Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak merupakan anugerah yang diberikan oleh tuhan yang maha esa kepada
setiap pasangan. Setiap manusia/pasangan tentunya ingin mempunyai anak yang
sempurna baik secara fisik maupun psikis. Namun dalam kenyatanya masih banyak kira
jumpai bayi dilahirkan dengan keadaan cacat bawaan/kelainan kongenital. Kelainan
kongenital yang cukup berat merupakan penyebab utama kematian bayi dalam bulan-
bulan pertama kehidupannya, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap
kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Kelainan kongenital adalah kelainan dalam
pertumbuhan janin yang terjadi sejak konsepsi dan selama dalam kandungan.
Cacat bawaan adalah merupakan suatu kesatuan cacat lahir pada neonatus yang
tidak diinginkan kehadirannya oleh orang tua maupun petugas medis. Perhatian kita
terhadap cacat bawaan masih kurang, sedangkan Negara kita saat ini telah berhasil dalam
penyelenggaraan KB serta telah berhasil memasyarakatkan NKKBS, maka pada zaman
sekarang ini masalah kualitas hidup anak merupakan prioroitas utama bagi program
kesehatan nasional. Salah satu faktor mempengaruhi kualitas hidup anak adalah cacat
bawaan.
Masalah-masalah yang terjadi pada bayi baru lahir yang diakibatkan oleh
tindakan-tindakan yang dilakukan pada saat persalinan sangatlah beragam. Trauma akibat
tindakan, cara persalinan atau gangguan kelainan fisiologik persalinan yang sering kita
sebut sebagai cedera atau trauma lahir. Partus yang lama akan menyebabkan adanya
tekanan tulang pelvis. Kebanyakan cedera lahir ini akan menghilang sendiri dengan
perawatan yang baik dan adekuat.
Keberhasilan penatalaksanaan kasus kelainan bayi dan anak tergantung dari
pengetahuan dasar dan penentuan diagnosis dini, persiapan praoperasi, tindakan anestesi
dan pembedahan serta perawatan pasca operasi. Penatalaksanaan perioperatif yang baik
akan meningkatkan keberhasilan penanganan kelainan bayi dan anak.

1
Diperkirakan 10-20% dari kematian janin dalam kandungan dan kematian
neonatal disebabkan oleh kelainan kongenital. Khusunya pada bayi berat badan rendah
diperkirakan kira-kiraa 20% diantaranya meninggal karena kelainan kongenital dalam
minggu pertama kehidupannya. Malformasi kongenital merupakan kausa penting
terjadinya keguguran, lahir mati, dan kematian neonatal. Mortalitas dan morbiditas pada
bayi pada saat ini masih sangat tinggi pada bayi yang mengalami penyakit bawaan. Maka
pada makalah ini akan dibahas tentang neonatus dengan kelainan bawaan yang meliputi
Obstruksi Biliaris, Omfolikel, Hernia Diafragmatika, Meningokel dan Ensefelokel,
Hidrosefalus, Fimosis, Hipospadia, dan Kelainan Metabolic dan Endokrin.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Obstruksi Biliaris?
2. Apa yang dimaksud dengan Omfalokel?
3. Apa yang dimaksud dengan Hernia Ensefalokel?
4. Apa yang dimaksud dengan Meningokel dan Ensefalokel?
5. Apa yang dimaksud dengan Hidrosefalus?
6. Apa yang dimaksud dengan Fimosis?
7. Apa yang dimaksud dengan Hipospadia?
8. Apa yang dimaksud dengan Kelainan Metabolic dan Endokrin?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan mengerti tenteng Obstruksi Biliaris.
2. Untuk mengetahui dan mengerti tentang Omfalokel.
3. Untuk mengetahui dan mengerti tentang Hernia Ensefaloke.
4. Untuk mengetahui dan mengerti tentang Meningokel dan Ensefalokel.
5. Untuk mengetahui dan mengerti tentang Hidrosefalus
6. Untuk mengetahui dan mengerti tentang Fimosis
7. Untuk mengetahui dan mengerti tentang Hipospadia
8. Untuk mengetahui dan mengerti tentang Kelainan Metabolic dan Endokrin

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Obstruksi Biliaris
1. Pengertian
Obstruksi Biliaris adalah adanya timbunan kristal di dalam kandungan empedu
atau di dalam saaluran empedu. Penyebab obstruksi biliaris adalah tersumbatnya
saluran empedu sehingga tidak dapat mengalir ke dalam usus untuk di keluarkan
(sebagai sterkobilin) di dalam feses, saluran empedu belum terbentuk sempurna,
sehingga tersumbat pada saat amnion tertelan masuk.
2. Gambaran klinis
Gejala dari obstruksi biliaris, diantaranya adalah ikterus pada akhir minggu
pertama feses putih agak keabu-abuan dan liat seperti dempul, warna urien lebih tua
karena mengandung urbilinogen. Pemeriksaan diagnostik untuk menegakkan
diagnosis obstruksi biliaris adalah dengan pemeriksaan radiologi dan kadar bilirubin
darah.
3. Penatalaksanaan keperawatan
Penanganan khusus obstruksi biliaris adalah dengan operasi. Asuhan pada bayi
sebelum menjalani operasi, ialah perbaikan keadaan umum, menghindari infeksi,
memberikan konseling pada orang tua, seperti informed consent tindakan operasi.
Pertambahan kesehatan bayi (pemberian makanan cukup gizi sesuai dengan
kebutuhan, serta menghindarkan kontak infeksi). Berikan penjelasan kepada orang
tua bahwa keadaan kuning pada bayi nya berbeda dengan bayi lain yang kuning
karena hiperbilirubinemia biasa yang hanya dengan terapi atau terapi lain. Pada bayi
ini perlu di lakukan tindakan bedah karena terdapatnya penyaluran.
B. OMFALOKEL
1. Pengertian Omfalokel
Omfalokel adalah suatu kelainan kongenital yang di sebabkan oleh kegagalan
visera dalam kembali ke rongga abdomen. Omfalokel adalah penonjolan dari usus
atau isi perut lainnya melalui akar pusar yang hanya dilapisi oleh peritoneum(selaput

