oleh:
Silvi Rahmawati
17711162
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2021
PENGESAHAN LAPORAN HASIL
1. Judul Kegiatan : Pengaruh Ekstrak Etanol Kulit Nanas
(Ananas comosus (L.) Merr.) terhadap
Mortalitas Pupa Nyamuk Aedes aegypti
2. Bidang Kegiatan : Penelitian
3. Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap : Silvi Rahmawati
b. NIM : 17711162
c. Jurusan : Pendidikan Dokter
d. Universitas : Universitas Islam Indonesia
e. Alamat Rumah dan : Jalan Otista Raya No. 60, Jakarta Timur
Nomor Telepon/HP (0895345336886)
f. Email : 17711162@students.uii.ac.id
4. Anggota Pelaksana :-
5. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar : dr. Fitria Siwi Nur Rochmah, M.Sc
b. NIK : 097110418
6. Biaya Kegiatan total : Rp. 5.089.000,-
a. Hibah Fakultas Kedokteran : Rp. 5.089.000,-
b. Sumber lain : Rp.0,-
7. Jangka Waktu Pelaksanaan : 3 bulan
Mengetahui,
Ketua Program Studi Kedokteran Peneliti
Program Sarjana
Menyetujui,
Dekan
ii
DAFTAR ISI
iii
5.3 Uji Pupasida Pendahuluan ........................................................................ 32
5.4 Uji Pupasida Utama .................................................................................. 32
5.5 Pemabahasan ........................................................................................... 35
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 40
6.1 Kesimpulan ............................................................................................... 40
6.2 Saran ........................................................................................................ 40
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 41
LAMPIRAN ..................................................................................................... 45
Lampiran 1. Hasil Uji Normalitas dan Uji Kruskall Wallis ................................. 45
Lampiran 2. Hasil Uji Post Hoc ....................................................................... 46
Lampiran 3. Hasil Analisis Probit .................................................................... 61
Lampiran 4. Ethical Clearance ........................................................................ 63
Lampiran 5. Hasil Uji Determinasi Tumbuhan ................................................. 64
Lampiran 6. Catatan Pengeluaran .................................................................. 65
Lampiran 7. Bukti Pengeluaran ....................................................................... 66
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
PENGARUH EKSTRAK ETANOL KULIT NANAS (Ananas comosus (L.) Merr.)
TERHADAP MORTALITAS PUPA NYAMUK Aedes aegypti
INTISARI
Latar Belakang: Angka kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) masih terhitung
tinggi di Indonesia. Beberapa metode dapat digunakan untuk mencegah dan
mengurangi transmisi virus dengue. Salah satu metode yaitu menggunakan
insektisida alami yang dihasilkan oleh tanaman. Ekstrak nanas memiliki beberapa
kandungan senyawa dan enzim yang terbukti dapat berperan sebagai insektisida
alami.
Tujuan Penelitian: Mengetahui pengaruh ekstrak etanol kulit nanas (Ananas
comosus (L.) Merr.) terhadap mortalitas pupa nyamuk Aedes aegypti serta
mengetahui nilai LC50 dan LC90 ekstrak etanol kulit nanas (Ananas comosus (L.)
Merr.) terhadap pupa nyamuk Aedes aegypti.
Metode Penelitian: Penelitian ini dilakukan dengan membagi subjek penelitian
menjadi kelompok perlakuan dengan variasi konsentrasi 0,25%; 0,275%; 0,30%;
0,325%; 0,35% dan kelompok kontrol dengan menggunakan akuades. Setiap
kelompok terdiri atas 25 pupa Aedes aegypti. Penelitian diamati setiap 24 jam
paska perlakuan selama 3 hari.
Hasil: Persentase efek pupasida pada konsentrasi 0,25%; 0,275%; 0,30%;
0,325%; 0,35% secara berurutan adalah 23%, 54%, 82%, 89% dan 99%. Nilai LC50
adalah 0,272% dan nilai LC90 adalah 0,318%.
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit nanas
(Ananas comosus L. Merr.) memiliki pengaruh terhadap mortalitas pupa nyamuk
Aedes aegypti.
Kata kunci: Aedes aegypti, Ananas comosus, mortalitas pupa, kulit nanas
vii
THE EFFECT OF ETHANOL EXTRACT OF PINEAPPLE PEEL (Ananas
comosus (L.) Merr.) ON PUPAE MORTALITY OF Aedes aegypti
Silvi Rahmawati1, Fitria Siwi Nur Rochmah2
1
Student of the Faculty of Medicine Universitas Islam Indonesia
2
Parasitology Department Faculty of Medicine Universitas Islam Indonesia
ABSTRACT
viii
BAB I. PENDAHULUAN
1
2
a. Apakah pemberian ekstrak etanol kulit nanas (Ananas comosus (L.) Merr.)
memiliki pengaruh terhadap mortalitas pupa nyamuk Aedes aegypti?
b. Berapa LC50 (Lethal Concentration) dan LC90 ekstrak etanol kulit nanas
(Ananas comosus (L.) Merr.) yang menyebabkan mortalitas pada pupa
nyamuk Aedes aegypti?
b. Siklus Hidup
Nyamuk Aedes sp. memiliki 4 fase hidup, yaitu telur, larva, pupa dan
dewasa. Nyamuk dapat hidup dan melakukan reproduksi di dalam dan di luar
rumah. Seluruh siklus hidup sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1, mulai
dari telur hingga dewasa, membutuhkan waktu sekitar 8-10 hari (CDC, 2019)
5
6
a) Telur
Nyamuk dewasa betina hanya membutuhkan sedikit air untuk dapat
menariknya datang dan meletakkan telur mereka di bagian dalam tempat
penampungan air, tepatnya di atas permukaan air. Nyamuk dewasa betina
biasanya mengeluarkan 100 telur sekaligus. Telur berwarna putih ketika
diletakkan, namun dengan sangat cepat berubah menjadi warna hitam
berkilau sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2. Perkembangan embrionik
biasanya sempurna dalam waktu 48 jam jika lingkungan lembab dan hangat,
namun membutuhkan 5 hari jika berada di temperatur yang rendah (Nelson,
1986; CDC, 2019).
Telur dapat bertahan ditempat kering dalam jangka waktu yang lama
setelah perkembangan embrionik sempurna, terkadang sampai lebih dari
setahun. Telur tersebut menempel pada dinding tempat penampungan air
seperti lem dan dapat bertahan hingga 8 bulan. Contoh tempat penampungan
air yang dijadikan untuk tempat berkembang biak adalah mangkuk, gelas, air
mancur, vas bunga, tong, dan wadah lain yang memiliki air didalamnya
(Nelson, 1986; CDC, 2019).
