Anda di halaman 1dari 32

UTS KEPERAWATAN JIWA

” PERILAKU KEKERASAN“

DOSEN PEMBIMBING :
Ns.Debby Sinthania,S.Kep,M.kep

DI SUSUN OLEH :
YOLANDA PATHRECIA (19334205)

JURUSAN D3 KEPERAWATAN
FAKULTAS PENDIDIKAN PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrem dari
marah atau ketakutan/panik. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan
dipandang sebagai rentang dimana agresif verbal disuatu sisi dan perilaku
kekerasan (violence) di sisi yang lain. Suatu keadaan yang menimbulkan
emosi, perasaan frustasi, benci atau marah. Hal ini akan memengaruhi
perilaku seseorang. Berdasarkan keadaan emosi secara mendalam tersebut
terkadang perilaku menjadi agresif atau melukai karena penggunaan koping
yang kurang bagus. Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana
seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik
pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh
gelisah yang tak terkontrol (Kusumawati, dkk. 2010 : 80).
Gangguan jiwa pada mulanya dianggap suatu yang gaib, sehingga
penanganannya secara supranatural spiristik yaitu hal-hal yang berhubungan
dengan kekuatan gaib. Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang
terjadi pada unsur jiwa yang manifestasinya pada kesadaran, emosi, persepsi
dan interjensi. Salah satu gangguan jiwa tersebut adalah gangguan perilaku
kekerasan. Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai suatu
responterhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman individu.
Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruksif pada saat terjadi
dapat melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan
yang sebenarnya sehingga individu tidak mengalami kecemasan, stress,dan
merasa bersalah dan bahkan merusa diri sendiri (Kusumawati, dkk. 2010 :
80).
B. Rumusan masalah
1. Apa definisi perilaku kekerasan ?
2. Apa penyebab perilaku kekerasan ?
3. Bagaimana proses terjadinya perilaku kekerasan?
4. Bagaimana tanda dan gejala perilaku kekerasan?
5. Apa akibat perilaku kekerasan?
6. Bagaimana penatalaksanaan perilaku kekerasan ?
7. Rencana asuhan keperawat ?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui definisi perilaku kekerasan
2. Untuk mengetahui penyebab perilaku kekerasan
3. Untuk mengetahui proses terjadinya perilaku kekerasan
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala perilaku kekerasan
5. Untuk mengetahui akibat perilaku kekerasan
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan perilaku kekerasan
7. Untuk mengetahui rencana asuhan keperawatan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatau bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah
tidak memiliki tujuan khusus, tapi lebih merujuk pada suatu perangkat
perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah
(Berkowitz, 1993 dalam Dermawan,Deden, 2013).
Menurut Keliat, dkk perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku
yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis
(Keliat, dkk, 2011).
Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada
dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah
yang tak terkontrol (Kusumawati,dkk.2010:81).
B. Penyebab
Resiko terjadinya perilaku kekerasan diakibatkan keadaan emosi yang
mendalam karena penggunaan koping yang kurang bagus. Beberapa faktor
yang menjadi penyebab perilaku kekerasan yaitu :
1. Frustasi, seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan
yang diharapkan menyebabkan ia menjadi frustasi, jika ia tidak mampu
mengendalikannya maka ia akan berbuat kekerasan disekitarnya.
2. Hilangnya harga diri, pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan
yang sama untuk dihargai. Jika ebutuhan ini tida dipenuhi akibatnya
individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri,lekas marah dan
mungkin melakuan tindakan kekerasan disekitar.
3. Kebutuhan penghargaan status dan prestise, manusia pada umumnya
mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai
dan diakui. Jika tidak mendapat pengakuan individu tersebut maka dapat
menimbulkan resiko perilaku kekerasan (Helena,dkk.2011:80)
C. Tanda dan Gejala

Jelaskan tanda dan gejala kepada klien pada tahap marah, kritis atau
perilaku kekerasa, dan kemungkinan bunuh diri. Muka merah, tegang,
pandangan mata tajam, mondar-mandi, memukul, iritable, sensitif dan agresif
(Kusumawati, dkk. 2010:83).

Tanda dan gejala, perilaku kekerasan yaitu suka marah, pandangan mata
tajam, otot tegang dan nada suara tinggi, berdebat, sering pula memaksakan
kehendak ,merampas makanan dan memukul bila tidak sengaja
(Prabowo,2014:143).

1. Motor agitaton

Gelisah, mondar mandir, tidak dapat duduk tenang, otot tegang,


rahang mengencang, pernapasan meningkat, mata melotot, pandangan
mata tajam.