3
perut) dan tidak dilapisi oleh kulit. Pengobatannya adalah dengan segera dilakukan
pembedahan untuk menutup omfalokel agar tidak terjadi cedera usus dan infeksi
perut. Omfalokel adalah suatu kelainan kongenital yang di sebabkan oleh kegagalan
visera dalam kembali ke rongga abdomen. Omfalokel adalah penonjolan dari usus
atau isi perut lainnya melalui akar pusar yang hanya dilapisi oleh peritoneum(selaput
perut) dan tidak dilapisi oleh kuli.tAngka kematian kelainan ini tinggi bila omfalokel
besar karena kantung dapat pecah dan terjadi infeksi.
2. Penatalaksanaan medis
Operasi Seharusnya operasi di lakukan segera setelah lahir, tetapi mengingat
bahwa memasukkan semua usus dan alat visera sekaligus ke dalam rongga abdomen
akan menimbulkan tekanan yang mendadak pada paru hingga timbul gangguan
pernapasan, maka operasi biasanya di tunda beberapa bulan
3. Penatalaksanaan keperawatan
Masalah perawatan yang dapat terjadi adalah resiko infeksi. Sebelum di lakukan
operasi di lakukan operasi bila kantong pecah, di oleskan merkurokrom setiap hari
untuk mencegah infeksi. Operasi di tunda beberapa bulan menunggu terjadinya
penebalan selaput yang menutupi kantong tersebut.Setelah di olesi merkurokron,di
tutup dengan kasa steril,di atasnya di tutup lagi dengan kapas agak tebal baru di
pasang gurita. Bila bayi di pulangkan, pesankan kepada ibu nya untuk mencegah
infeksi dan anjurkan cara merawatnya seperti yang di lakukan di rumah sakit serta
kapan harus datang konsultasi.
C. HERNIA DIAFRAGMATIKA
1. Pengertian
Hernia diafragma adalah kondisi ketika organ dalam rongga perut naik dan masuk
ke dalam rongga dada, melalui lubang abnormal pada diafragma. Posisi lubang dapat
terletak di bagian belakang dan samping diafragma (hernia Bochdalek) atau di bagian
depan diafragma (hernia Morgagni). Diafragma adalah otot berbentuk kubah yang
berfungsi membantu proses pernapasan. Otot ini terletak di antara rongga dada dan
perut, serta memisahkan organ jantung dan paru-paru dengan organ perut (lambung,
usus, limpa, hati). Hernia diafragma merupakan kelainan yang jarang terjadi. Namun

4
bila terjadi, penanganan secara medis harus segera dilakukan untuk mencegah risiko
yang dapat mengancam nyawa bayi.
Hernia Diafragma terjadi karena terbentuknya sebagian diafragma sehingga isi
perut masuk kedalam rongga toraks. Kelainan yang sering ditemukan ialah penutupan
tidak sempurna dari sinus pleuroperitoneal yang terletak pada bagian posrero lateral
dari diafragma.
2. Penyebab Hernia Diafragma
Berdasarkan penyebabnya, hernia diafragma terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Hernia diafragma bawaan, terjadi ketika diafragma tidak berkembang sepenuhnya
saat masih berada di dalam rahim. Kondisi ini menyebabkan organ dalam perut
bergerak naik ke rongga dada dan menempati ruang di mana organ paru
seharusnya berkembang. Belum diketahui secara pasti bagaimana kondisi ini
dapat terjadi.
Namun, ada beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan
terganggunya perkembangan organ tubuh pada janin, yaitu:
 Kelainan genetik dan kromosom
 Paparan bahan kimia dari lingkungan sekitar
 Ibu yang kurang asupan nutrisi saat hamil.
b. Hernia diafragma yang didapat, yaitu jenis hernia diafragma yang disebabkan
oleh cedera akibat benda tumpul atau tusukan. Kondisi ini mengakibatkan
kerusakan diafragma dan menyebabkan naiknya organ dalam perut ke rongga
dada.
Beberapa kondisi yang bisa menyebabkan hernia diafragma jenis ini, yaitu:
Cedera benda tumpul akibat kecelakaan
 Jatuh dan mengalami benturan keras di area dada atau perut
 Operasi di bagian dada dan perut
 Luka tembak atau tusuk.
3. Gejala Hernia Diafragma
Gejala utama hernia diafragma adalah gangguan pernapasan. Pada hernia
diafragma bawaan, gejala ini disebabkan oleh jaringan paru yang tidak berkembang
sempurna. Sementara pada hernia diafragma didapat, gangguan pernapasan

5
disebabkan oleh otot diafragma yang tidak berfungsi dengan baik akibat tekanan yang
terjadi. Kondisi tersebut berdampak pada berkurangnya kadar oksigen yang dihirup.
Rendahnya asupan oksigen yang dihirup dapat memicu gejala lainnya, yaitu:
 Denyut jantung cepat
 Napas cepat
 Warna kulit membiru.
4. Diagnosis Hernia Diafragma
Sebagian besar kasus hernia diafragma bawaan dapat terdiagnosis sejak dalam
kandungan. Melalui pemeriksaan ultrasonografi (USG) kehamilan, dokter dapat
mendeteksi kelainan yang terjadi pada paru dan diafragma janin.
Dalam beberapa kasus, hernia diafragma tidak terdeteksi selama masa kehamilan
dan baru terlihat ketika bayi lahir. Dokter mencurigai seorang bayi menderita hernia
diafragma bawaan jika terdapat gejala-gejalanya, yang diperkuat oleh pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan fisik juga dilakukan terhadap pasien hernia diafragma didapat,
yaitu dengan cara:
 Palpasi, yaitu meraba dan menekan bagian tubuh untuk memeriksa kondisi perut.
Pasien dengan hernia diafragma memiliki kondisi perut yang tidak terasa penuh
ketika ditekan karena organ perut naik ke rongga dada.
 Perkusi, yaitu mengetuk permukaan perut dengan jari tangan untuk memeriksa
kondisi organ perut bagian dalam.
 Auskultasi, yaitu pemeriksaan bising usus menggunakan stetoskop untuk
mendeteksi apakah suara bising usus terdengar di area dada.
Untuk lebih memastikannya, terkadang pemeriksaan lanjutan perlu dilakukan. Di
antaranya adalah:
a) Foto Rontgen dada, untuk memeriksa dan mendeteksi kelainan yang mungkin
terjadi pada paru, diafragma, dan organ dalam.
b) USG, untuk menghasilkan gambar kondisi rongga perut dan dada.
c) CT scan, untuk memeriksa kondisi diafragma dan organ dalam perut dari berbagai
sudut.
d) MRI, untuk mengevaluasi dan memeriksa organ dalam tubuh secara lebih detail.

