Janji Kemerdekaan
Pada tahun 1944, Jepang terdesak, Angkatan Laut Amerika Serikat berhasil
merebut kedudukan penting Kepulauan Mariana, sehingga jalan menuju
Jepang semakin terbuka. Jenderal Hedeki Tojo pun kemudian digantikan oleh
Jenderal Jiniaki Kaiso sebagai perdana menteri. Angkatan udara Sekutu yang
di Morotai pun mulai mengadakan pengeboman atas kedudukan Jepang di
Indonesia. Rakyat mulai kehilangan kepercayaannya terhadap Jepang dalam
melawan Sekutu.
mulai mengerahkan tenaga rakyat Indonesia untuk pertahanan. Mereka disiapkan untuk
menghadapi musuh.
Pada saat itu suasana kemerdekaan terasa semakin dekat.
Selanjutnya, Letnan Jenderal Kumakici Harada mengumumkan dibentuknya Badan
Penyelidik Usaha-
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Maret 1945. Badan itu dibentuk
untuk
menyelidiki dan mengumpulkan bahan-bahan penting tentang ekonomi, politik, dan
tatanan
pemerintahan sebagai persiapan kemerdekaan Indonesia. Badan itu diketuai oleh Dr.
K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat, R.P Suroso sebagai wakil ketua
merangkap kepala Tata Usaha dan seorang Jepang sebagai wakilnya Tata Usaha, yaitu
Masuda Toyohiko dan Mr. R. M. Abdul Gafar Pringgodigdo. Semua anggotanya terdiri dari
60 orang dari tokoh-tokoh Indonesia,
ditambah tujuh orang Jepang yang tidak punya suara.
Sidang BPUPKI dilakukan dua tahap, tahap pertama berlangsung pada 28 Mei
1945 sampai 1 Juni 1945. Sidang pertama tersebut dilakukan di Gedung Chou
Shangi In di Jakarta yang sekarang dikenal sebagai Gedung Pancasila. Pada
masa penjajahan Belanda gedung ini digunakan sebagai gedung Volksraad.
Meskipun badan itu dibentuk oleh pemerintah militer Jepang, jalannya
persidangan baik wakil ketua maupun anggota istimewa dari kebangsaan
Jepang tidak pernah terlibat dalam pembicaraan persiapan kemerdekaan.
Semua hal yang berkaitan dengan masalah-masalah kemerdekaan Indonesia
merupakan urusan pemimpin dan anggota dari Indonesia.
Pidato Sukarno itu mendapat sambutan sangat meriah, tepukan tangan para
peserta, suatu sambutan yang belum pernah terjadi selama persidangan
BPUPKI. Para wartawan mencatat sambutan yang diucapkan Sukarno
itu dengan cermat. Cindy Adam, penulis buku autobiografi Sukarno,
menceritakan bahwa ketika ia diasingkan di Ende, Flores (saat ini menjadi
Propinsi Nusa Tenggara Timur) pada tahun 1934-1937, Sukarno sering
merenung tentang dasar negara Indonesia Merdeka, di bawah pohon sukun.
Dari internet
Ketua BPUPKI ini yaitu dr.K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat dengan dibantu oleh dua orang
ketua muda, yaitu seorang Jepang yang menjabat sebagai Syucokan Cirebon bernama Icibangase dan
R.P Suroso sebagai kepala secretariat dengan dibantu oleh Toyohito Masuda dan Mr.
A.G.Pringgodigdo. Anggota BPUPKI 60 orang ditambah 7 orang Jepang tanpa hak suara. Dalam hal ini
Ir.Sukarno tidak menjadi ketua, karena ia ingin lebih aktif dalam berbagai diskusi. Pelantikan anggota
BPUPKI dilakukan pada tanggal 28 Mei 1945, bertepatan dengan hari ulang tahun raja Jepang (Teno
Heika). Pelantikan anggota BPUPKI dihadiri oleh seluruh anggota dan dua orang pembesar Jepang,
yaitu Jendral Itagaki dan Jendral Yaiciro Nagano. Pada saat peresmian ini bendera merah putih
dikibarkan disamping bendera Jepang Hinomaru.
Tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan
kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan
kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa
hari, tergantung cara kerja PPKI. Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia
pada tanggal 24 Agustus.[2]
Untuk merealisasikan janji Perdana Menteri Kuniaki Koiso, kemudian Jepang membentuk BPUPKI
(Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 1 Maret 1945.
Dalam bahasa Jepang, BPUPKI disebut dengan dokuritsu Zjunbi Tyoosakai yang bertugas menyelidiki
kesiapan bangsa Indonesia dalam menyongsong kemerdekaan dan membentuk pemerintahan
sendiri. Kemudian Jepang mengangkat Dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat sebagai ketua BPUPKI.
Jepang juga memberikan jabatan sebagai anggaota kepada beberapa tokoh lain yang dianggap
mempunyai pengaruh besar terhadap rakyat Indonesia, seperti Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta,
Ki Hajar Dewantara, K.H. Mas Masyur, K.H. Wachid Hasyim, H. Agus Salim, Soepomo, dan
Muhammad Yamin. Selain itu, Jepang juga mengangkat tujuh orang berkebangsaan Jepang yang
duduk sebagai pengawas serta tidak mempunyai hak suara untuk mengemukakan pendapat.
Pada tanggal 28 Mei 1945 Jepang secara resmi melantik anggota BPUPKI. Untuk
melaksanakan tugasnya BPUPKI melaksanakan dua kali masa persidangan. Sidang pertama
dilaksanakan pada tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan tanggal 1 Juni 1945. Sidang kedua
dilaksanakan pada tanggal 10 Juli sampai dengan 16 Juli 1945.[3]
1. Sidang Pertama
Sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945
Sidang pertama membahas dan merumuskan dasar negara Indonesia merdeka (Philosofische
Grondslag Indonesia Merdeka). Ada tiga orang tokoh yang akan mengemukakan gagasannya tentang
dasar negara Indonesia, yaitu Mr. Mohammad Yamin, Dr. Soepomo, dan Ir. Soekarno.
a. Sidang tanggal 29 Mei 1945
Pada sidang tanggal 29 Mei 1945, Mr. Mohammad Yamin mendapat kesempatan
pertama untuk mengajukan rancangan gagasan negara Indonesia merdeka yang diberi judul
Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia. Mr. Mohammad Yamin
berpendapat bahwa negara Indonesia harus berpijak pada lima dasar berikut.
1. Peri kebangsaan
2. Peri kemanusiaan
3. Peri ketuhanan
4. Peri kerakyatan
5. Kesejahteraan rakyat.
1.Persatuan,
2.Kekeluargaan,
3.Keseimbangan lahir dan batin,
4.Musyawarah,
5. Keadilan rakyat.
Penyampai gagasan negara Indonesia yang terakhir adalah Ir. Soekarno yang
menyampaikan gagasannya pada tanggal 1 Juni 1945. Ir. Soekarno menyatakan bahwa
negara Indonesia harus didirikan di atas lima dasar, dengan rincian sebagai berikut.
4. Kesejahteraan sosial,
Lima gagasan negara Indonesia merdeka itu oleh Ir. Soekarno diberi nama Pancasila.
5. A.A. Maramis,
Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan mulai bersidang di Gedung Jawa
Hokokai Jakarta. Rapat tersebut tidak hanya dihadiri oleh Panitia Sembilan tetapi anggota
BPUPKI yang lainpun turut hadir sehingga jumlah peserta sidang mencapai 38 orang.
Adapun tujuannya adalah untuk merumuskan dasar negara Indonesia dengan bahan-bahan
yang telah disampaikan oleh Mr. Mohammad Yamin, Dr. Soepomo, dan Ir. Soekarno.
Panitia sembilan berhasil menetapkan suatu rumusan yang dinamakan Piagam Jakarta
(Jakarta Charter) yang berisi sebagai berikut.[4]
"Bahwa sesunguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan
dan perikeadilan.
Atas berkat rahmat Allah yang Mahakuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan
yang luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan
ini menyatakan kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh Tumpah Darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,
maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu hukum dasar Negara
Indonesia yang berbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan, dengan berdasar kepada: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia."
2. Sidang Kedua
Sidang kedua BPUPKI dilaksanakan dari tanggal 10 Juli sampai dengan 16 Juli 1945
dengan agenda penyusunan Rencana Pembukaan Undang-undang Dasar dan rencana
Undang-undang Dasar serta rencana lainnya yang berhubungan dengan kemerdekaan
Indonesia.