2. Verbal

Memberikan kata-kata ancaman melukai, disertai melukai ptingkat


ringan, bicara keras, nada suara tinggi, berdebat

3. Efek

Marah, bermusuhan, kecemasan berat, efek baik, mudah


tersinggung

4. Tingkat kesadaran

Binggung, kacau, perubahan sttus mental, disorientasi, dan gaya


ingat menurun (Prabowo, 2014:143).
D. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk/PK

Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang


melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik pada
dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh
gelisah yang tak terkontrol.

Gambar 1. Rentang Respons Marah (Kusumawati, dkk. 2010:81).

1. Respon adaptif

a. Peryataan ( Assertion)

Respon marah dimana individu mampu menyatakan atau


mengungkapkan rasa marah, rasa tidak setuju, tanpa
menyalahkan atau menyakiti orang lain. Hal ini biasanya akan
memberikan kelegaan.
b. Frustasi

Respons yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai


tujuan, kepuasan atau rasa aman yang tidak biasanya dalam
keadaan tersebut individu tidak menemukan alternatif lain.
2. Respon maladaftif

a. Pasif
Suatu keadaan dimana individu tidak dapat mampu untuk
mengungkapkan perasaan yang sedang dialami untuk
menghindari suatu tuntutan nyata
b. Agresif

Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan


individu untuk menuntut suatu yang dianggapnya benar.
c. Amuk dan kekerasan

Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilang


kontrol, dimana individu dapat merusak diri sendiri, serta lain
maupun lingkungan (Prabowo,2014:141-142)
E. Proses terjadinya masalah

Menurut Badan PPSDM (2013) Proses terjadinya perilaku kekerasan dijelaskan


dengan menggunakan konsep stress adaptasi Struart yang meliputi stressor dari
faktor predisposisi dan presipitasi,

1. Faktor Predisposisi

a. Faktor Biologis

Meliputi adanya faktor herediter mengalami gangguan jiwa, riwayat


penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA.

b. Faktor Psikologis

Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologis terhadap stimulus


eksternal, internal maupun lingkungan. Perilaku kekerasan terjadi sebagai
hasil dari akumulasi frustasi. Frustasi terjadi apabila keinginan individu
untuk mencapai sesuatu menemui kegagalan atau terhambat, seperti
kesehatan fisik terganggu, hubungan social yang terganggu. Salah satu
kebutuhan manusia adalah “berprilaku” apabila kebutuhan tersebut tidak
dapat dipenuhi melalui berperilaku konstruktif, maka yang akan muncul
adalah individu tersebut berperilaku destruktif.

c. Faktor Sosiokultural
Fungsi dan hubungan social yang terganggu disertai lungkungan social yang
mengancam kebutuhan individu, yang mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Norma dan budaya dapat mempengaruhi individu
untuk berperilaku asertif atau agresif. Perilaku kekerasan dapat dipelajari
secara lansung melalui proses sosialisasi, merupakan proses meniru dari
lingkungan yang menggunakan perilaku kekerasan sebagai cara
menyelesaikan masalah.

2. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan pada setiap


individu bersifat unik, berbeda satu orang dengan orang yang lain. Stressor
tersebut dapat merupakan penyebab yang bersifat faktor eksternal maupun
internal dari individu.

Faktor internal meliputi keinginan yang tidak terpenuhi, perasaan kehilangan


dan kegagalan dalam kehidupan (pekerjaan, pendidikan, dan kehilangan orang
yang dicintai), kekhawatiran terhadap penyakit fisik.

Faktor eksternal meliputi kegiatan atau kejadian social yang berubah seperti
serangan fisik atau tindakan kekerasan, kritikan yang menghina, lingkungan
yang terlalu ribut, atau putusnya hubungan social/kerja/sekolah
F. Mekanisme Koping

Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk


melindungi diri antara lain :

1. Sublimasi

Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata


masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluran
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiasakan
kemarahanya kepada objek lain seperti meremas remas adonan kue
,meninju tembok dan sebagainya, tujuanya adalah untuk mengurangi
ketegangan akibat rasa marah.

2. Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukaranya atau keinginannya yang
tidak baik, misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik
menuduh bahwa temanya tersebut mencoba merayu, menyumbunya.

3. Represi

Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk


kedalam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang
tuannya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan
yang diterimanya sejak kecil bahwa benci orang tua merupakan hal yang
tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu
ditekankan dan akhirnya ia dapat melupakanya.

4. Reaksi formasi

Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan. Dengan


melebihi lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
mengunakanya sebagai rintangan. Misalnya seseorang yang tetarik pada
teman suaminya, akan memperlakukan orng tersebut dengan kuat.

5. Deplacement

Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada


objek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya, Timmy berusia 4 tahun marah
karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena
menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermain pedang-pedangan
dengan temannya (Prabowo,2014:144).

