Anda di halaman 1dari 7

Dari buku

Janji Kemerdekaan
Pada tahun 1944, Jepang terdesak, Angkatan Laut Amerika Serikat berhasil
merebut kedudukan penting Kepulauan Mariana, sehingga jalan menuju
Jepang semakin terbuka. Jenderal Hedeki Tojo pun kemudian digantikan oleh
Jenderal Jiniaki Kaiso sebagai perdana menteri. Angkatan udara Sekutu yang
di Morotai pun mulai mengadakan pengeboman atas kedudukan Jepang di
Indonesia. Rakyat mulai kehilangan kepercayaannya terhadap Jepang dalam
melawan Sekutu.

Sementara itu Jenderal Kiniaki Kaiso memberikan janji kemerdekaan


(September 1944). Sejak itulah Jepang memberikan izin kepada rakyat
Indonesia untuk mengibarkan bendera Merah Putih di samping bendera
Jepang Hinomaru. Lagu Indonesia Raya boleh dinyanyikan setelah lagu
Kimigayo. Sejak itu pula Jepang

Rakyat menyambut janji Kemerdekaan Indonesia

mulai mengerahkan tenaga rakyat Indonesia untuk pertahanan. Mereka disiapkan untuk
menghadapi musuh.
Pada saat itu suasana kemerdekaan terasa semakin dekat.
Selanjutnya, Letnan Jenderal Kumakici Harada mengumumkan dibentuknya Badan
Penyelidik Usaha-
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Maret 1945. Badan itu dibentuk
untuk
menyelidiki dan mengumpulkan bahan-bahan penting tentang ekonomi, politik, dan
tatanan
pemerintahan sebagai persiapan kemerdekaan Indonesia. Badan itu diketuai oleh Dr.
K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat, R.P Suroso sebagai wakil ketua
merangkap kepala Tata Usaha dan seorang Jepang sebagai wakilnya Tata Usaha, yaitu
Masuda Toyohiko dan Mr. R. M. Abdul Gafar Pringgodigdo. Semua anggotanya terdiri dari
60 orang dari tokoh-tokoh Indonesia,
ditambah tujuh orang Jepang yang tidak punya suara.
Sidang BPUPKI dilakukan dua tahap, tahap pertama berlangsung pada 28 Mei
1945 sampai 1 Juni 1945. Sidang pertama tersebut dilakukan di Gedung Chou
Shangi In di Jakarta yang sekarang dikenal sebagai Gedung Pancasila. Pada
masa penjajahan Belanda gedung ini digunakan sebagai gedung Volksraad.
Meskipun badan itu dibentuk oleh pemerintah militer Jepang, jalannya
persidangan baik wakil ketua maupun anggota istimewa dari kebangsaan
Jepang tidak pernah terlibat dalam pembicaraan persiapan kemerdekaan.
Semua hal yang berkaitan dengan masalah-masalah kemerdekaan Indonesia
merupakan urusan pemimpin dan anggota dari Indonesia.

Pada pidato sidang BPUPKI,Radjiman menyampaikan pokok persoalan


mengenai Dasar Negara Indonesia yang akan dibentuk. Pada sidang
tahap kedua yang berlangsung dari tanggal 10-11 Juni 1945, dibahas dan
dirumuskan tentang Undang-Undang Dasar. Dalam kata pembukaannya
Rajiman Wedyodiningrat meminta pandangan kepada para anggota
mengenai dasar negara Indonesia. Orang-orang yang membahas mengenai
dasar negara adalah Muhammad Yamin, Supomo, dan Sukarno.