6
Pemeriksaan analisa gas darah juga dilakukan untuk memeriksa kadar oksigen,
karbon dioksida, dan keasaman atau pH darah.
5. Pengobatan Hernia Diafragma
Hernia diafragma yang teridentifikasi setelah bayi lahir, perlu dilakukan tindakan
operasi. Tindakan dengan operasi, sebelumnya dilakukan tindakan pemberian oksigen
bila bayi tampak sianosi, kepala dan dada harus lebih tinggi dari pada dada dan perut,
yaitu agar tekanan dari isi perut terhadap paru berkurang dan membiarkan daifragma
bergerak dengan bebas. Posisi ini juga dilakukan setelah operasi.
Namun, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum operasi
dilakukan, yaitu:
 Riwayat kesehatan dan kondisi kesehatan bayi secara keseluruhan.
 Tingkat keparahan hernia diafragma.
 Respons tubuh bayi terhadap obat, prosedur, atau terapi tertentu.
Berdasarkan pertimbangan faktor tersebut, dokter akan menentukan beberapa
tahapan pengobatan, yaitu:
a) Perawatan intensif neonatal.
Tahap awal pengobatan sebelum bayi menjalani operasi. Perawatan ini
dilakukan di unit perawatan intensif neonatal (NICU) dan bertujuan untuk
meningkatkan asupan oksigen serta menstabilkan kondisi bayi. Selama berada di
NICU, bayi akan dibantu dengan alat bantu pernapasan, yaitu ventilator mekanik,
untuk bernapas. Tindakan ini dilakukan karena bayi penderita hernia diafragma
tidak mampu bernapas secara efektif akibat organ parunya tidak berkembang.
b) ECMO (extracorporeal membrane oxygenation).
Bayi penderita hernia diafragma dengan kondisi yang sangat lemah, akan
menjalani perawatan dengan bantuan mesin pengganti jantung dan paru-paru
(ECMO). Mesin ECMO akan membantu fungsi jantung dan paru dalam
menyalurkan oksigen ke dalam aliran darah dan memompa darah ke tubuh.
ECMO digunakan hingga kondisi bayi stabil dan membaik.
c) Operasi.
Setelah kondisi bayi cukup baik dan stabil, tindakan operasi akan
dilakukan oleh dokter bedah anak. Lambung, usus, dan organ dalam perut lainnya

7
akan dipindahkan dari rongga dada kembali ke rongga perut, kemudian lubang
pada diafragma akan ditutup. Operasi sebaiknya dilakukan 48-72 jam setelah bayi
dilahirkan.
6. Pencegahan Hernia Diafragma
Penanganan bersifat sistomatik (sesuai dengan gejala yang timbul), penderita
ditidurkan setengah duduk, makanan diberikan porsi kecil. Apabila hernia tersebut
telah diketahui sebelum hamil sebaiknya penderita tidak hamil, atau dilakukan
operasi lebih dulu.
Langkah pencegahan hernia diafragma belum diketahui hingga saat ini. Namun,
pemeriksaan kehamilan secara rutin penting dilakukan untuk mendeteksi adanya
gangguan pada janin, serta menentukan langkah perawatan yang tepat sebelum,
selama, dan setelah persalinan.
Sementara itu, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah
hernia diafragma yang didapat. Di antaranya adalah:
 Hati-hati ketika mengendarai kendaraan bermotor. Gunakan sabuk pengaman
selama mengendarai mobil dan helm saat mengendarai motor.
 Hindari aktivitas yang berisiko menyebabkan cedera di bagian dada atau perut.
 Hindari konsumsi alkohol secara berlebihan, karena dapat meningkatkan risiko
kecelakaan, terutama ketika berkendara.
 Hati-hati ketika melakukan aktivitas yang melibatkan benda tajam, seperti pisau
atau gunting.
7. Komplikasi Hernia Diafragma
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat hernia diafragma, di antaranya
adalah:
 Infeksi paru-paru.
 Gangguan pertumbuhan dan perkembangan mental pada bayi. Bayi dapat
mengalami gangguan koordinasi tubuh, sehingga akan sulit atau membutuhkan
waktu lebih lama untuk belajar berguling, duduk, merangkak, berdiri, dan
berjalan. Fisioterapi, terapi wicara, dan terapi okupasi dapat dilakukan untuk
meningkatkan kekuatan dan koordinasi ototnya.

8
D. MENINGOKEL DAN ENSEFALOKEL
1. Meningokel
a. Pengertian Meningokel
Meningokel merupakan benjolan berbentuk kista di garis tulang belakang
yang umumnya terdapat di daerah lumbo-sakral. Lapisan meningel berupa
durameter dan arachnoid ke luar kanalis vertebralis, sedangkan medulla spinalis
masih di tempat yang normal. Meningokel adalah satu dari tiga jenis kelainan
bawaan spina bifida. Meningokel adalah meningens yang menonjol melalui
vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah
kulit. Spina bifida (sumbing tulang belakang) adalah suatu celah pada tulang
belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra
gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh.
b. Etiologi
Penyebab terjadinya meningokel adalah karena adanya defek pada
penutupan spina bifida yang berhubungan dengan pertumbuhan yang tidak normal
dari korda spinalis atau penutupnya, biasanya terletak di garis tengah. Risiko
melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam
folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan.
c. Gejala
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda
spinalis dan akar sarf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau
tanpa gejala, sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang
dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar sarf yang terkena.
Terdapat tiga jenis spina bifida
2. Ensefalokel
a. Pengertian Ensefalokel
Ensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan
adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti
kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak serta ditutupi kulit.
Terbanyak di daerah oksipital.