G. Penatalaksanaan
Menurut Eko Prabowo (2014) penatalaksanaan pada klien dengan perilaku
kekerasan adalah sebagai berikut:
1. Terapi Farmakologi
Pasien dengan perilaku kekerasan perlu perawatan dan pengobatan yang
tepat. Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif
tinggi contohnya: Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan
psikomotornya. Bila tidak ada dapat digunakan dosis efektif rendah,
contohnya Trifluoperazine estelasine, bila tidak ada juga maka dapat
digunakan Transquilizer bukan obat antipsikotik seperti neuroleptika, tetapi
meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan
anti agitasi.
2. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan
pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan
kegiatan dan mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam
terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti
membaca Koran, bemain catur. Terapi ini merupakan langkah awal yang
harus dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannya
seleksi dan ditentukan nya program kegiatannya.
3. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan
perawatan lansung pada setiap keadaan pasien. Keluarga yang mempunyai
kemampuan mengatasi masalah akan dapat mencegah perilaku maladatif,
menanggulangi perilaku maladaptive, dan memulihkan perilaku maladaptif ke
perilaku adaptif sehingga derajat kesehatan pasien dapat ditingkatkan secara
optimal.
4. Terapi somatic
Menurut Depkes RI (2000) menerangkan bahwa terapi somatik terapi yang
diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah
perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif dengan melakukan
tindakan yang ditunjukkan pada kondisi fisik pasien, tetapi target terapi
adalah perilaku pasien.
5. Terapi kejang listrik (ECT)
Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT) adalah
bentuk terapi yang diberikan kepada pasien dengan menimbulkan kejang
dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan di pelipis
pasien. Terapi ini awalnya untuk menangani skizofrenia membutuhkan 20-30
kali terapi biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 kali sehari dalam
seminggu (seminggu 2 kali).
H. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri sendiri, lingkungan, dan orang lain

↑ → Effeck

Perilaku kekerasan

↑ → Cor proplem

Harga diri rendah → Causa

Gambar 1. (Prabowo,2014:146).

I. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1.Pengkajian Keperawatan

a. Identitas
1) Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan
kontrak dengan klien tentang : nama perawat, nama klien,
tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan.
2) Usia dan No. Rekam Medik.
b. Alasan Masuk
Biasanya alasan utama pasien untuk masuk ke rumah sakit
yaitu pasien sering mengungkapkan kalimat yang bernada
ancaman, kata-kata kasar, ungkapan ingin memukul serta
memecahkan perabotan rumah tangga. Pada saat berbicara wajah
pasien terlihat memerah dan tegang, pandangan mata tajam,
mengatupkan rahang dengan kuat, mengepalkan tangan. Biasanya
tindakan keluarga pada saat itu yaitu dengan mengurung pasien
atau memasung pasien. Tindakan yang dilakukan keluarga tidak
dapat merubah kondisi ataupun perilaku pasien
c. Faktor Predisposisi
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan sebelumnya
pernah mendapat perawatan di rumah sakit. Pengobatan yang
dilakukan masih meninggalkan gejala sisa, sehingga pasien kurang
dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Biasanya gejala sisa
timbul merupakan akibat trauma yang dialami pasien berupa
penganiayaan fisik, kekerasan di dalam keluarga atau lingkungan,
tindakan kriminal yang pernah disaksikan, dialami ataupun
melakukan kekerasan tersebut.
d. Pemeriksaan Fisik
Biasanya saat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
didapatkan hasil tekanan darah meningkat, nadi cepat, pernafasan
akan cepat ketika pasien marah, mata merah, mata melotot,
pandangan mata tajam, otot tegang, suara tinggi, nada yang
mengancam, kasar dan kata-kata kotor, tangan menggepal, rahang
mengatup serta postur tubuh yang kaku.
e. Psiokososial
1) Genogram
Biasanya menggambarkan tentang garis keturunan keluarga
pasien, apakah anggota keluarga ada yang mengalami
gangguan jiwa seperti yang dialami oleh pasien.
2) Konsep diri
a) Citra tubuh
Biasanya tidak ada keluhan mengenai persepsi
pasien terhadap tubuhnya, seperti bagian tubuh yang tidak
disukai.
b) Identitas diri
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan
merupakan anggota dari masyarakat dan keluarga. Tetapi
karena pasien mengalami gangguan jiwa dengan perilaku
kekerasan maka interaksi antara pasien dengan keluarga
maupun masyarakat tidak efektif sehingga pasien tidak
merasa puas akan status ataupun posisi pasien sebagai
anggota keluarga dan masyarakat.
c) Peran diri
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan kurang
dapat melakukan peran dan tugasnya dengan baik sebagai
anggota keluarga dalam masyarakat.
d) Ideal diri
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan ingin
diperlakukan dengan baik oleh keluarga ataupun
masyarakat sehingga pasien dapat melakukan perannya
sebagai anggota keluarga atau anggota masyarakat dengan
baik.
e) Harga diri
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan
memiliki hubungan yang kurang baik dengan orang lain
sehingga pasien merasa dikucilkan di lingkungan
sekitarnya.
f. Hubungan social
Biasanya pasien dekat dengan kedua orang tuanya terutama
dengan ibunya. Karena pasien sering marah-marah, bicara kasar,
melempar atau memukul orang lain, sehingga pasien tidak pernah
berkunjung ke rumah tetangga dan pasien tidak pernah mengikuti
kegiatan yang ada di lingkungan masyarakat.
g. Spiritual
1) Nilai keyakinan
Biasanya pasien meyakini agama yang dianutnya dengan
melakukan ibadah sesuai dengan keyakinannya.

2) Kegiatan ibadah
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan kurang (jarang)
melakukan ibadah sesuai dengan keyakinannya.
h. Status mental
Penampilan ,biasanya pasien berpenampilan kurang rapi,
rambut acak-acakan, mulut dan gigi kotor, badan pasien bau.
i. Pembicaraan
Biasanya pasien berbicara cepat dengan rasa marah, nada
tinggi, dan berteriak (menggebu-gebu).
j. Aktivitas Motorik
Biasanya pasien terlihat gelisah, berjalan mondar-mandir
dengan tangan yang mengepal dan graham yang mengatup, mata
yang merah dan melotot.
k. Alam Perasaan
Biasanya pasien merasakan sedih, putus asa, gembira yang
berlebihan dengan penyebab marah yang tidak diketahui.
l. Afek
Biasanya pasien mengalami perubahan roman muka jika
diberikan stimulus yang menyenangkan dan biasanya pasien
mudah labil dengan emosi yang cepat berubah. Pasien juga akan
bereaksi bila ada stimulus emosi yang kuat.
m. Interaksi selama wawancara
Biasanya pasien memperlihatkan perilaku yang tidak
kooperatif, bermusuhan, serta mudah tersinggung, kontak mata
yang tajam serta pandangan yang melotot. Pasien juga akan
berusaha mempertahankan pendapat dan kebenaran dirinya.
n. Persepsi
Biasanya pasien mendengar, melihat, meraba, mengecap
sesuatu yang tidak nyata dengan waktu yang tidak diketahui dan
tidak nyata.
o. Proses atau Arus Pikir
Biasanya pasien berbicara dengan blocking yaitu
pembicaraan yang terhenti tiba-tiba dikarenakan emosi yang
meningkat tanpa gangguan eksternal kemudian dilanjutkan
kembali.
p. Isi Pikir
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan memiliki
phobia atau ketakutan patologis atau tidak logis terhadap objek
atau situasi tertentu.
q. Tingkat Kesadaran
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan tingkat
kesadarannya yaitu stupor dengan gangguan motorik seperti
kekakuan, gerakan yang diulang-ulang, anggota tubuh pasien
dalam sikap yang canggung serta pasien terlihat kacau.
r. Memori
Biasanya klien dengan perilaku kekerasan memiliki memori
yang konfabulasi yaitu pembicaraan yang tidak sesuai dengan
kenyataan dengan memasukkan cerita yang tidak benar untuk
menutupi gangguan yang dialaminya.
s. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan tidak mampu
berkonsentrasi, pasien selalu meminta agar pernyataan
diulang/tidak dapat menjelaskan kembali pembicaraan. Biasanya
pasien pernah menduduki dunia pendidikan, tidak memiliki
masalah dalam berhitung (penambahan maupun pengurangan).
t. Kemampuan penilaian
Biasanya pasien memiliki kemampuan penilaian yang baik,
seperti jika disuruh untuk memilih mana yang baik antara makan
atau mandi terlebih dahulu, maka ia akan menjawab mandi terlebih
dahulu.