Dalam sidang pertama, Sukarno mendapat kesempatan berbicara dua kali,


yaitu tanggal 31 Mei dan 1 Juni 1945. Namun pada saat itu, seperti apa yang
disampaikan oleh Radjiman, selama dua hari berlangsung rapat, belum ada
yang menyampaikan pidato tentang dasar negara. Menanggapi hal itu, pada
tanggal 1 Juni pukul 11.00 WIB, Sukarno menyampaikan pidato pentingnya.
Pada saat itu, Gedung Chuo Shangi In mendapat penjagaan ketat dari tentara
Jepang. Sidang saat itu dinyatakan tertutup, hanya beberapa wartawan
dan orang teertentu yang diizinkan masuk. Dalam pidatonya, Sukarno
mengusulkan dasar-dasar negara. Pada mulanya Sukarno mengusulkan Panca
Dharma. Nama Panca Dharma dianggap tidak tepat, karena Dharma berarti
kewajiban, sedangkan yang dimaksudkan adalah dasar. Sukarno kemudian
meminta saran pada seorang teman, yaitu Muh. Yamin yang merupakan ahli
bahasa, selanjutnya dinamakan Pancasila. Sila artinya azas atau dasar, dan
di atas kelima dasar itu didirikan Negara Indonesia, supaya kekal dan abadi.

Pidato Sukarno itu mendapat sambutan sangat meriah, tepukan tangan para
peserta, suatu sambutan yang belum pernah terjadi selama persidangan
BPUPKI. Para wartawan mencatat sambutan yang diucapkan Sukarno
itu dengan cermat. Cindy Adam, penulis buku autobiografi Sukarno,
menceritakan bahwa ketika ia diasingkan di Ende, Flores (saat ini menjadi
Propinsi Nusa Tenggara Timur) pada tahun 1934-1937, Sukarno sering
merenung tentang dasar negara Indonesia Merdeka, di bawah pohon sukun.

Pada kesempatan tersebut Ir. Sukarno juga menjadi pembicara kedua.


Ia mengemukakan tentang lima dasar negara. Lima dasar itu adalah (1)
Kebangsaan Indonesia, (2) Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan, (3)
Mufakat atau Demokrasi, (4) Kesejahteraan Sosial, (5) Ketuhanan Yang Maha
Esa. Pidato itu kemudian dikenal dengan Pancasila .

Sementara itu Muh.Yamin dalam pidatonya juga mengemukakan Azas dan


Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia. Menurut Yamin ada lima
azas, yaitu ( 1) Peri Kebangsaan, (2) Peri Kemanusian, (3) Peri Ketuhanan, (4)
Peri Kerakyatan, dan (5) Kesejahteraan rakyat.

Selanjutnya, sebelum sidang pertama berakhir BPUPKI membentuk panitia


kecil yang terdiri dari sembilan orang. Pembentukan panitia sembilan itu
bertujuan untuk merumuskan tujuan dan maksud didirikannya Negara
Indonesia. Panitia kecil itu terdiri atas, Ir. Sukarno, Drs Muh. Yamin, Mr.
Ahmad Subardjo, Mr. A.A Maramis, Abdul Kahar Muzakkar, Wahid Hasyim,
H. Agus Salim, dan Abikusno Cokrosuyoso. Panitia kecil itu menghasilkan
rumusan yang menggambarkan maksud dan tujuan Indonesia Merdeka.
Kemudian disusunlah rumusan bersama dasar negara Indonesia Merdeka
yang kita kenal dengan Piagam Jakarta.

Dari internet

Alasan Jepang Memberikan Janji Kemerdekaan kepada Indonesia


Mulai sejak tahun 1944 posisi Jepang dalam perang Asia Timur Raya terdesak bahkan
berbagai pulau di sekitar Irian telah jatuh ke tangan sekutu (Jepang). Sekutu tidak berhenti terus
menyerbu lewat serangan udaranya dikota-kota Indonesia (Ambon,Makassar,Manado dan
Surabaya). Dan pada akhirnya sekutu itu berhasil mendarat di Balik Papan. Pertahanan Jepang sudah
rapuh dan bayangan kekalahan pun sudah semakin nyata di depan mata. Tetapi walaupun dalam
keadaan begitu,Jepang masih tetap berusaha menarik simpati bangsa Indonesia ,yaitu dengan
"menjanjikan kemerdekaan di kemudian hari". [1]

Pada tanggal 17 September 1944 di dalam sidang istimewa  Parlemen Jepang di


Tokyo,seorang Perdana Menteri Koiso mengumumkan bahwa daerah Indonesia diperkenankan
merdeka dikelak kemudian hari. Menghadapi situasi yang gawat demikian, melalui pimpinan  Jendral
Kumakici Harada berusaha meyakinkan bangsa Indonesia tentang janji kemerdekaan itu. Pada
akhirnya pada tanggal 1 maret 1945 diumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau dalam bahasa Jepang disebut "Dokuritsu Junbi
Cosakai". Yang mana tujuan dibentuknya BPUPKI ialah untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal
penting yang berkaitan dengan segala sesuatu yang menyangkut pembentukan Negara Indonesia
Merdeka.

Ketua BPUPKI ini yaitu dr.K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat dengan dibantu oleh dua orang
ketua muda, yaitu seorang Jepang yang menjabat sebagai Syucokan Cirebon bernama Icibangase dan
R.P Suroso sebagai kepala secretariat dengan dibantu oleh Toyohito Masuda dan Mr.
A.G.Pringgodigdo. Anggota BPUPKI 60 orang ditambah 7 orang Jepang tanpa hak suara. Dalam hal ini
Ir.Sukarno tidak menjadi ketua, karena ia ingin lebih aktif dalam berbagai diskusi. Pelantikan anggota
BPUPKI dilakukan pada tanggal 28 Mei 1945, bertepatan dengan hari ulang tahun raja Jepang (Teno
Heika). Pelantikan anggota BPUPKI dihadiri oleh seluruh anggota dan dua orang pembesar Jepang,
yaitu Jendral Itagaki dan Jendral Yaiciro Nagano. Pada saat peresmian ini bendera merah putih
dikibarkan disamping bendera Jepang Hinomaru.

Tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan
kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan
kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa
hari, tergantung cara kerja PPKI. Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia
pada tanggal 24 Agustus.[2]

B.   Langkah-Langkah Jepang untuk Merealisasikan Janjinya


Untuk mengantisipasi keadaan Jepang yang semakin memburuk, kemudian Perdana Menteri
Kuniaki Koiso berusaha memulihkan kewibaan Jepang di wilayah jajahannya. Pada tanggal 9
September 1944, Perdana Menteri Kuniaki Koiso memberikan janji kemerdekaan kepada Bangsa
Indonesia, yang disampaikannya pada sidang istimewa Teatau sidang parlemen Jepang. Adapun
tujuan pemerian janji kemerdekaan tersebut adalah untuk mencegah timbulnya pandangan pada diri
Bangsa Indonesia terhadap Sekutu sebagai pasukan pembebas dari cengkaraman Jepang, melainkan
sebaliknya sebagai pasukan penyerbu yang akan menghambat kemerdekaan Bangsa Indonesia.

Untuk merealisasikan janji Perdana Menteri Kuniaki Koiso, kemudian Jepang membentuk BPUPKI
(Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 1 Maret 1945.
Dalam bahasa Jepang, BPUPKI disebut dengan dokuritsu Zjunbi Tyoosakai yang bertugas menyelidiki
kesiapan bangsa Indonesia dalam menyongsong kemerdekaan dan membentuk pemerintahan
sendiri. Kemudian Jepang mengangkat Dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat sebagai ketua BPUPKI.

Jepang juga memberikan jabatan sebagai anggaota kepada beberapa tokoh lain yang dianggap
mempunyai pengaruh besar terhadap rakyat Indonesia, seperti Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta,
Ki Hajar Dewantara, K.H. Mas Masyur, K.H. Wachid Hasyim, H. Agus Salim, Soepomo, dan
Muhammad Yamin. Selain itu, Jepang juga mengangkat tujuh orang berkebangsaan Jepang yang
duduk sebagai pengawas serta tidak mempunyai hak suara untuk mengemukakan pendapat.

Pada tanggal 28 Mei 1945 Jepang secara resmi melantik anggota BPUPKI. Untuk
melaksanakan tugasnya BPUPKI melaksanakan dua kali masa persidangan. Sidang pertama
dilaksanakan pada tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan tanggal 1 Juni 1945. Sidang kedua
dilaksanakan pada tanggal 10 Juli sampai dengan 16 Juli 1945.[3]

1.     Sidang Pertama
Sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945
Sidang pertama membahas dan merumuskan dasar negara Indonesia merdeka (Philosofische
Grondslag Indonesia Merdeka). Ada tiga orang tokoh yang akan mengemukakan gagasannya tentang
dasar negara Indonesia, yaitu Mr. Mohammad Yamin, Dr. Soepomo, dan Ir. Soekarno.
a.      Sidang tanggal 29 Mei 1945

Pada sidang tanggal 29 Mei 1945, Mr. Mohammad Yamin mendapat kesempatan
pertama untuk mengajukan rancangan gagasan negara Indonesia merdeka yang diberi judul
Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia. Mr. Mohammad Yamin
berpendapat bahwa negara Indonesia harus berpijak pada lima dasar berikut.

1. Peri kebangsaan

2. Peri kemanusiaan

3. Peri ketuhanan

4. Peri kerakyatan

5. Kesejahteraan rakyat.

b. Sidang tanggal 31 Mei 1945

Dr.Soepomo menyampaikan gagasannya pada tanggal 31 Mei 1945. Menurut Dr.


Soepomo, negara Indonesia harus didirikan dengan asas-asas sebagai berikut.

1.Persatuan,

2.Kekeluargaan,
3.Keseimbangan lahir dan batin,

4.Musyawarah,
5. Keadilan rakyat.

c. Sidang tanggal 1 Juni 1945

Penyampai gagasan negara Indonesia yang terakhir adalah Ir. Soekarno yang
menyampaikan gagasannya pada tanggal 1 Juni 1945. Ir. Soekarno menyatakan bahwa
negara Indonesia harus didirikan di atas lima dasar, dengan rincian sebagai berikut.

1. Kebangsaan Indonesia atau nasionalisme,

2. Perikemanusiaan atau internasionalisme,

3. Mufakat atau demokrasi,

4. Kesejahteraan sosial,

5. Ketuhanan yang Mahaesa.

Lima gagasan negara Indonesia merdeka itu oleh Ir. Soekarno diberi nama Pancasila.

Usulan-usulan tersebut kemudian diterima dan ditampung oleh BPUPKI untuk


dimusyawarahkan bersama. Selanjutnya dibentuk sebuah tim khusus yang dinamakan
panitia kecil yang bertugas membahas lebih lanjut usulan-usulan dasar negara tersebut.
Adapun tokoh-tokoh yang termasuk ke dalam Panitia Sembilan adalah sebagai berikut.

1. Ir. Soekarno,                                                 6. Abdul Kahar Muzakir,

2. Drs. Mohammad Hatta,                                7. K.H.Wahid Hasyim

3. Mr. Mohammad Yamin,                               8. H. Agus Salim,

4. Ahmad Soebardjo,                                        9. Abikoesno Tjokrosoejoso.

5. A.A. Maramis,

Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan mulai bersidang di Gedung Jawa
Hokokai Jakarta. Rapat tersebut tidak hanya dihadiri oleh Panitia Sembilan tetapi anggota
BPUPKI yang lainpun turut hadir sehingga jumlah peserta sidang mencapai 38 orang.
Adapun tujuannya adalah untuk merumuskan dasar negara Indonesia dengan bahan-bahan
yang telah disampaikan oleh Mr. Mohammad Yamin, Dr. Soepomo, dan Ir. Soekarno.
Panitia sembilan berhasil menetapkan suatu rumusan yang dinamakan Piagam Jakarta
(Jakarta Charter) yang berisi sebagai berikut.[4]

"Bahwa sesunguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan
dan perikeadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat


yang berbahagia dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia kepada pintu
gerbang Negara Indonesia yang merdeka, berdaulat,adil, dan makmur.

Atas berkat rahmat Allah yang Mahakuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan
yang luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan
ini menyatakan kemerdekaannya.

Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh Tumpah Darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,
maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu hukum dasar Negara
Indonesia yang berbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan, dengan berdasar kepada: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia."

2.     Sidang Kedua
Sidang kedua BPUPKI dilaksanakan dari tanggal 10 Juli sampai dengan 16 Juli 1945
dengan agenda penyusunan Rencana Pembukaan Undang-undang Dasar dan rencana
Undang-undang Dasar serta rencana lainnya yang berhubungan dengan kemerdekaan
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai