakatan.
g. Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan
kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk
melanjutkan atau membatalkan akad.
5. Ketentuan Lain13
a. Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan,
hukumnya mengikat.
10
Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No : 06/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Jual Beli Istishna'. hlm 1
11
Ibid. hlm 2
12
Ibid. hlm 2
13
Ibid. hlm 2
b. Semua ketentuan dalam jual beli salam yang tidak disebutkan di atas
berlaku pula pada jual beli istishna’.
c. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.
6. Konsekuensi
Pendapat yang kuat dalam akad ini adalah pendapat Abu Yususf
murid Abu Hanifah, yang mana beliau menganggap bahwa akad istishna'
sebagai salah satu akad yang mengikat. Dengan demikian, bila telah jatuh
tempo dalam penyerahan barang, dan produsen berhasil membuatkan
barang sesuai dengan pesanan, maka tidak ada hak bagi pemesan untuk
mengundurkan diri dari pesanannya, sebagaimana produsen tidak berhak
untuk menjual hasil produksinya kepada orang lain.14
7. Rukun
Dalam jual beli (akad) istishna' terdapat rukun yang harus dipenuhi, yaitu
sebagai berikut,
a. Shaani' (Penjual): pembuat barang dan menyediakan bahan baku
b. Mustashni' (pembeli): Pemesan barang
c. mashnu' (Proyek / jasa yang dipesan / usaha barang )
d. saman (Harga)
e. Ijab dan Qabul
8. Syarat
Selain rukun juga terdapat syarat yang menjadi sahnya jual- beli, yaitu
sebagai berikut,
a. kedua pihak harus berakal, mempunyai kekuasaan untuk melakukan
jual beli dan cakap hukum
b. Adanya Ridha (keralaan dari dua pihak dan tidak ingkar janji)
c. Apabila isi akad disyaratkan hanya pembuat barang (Shani') sebagai
pekerja saja, maka akad ini tidak lagi istishna', melainkan menjadi
akad ijarah

14
Fathhul Qadir oleh Ibnul Humam, 7/116-117 dan Al Bahru Ar- Raa’iq oleh Ibnu Nujaim 6/186
d. Pihak pembuat barang menyatakan kesanggupannya untuk membuat
atau mengadakan barang
e. obyek pesanan atau barang (Mashnu') memiliki kriteria yang jelas
(jenis, ukuran/ tipe, mutu dan jumlahnya)
f. Barang diperbolehkan, dimana barang tersebut tidak termasuk dalam
kategori yang dilarang oleh syara' (najis, haram, samar/ tidak jelas)
tidak menimbulkan kemudratan.

KESIMPULAN

Developer mempunyai peranan yang sangat penting, transaksi jual beli


sudah diajarkan oleh islam secara lengkap baik dari ketentuan barang meupun
juga cara pembayaran yang digunakan

DAFTAR PUSTAKA
Waharini, Faqiatul Mariya, Model Pengembangan Halal Food di Indonesia, jurnal

Ekonomi dan Bisnis, Vol 9 No. 1 (2018), 2

Maulidha, Erina, Perekayasaan Akuntansi Istisnha’ Pada produk Pembiyaan


Apartemen, Jurnal Sekolah Tinggi Ekonomi Islam, Vol 1
No. 1 (2013), 82

Anda mungkin juga menyukai