u. Daya tilik diri


Biasanya pasien menyadari bahwa ia berada dalam masa
pengobatan untuk mengendalikan emosinya yang labil.
v. Kebutuhan Persiapan Pulang
1) Makan
Biasanya pasien makan 3x sehari dengan porsi (daging,
lauk pauk, nasi, sayur, buah).
2) BAB/BAK
Biasanya pasien menggunakan toilet yang disediakan untuk
BAB/BAK dan membersihkannya kembali.
3) Mandi
Biasanya pasien mandi 2x sehari dan membersihkan rambut
1x2 hari. Ketika mandi pasien tidak lupa untuk menggosok
gigi.
4) Berpakaian
Biasanya pasien mengganti pakaiannya setiap selesai mandi
dengan menggunakan pakaian yang bersih.
5) Istirahat dan tidur
Biasanya pasien tidur siang lebih kurang 1 sampai 2 jam,
tidur malam lebih kurang 8 sampai 9 jam. Persiapan pasien
sebelum tidur cuci kaki, tangan dan gosok gigi.
6) Penggunaan obat
Biasanya pasien minum obat 3x sehari dengan obat oral.
Reaksi obat pasien dapat tenang dan tidur.
7) Pemeliharaan kesehatan
Biasanya pasien melanjutkan obat untuk terapinya dengan
dukungan keluarga dan petugas kesehatan serta orang
disekitarnya.
8) Kegiatan di dalam rumah
Biasanya klien melakukan kegiatan sehari-hari seperti
merapika kamar tidur, membersihkan rumah, mencuci pakaian
sendiri dan mengatur kebutuhan sehari-hari.
9) Kegiatan di luar rumah
Biasanya klien melakukan aktivitas diluar rumah secara
mandiri seperti menggunakan kendaraan pribadi atau
kendaraan umum jika ada kegiatan diluar rumah.
w. Mekanisme Koping
Biasanya data yang didapat melalui wawancara pada
pasien/keluarga, bagaimana cara pasien mengendalikan diri ketika
menghadapi masalah:
1) Koping Adaptif
a) Bicara dengan orang lain
b) Mampu menyelesaikan masalah
c) Teknik relaksasi
d) Aktifitas konstrutif
e) Olahraga, dll.
2) Koping Maladaptif
a) Minum alkohol
b) Reaksi lambat/berlebihan
c) Bekerja berlebihan
d) Menghindar
e) Mencederai diri
x. Masalah Psikososial dan Lingkungan
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan memiliki
masalah dengan psikososial dan lingkungannya, seperti pasien
yang tidak dapat berinteraksi dengan keluarga atau masyarakat
karena perilaku pasien yang membuat orang sekitarnya merasa
ketakutan.
y. Aspek Medik
Biasanya pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan
dan pengobatan yang tepat. Adapun dengan pengobatan dengan
neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi contohnya
Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan
psikomotornya. Bila tidak ada dapat digunakan dosis efektif
rendah, contohnya Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada juga
tidak maka dapat digunakan Transquilizer bukan obat anti psikotik
seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya
mempunyai efek anti tegang, anti cemas dan anti agitasi.
z. Daftar Masalah Keperawatan
1) Resiko Perilaku Kekerasan
2) Resiko tinggi cidera
3) Defisit perawatan diri
4) Hambatan komunikasi
5) Gangguan proses piker
6) Hambatan interaksi social
7) Gangguan identitas diri
8) Distres spiritual

2. Diagnosa Keperawatan
a. Perilaku Kekerasan
b. Resiko Bunuh Diri
c. Harga Diri Rendah
3. Tindakan Keperawatan Perilaku Kekerasan
Berdasarkan Nursing Interventions Classification & Nursing
Outcomes Classification (2016) :

Masalah NOC NIC


Keperawatan
Resiko Perilaku Outcome untuk MANAJEMEN
mengukur dan PERILAKU :
Kekerasan Internal
menilai 1. Tentukan motif
kejadian aktual : atau alasan
1. Menahan diri dari tingkah laku
perilaku kekerasan 2. Kembangkan
2. Menahan diri dari harapan tingkah
agresifitas laku yang tepat dan
3. Menahan diri dari konsekuensinya,
kemarahan berikan
Outcome yang pasien tingkat fungsi
Berhubungan kognitif
dengan dan kapasitas untuk
Faktor Resiko : mengontrol diri
1. Penghentian 3. Komunikasikan
terhadap kekerasan tingkah laku
2. Perlindungan yang diharapkan dari
terhadap kekerasan pasien
3. Pemulihan dan konsekuensinya
terhadap bagi
kekerasan: emosi pasien
4. Pemulihan 4. Pindahkan barang
terhadap berbahaya
kekerasan: fisik dari lingkungan
5. Pemulihan sekitar pasien
terhadap kekerasan: 5. Berikan
seksual pengekangan atau
6. Tingkat agitasi pembebat dengan cara
7. Perilaku yang
penghentian tepat untuk membatasi
kekerasan pergerakan dan
8. Kognisi kemampuan
9. Tingkat delerium untuk mulai menyakiti
10. Tingkat dimensia diri
11. Kontrol diri sendiri
terhadap distorsi 6. Sediakan terus
pemikiran menerus
12. Perilaku pengecekan terhadap
penghentian pasien
penyalahgunaan dan lingkungannya
obat terlarang 7. Komunikasikan
13. Tingkat resiko
hiperaktifitas kepada petugas
14. Kontrol terhadap kesehatan
impuls lain
15. Status Neourologi 8. Instruksikan pasien
16. Kontrol resiko untuk
17. Kontrol resiko: melakukan strategi
penggunaan obat koping
18. Kontrol resiko: dengan cara yang
penggunaan tepat
alkohol 9. Antisipasi situasi
19. Deteksi resiko pemicu
20. Tingkat stress yang mungkin
21. Menahan diri dari membuat
bunuh diri pasien menyakiti diri
22. Resolusi rasa dan
bersalah lakukan pencegahan
23. Harapan 10. Bantu pasien
24. Identitas untuk
25. Fungsi keluarga mengidentifikasi
26. Integritas situasi dan
keluarga atau perasaan yang
27. Kesadaran diri mungkin
28. Fungsi seksual memicu perilaku
29. Identitas seksual menyakiti
30. Keterampilan diri
interaksi sosial 11. Lakukan kontrak
31. Keterlibatan dengan
sosial pasien untuk tidak
32. Dukungan sosial menyakiti
33. Keinginan untuk dir, dengan cara yang
hidup tepat
34. Menahan diri dari 12. Dukung pasien
kemarahan untuk mencari
35. Kesejahteraan penyedia perawatan
pribadi dan
36. Kualitas hidup membicarakan dengan
penyedia perawatan
saat
kejadian menyakiti
diri
terjadi
13. Ajarkan dan
kuatkan pasien
untuk melakukan
tingkah
laku koping yang
efektif dan
untuk
mengekspresikan
perasaan dengan cara
yang
tepat
14. Berikan
pengobatan, dengan
cara yang tepat, untuk
menurunkan cemas,
menstabilkan alam
perasaan/mood, dan
menurunkan stimulasi
diri
15. Gunakan
pendekatan yang
tenang dan tidak
menghukum
pada saat menghadapi
perilaku menyakiti
diri
16. Hindari
memberikan
penguatan positif pada
perilaku menyakiti
yang
dilakukan pasien
17. Sebelumnya
menetapkan
konsekuensi apabila
pasien
masih melakukan
tingkah
laku menyakiti diri
18. Tempatkan pasien
pada
lingkungan yang lebih
terlindungi misalnya
area
terbatas atau seklusi
jika
impuls menyakiti
diri/tingkah
laku menyakiti diri
muncul
19. Bantu pasien,
dengan cara
yang tepat, untuk
mengetahui
tingkat fungsi
kognitifnya
dalam rangka
mengidentifikasi dan
mengansumsikan
tanggung
jawab terhadap
konsekuensi
dari perilaku yang
dilakukan
20. Bantu pasien
untuk
mengidentifikasi
koping
strategi yang lebih
tepat yang
dapat digunakan dan
bagaimana
konsekuensinya
21. Monitor pasien
terkait dengan
efek samping
pengobatan dan
hasil yang diinginkan
22. Sediakan
pendidikan
pengobatan untuk
pasien atau
standar operasional
23. Sediakan petunjuk
bagaimana
jika tingkah laku
menyakiti
diri terjadi diluar
lingkungan
perawatan bagi
keluarga diri
sendiri dan orang lain
24. Monitor pasien
untuk adanya
impuls menyakiti diri
yang
mungkin memburuk
menjadi
pikiran atau sikap
bunuh diri
a. Diagnosa Perilaku Kekerasan
ᾶ Tindakan keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan
(SP) pada pasien
1) Strategi pelaksanaan (SP) pertemuan 1 pada pasien:

Mengidentifikasi perilaku kekerasan, dan melatih cara


mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1 & 2.

a) Membina hubungan saling percaya.

b) Menjelaskan dan melatih cara mengontrol


perilakukekerasan dengan cara fisik 1 & 2.
c) Tanyakan bagaimana perasaan klien setelah
melakukankegiatan.
d) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik 1 &
2.
2) Strategi pelaksanaan (SP) pertemuan 2 pada pasien Melatih
pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara minum
obat (6 benar)
a) Evaluasi cara mengontrol perilaku kekerasan dengan
caralatihan fisik 1 & 2.
b) Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan
dengancara minum obat (6 benar).
c) Tanyakan bagaimana perasaan klien setelah
melakukankegiatan.
d) Masukkan pada jadwal kegiatan harian minum obat
(6benar)
3) Strategi pelaksanaan (SP) pertemuan 3 pada pasien Melatih
pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal
yaitu: mengungkapkan, cara meminta, dan menolak dengan
benar.
a) Evaluasi cara mengontrol perilaku kekerasan dengan
caralatihan fisik 1 & 2 dan minum obat (6 benar)
b) Menjelaskan dan melatih cara mengontrol
perilakukekerasan dengan cara verbal:
mengungkapkan, meminta, dan menolak dengan benar.
c) Berikan pujian setelah melakukan kegiatan.

d) Tanyakan bagaiaman perasaan klien setelah


melakukankegiatan.
e) Masukkan pada jadwal kegiatan harian
mengontrolperilaku kekerasan dengan cara verbal.
4) Strategi pelaksanaan (SP) pertemuan 4 pada pasien Melatih
cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual (2
kegiatan)
a) Evaluasi cara mengontrol perilaku kekerasan dengan
caralatihan fisik 1 & 2, minum obat (6 benar), dan cara
verbal.
b) Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan
caraspiritual (latih 2 kegiatan)
c) Berikan pujian setelah klien melakukan kegiatan.