9
b. Etiologi
Ada beberapa dugaan penyebab penyakit itu diantaranya, infeksi, faktor
usia ibu yang tertalu muda atau tua ketika hamil, mutasi genetik, serta pola makan
yang tidak tepat sehingga mengakibatkan kekurangan asam folat. Langkah
selanjutnya, sebelun hamil, ibu sangat disarankan mengonsumsi asam folat dalam
jumlah cukup.
c. Gejala
Gejala dari ensefalokel, antara lain berupa hidrosefalus, kelumpuahan
keempat anggota gerak (kuadriplegia spastik), gangguan perkembangan,
mikrosefalus, gangguan penglihatan, keterbelakangan mental dan pertumbuhan,
ataksia, serta kejang. Beberapa anak memiliki kecerdasan yang normal.
d. Pencegahan
Bagi ibu yang berencana hamil, ada baiknya mempersiapkan jauh jauh
hari. Misalnya, mengonsumsi makanan bergizi serta menambah supfemen yang
mengandung asam folat.
e. Penatalaksanaan
 Sebelum dioperasi, bayi dimasukkan ke dalam inkubator dengan kondisi tanpa
baju.
 Bayi dalam posisi telungkup atau tidur jika kantongnya besar untuk mencegah
Infeksi.
 Berkolaborasi dengan dokter anak, ahli bedah, ahli ortopedi, dan ahli urologi,
terutama untuk tindakan pembedahan, dengan sebelumnya melakukan
informed consent dan informed choice pada keluarga.
E. HIDROSEFALUS
1. Konsep Dasar
Hidrosefalus merupakan kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya Liquor Cerebrospinal (LCS). Kadang disertai dengan peningkatan TIK
(Tekanan Intra Kranial) Tanda dan Gejala : Terjadi pembesaran tengkorak, terjadi
kelainan neurologis, yaitu Sun Set Sign (Mata selalu mengarah kebawah), gangguan
perkembangan motorik, gangguan penglihatan karena atrofi saraf penglihatan.

10
Hidrosefalus ialah kelebihan liquor cerebrospinalis di dalam ventrikel otak kira-
kira 500-1500 cc. karena ini kepala menjadi besar sekali. Hidrosefalus terkadang
disertai spina bifida dan hidrosefalus menyebabkan dystosia. (Obstetric Patologi,
1984).
Hidrosefalus merupakan suatu keadaan di mana terdapat timbunan likor
serebrospinalis yang berlebihan dalam ventrikel-ventrikel, yang disertai dengan
kenaikan tekanan intrakranial. Hidrosefalus dapat timbul sebagai kelainan congenital
atau kelainan postnatal. Frekuensi hidrosefalus yang terlihat sejak lahir kira-kira 30%,
dan yang terlihat dalam tiga bulan pertama setelah bayi lahir merupakan 50% dari
semua kasus. Hidrosefalus dalam uterus dijumpai satu diantara 2000 janin, dan
merupakan kira-kira 12% dari semua kelainan congenital yang di jumpai pada bayi
baru lahir. Penyebab congenital hidrosefalus antara lain ialah kelainan anatomic
susunan saraf pusat, atresia foramina luschka dan mangendi; ialah stenosis
aquaduktus sylvii. Hidrosefalus congenital dapat pula disebabkan infeksi intra uterin,
rnisalnya oleh virus.
Pengobatan pada penderita hidrosefalus terdiri atas pembedahan bila ada yang
memungkinkan. (11mu Kebidanan, 2005).
Dikenal hidrosefalus yang manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus yang
tersembunyi (occult hydrocephalus). Hidrosefalus yang tampak jelas dengan tanda-
tanda klinis yang khas disebut hidrosefalus yang manifes. Sementara itu, hidrosefalus
dengan ukuran kepala yang normal disebut sebagai hidrosefalus yang tersembunyi.
Dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita. Hidrosefalus yang terjadi
pada neonatus atau yang berkembang selama intra uterin disebut hidrosefalus
kongenital. Hidrosefalus yang terjadi karena cedera kepala selama proses kelahiran
disebut hidrosefalus infantile. Hidrosefalus yang terjadi seteiah masa neonatos atau
faktor-faktor lain seteiah masa (Harsono, 1990).
Jika hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak, maka pembesaran kepala
tidak bermakna, tetapi pada urnurnnya anak mengeluh nyeri kepala sebagai
manifestasi hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas atau tidak menentu.
Kadang-kadang anak muntah di pagi hari. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda
(diplopia) dan jarang diikutí penurunan visus.

11
Gangguan motorik dan koordinasi dikenali melalui perubahan cara berjalan. Hal
demikian ini disebabkan oleh peregangan serabut kortikospinal korteks parietal
sebagai akibat pelebaran ventrikulus lateral. Serabut-serabut yang lebih kecil yang
melayani tungkai akan terlebih dahulu tertekan, sehingga menimbulkan pola berjalan
yang khas (Harsono, 1996). Kombinasi spastisitas dan ataksia yang lebih
mempengaruhi tungkai daripada lengan sering ditemukan, demikian pula
inkontinensia urin (Huttenlocher, 1983),
Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasienpasien hidrosefalus di
bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran
kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar
kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal, atau persentil 98
dari kelompok usianya. Makrokrania biasanya disertai empat gejala hipertensi
intrakranial lainnya yaitu:
a. Fontanel anterior yang sangat tegang. Biasanya fontanel anterior dalam keadaan
normal tampak datar atau bahkan sedikit cekung ke dalam pada bayi dalarn posisi
berdiri (tidak menangis).
b. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
c. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena perfisial menonjol. Perkusi
kepala akan terasa Seperti kendi yang rengat (cracked pot sign).
d. Fenomena 'matahari tenggelam' (sunset phenomenon). Tampak kedua bola mata
deviasi ke bawah dan kelopak mata atas tertarik. Fenomena ini seperti halnya
tanda Perinaud, yang ada gangguan pada daerah tektam. Estropia akibat parese n.
VI, dan kadang ada parese n. III, dapat menyebabkan pengelihatan ganda dan
mempunyai risiko bayi menjadi ambliopia.
Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar
dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: Nyeri kepala, muntah, gangguan
kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala
gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi). Gejala
lainnya yang dapat terjadi adalah; spastisitas yang biasanya melibatkan ekstremitas
inferior (sebagai konsekuensi peregangan traktus piramidal sekitar ventrikel lateral

12
yang dilatasi) dan berlanjut sebagai gangguan berjalan, gangguan endokrin (karena
distraksi hipotalamus dan 'pituitari stalk' oleh dilatasi ventrikel Ill.
2. Penatalaksanaan
a. Perawatan bayi umum ditambah pencegahan dekubitus karena bayi akan lebih
banyak terlentang.
b. Pemberian diamok (aseta zolamid) untuk mengurangi produksi cairan
serebrospinal 50-70 mg/kgBB/hari (kolaborasi).
c. Pemasangan pirau ventrikulo peritoneal.
d. Penyuluhan pada orang tua tentang kesiapan menghadapi kenyataan dan
pencegahan komplikasi infeksi dan dekubitus.
Tiga prinsip dalam pengobatan hidrosefalus dengan cara kedokteran,
yaitu:
a. Mengurangi produksi CSS dengan merusak sebagian pleksus khoroidalis dengan
tindakan reseksi (pembedahan) atau koagulasi, akan tetapi hasilnya kurang
memuaskan. Obat-obatan yang berpengaruh disini antara lain; diamox
(asetazolamid), isosorbit, manitol, urea, kortikosteroid, diuretik dan fenobarbital.
b. Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi
yakni menghubungkan ventrikel dengan ruang subaraknoid. Misalnya Torkildsen
ventrikulosisternostomi pada stenosis akuaduktus Silvius. Pada anak hasilnya
kurang baik karena sudah ada insufisisensi fungsi absorbs.
c. Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ ekstrak-ranial dengan cara;
ventrikuloperitoneal drainage, ventrikulopleural drainage, lumboperitoneal
drainage, ventrikuloretrostomi, mengalirkan kedalam antrum mastoid,
mengalirkan CSS kedalam vena jugularis melalui kateter berventil (Hoten-velve)
(Hassan, 1985).
3. Penanganan Hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi
Penanganan pada bayi yang mengalami hidrosefalus terba dalam beberapa tahap
dan dilakukan oleh dokter spesialis serta berpengalaman dilakukan di rumah sakit
dengan peralatan yang lengkap dan ada tempat post tindakan jika bayi mengalami
komplikasi, tahapan-tahapan itu antara Iain:

13
a. Penanganan Sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi
hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid
(asetazolamid 100 mg/kg BB/hari; furosemid 2 mg/kg BB/kali) atau upaya
meningkatkan resorbsinya (isorbid). Terapi di atas hanya bersifat sementara
sebelum dilakukan terapi definitif diterapkan atau bila ada harapan kemungkinan
pulihnya gangguan hemodinamik tersebut; sebaliknya terapi ini tidak efektif
untuk pengobatan jangka panjang mengingat adanya risiko terjadinya gangguan
metabolik.
Drainase likuor eksternal dilakukan dengan memasang kateter ventrikuler
yang kemudian dihubungkan dengan suatu kantong drain eksternal. Tindakan ini
dilakukan untuk penderita yang berpotensi menjadi hidrosefalus (hidrosefalus
transisi) atau yang sedang mengalami infeksi. Keterbatasan tindakan semacam ini
adalah adanya ancaman kontaminasi likuor dan penderita harus selalu dipantau
secara ketat. Cara Iain yang mirip dengan metode ini adalah pungsi ventrikel yang
dilakukan berulang kali untuk mengatasi pembesaran ventrikel yang terjadi.
Cara-cara untuk mengatasi dilatasi ventrikel di atas dapat diterapkan pada
beberapa situasi tertentu Yang tentu pelaksanaannya perlu dipertimbangkan
secara masak (seperti pada kasus stadium akut hidrosefalus pasca perdarahan).
b. Penanganan Alternatif (Selain Shunting)
Tindakan alternatif selain operasi "pintas" (shunting) diterapkan
khususnya bagi kasus-kasus yang mengalami sumbatan di dalam sistem ventrikel
termasuk juga saluran keluar ventrikel IV (misal: Stenosis akuaduktus, tumor
fossa posterior, kista arkhnoid). Dalam hal ini maka tindakan terapeutik semacam
ini perlu dipikirkan lebih dahulu, walaupun kadang lebih rumit daripada
memasang shunt, mengingat restorasi aliran likuor menuju keadaan atau
mendekati normal selalu lebih baik daripada suatu drainase yang artifisial.
Terapi etiologik. Penanganan terhadap etiologi hidrosefalus merupakan
strategi yang terbaik, seperti antara lain misalnya: Pengontrolan kasus yang
mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu
aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi. Memang pada sebagian kasus perlu

14
menjalani terapi sementara dahulu sewaktu lesi kausalnya masih belum dapat
dipastikan atau kadang juga masih memerlukan tindakan operasi pintas karena
kasus yang mempunyai etiologi multifaktor atau mengalami gangguan aliran
likuor sekunder.
Penetrasi membran. Penetrasi dasar ventrikel Ill merupakan suatu tindakan
membuat jalan alternatif melalui rongga subarakhnoid bagi kasus-kasus stenosis
akuaduktus atau (lebih umum) gangguan aliran pada fosa postenor (termasuk
tumor fosa posterior). Selain memulihkan sirkulasi secara pseudo-fisiologis aliran
likuor, ventrikulostomi III dapat menciptakan tekanan hidrostatik yang uniform
pada seluruh sistem susunan saraf pusat sehingga mencegah terjadinya perbedaan
tekanan pada strukturstruktur garis tengah yang rentan. Saat ini cara terbaik untuk
melakukan perforasi dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik,
dimana suatu neuroendoskop (rigid atau fleksibel) dimasukkan melalui burrhole
koronal (2-3 cm dari garis tengah) ke dalam ventrikel lateral, kemudian melalui
foramen Monro (diidentifikasi berdasarkan pleksus khoroid dan vena septalis
serta vena talamostriata) masuk ke dalam ventrikel III. Batas-batas ventrikel III
dari posterior ke anterior adalah korpus mamilare, percabangan a. basilaris,
dorsum sella dan resesus infundibularis. Lubang dibuat di depan percabangan
arteri basilaris sehingga terbentuk saluran antara ventrikel III dengan sisterna
interpedunkularis. Lubang ini dapat dibuat dengan memakai laser, monopolar
koagulator, radio frekuensi dan kateter balon.
4. Operasi Pemasangan 'Pintas' (Shunting)
Sebagian besar pasien memerlukan tindakan operasi pintas, yang bertujuan
membuat saluran baru antara aliran likuor (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas
drainase (seperti: Peritoneum, atrium kanan, pleura). Pemilihan kavitas untuk
drainase dari mana dan kemana, bervariasi untuk masingmasing kasus. Pada anak-
anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga peritoneum, mengingat ia mampu
menampung kateter yang cukup panjang sehingga dapat menye suaikan pertumbuhan
anak serta risiko terjadinya infeksi berat relatif lebih kecil dibandingkan dengan
rongga atrium jantung. Lokasi drainase lain seperti: Pleura, kandung empedu dan
sebagainya, dapat dipilih untuk situasi kasus-kasus tertentu. Biasanya cairan

15
serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang pada hidrosefalus
komunikans ada yang didrain ke rongga subarakhnoid lumbar. Belakangan ini
drainase lumbar jarang dilakukan mengingat ada laporan bahwa terjadi herniasi tonsil
pada beberapa kasus anak.
Dalam melakukan tindakan operasi pintas, banyak pertimbangan yang harus
dipikirkan dan sifatnya sangat subyektif bagi dokter ahli bedahnya. Ada berbagai
jenis dan merek alat shunting yang masing-masing berbeda bahan, jenis, mekanisme
maupun harga serta profil bentuknya. Pada dasarnya alat shunt terdiri dari tiga
komponen yaitu: Kateter proksimal, katup (dengan/tanpa reservoir), dan kateter
distal. Komponen bahan dasarnya adalah elastomer silikon. Pemilihan shunt mana
yang akan dipakai dipengaruhi oleh pengalaman dokter yang memasangnya,
tersedianya alat tersebut, pertimbangan finansial serta latar belakang prinsipprinsip
ilmiah. Ada beberapa bentuk profil shunt (tabung, bulat, lonjong, dan sebagainya) dan
pemilihan pemakaiannya didasarkan atas pertimbangan mengenai penyembuhan kulit
yang dalam hal ini sesuai dengan usia penderita, berat badannya, ketebalan kulit dan
ukuran kepala. Sistem hidrodinamik shunt tetap berfungsi pada tekanan yang tinggi,
sedang, dan rendah, dan pilihan ditetapkan sesuai dengan ukuran ventrikel, status
pasien (vegetatif, normal), patogenesis hidrosefalus, dan proses evolusi penyakitnya.
Penempatan reservoir shunt umumnya dipasang di frontal atau di temporo-
oksipital yang kemudian disalurkan di bawah kulit. Teknik operasi penempatan shunt
didasarkan oleh pertimbangan anatomis dan potensi kontaminasi Yang mungkin
terjadi (misalnya: Ada gastrostomi, trakheostomi laparostomi, dan sebagainya). Ada
dua hal Yang perlu di_ perhatikan pada periode pasca operasi, yaitu: Pemeliharaan
luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat
Shunt yang dipasang. Secara umum tidak ada batasan untuk posisi baring dari
Penderita namun biasanya penderita dibaringkan terlentang selama 1-2 hari pertama.
Komplikasi shunt dikategorikan menjadi tiga kelompok Yaitu: Infeksi, kegagalan
mekanis, dan kegagalan fungsional, yang disebabkan jumlah aliran yang tidak
adekuat. Infeksi pada Shunt meningkatkan risiko akan kerusakan intelektual, lokulasi
ventrikel dan bahkan kematian. Kegagalan mekanis mencakup komplikasi-komplikasi
seperti: Oklusi aliran di dalam Shunt (proksimal, katup atau bagian distal), diskoneksi

16
atau putusnya Shunt, migrasi dari tempat semula, tempat pemasangan yang tidak
tepat. Kegagalan fungsional dapat berupa drainase yang berlebihan atau malah kurang
Iancarnya drainase. Drainase yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi
lanjutan seperti terjadinya efusi subdural, kraniosinostosis, lokulasi ventrikel,
hipotensi ortostatik.
F. FIMOSIS
1. Konsep Dasar
Fimosis merupakan salah satu gangguan yang timbul pada organ kelamin pria,
yang dimaksud dengan fimosis adalah keadaan dimana kulit kepala penis (preputium)
melekat pada bagian kepala (glans) dan mengakibatkan tersumbatnya lubang di
bagian air seni, sehingga bayi dan anak kesulitan dan kesakitan saat kencing, kondisi
ini memicu timbulnya infeksi kepala penis (balantis). Jika keadaan ini di biarkan
dimana muara saluran kencing di ujung penis tersurnbat maka dokter menganjurkan
untuk disunat, tindakan ini dilakukan dengan membuka dan memotong kulit penis
agar ujungnya terbuka. (Patologis, Dr Sutisna Himawan, 1996)
Fimosis merupakan pengkerutan atau penciutan kulit depan penis atau suatu
keadaan normal yang sering ditemukan pada bayi baru lahir atau anak kecil, dan
biasanya pada masa pubertas akan menghilang dengan sendirinya.
2. Gejala Pada Fimosis
Kadang-kadang begitu sukar sehingga kulit preputium menggelembung seperti
balon, bayi atau anak sering menangis sebelum urin keluar. Gejala yang sering terjadi
pada Fimosis diantaranya: Bayi atau anak sukar berkemih, kadang-kadang begitu
sukar sehingga kulit preputium menggelembung seperti balon; Kulit penis tidak bisa
ditarik ke arah pangkal; Penis mengejang pada saat buang air kecil; Bayi atau Anak
sering menangis sebelum urin keluar/air seni keluar tidak lancer; timbul infeksi.
Jika gejala di atas ditemukan pada alat kelamin, sebaiknya bawa kedokter jangan
sekali-kali mencoba membuka kulub secara paksa dengan menariknya kearah pangkal
penis rnaka tindakan ini berbahaya, karena kulub yang di tarik ke Pàngkal dapat
terjepit, sehingga timbul rasa nyeri dan pernbengkakan yang hebat.

17
3. Penatalaksanaan
a. Dilakukan dilatasi dengan melebarkan lubang preputium dengan cara mendorong
kebelakang kulit preputium dan biasanya akan terjadi luka. Untuk mencegah
infeksi dan agar luka tidak merapat lagi maka luka tersebut dioleskan salep
antibiotic.
b. Adanya smegma pada ujung preputim juga menyulitkan bayi berkemih maka
setiap memandikan bayi hendaknya preputium didorong kebelakang kemudian
ujungnya dibersihkan dengan kapas dtt.
c. Dilakukan sirkumsisi.
d. Untuk mengetahui adanya kelainan saluran kemih pada bayi, tiap bayi baru lahir
harus diperhatikan apakah bayi telah berkemih, setelah lahir atau paling lambat 24
jam setelah lahir. Perhatikan apakah urin banyak atau sedikit sekali. Bila terjadi
kelainan atau gangguan pada ekskresi bayi akan terlihat sembab mukanya. Jika
terjadi kelainan tersebut maka bayi sebaiknya dirujuk. Sampai bayi be rumur 3
hari pengeluaran urine tidak terpengaruh oleh pemberian cairan, baru setelah 5
hari akan berpengaruh Kondisi ini harus segera dikonsultasikan ke dokter akan
memeriksa ujung penis secara teliti dan bila memung kinkan akan berupaya
melepas lengketan tersebut dan membersihkannya. Jika upaya ini belum berhasil,
maka penderita terpaksa harus di khitan.
G. HIPOSPADIA
1. Konsep Dasar
Hipospadia yaitu lubang uretra tidak terletak pada tempatnya, misalnya : Berada
di bawah pangkal penis. Jika lubang kecil saja tidak memerlukan tindakan karena
dapat menutup sendiri. Tetapi jika lubang tersebut besar perlu tindakan bedah dan
menunggu anak sudah dalam usia remaja sampai ke 14.
2. Etiologi
Penyebab fimosis pada bayi baru lahir harus diketahui secara dini agar petugas
kesehatan terutama bidan dalam hal ini sering melakukan pertolongan persalinan pada
ibu agar mudah melakukan antisipasi penyebabnya antara lain: Uretra terlalu pendek,
sehingga tidak mencapai glans penis, kelainan terbatas pada uretra anterior dan leher

18
kandung kemih, merupakan kelainan konginetal: Terjadi adanya hambatan penutupan
urethra penis pada kehamilan minggu ke 10.
3. Tanda dan Gejala:
Penis agak bengkok, Kadang terjadi keluhan miksi, jika disertai stenosis pada
meatus externus.
4. Penatalaksanaan
 Pada bayi : Dilakukan tindakan kordektomi.
 Pada usia 24 tahun : Dilakukan rekonstruksi uretra.
 Tunda tindakan sirkumsisi, hingga kulit preputium penis/ scrotum dapat
digunakan pada tindakan neouretra.
H. KELAINAN METABOLIK DAN ENDOKRIN
1. Konsep Dasar
Pada keadaan dimana aliran asam empedu menurun, sekresi dari bilirubin
terkonjugasi juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Proses
yang terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia
menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran
empedu dan hiperbilirubinemi terkonjugasi. (pediatric, October 2009).
Hiperbilirubenemia merupakan suatu kondisi bayi baru lahir dengan kadar
bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan
iktherus yang dikenal dengan ikterus neonatorum patologis. Hiperbilirubinemi
merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar birirubin di dalam jaringan
esktrarikuler sehingga konjungtiva kulit dan mukosa akan berwarna kuning. Keadaan
tersebut juga dapat berpotens ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan
bilirubin indirek pada otak. Bayi yang mengalami bilirubin ini mempunyai ciri
sebagai berikut: Adanya ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama, peningkatan
konsentrasi bilirubin serum 10 mg% atau setiap 24 jam, kosentrasi bilirubin serum 10
mg% pada neonatus yang cukup bulan dan 12,5 mg% pada neonatus yang kurang
bulan, ikterus disertai dengan proses hemolisis kemudian ikterus yang disertai dengan
keadaan berat badan lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36
minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernapasan, dan lain-lain.

19
Gejala atau tanda hiperbilirubinemia yaitu adanya ikterus yang timbul. Ikterus ada
dua macam, yaitu ikterus fisiologis dan ikterus patologis. Ikterus fisiologis timbul
pada hari kedua dan hari ketiga dan menghilang pada minggu pertama, selambat-
lambatnya adalah 10 hari pertama setelah Iahir. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi
10 mg% pada neonatus yang cukup bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus yang kurang
bulan, kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5mg% setiap hari, kadar
bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%. Jenis ikterus yang kedua adalah ikterus
patologis, dimana ikterus ini terjadi pada 24 jam pertama.
Hipertemi disebut juga demam. Batasannya adalah suhu 38 s/d 400 C. Terjadi
pada bayi usia 2-3 hari walaupun klinis baik. Etiologi karena kurang minum, berada
di lingkungan panas atau dalam inkubator, terpapar sinar matahari, kemungkinan
infeksi. Gejala gelisah, oliguri, turgor berkurang, ubun-ubun menjadi cekung, lesu
dan tampak kehausan. Bila suhu mencapai 41-440 C. Kulit bayi kemerahan, apatis,
pucat, sampai kematian.
Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang
menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk
mempengaruhi organorgan lain. Hormon bertindak sebagai "pembawa pesan" dan
dibawa oleh aliran darah ke berbagai sel dalam tubuh, yang selanjutnya akan
menerjemahkan ”pesan” tersebut menjadi suatu tindakan. Sistem endokrin tidak
memasukkan kelenjar eksokrin seperti kelenjar ludah, kelenjar keringat, dan kelenjar-
kelenjar lain dalam saluran gastroinstestin.
Sistem endokrin terdiri dari sekelompok organ (kadang dişebut sebagai kelenjar
sekresi internal), yang fungsi utamanya adalah menghasilkan dan melepaskan
hormon-hormon secara langsung ke dalam aliran darah. Jika kelenjar endokrin
mengalarni kelainan fungsi, maka kadar hormon di dalam darah bisa menjadi tinggi
atau rendah, sehingga mengganggu fungsi tubuh. Untuk mengendalikan fungsi
endokrin, maka pelepasan setiap hormon harus diatur dalam batas-batas yang tepat.
Kelainan metabolisme seringkali disebabkan oleh kelainan genetik yang
mengakibatkan hilangnya enzim tertentu yang diperlukan untuk merangsang suatu
proses metabolisme. (kuliah-keperawatan).

20
2. Penatalaksanannya
a. Pindahkan bayi ke ruangan yang normal
b. Dapat pula membuka baju bayi.
c. Kadang-kadang dapat dengan merendam bayi dengan air hangat kuku.
d. Pada bayi yang lebih beşar diperlukan waktu lebih lama untuk menurunkan suhu
tubuh.
e. Diperhatikan kernımgkinan gangguan elektrolit dan cairan.
f. Hipotermi pada bayi baru lahir masih merupakan penyebab kematian tinggi.
Hipotermi adalah Kondisi bayi baru lahir mengalami penurunan suhu <360 C.
3. Penyebab Hipotermi
Luas permukaan tubuh, lebih berperan dari berat badan; meningkatnya ratte
bassal metabolişme; Jaringan lemak yang kurang; Suhu lingkungan; Neonatus
hipoksia karena ruh obatmbatan mengalami kesulitari mempr«juksi panas; Kebutuhan
kalori meningkat Pada BBL; BBL kehilangan panas via radiasi, konfeksi, konduksi
dan evaporasi.
4. Penatalaksanaannya
Hangatkan bayi, gunakan inkubator jika perlu, beri pakaian yang hangat pakai
topi dan selimut, Lakukan kontak kulit skin to skin, anjurkan ibu menyusui lebih
sering, pantau keadaan bayi.

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka kesimpulan
yang dapat dikemukakan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Obstruksi Biliaris adalah adanya timbunan kristal di dalam kandungan empedu atau
di dalam saaluran empedu. Penyebab obstruksi biliaris adalah tersumbatnya saluran
empedu sehingga tidak dapat mengalir ke dalam usus untuk di keluarkan (sebagai
sterkobilin) di dalam feses. Penanganannya adalah dengan operasi.
2. Omfalokel adalah penonjolan dari usus atau isi perut lainnya melalui akar pusar yang
hanya dilapisi oleh peritoneum (selaput perut) dan tidak dilapisi oleh kulit.
Pengobatannya adalah dengan segera dilakukan pembedahan untuk menutup
omfalokel agar tidak terjadi cedera usus dan infeksi perut.
3. Hernia diafragma adalah kondisi ketika organ dalam rongga perut naik dan masuk ke
dalam rongga dada, melalui lubang abnormal pada diafragma. Diafragma adalah sekat
yang membatasi rongga dada dan rongga perut. Kelainan ini sering dijumpain dalam
kehamilan, kira-kira 17% terutama dalam kehamilan trimester III dan lebih sering
pada multipara dalam usia lanjut. Penderita mungkin mengeluh tentang ganggua
pencernaan berupa tirosis, muntah, kadang hematesis, berat badan menurun atau tidak
ada keluhan sama sekali.
4. Meningokel dan Ensefalokel. Meningkole merupakan benjolan berbentuk kista di
garis tulang belakang yang umumnya terdapat di daerah lumbo-sakral. Lapisan
meningel berupa durameter dan arachnoid ke luar kanalis vertebralis, sedangkan
medulla spinalis masih di tempat yang normal. Sedangkan Ensefalokel adalah suatu
kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya penonjolan meningens (selaput
otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang
tengkorak serta ditutupi kulit.
5. Hidrosefalus merupakan suatu keadaan di mana terdapat timbunan likor
serebrospinalis yang berlebihan dalam ventrikel-ventrikel, yang disertai dengan

22
kenaikan tekanan intrakranial. Hidrosefalus dapat timbul sebagai kelainan congenital
atau kelainan postnatal.
6. Fimosis adalah keadaan dimana kulit kepala penis (preputium) melekat pada bagian
kepala (glans) dan mengakibatkan tersumbatnya lubang di bagian air seni, sehingga
bayi dan anak kesulitan dan kesakitan saat kencing, kondisi ini memicu timbulnya
infeksi kepala penis (balantis).
7. Hipospadia yaitu lubang uretra tidak terletak pada tempatnya, misalnya : Berada di
bawah pangkal penis. Jika lubang kecil saja tidak memerlukan tindakan karena dapat
menutup sendiri. Tetapi jika lubang tersebut besar perlu tindakan bedah dan
menunggu anak sudah dalam usia remaja sampai ke 14.
8. Kelainan Metabolik dan Endokrin. Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar
tanpa saluran (ductless) yang menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui
aliran darah untuk mempengaruhi organorgan lain. Hormon bertindak sebagai
"pembawa pesan" dan dibawa oleh aliran darah ke berbagai sel dalam tubuh, yang
selanjutnya akan menerjemahkan “pesan” tersebut menjadi suatu tindakan. Sistem
endokrin tidak memasukkan kelenjar eksokrin seperti kelenjar ludah, kelenjar
keringat, dan kelenjar-kelenjar lain dalam saluran gastroinstestin.
B. Saran
Bagi mahasiswa kebidanan, makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan
terhadap materi Asuhan Neonatus dengan Kelainan Bawaan dan Penatalaksanaanya
untuk meningkatkan kualitas tumbuh kembang anak dan memudahkan dalam
memberikan pelayanan terkait dengan asuhan neonatus dengan kelainan bawaan dan
penatalaksanaannya,
Bagi masyarakat terutama orang tua lebih khusunya seorang ibu, semoga dengan
adanya makalah ini bias menjadi referensi untuk menambah pengetahuan dan wawasan
mereka dalam memantau kesehataan dan pertumbuhan anak mereka.

23
DAFTAR PUSTAKA

Aqidah Intan. 2016. Neonatus Kelainan Bawaan. Blogspot (Online),


(http://intanaqidah.blogspot.com/2016/02/neontus-kelainan-bawaan.html),
diakses 6 Oktober 2021.
Dewi, Vivian Nanny Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika
Elmeida, Fitri Ika. 2015. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah.
Jakarta: CV. Trans Info Media.
Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya
Paazizah Nur. 2016. Neonates dengan Kelainan Bawaan dan Penatalaksanaannya. Wordprees
(Onile). (https://nurpaazizah.wordpress.com/2016/04/28/neonatus-dengan-
kelainan-bawaan-dan-penatalaksanaannya), diakses 6 Oktober 2021.
Putra SR. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita untuk Keperawatan dan Kebidanan.
Yogyakarta: D-Medika
Rukiyah, Yeyeh Ai, dkk. 2019. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra
Sekolah. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Sity Hamidah. 2013. Neonatus dengan dengan kelinan bawaan. Blogspot (Online).
(http://hamidahsity.blogspot.com/2013/05/neonatus-dengan-kelainanbawaan-
dan.html), diakses 6 Oktober 2021.

24

Anda mungkin juga menyukai