Menurut Service (2012), ketika banjir terdapat beberapa telur yang
menetas dalam beberapa menit, sementara yang lain mungkin butuh berada
di dalam air lebih lama sebelum menetas. Telur mungkin dalam keadaan
diapause dan tidak akan menetas sampai periode istirahat ini berakhir
meskipun kondisi lingkungan mendukung. Beberapa stimulus (seperti
pengurangan kadar oksigen di dalam air, perubahan suhu, dsb) mungkin
diperlukan untuk memecahkan keadaan diapause telur Aedes.
b) Larva
Larva berasal dari telur nyamuk, namun larva hanya muncul setelah
jumlah air meningkat untuk menutupi telur. Hal ini menunjukkan bahwa air
hujan atau tambahan air ke tempat bertelur akan memicu larva untuk muncul.
Tahapan larva adalah suatu periode makan dan tumbuh dimana larva
menghabiskan kebanyakan waktunya menggunakan fan-like mouth brushes
untuk memakan objek yang tenggelam dan material organik yang dapat
ditemukan di dalam tempat penampungan air (Nelson, 1986; CDC, 2019).
Terdapat empat tahapan larva dan satu tahapan pupa yang keduanya
bersifat aquatic. Instar I akan muncul dari telur. Terjadi pelepasan kutikula
(moulting) dan muncul instar II setelah sehari atau dua hari makan dan
tumbuh. Segera setelah terjadi moulting, kapsul kepala dan sifon akan lembut
dan transparan, namun setelah berkembang dan mengalami pertumbuhan
lebih lanjut, kapsul kepala dan sifon akan menjadi keras dan gelap. Setelah
tahap kedua, kapsul kepala dan sifon tidak akan berubah ukuran, namun
bagian toraks dan abdomen akan tumbuh selama tahapan selanjutnya.
Gambar larva nyamuk Aedes aegypti ditunjukkan pada Gambar 3 (Nelson,
1986; Bar dan Andrew, 2013).
Beberapa faktor lingkungan seperti suhu, salinitas, pH, dan nutrisi dapat
memengaruhi pertumbuhan larva nyamuk. Suhu yang ekstrim, kekurangan
makanan dan peningkatan salinitas menyebabkan pertumbuhan larva
berkurang dan perkembangan larva tertunda. Waktu untuk menjadi pupa
dapat sesingkat 5 hari bila berada di bawah kondisi yang optimal, namun lebih
sering berlangsung 7 sampai 14 hari. Tiga instar pertama berkembang sangat
cepat, sedangkan instar keempat membutuhkan waktu lebih lama. Instar
keempat akan berkembang dalam waktu beberapa minggu sebelum fase
pupa terjadi bila berada di bawah suhu rendah atau kekurangan
makanan,(Nelson, 1986; Bar dan Andrew, 2013).
Angka mortalitas tertinggi di antara bentuk larva imatur biasanya terjadi
saat instar pertama dan instar kedua bila berada di lingkungan yang stabil.
Namun, kebanyakan hal tersebut terjadi karena habitat larva tidak stabil,
seperti tempat penampungan air yang berukuran kecil (seperti botol, kalen,
ban) dan ditemukan di luar rumah. Tempat untuk berkembangbiak rentan
8
d) Dewasa
Nyamuk jantan akan memakan nektar dari bunga dan nyamuk betina
akan memakan darah dari manusia dan hewan untuk memproduksi telur.
Nyamuk betina akan mencari sumber air untuk meletakkan telurnya setelah
makan. Aedes aegypti lebih memilih untuk menggigit manusia. Nyamuk
dewasa betina memerlukan 2-3 kali hinggap dan mengisap darah untuk
merasa kenyang (multiple biters). Aedes aegypti lebih memilih tinggal di dekat
manusia. Bentuk nyamuk dewasa Aedes aegypti ditunjukkan pada Gambar 5
(Agoes dan Natadisastra, 2005; CDC, 2019).
Nyamuk Aedes dewasa memiliki posisi istirahat lebih horizontal atau
parallel terhadap permukaan. Nyamuk Aedes dewasa dapat ditemukan di
dalam rumah dan bangunan dimana jendela dan pintu tidak digunakan atau
dibiarkan terbuka. Nyamuk Aedes dewasa akan beristirahat di dinding tempat
penampungan air untuk beberapa jam setelah melalui fase pupa agar bagian
sayap dan eksoskeleton mengeras. Nyamuk betina dan nyamuk jantan bisa
melakukan perkawinan dan nyamuk betina sudah bisa memakan darah dalam
24 jam setelah menjadi nyamuk dewasa (Nelson, 1986; CDC, 2019).
Nyamuk dewasa mencari tempat yang gelap dan tenang untuk
beristirahat ketika sedang tidak melakukan perkawinan, mencari inang, atau
bermigrasi,. Nyamuk dewasa betina Aedes aegypti dapat hidup selama 2
bulan di laboratorium, namun biasanya hanya mampu hidup selama 10 hari
ketika berada di alam bebas. Kematian harian nyamuk Aedes aegypti adalah
10%, sehingga 50% dari total nyamuk dewasa akan mati saat minggu pertama
dan 95% akan mati saat bulan pertama (Nelson, 1986; Agoes dan
Natadisastra, 2005).
c. Morfologi
a) Telur dan Larva
Telur Aedes aegypti biasanya berwarna hitam, bentuknya kurang lebih
seperti telur (ovoid atau egg-shaped), dan selalu diletakkan sendiri-sendiri.
Pada cangkang telur, tampak pola mosaik yang khas, bergaris-garis dan
membentuk bangunan menyerupai gambaran kain kasa. Larva Aedes
biasanya memiliki sifon pendek berbentuk seperti tong (barrel-shaped) yang
ditunjukkan pada Gambar 6, satu pasang jumbai rambut di bagian subventral,
setidaknya terdapat minimal tiga pasang setae di bagian ventral dan pecten
yang tumbuh tidak sempurna. Terdapat pelana terbuka dan gigi sisir berduri
di bagian lateral (Agoes dan Natadisastra, 2005; Service, 2012; Soedarto,
2016).
Larva Aedes aegypti akan tampak transparan setelah menetas. Larva
akan tumbuh dan tampak gelap sebelum terjadi moulting. Setiap instar larva
akan tampak transparan segera setelah terjadi moulting dan kutikula larva
akan tampak gelap sebelum terjadi proses moulting yang selanjutnya. Ukuran
larva meningkat seiring dengan pertumbuhan dan terjadinya proses moulting
(Bar dan Andrew, 2013).
b) Pupa
Pada bagian dasar toraks pupa, terdapat sepasang tabung pernapasan
(breathing tubes) atau terompet yang menembus permukaan air sehingga
pupa dapat bernapas yang ditunjukkan pada Gambar 7. Pada bagian ujung
abdomen, terdapat sepasang dayung (paddles) yang digunakan untuk
berenang. Sepasang sayap pengayuh ini memungkinkan pupa untuk
menyelam secara cepat dan melakukan serangkaian gerakan sebagai
responnya terhadap suatu rangsangan. Pupa Aedes dibedakan dengan genus
lain melalui terompetnya yang pendek dan tidak mengembang, serta rambut
tunggal yang berada di bagian ujung setiap dayung. Pupa Aedes aegypti
dibedakan dengan spesies Aedes lainnya melalui setae nya yang
berkembang baik dan kokoh di bagian bawah sudut segmen abdominal kedua
sampai keenam (Nelson, 1986; Yulidar dan Wilya, 2015).
c) Dewasa
Aedes aegypti dewasa memiliki tubuh berwarna hitam dengan bercak
putih keperakan atau putih kekuningan. Pada bagian abdomen, nyamuk
Aedes betina memiliki ujung yang lancip dan cercus yang panjang. Selain itu,
bagian abdomen pada nyamuk Aedes seringkali ditutupi oleh sisik berwarna
hitam dan putih yang membentuk pola-pola berbeda sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 8. Pada bagian toraks (tepatnya dorsal), terdapat
12
bercak putih khas berupa 2 garis sejajar di bagian tengah toraks dan 2 garis
melengkung di tepi toraks, ciri morfologi spesifik ini disebut bentuk lira (lyre-
form). Pada bagian kaki, tampak cincin berwarna hitam dan putih. Sisik pada
sayap nyamuk Aedes biasanya berwarna hitam dan kecil (Agoes dan
Natadisastra, 2005; Service, 2012; Soedarto, 2016).
Gambar 8. (a) Abdomen dan (b) kaki Aedes dewasa, menunjukkan susunan khas
sisik berwarna hitam dan putih (Service, 2012)
c. Kontrol Biologi
Metode ini menggunakan organisme yang dapat memangsa, berkompetisi,
atau menjadi parasit target spesies sehingga mengurangi populasinya. Agen
kontrol biologi yang digunakan untuk memberantas larva antara lain udang-
udangan rendah (Mesocyclops), Bacillus thurengiensis dan Photorhabdus dari
nematoda Heterorhabditis. Ikan pemakan larva dan predator copepoda telah
terbukti efektif melawan vektor Aedes dalam habitat spesifik tertentu (WHO,
2009; Soedarto, 2012).
Beberapa jenis ikan dapat digunakan untuk memberantas larva nyamuk
yang berada di tandon besar, tangki air industri dan sumur air tawar yang
terbuka. Poecilia reticulata merupakan spesies ikan pemakan larva yang paling
umum digunakan. Ikan cupang (Ctenops vittatus) mampu memberantas
nyamuk Aedes dan nyamuk Culex di Indonesia. Kontrol biologis berguna untuk
menghindari kontaminasi bahan kimia terhadap lingkungan, namun terdapat
beberapa keterbatasan seperti masalah biaya, pemeliharaan organisme,
kesulitan dalam pengaplikasiannya, dan kegunaannya yang terbatas di lokasi
perairan dimana suhu, pH dan polusi organik tidak sesuai dengan kebutuhan
organisme (WHO, 2009; Soedarto, 2012).
d. Pemanfaatan Alat-Alat
Metode berikutnya yaitu menggunakan alat-alat yang dimanfaatkan untuk
mengendalikan vektor. Alat tersebut dapat berupa Insecticide-treated materials
(ITM) dan ovitrap/oviposition trap. ITM biasanya digunakan dalam bentuk
kelambu. Jaring-jaring yang digunakan di atas tirai penutup jendela dan tirai-
tirai lainnya juga dapat memberikan perlindungan di dalam rumah. ITM telah
terbukti sangat efektif dalam mencegah penyakit yang ditularkan oleh nyamuk
yang aktif di malam hari, tetapi nyamuk Aedes aegypti aktif mencari mangsa di
siang hari. Oleh karena itu, ITM mampu melindungi bayi atau pekerja malam
yang tidur saat siang hari. Pemberian insektisida pada tirai yang ada di dalam
rumah juga dapat menurunkan populasi serangga domestik lainnya, seperti
lalat dan lipas (kecoa) (WHO, 2009; Soedarto, 2012).
Ovitrap yang digunakan untuk pengawasan vektor Aedes dapat
dimodifikasi agar mematikan bagi populasi Aedes aegypti, baik yang sudah
dewasa maupun yang belum dewasa. Ovitrap yang diberi bahan pembunuh
larva atau nyamuk dewasa, misalnya diberi insektisida (lethal ovitrap), diberi
15
pelekat (sticky ovitrap) atau perangkap nyamuk yang bisa dijadikan tempat
bertelur, tetapi mencegah terlepasnya nyamuk dewasa (autocidal ovitrap) dapat
mengurangi kepadatan populasi nyamuk bila digunakan dalam jumlah besar
(WHO, 2009; Soedarto, 2012).
untuk perkembangan dan kualitas buah nanas. Fruitlet yang berada dekat
dengan batang mengalami pematangan lebih awal dibandingkan dengan fruitlet
yang berada di zona lainnya (Smith, 2003; Hassan dan Othman, 2011; Wongs-
aree dan Noichinda, 2014).
b) Flavonoid
Flavonoid disintesis di seluruh bagian tanaman. Flavonoid adalah golongan
utama dari metabolit sekunder tanaman. Kandungan flavonoid berjumlah 5-
10% dari total produk sekunder yang diketahui pada tanaman. Hingga saat ini,
lebih dari 5000 flavonoid telah didokumentasikan dan jumlahnya terus
bertambah. Flavonoid berperan dalam mekanisme pertahanan tanaman
dengan cara memberikan efek toksik pada serangga sehingga mempengaruhi
perilaku, pertumbuhan dan perkembangan serangga. Flavonoid bersifat
sitotoksik dan berinteraksi dengan berbagai enzim. Flavonoid juga ditemukan
mempengaruhi ecdysone-20 monoxygenase pada serangga yang
bertanggung jawab terjadap biosintesis 20-hydroxyecdysone (Upasani et al.,
2003; Mierziak, Kostyn dan Kulma, 2014).
c) Tannin
Tannin merupakan senyawa makromolekul yang dihasilkan oleh tanaman
dan berperan sebagai penolak nutrisi (antinutrient) dan penghambat enzim
(enzyme inhibitor) sehingga mengakibatkan rendahnya hidrolisis pati dan
menurunkan respons terhadap gula darah pada hewan (Matsushita,
Takenaka dan Ogawa, 2002).
d) Bromelin
Menurut Manoroinsong et al. (2015) dalam Juariah dan Irawan (2017),
enzim bromelin adalah enzim yang bersifat hidrolase, yaitu enzim yang
bekerja ketika terdapat air. Kandungan enzim bromelin dapat ditemukan pada
bagian tangkai, batang, daun, buah, maupun kulit nanas dalam jumlah yang
berbeda. Salah satu bagian yang mengandung zat aktif yang paling banyak
adalah di bagian bawah kulit buah nanas yang sering dibuang saat mengupas
kulit buah nanas. Menurut Wuryanti (2006) dalam Ameilia I. dan Herdyastuti
N. (2017), bromelin adalah enzim endopeptidase yang mempunyai gugus
sulfhidril pada sisi aktifnya. Enzim ini mendegradasi protein dengan cara
memutuskan ikatan peptida dan menghasilkan senyawa yang lebih
sederhana. Nanas adalah sumber protease yang tinggi, terutama dalam buah
yang matang.
e) Saponin
Saponin merupakan metabolit sekunder dari glikosidik yang tersebar luas
di tanaman tetapi juga ditemukan di beberapa sumber hewani seperti hewan
18
invertebrata laut. Efek dari saponin pada serangga umumnya ditandai dengan
gangguan pada durasi tahapan perkembangan dan kegagalan moulting.
Berbagai insektisida baik menggunakan zat alami maupun sintesis
mempengaruhi biosintesis atau mekanisme kerja hormon ekdison, sehingga
mengganggu pertumbuhan serangga dan proses moulting. Saponin adalah
zat yang sering dikutip dalam literatur sebagai pemicu kendala dalam proses
moulting dan malformasi pada berbagai spesies serangga (Chaieb, 2010;
Podolak, Galanty and Sobolewska, 2010).
b. Cara Panas
a) Refluks
Refluks adalah ekstraksi yang memakai pelarut pada suhu mendidih
selama waktu tertentu dengan jumlah pelarut yang terbatas dan relatif konstan
dengan adanya pendingin yang bersifat reversibel (Departemen Kesehatan
RI, 2000).
19
b) Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi memakai pelarut yang dilakukan dengan alat
khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif
konstan dan disertai dengan pendingin bersifat reversibel (Departemen
Kesehatan RI, 2000).
c) Digesti
Digesti merupakan maserasi kinetik yang dilakukan pada temperatur yang
lebih tinggi dari suhu ruangan (40 - 50°C) (Departemen Kesehatan RI, 2000).
d) Infus
lnfus merupakan ekstraksi dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih
pada suhu 96-98°C) selama 15 - 20 menit (Departemen Kesehatan RI, 2000).
e) Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (~30°C) dan temperatur
yang digunakan sampai titik didih air (Departemen Kesehatan RI, 2000)
20
Pupasida
Variabel pengganggu:
Suhu, kelembapan dan usia
pupa
2.4. Hipotesis
Berdasarkan teori yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan hipotesis berupa:
Ekstrak etanol kulit nanas (Ananas comosus (L.) Merr.) memiliki pengaruh
terhadap mortalitas pupa nyamuk Aedes aegypti.
BAB III. METODE PENELITIAN
22
23
(n – 1) (t-1) ≥ 15
Keterangan:
(n-1) (6-1) ≥ 15
5n-5 ≥ 15 n = Besar pengulangan
5n ≥ 20 t = Jumlah kelompok
n≥4
b) Efek Pupasida
Persentase banyaknya jumlah pupa yang mati setelah diberikan perlakuan
dengan menggunakan ekstrak etanol kulit nanas dan diamati setiap 24 jam
paska perlakuan sampai 3 hari.
c) LC50
Konsentrasi ekstrak etanol kulit nanas yang menyebabkan 50% populasi
pupa yang terpapar gagal menjadi nyamuk dewasa dalam 3 hari.
d) LC90
Konsentrasi ekstrak etanol kulit nanas yang menyebabkan 90% populasi
pupa yang terpapar gagal menjadi nyamuk dewasa dalam 3 hari.
e) Suhu
Suhu dalam ruangan uji yang diukur dengan menggunakan termometer
dan dinyatakan dalam celcius. Suhu yang ideal adalah (27 ± 2)ºC.
f) Kelembaban Ruangan Uji
Kandungan uap air dalam ruangan uji yang diukur dengan menggunakan
higrometer dan dinyatakan dalam persen. Kelembaban ruangan yang ideal
adalah 75-85%.
g) Volume Air
Volume air ledeng yang digunakan dalam penelitian untuk setiap wadah uji
yang jumlahnya menyesuaikan volume larutan hasil dari perhitungan
rumus pengenceran. Volume air diukur menggunakan gelas ukur dan
dinyatakan dalam satuan mililiter (mL).
h) Kepadatan Pupa
Jumlah pupa dalam wadah uji yang sebelum dimasukkan ke wadah uji
sudah dihitung menggunakan pipet. Jumlah pupa untuk setiap wadah uji
adalah 25 pupa.
2) Kolom plat tetes pertama diberi larutan akuades, kolom plat tetes kedua
diberi DMSO, dan kolom plat tetes ketiga diberi larutan tween 80.
3) Setiap kolom plat diaduk dengan menggunakan lidi hingga homogen.
4) Melakukan pengamatan larutan yang memiliki homogenitas paling baik.
Uji kelarutan
menggunakan One Way ANOVA test bila distribusi data normal atau
menggunakan uji statistik Kruskall-Wallis bila distribusi data tidak normal. Bila hasil
analisis uji statistik menggunakan uji Kruskall-Wallis menunjukkan perbedaan
yang signifikan (p<0,05), maka analisis dilanjutkan uji post hoc dengan
menggunakan uji Mann-Whitney. Bila hasil analisis uji statistik menggunakan uji
One Way ANOVA test menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05), maka
analisis dilanjutkan uji post hoc dengan menggunakan Tukey test. Analisis probit
juga digunakan untuk menentukan dosis efektif LC50 dan LC90 kulit nanas.
Berdasarkan WHO (2005), persentase efek pupasida nyamuk Aedes aegypti
setelah diberikan perlakuan dapat dihitung dengan rumus:
2020 2021
Rangkaian
Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2
Penyusunan
Proposal
Pengajuan dan
seminar
proposal
Pengajuan
ethical
clearance
Uji Identifikasi
Tumbuhan, Uji
Kelarutan, Uji
Pendahuluan
dan Uji Utama
Pengolahan
data dan
penyusunan
hasil penelitian
Seminar hasil
penelitian
30
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
31
32
Tabel 4. Hasil Uji Pupasida Pendahuluan Ekstrak Etanol Kulit Nanas terhadap
Mortalitas Pupa Nyamuk Aedes aegypti
Kelompok Jumlah Pupa Jumlah Mortalitas Efek Pupasida
Perlakuan (%) Uji Pupa
0,25 25 5 20%
0,30 25 13 52%
0,325 25 14 56%
0,35 25 23 92%
0,375 25 25 100%
Tabel 5. Hasil Uji Pupasida Utama Ekstrak Etanol Kulit Nanas terhadap Mortalitas
Pupa Nyamuk Aedes aegypti
Keterangan:
P1 : Konsentrasi ekstrak etanol kulit nanas 0,25%
P2 : Konsentrasi ekstrak etanol kulit nanas 0,275%
P3 : Konsentrasi ekstrak etanol kulit nanas 0,30%
P4 : Konsentrasi ekstrak etanol kulit nanas 0,325%
P5 : Konsentrasi ekstrak etanol kulit nanas 0,35%
K- : Kontrol negatif (akuades saja)
Gambar 14. Variasi Konsentrasi 0,25%, 0,275%, 0,30%, 0,325% dan 0,35%
Pada Pengulangan Kedua (Sumber: Koleksi Pribadi)
Data dari hasil uji pupasida utama kemudian diolah. Uji normalitas yang
dipilih adalah Shapiro-Wilk Test karena jumlah sampel yang digunakan <50. Hasil
uji normalitas menunjukkan bahwa konsentrasi 0,25% memiliki p-value sebesar
0,538 (p>0,05), konsentrasi 0,275% memiliki p-value sebesar 0,908 (p>0,05),
konsentrasi 0,30% memiliki p-value sebesar 0,995, konsentrasi 0,325% memiliki
p-value sebesar 0,850 (p>0,05) dan konsentrasi 0,35% memiliki p-value sebesar
0,001 (p<0,05). Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa distribusi data tidak
normal, hal ini ditunjukkan pada konsentrasi 0,35% yang memiliki p-value sebesar
0,001 (p<0,05) sehingga uji statistik dilakukan dengan menggunakan uji Kruskall-
Wallis.
Uji Kruskall-Wallis menunjukkan nilai p=0.001 (p<0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit nanas memiliki pengaruh terhadap
mortalitas pupa nyamuk Aedes aegypti. Analisis probit juga digunakan untuk
menentukan dosis efektif LC50 dan LC90 ekstrak etanol kulit nanas. Hasil analisis
probit menunjukkan nilai LC50 sebesar 0,272% dan LC90 sebesar 0,318%.
Tabel 7. Perbedaan Tingkat Mortalitas Ekstrak Etanol Kulit Nanas terhadap Pupa
Nyamuk Aedes aegypti
Kelompok Nilai P
P1 P2 P3 P4 P5 K-
P1 - 0,059 0,021 0,021 0,018 0,014
P2 0,059 - 0,059 0,029 0,018 0,014
P3 0,021 0,059 - 0,243 0,018 0,014
P4 0,021 0,029 0,243 - 0,026 0,014
P5 0,018 0,018 0,018 0,026 - 0,011
K- 0,014 0,014 0,014 0,014 0,011 -
Keterangan:
Warna kuning memiliki nilai p<0.05
P1 : Konsentrasi ekstrak etanol kulit nanas 0,25%
P2 : Konsentrasi ekstrak etanol kulit nanas 0,275%
P3 : Konsentrasi ekstrak etanol kulit nanas 0,30%
P4 : Konsentrasi ekstrak etanol kulit nanas 0,325%
P5 : Konsentrasi ekstrak etanol kulit nanas 0,35%
K- : Kontrol negatif (akuades saja)
35
perasan buah nanas terhadap larva instar III nyamuk Culex spp. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perasan buah nanas memiliki pengaruh terhadap kematian
larva Culex spp. dengan nilai p<0,05.
Ekstrak Ocimum gratissimum dengan pelarut ekstrak heksana, kloroform
dan aseton dalam penelitian Pratheeba, Ragavendran dan Natarajan (2015)
menunjukkan bahwa ekstrak tersebut memiliki kandungan yang sama dengan
ekstrak kulit nanas, yaitu flavonoid, saponin, tannin dan alkaloid. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ketiga ekstrak pelarut memiliki aktivitas larvasida, pupasida
dan adulticidal.
Hasil uji Kruskall-Wallis menunjukkan perbedaan yang bermakna antar
konsentrasi ekstrak etanol kulit nanas yang diujikan dalam penelitian ini. Hal
tersebut didukung dengan hasil analisis uji post hoc dimana sebagian besar antar
konsentrasi memiliki perbedaan yang bermakna, kecuali konsentrasi 0,25% dan
konsentrasi 0,275%, konsentrasi 0,275% dan 0,30% serta konsentrasi 0,30% dan
konsentrasi 0,325% yang menunjukkan rerata kematian pupa tidak berbeda
bermakna.
Hasil analisis probit menunjukkan nilai LC50 adalah 0,272% yang berarti
bahwa konsentrasi ekstrak etanol kulit nanas sebesar 0,272% dapat membunuh
50% pupa Aedes aegypti. Nilai LC90 sebesar 0,318% yang berarti bahwa
konsentrasi ekstrak etanol kulit nanas sebesar 0,318% dapat membunuh 90%
pupa Aedes aegypti. Penelitian yang dilakukan oleh Sulistyono, Sukiya dan
Aminatun (2018) menunjukkan bahwa ekstrak etanol buah nanas memiliki efek
terhadap mortalitas larva Anopheles aconitus dengan LC50 0,074% dan LC90
0,090%. Penelitian yang dilakukan oleh Pratheeba, Ragavendran dan Natarajan
(2015) menunjukkan Ocimum gratissimum memiliki efek terhadap mortalitas pupa
nyamuk Culex quinquefasciatus dengan LC50 sebesar 2,6916 mg/mL dan LC90
sebesar 4,6521 mg/mL.
Saat uji pupasida utama dilaksanakan, pengukuran terhadap suhu ruang
dan kelembaban ruang juga dilakukan setiap hari. Suhu ruangan uji berkisar
antara 25°C-27,5°C dan kelembaban ruangan uji berkisar antara 71,5%-79%.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Kamaraj et al. (2009), seluruh eksperimen
dilakukan pada suhu (27 ± 2)ºC dan kelembaban 75-85%. Hal serupa juga
dilakukan pada penelitian Pratheeba, Ragavendran dan Natarajan (2015) dan
Venkadachalam et al. (2017).
37
aktivitas enzim 18 kali lipat dibanding ekstrak air kulit nanas. Konsentrasi bromelin
yang tinggi kemungkinan mengganggu daya larut dan penetrasi di bagian kutikula.
Penelitian ini memiliki keterbatasan, diantaranya yaitu jumlah kandungan
senyawa alami yang terdapat dalam kulit nanas tidak dipastikan, sehingga tidak
diketahui secara pasti senyawa mana yang berperan secara dominan dalam
proses mortalitas pupa Aedes aegypti.
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Ekstrak etanol kulit nanas (Ananas comosus (L.) Merr.) memiliki pengaruh
terhadap mortalitas pupa nyamuk Aedes aegypti
2. Ekstrak etanol kulit nanas (Ananas comosus (L.) Merr.) memiliki nilai LC50
sebesar 0,272% dan nilai LC90 sebesar 0,318% yang menyebabkan
mortalitas pada pupa nyamuk Aedes aegypti.
6.2 Saran
1. Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa
yang berperan dominan sebagai pupasida, sehingga dapat diketahui
secara pasti senyawa mana yang mempengaruhi secara efektif proses
mortalitas pupa Aedes aegypti.
2. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk mengetahui senyawa-
senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit nanas selain
flavonoid, tannin, saponin dan alkaloid yang dapat berfungsi sebagai
pupasida dan memiliki efek sinergis dengan metabolit sekunder yang telah
diketahui.
40
41
DAFTAR PUSTAKA
Hassan, A. dan Othman, Z., 2011, ‘Pineapple (Ananas comosus L. Merr.)’, dalam
Yahia, E. M., 2011, Postharvest biology and technology of tropical and
subtropical fruits: Volume 4 : Mangosteen to white sapote. Woodhead
Publishing Limited, pp. 194–218. doi: 10.1533/9780857092618.194.
Ikbal, C., Mounir, T., Mounia, B., H., K, Habib, B., H., M., 2007, ‘Histological Effects
of Cestrum parqui Saponins on Schistocerca gregaria adn Spodoptera
Littoralis’, Journal of Biological Sciences, 7(1), pp. 95–101.
Interagency Taxonomic Information System, 2020, Aedes aegypti.
https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&sear
ch_value=126240#null [diupdate tanggal 7 Februari 2021, diakses pada
tanggal 7 Februari 2021).
Juariah, S. dan Irawan, M. P., 2017, ‘Biolarvasida Ekstrak Etanol Kulit Nanas
(Ananas comosus L. Merr) Terhadap Larva Nyamuk Culex Sp.’, Unnes
Journal of Public Health, 6(4), pp. 233–236.
Julianto, T. S., 2019, Fitokimia Tinjauan Metabolit Sekunder dan Skrining
Fitokimia. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia
Kamaraj, C., Bagavan, A., Rahuman, A. A., Zahir, A. A., Elango, G., Pandiyan, G.,
2009, ‘Larvicidal potential of medicinal plant extracts against Anopheles
subpictus Grassi and Culex tritaeniorhynchus Giles ( Diptera : Culicidae )’,
Parasitol Res, 104, pp. 1163–1171. doi: 10.1007/s00436-008-1306-8.
Karimah, L. N., 2006, Uji Aktivitas Larvasida Ekstrak Etanol 96% Biji Mahoni
(Swietenia mahagoni Jacq) terhadap Larva Nyamuk Anopheles aconitus
instar III serta Profil Kromotografi Lapis Tipisnya, Skripsi, Fakultas Farmasi,
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2016, Kendalikan DBD dengan PSN
3M Plus. https://www.kemkes.go.id/article/view/16020900002/kendalikan-
dbd-dengan-psn-3m-plus.html [diupdate tanggal 7 Februari 2016, diakses
tanggal 15 Februari 2020].
Kementrian Kesehatan RepubIik Indonesia, 2017, Situasi Penyakit Demam
Berdarah di Indonesia Tahun 2017, Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI, Jakarta.
Marlik, 2017, Monograf Temu Kunci (Bosenbergia Pandurata Roxb) Sebagai
Biolarvasida Aedes. Surabaya: HAKLI Provinsi Jawa Timur.
Matsushita, H., Takenaka, M. dan Ogawa, H., 2002, ‘Porcine Pancreatic␣-
Amylase Shows Binding Activity toward N -Linked Oligosaccharides of
Glycoproteins’, The Journal of Biological Chemistry, 277(7), pp. 4680–4686.
doi: 10.1074/jbc.M105877200.
Mierziak, J., Kostyn, K. dan Kulma, A., 2014, Flavonoids as Important Molecules
of Plant Interactions with the Environment, Molecules: 19, pp. 16240–
16265. doi: 10.3390/molecules191016240.
Mitchell, M. J., Keogh, D. P., Crooks, J. R., Smith S. L., 1993, Effects of Plant
Flavonoids and Other Allelochemicals on Insect Cytochrome P-450
Dependent Steroid Hydroxylase Activity, Insect Biochem. Molec. Biol.,
23(1), pp. 65–71.
Mukhriani, 2014, Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif,
Jurnal Kesehatan, VII(2), pp. 361–367.
Nelson, M. J., 1986. Aedes aegypti: Biology and Ecology. Washington D.C.: Pan
American Health Organization.
Podolak, I., Galanty, A. dan Sobolewska, D., 2010, Saponins as cytotoxic agents :
a review, Phytochem Rev: 9, pp. 425–474. doi: 10.1007/s11101-010-9183-
43
z.
Pratheeba, T., Ragavendran, C. dan Natarajan, D., 2015, ‘Larvicidal, pupicidal and
adulticidal potential of Ocimum gratissimum plant leaf extracts against
filariasis inducing vector’, International Journal of Mosquito Research, 2(2),
pp. 1–8.
Rohrbach, K. G. dan Apt, W. J., 1986, Nematode and Disease Problems of
Pineapple, Plant Disease: 70(1), pp. 81–87.
Saputra, A. M. dan Fatiqin, A., 2018, Pengaruh Perasan Buah Nanas (Ananas
comosus (L)) terhadap Kematian Larva Instar III Nyamuk Culex spp,
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan.
Sayono dan Nurullita, U., 2016, ‘Situasi Terkini Vektor Dengue (Aedes aegypti) di
Jawa Tengah’, Jurnal Kesehatan Masyarakat: 11(2), pp. 97–105. doi:
http://dx.doi.org/10.15294/ kemas.v11i1.3521.
Service, M., 2012, Medical Entomology for Students (5th ed). United States of
America: Cambridge University Press.
Siamtuti, W. S., Aftiarani, R., Wardhani, Z. K., Alfianto, N., Hartoko, I. V., 2017,
Potensi Tannin pada Ramuan Nginang Sebagai Insektisida Nabati yang
Ramah Lingkungan, Bioeksperimen: 3(2), pp. 83-92.
Smith, L. G., 2003, Pineapples, Encyclopaedia of Food Science and Nutrition (2nd
ed). Australia: Elsevier.
Soedarto, 2012, Pengendalian dan Pencegahan Epidemi Dengue, dalam Demam
Berdarah Dengue: Dengue Haemorrhagic Fever. Jakarta: Sagung Seto,
pp. 115–143.
Soedarto, 2016, Buku Ajar Parasitologi Kedokteran: Hand Book of Medical
Parasitology (2nd ed), Jakarta: Sagung Seto.
Sugeng H. S., B. Sinaga, B. Winarso, E. Handayani, I. Karim, Purwanto, Suparno,
dan Triyanto, 2010, 'Pembibitan dan penanaman' dalam S.A. Yomo, S.
Benny, Zulfahmi, W. Putut, Suharyono, dan W. Bambang. Pedoman praktis
budidaya nanas. PT. Geat Giant Pineapple Terbangi Besar Lampung
Tengah. Hal 120–136.
Sulistyono, S., Sukiya dan Aminatun, T., 2018, Uji Efektifitas Ekstrak Etanolik Buah
Nanas (Ananas comosus (L) Merr) Terhadap Mortalitas Larva Anopheles
aconitus, Jurnal Prodi Biologi, 7(6), pp. 388–397.
Tominik, V. I. dan Haiti, M., 2018, Analisis Kematian Larva Nyamuk Aedes agypti
Akibat Pemberian Perasan Buah Nanas (Ananas comosus)’, Jurnal
Kesehatan: 9(3) pp. 412–418.
Upasani, S. M., Korkar, H. M., Mendki, P. S., Maheshwari, V. L., 2003, Partial
characterization and insecticidal properties of Ricinus communis L foliage
flavonoids, Pest Management Science, 59, pp. 1349–1354. doi:
10.1002/ps.767.
Venkadachalam, R., Subramaniyan, V., Palani, M., Subramaniyan, M., Srinivasan,
P., Raji, M., 2017, Mosquito Larvicidal and Pupicidal Activity of Tephrosia
purpurea Linn. ( Family: Fabaceae ) and Bacillus sphaericus against ,
Dengue Vector, Aedes aegypti, Pharmacogn J, 9(6), pp. 737–742.
Wijayati, N., Rini, A. R. S. dan Supartono, 2016, Hand Sanitizer with Pineapple
Peel Extract as Antibacterial against Staphylococcus aureus and
Escherichia coli, Indonesian Journal of Chemical Science: 6(1), pp. 61-66.
Wongs-aree, C. dan Noichinda, S., 2014, ‘Chapter 10. Postharvest Physiology and
Quality Maintenance of Tropical Fruits’ dalam Postharvest Handling.
Bangkok: Elsevier Inc., pp. 275–312. doi: 10.1016/B978-0-12-408137-
44
6.00010-7.
World Health Organization, 2005, Guidelines for Laboratory and Field Testing of
Mosquito Larvicides.
World Health Organization, 2009, Dengue: Guidelines for Diagnosis, Treatment,
Prevention and Control, Switzerland: WHO Press.
Yeragamreddy, P. R., Peraman, R., Chilamakuru, N. B., Routhu, H., 2013, In vitro
Antitubercular and Antibacterial activities of isolated constituents and
column fractions from leaves of Cassia occidentalis, Camellia sinensis and
Ananas comosus, African Journal of Pharmacology and Therapeutics: 2(4),
pp. 116–123.
Yulidar dan Wilya, V., 2015, Siklus Hidup Aedes aegypti pada Skala Laboratorium’,
2(1), pp. 22–28.
Zulhussnain, M., Zahoor, M. K., Rizvi, H., Zahoor, M. A., Rasul, A., Ahmad, A.,
Majeed, H. N., Rasul, A., Ranian, K., Jabeen, F., Insecticidal and Genotoxic
effects of some indigenous plant extracts in Culex quinquefasciatus Say
Mosquitoes. Sci Rep. 2020 Apr 22;10(1):6826. doi: 10.1038/s41598-020-
63815-w. PMID: 32321960; PMCID: PMC7176662.
45
LAMPIRAN
Tests of Normalityb
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Konsentrasi Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Mortalitas 0.25 .218 4 . .920 4 .538
0.275 .216 4 . .981 4 .908
0.30 .155 4 . .998 4 .995
0.325 .192 4 . .971 4 .850
0.35 .441 4 . .630 4 .001
NPar Tests
Kruskal-Wallis Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank
Mortalitas 0.25 4 6.88
0.275 4 10.63
0.30 4 15.13
0.325 4 17.50
0.35 4 22.38
Kontrol_Negatif 4 2.50
Total 24
Test Statisticsa,b
Mortalitas
Chi-Square 21.360
df 5
Asymp. Sig. .001
Mann-Whitney Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks
Mortalitas 0.25 4 2.88 11.50
0.275 4 6.13 24.50
Total 8
Test Statisticsa
Mortalitas
Mann-Whitney U 1.500
Wilcoxon W 11.500
Z -1.888
Asymp. Sig. (2-tailed) .059
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .057b
Mann-Whitney Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks
Mortalitas 0.25 4 2.50 10.00
0.30 4 6.50 26.00
Total 8
Test Statisticsa
Mortalitas
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.309
Asymp. Sig. (2-tailed) .021
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029b
Mann-Whitney Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks
Mortalitas 0.25 4 2.50 10.00
0.325 4 6.50 26.00
Total 8
Test Statisticsa
Mortalitas
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.309
Asymp. Sig. (2-tailed) .021
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029b
Mann-Whitney Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks
Mortalitas 0.25 4 2.50 10.00
0.35 4 6.50 26.00
Total 8
Test Statisticsa
Mortalitas
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.366
Asymp. Sig. (2-tailed) .018
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029b
Mann-Whitney Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks
Mortalitas 0.25 4 6.50 26.00
Kontrol_Negatif 4 2.50 10.00
Total 8
Test Statisticsa
Mortalitas
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.460
Asymp. Sig. (2-tailed) .014
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029b
Mann-Whitney Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks
Mortalitas 0.25 4 2.88 11.50
0.275 4 6.13 24.50
Total 8
Test Statisticsa
Mortalitas
Mann-Whitney U 1.500
Wilcoxon W 11.500
Z -1.888
Asymp. Sig. (2-tailed) .059
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .057b
Mann-Whitney Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks
Mortalitas 0.275 4 2.88 11.50
0.30 4 6.13 24.50
Total 8
Test Statisticsa
Mortalitas
Mann-Whitney U 1.500
Wilcoxon W 11.500
Z -1.888
Asymp. Sig. (2-tailed) .059
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .057b
Mann-Whitney Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks
Mortalitas 0.275 4 2.63 10.50
0.325 4 6.38 25.50
Total 8
Test Statisticsa
Mortalitas
Mann-Whitney U .500
Wilcoxon W 10.500
Z -2.178
Asymp. Sig. (2-tailed) .029
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029b
Mann-Whitney Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks
Mortalitas 0.275 4 2.50 10.00
0.35 4 6.50 26.00
Total 8
Test Statisticsa
Mortalitas
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.366
Asymp. Sig. (2-tailed) .018
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029b
Mann-Whitney Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks
Mortalitas 0.275 4 6.50 26.00
Kontrol_Negatif 4 2.50 10.00
Total 8
Test Statisticsa
Mortalitas
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.460
Asymp. Sig. (2-tailed) .014
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029b
Mann-Whitney Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks
Mortalitas 0.25 4 2.50 10.00
0.30 4 6.50 26.00
Total 8
Test Statisticsa
Mortalitas
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.309
Asymp. Sig. (2-tailed) .021
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029b
Mann-Whitney Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks
Mortalitas 0.275 4 2.88 11.50
0.30 4 6.13 24.50
Total 8
Test Statisticsa
Mortalitas
Mann-Whitney U 1.500
Wilcoxon W 11.500
Z -1.888
Asymp. Sig. (2-tailed) .059
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .057b
Mann-Whitney Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks
Mortalitas 0.30 4 3.50 14.00
0.325 4 5.50 22.00
Total 8
Test Statisticsa
Mortalitas
Mann-Whitney U 4.000
Wilcoxon W 14.000
Z -1.169
Asymp. Sig. (2-tailed) .243
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .343b
Mann-Whitney Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks
Mortalitas 0.30 4 2.50 10.00
0.35 4 6.50 26.00
Total 8
Test Statisticsa
Mortalitas
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.366
Asymp. Sig. (2-tailed) .018
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029b
Mann-Whitney Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks
Mortalitas 0.30 4 6.50 26.00
Kontrol_Negatif 4 2.50 10.00
Total 8
Test Statisticsa
Mortalitas
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.460
Asymp. Sig. (2-tailed) .014
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029b
Mann-Whitney Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks
Mortalitas 0.25 4 2.50 10.00
0.325 4 6.50 26.00
Total 8
Test Statisticsa
Mortalitas
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.309
Asymp. Sig. (2-tailed) .021
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029b
Mann-Whitney Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks
Mortalitas 0.275 4 2.63 10.50
0.325 4 6.38 25.50
Total 8
Test Statisticsa
Mortalitas
Mann-Whitney U .500
Wilcoxon W 10.500
Z -2.178
Asymp. Sig. (2-tailed) .029
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029b
Mann-Whitney Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks
Mortalitas 0.30 4 3.50 14.00
0.325 4 5.50 22.00
Total 8
Test Statisticsa
Mortalitas
Mann-Whitney U 4.000
Wilcoxon W 14.000
Z -1.169
Asymp. Sig. (2-tailed) .243
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .343b
Mann-Whitney Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks
Mortalitas 0.325 4 2.63 10.50
0.35 4 6.38 25.50
Total 8
Test Statisticsa
Mortalitas
Mann-Whitney U .500
Wilcoxon W 10.500
Z -2.233
Asymp. Sig. (2-tailed) .026
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029b
Mann-Whitney Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks
Mortalitas 0.325 4 6.50 26.00
Kontrol_Negatif 4 2.50 10.00
Total 8
Test Statisticsa
Mortalitas
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.460
Asymp. Sig. (2-tailed) .014
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029b
Mann-Whitney Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks
Mortalitas 0.25 4 2.50 10.00
0.35 4 6.50 26.00
Total 8
Test Statisticsa
Mortalitas
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.366
Asymp. Sig. (2-tailed) .018
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029b
Mann-Whitney Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks
Mortalitas 0.275 4 2.50 10.00
0.35 4 6.50 26.00
Total 8
Test Statisticsa
Mortalitas
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.366
Asymp. Sig. (2-tailed) .018
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029b
Mann-Whitney Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks
Mortalitas 0.30 4 2.50 10.00
0.35 4 6.50 26.00
Total 8
Test Statisticsa
Mortalitas
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.366
Asymp. Sig. (2-tailed) .018
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029b
Mann-Whitney Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks
Mortalitas 0.325 4 2.63 10.50
0.35 4 6.38 25.50
Total 8
Test Statisticsa
Mortalitas
Mann-Whitney U .500
Wilcoxon W 10.500
Z -2.233
Asymp. Sig. (2-tailed) .026
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029b
Mann-Whitney Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks
Mortalitas 0.35 4 6.50 26.00
Kontrol_Negatif 4 2.50 10.00
Total 8
Test Statisticsa
Mortalitas
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.530
Asymp. Sig. (2-tailed) .011
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029b
Mann-Whitney Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks
Mortalitas 0.25 4 6.50 26.00
Kontrol_Negatif 4 2.50 10.00
Total 8
Test Statisticsa
Mortalitas
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.460
Asymp. Sig. (2-tailed) .014
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029b
Mann-Whitney Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks
Mortalitas 0.275 4 6.50 26.00
Kontrol_Negatif 4 2.50 10.00
Total 8
Test Statisticsa
Mortalitas
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.460
Asymp. Sig. (2-tailed) .014
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029b
Mann-Whitney Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks
Mortalitas 0.30 4 6.50 26.00
Kontrol_Negatif 4 2.50 10.00
Total 8
Test Statisticsa
Mortalitas
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.460
Asymp. Sig. (2-tailed) .014
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029b
Mann-Whitney Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks
Mortalitas 0.325 4 6.50 26.00
Kontrol_Negatif 4 2.50 10.00
Total 8
Test Statisticsa
Mortalitas
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.460
Asymp. Sig. (2-tailed) .014
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029b
Mann-Whitney Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks
Mortalitas 0.35 4 6.50 26.00
Kontrol_Negatif 4 2.50 10.00
Total 8
Test Statisticsa
Mortalitas
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.530
Asymp. Sig. (2-tailed) .011
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029b
Probit Analysis
Confidence Limits
95% Confidence Limits for 95% Confidence Limits for
Konsentrasi log(Konsentrasi)b
Lower Upper Lower Upper
Probability Estimate Bound Bound Estimate Bound Bound
PROBITa .010 .205 .184 .220 -.688 -.736 -.658
.020 .212 .192 .226 -.674 -.717 -.646
.030 .217 .197 .230 -.664 -.705 -.639
.040 .220 .201 .233 -.657 -.696 -.633
.050 .223 .205 .235 -.652 -.689 -.629
.060 .225 .208 .237 -.647 -.683 -.625
.070 .228 .210 .239 -.643 -.677 -.621
.080 .230 .213 .241 -.639 -.672 -.618
.090 .231 .215 .242 -.636 -.668 -.615
.100 .233 .217 .244 -.633 -.664 -.613
.150 .240 .225 .250 -.620 -.647 -.602
.200 .246 .232 .255 -.609 -.634 -.593
.250 .251 .239 .259 -.601 -.622 -.586
.300 .255 .244 .264 -.593 -.612 -.579
.350 .260 .249 .268 -.585 -.603 -.573
.400 .264 .254 .271 -.578 -.595 -.566
.450 .268 .259 .275 -.572 -.586 -.560
.500 .272 .264 .279 -.565 -.578 -.554
.550 .277 .269 .284 -.558 -.571 -.547
.600 .281 .273 .288 -.552 -.563 -.541
.650 .285 .278 .293 -.545 -.556 -.533
.700 .290 .283 .298 -.537 -.548 -.525
.750 .296 .288 .305 -.529 -.540 -.516
.800 .302 .294 .312 -.520 -.532 -.506
.850 .309 .300 .321 -.510 -.522 -.493
.900 .318 .308 .333 -.497 -.511 -.477
.910 .321 .310 .337 -.494 -.508 -.473
.920 .323 .312 .340 -.491 -.505 -.469
.930 .326 .315 .344 -.487 -.502 -.464
.940 .329 .317 .348 -.483 -.499 -.459
62