d) Tanya perasaan klien setelah melakukan kegiatan.

e) Memasukkan pada jadwal kegiatan harian untuk


latihanmengontrol perilaku kekerasan dengan cara
spiritual
ᾶ Tindakan Keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan
(SP) pada keluarga
1) Strategi pelaksanaan (SP) pertemuan 1 pada keluarga
a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga
dalammerawat pasien
b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala beserta
prosesterjadinya perilau kekerasan.
c) Menjelaskan cara merawat perilaku kekerasan.

d) Melatih salah satu cara merawat perilaku kekerasan


dengancara latihan fisik 1 & 2.
e) Anjurkan keluarga membantu pasien sesuai jadwal
danmemberi pujian.
2) Strategi pelaksanaan (SP) pertemuan 2 pada keluarga

a) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi


sertamerawat dan melatih pasien fisik 1 & 2.
b) Beri pujian pada keluarga.
c) Menjelaskan dan melatih keluarga cara memberikan
obat (6benar).
d) Anjurkan keluarga membantu pasien dalam
memberikanobat (6 benar) sesuai jadwal.
3) Strategi pelaksanaan (SP) pertemuan 3 pada keluarga

a) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi


sertamerawat, melatih pasien fisik 1 & 2, dan minum
obat (6 benar).
b) Beri pujian atas upaya yang telah dilakukan keluarga.

c) Menjelaskan dan melatih keluarga cara membimbing


pasienperilaku kekerasan dengan cara verbal
(mengungkapkan, meminta, dan menolak dengan baik).
d) Anjurkan keluarga melatih pasien dengan cara verbal
sesuaijadwal.
4) Strategi pelaksanaan (SP) pertemuan ke 4 pada keluarga
a) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi
sertamerawat, melatih pasien fisik 1 & 2, minum obat
(6 benar), dan cara verbal.
b) Beri pujian atas upaya yang telah dilakukan keluarga.

c) Jelaskan follow up ke pelayanan kesehatan


masyarakat, tanda kambuh, dan rujuk pasien segera.

d) Anjurkan keluarga membantu pasien melakukan


kegiatansesuai jadwal dan berikan pujian.
b. Diagnosa Harga Diri Rendah
ᾶ Tindakan Keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan
(SP) pada pasien
1) Strategi pelaksanaan pertemuan 1 pada pasien :
Pengkajian dan latihan kegiatan pertama
a) Identifikasi pandangan/penilaian pasien tentang diri
sendiridan pengaruhnya terhadap hubungan dengan
orang lain, harapan yang telah dan belum tercapai,
upaya yang dilakukan untuk mencapai harapan yang
belum terpenuhi
b) Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan
aspekpositif paasien ( buat daftar kegiatan)
c) Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan
saatini (pilih dari daftar kegiatan mana kegiatan yang
dapat dilaksanakan)
d) Buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat ini
e) Bantu pasien memilih salah satu kegiatan yang
dapatdilakukan saat ini untuk dilatih
f) Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukan
nya)
g) Masukkan kegiatan yang telahh dilatih pada jadwal
kegiatanuntuk latihan
2) Strategi pelaksanaan pertemuan 2 pada pasien :
Latihan kegiatan kedua
a) Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah
b) Validasi kemampuan pasien melakukan kegiatan
pertamayang telah dilatih dan berikan pujian
c) Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama
d) Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan dilatih
e) Latih kegiatan kedua (alat dan cara)
f) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan dua
kegiatan
3) Strategi pelaksanaan pertemuan 3 pada pasien :
Latihan kegiatan ketiga
a) Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah
b) Validasi kemampuan melakukan kegiatan pertama,
dankedua yang telah dilatih dan berikan pujian
c) Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama dan
kedua
d) Bantu pasien melih kegitan ketiga yang akan dilatih
e) Latih kegiatan ketiga (alat dan cara)
f) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan tiga
kegiatan
4) Strategi pelaksanaan pertemuan 4 pada pasien :
Latih kegiatan keempat
a) Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah
b) Validasi kemampuan melakukan kegiatan ertama,
kedua dan ketiga yang telah dilatih dan berikan pujian
c) Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama, kedua
dan ketiga
d) Bantu pasien memilih kegiatan keempat yang akan
dilatih
e) Latih kegiatan keempat (alat dan cara)
f) Masukkan padajadwal kegiatan untuk latihan empat
kegiatan
ᾶ Tindakan Keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan
(SP) pada keluarga
1) Strategi pelaksanaan pertemuan 1 pada keluarga :
Mengenal masalah harga diri rendah dan latihan cara
merawat melatih kegiatan pertama
a) Diskusikan masalah yang dirasakan dalam
merawatpasien harga diri rendah, jelaskan pengertian,
tanda dan gejala, proses terjadinya, dan akibat harga
diri rendah
b) Berikan pujian terhadap semua hal positif yang
dimilikpasien
c) Latih keluarga memberi tanggung jawab kegiatan
yangdipilih pasien , bimbing memberikan bantuan pada
pasien
d) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan
memberikanpujian
2) Strategi pelaksanaan pertemuan 2 pada keluarga : Latihan
cara merawat dan membimbing melakukan kegiatan kedua
a) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi
gejalaharga diri rendah
b) Validasi kemampuan keluarga dalam
membimbingpasien melaksanakan kegiatan yang telah
dilatih
c) Evaluasi manfaat yang dirasakan keluarga
dalammerawat, beri pujian, bersama keluarga melatih
pasien dalam melakukan kegiatan kedua yang dipilih
pasien
d) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal
danmemberikan pujian
3) Strategi pelaksanaan pertemuan 3 pada keluarga : Latihan
cara merawat dan membimbing melakukan kegiatan ketiga
a) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala
harga diri rendah
b) Validasi kemampuan keluarga dalam
membimbingpasien melaksanakan kegiatan yang telah
dilatih
c) Evaluasi manfaat yang dirasakan keluarga
dalammerawat, beri pujian, bersama keluarga melatih
pasien
d) dalam melakukan kegiatan ketiga yang dipilih pasien
e) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal
danmemberikan pujian

4) Strategi pelaksanaan pertemuan 4 pada keluarga : Latihan


cara merawat dan membimbing melakukan kegiatan
keempat
a) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi
gejala harga diri rendah.
b) Validasi kemampuan keluarga dalam
membimbingpasien melaksanakan kegiatan yang telah
dilatih.
c) Evaluasi manfaat yang dirasakan keluarga
dalammerawat, beri pujian, bersama keluarga melatih
pasien dalam melakukan kegiatan keempat yang
dipilih pasien.
d) Jelaskan follow up ke puskesmas, tanda kambuh
danrujukan
e) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal
danmemberikan pujian.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahapan ketika perawat mengaplikasikan ke
dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai
tujuan yang telah di tetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki oleh
perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan komunikasi yang
efektif, kemampuan utnuk menciptakan saling percaya dan saling
membantu, kemampuan melakukan teknik, psikomotor, kemampuan
melakukan observasi sistemis, kemampuan memberikan pendidikan
kesehatan, kemampuan advokasi dan kemampuan evaluasi.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkerlanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir. (S) merupakan
respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Dapat dikur dengan menanyakan “ bagaimana persaan ibuk
setelah latihan fisik nafas dalam ?” , (O) merupakan respon objektif klien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Dapat di ukur
dengan mengobservasi prilaku klien pada saat tindakan dilakukan atau
menanyakan kembali apa yang telah diajarkan atau memberi umpan balik
sesuai dengan hasil observasi. (A) merupakan analisis ulang atas data
subjektif atau objektif utnuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap
atau muncul masalah baru atau data kontra indikasi dengan maslah yang
ada. Dapat pula membandingkan hasil dan tujuan. (P) merupakan
perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respon
klien yang terdiri dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut oleh perawat.
Menurut Badan PPSDM (2013), evaluasi keberhasilan tindakan
keperawatan yang sudah dilakukan untuk pasien dan keluarga perilaku
kekerasan adalah sebagai berikut:
a. Pasien mampu
1) Menyebutkan penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasan,
perilaku kekerasan yang dilakukan, dan akibat dari perilaku
kekerasan.
2) Mengontrol perilaku kekerasan sesuai jadwal:
a) Secara fisik: Tarik nafas dalam dan pukul bantal/kasur.
b) Terapi psikofarmaka: minum obat (6 benar).
c) Secara verbal: mengungkapkan, meminta, dan menolakdengan
baik.
d) Secara spiritual.
3) Mengidentifikasi manfaat latihan yang dilakukan dalam mencegah
perilaku kekerasan.
b. Keluarga mampu
1) Mengenal masalah yang dirasakan dalam merawat perilaku
kekerasan (pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya
perilaku kekerasan).
2) Mencegah terjadinya perilaku kekerasan.
3) Menunjukkan sikap yang mendukung dan menghargai pasien.
4) Memotivasi pasien dalam melakukan cara mengontrol perilaku
kekerasa.
5) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung
pasien dalam mengontrol perilaku kekerasan.
6) Mengevaluasi manfaat asuhan keperawatan dalam mencegah
perilaku kekerasan pasien.
7) Melakukan follow up ke pelayanan kesehatan masyarakat,
mengenal tanda kambuh, dan melakukan rujukan.
6. Dokumentasi
Menurut Rusdi (2013), dokumentasi asuhan keperawatan
dilakukan pada setiap tahap proses keperawatan yang meliputi
dokumentasi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, rencana
tindakan keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi
keperawatan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai