Anda di halaman 1dari 8

TUGAS FARMAKOTERAPI II

RIVIEW JURNAL

Disusun oleh :

1. Ary Mardhianto 1343050156


2. Andi Aulia Fajerin 1443050007
3. Adinda Pratiwi 1443050010
4. Masdikoh 1443050011
5. Lorry Christiani Giawa 1343050071
6. Tio Margaretha 1343050140
7. Wiellem Hendi Knyartutu 11317430550029

Dosen : Bu Okpri

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945


JAKARTA
2017
1. STUDI PHARMACOVIGILANCE OBAT HERBAL DI PUSKESMAS KASIHAN II
BANTUL
Kejadian Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD) dari obat-obat herbal merupakan
hal yang masih jarang diteliti di Indonesia. Gaya hidup kembali ke alam menjadi cukup popular
saat ini, sehingga masyarakat kembali memanfaatkan berbagai bahan alam, termasuk pengobatan
dengan tumbuhan obat atau herbal. Dengan meningkatnya penggunaan obat herbal di Indonesia,
maka diperlukan pemantauan keamanan pada obat-obat herbal. Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui gambaran kausalitas kejadian ROTD serta mengetahui kualitas hidup pasien yang
mendapatkan resep obat herbal. Penelitian ini menggunakan rancangan observasional deskriptif,
pengambilan data secara consecutive sampling secara prospektif. Pengambilan data selama dua
bulan saat penelitian berlangsung, setelah itu dianalisis kejadian ROTD dan tanpa ROTD serta
dinilai kualitas hidup pasien. Instrumen yang digunakan untuk menganalisis adalah algoritma
Naranjo dan kuesioner SF-36. Hasil wawancara kepada 25 subyek penelitian pada pengamatan
prospektif dan retrospektif, subyek yang melaporkan adanya kejadian ROTD sebanyak 3 subyek
(12%). Sebanyak 2 subyek dengan kategori possible (mungkin) dan 1 subyek dengan kategori
probable (cukup mungkin). ROTD yang muncul adalah gatal-gatal, nyeri pinggang, mual,
ngantuk dan dada berdebar. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat kejadian ROTD pada
pasien yang diberikan terapi herbal, gambaran kausalitas kejadian ROTD adalah kategori
possible dan probable.

2. Knowledge, attitudes and practice of pharmacovigilance among health care


professionals in Indonesia

Latar belakang: Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) mendefinisikan


Farmakovigilansi(PV) sebagai ilmu dan kegiatan yang berhubungan dengan deteksi,
evaluasi, analisa dan pencegahan terjadinya efek samping yang berhubungan dengan obat.
Tujuan PV adalah untuk meningkatkan pelayanan dan keamanan pasien yang
mendapatkan obat. Indonesia telah bergabung bersama gerakan pengawasan obat
internasional yang digagas WHO sejak tahun 1970, namun pelaksanaan kegiatan ini
masih sangat minim. Peran serta tenaga kesehatan pada kegiatan ini juga masih sangat
rendah. Survei ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku
tenaga kesehatan (NAKES) di Indonesia terhadap PV.
Metode: Penelitian ini adalah survei menggunakan kuesioner yang disebarkan secara
tertulis dalam seminar kesehatan dan menggunakan media daring. Kuesioner terdiri dari 6
pertanyaan/pernyataan mengenai pengetahuan, 6 pernyataan mengenai sikap, dan apakah
NAKES yang menjumpai efek samping telah menangani dan melaporkan efek samping
tersebut dengan baik. Jika responden menjawab benar 80 % dari total pertanyaan pada
bagian pengetahuan dan sikap, mereka digolongkan sebagai berpengetahuan atau bersikap
baik.
Hasil: Kami menganalisis 109 dari 118 kuesioner yang dibagikan. Sebagian besar
responden adalah perempuan (82,6%), dokter (91,7%), dan bekerja di level pelayanan
primer. Pengetahuan yang baik tentang PV ditemukan pada 25,7% responden, sementara
sikap terhadap PV yang baik 20% responden. Hanya 4 (3,%) dari total responden dapat
dikategorikan sebagai pelaku PV yang baik. Kami tidak menemukan hubungan signifikan
antara tingkat pengetahuan, sikap dan faktor lain dengan praktik PV yang buruk di antara
HCP di Indonesia.
Kesimpulan: Pengetahuan, sikap dan perilaku tenaga kesehatan di Indonesia tentang PV masih
rendah. Diperlukan sosialisasi berkelanjutan mengenai PV bagi para tenaga kesehatan di
berbagai level. (Health Science Journal of Indonesia 2016;7:59-63)

3. Pharmacovigilance of herbal medicine in two public health centers


of Yogyakarta
Latar belakang: Penggunaan herbal saat ini semakin meningkat di Indonesia. Masyarakat
menggunakan
obat herbal untuk menjaga kesehatan maupun untuk mencegah penyakit. Namun sampai saat ini,
keamanan penggunaan obat herbal di masyarakat belum banyak diketahui karena terbatasnya
data dan adanya kepercayaan bahwa obat herbal itu aman.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keamanan penggunaan obat herbal di
Yogyakarta.
Metode: PPengambilan data pada penelitian ini adalah secara retrospektif pada pasien yang
mendapatkan resep obat herbal di dua puskesmas di Yogyakarta. Identitas pasien ditelusuri
melalui rekam medik, kemudian wawancara dan pengisian kuesioner dilakukan di rumah pasien.
Reaksi Obat yang tidak diinginkan (ROTD) ditelusuri menggunakan algoritma Naranjo.
Penelitian ini telah disetujui oleh komite etik penelitian Universitas Ahmad Dahlan.
Hasil:Terdapat 47 pasien yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini. Sejumlah 10 pasien
(21.3%) mengalami ROTD. Kategori ROTD adalah probable (7 pasien) dan possible (3 pasien).
Tensigard merupakan fitofarmaka yang paling banyak menimbulkan ROTD berupa pruritus.
Kesimpulan: Sejumlah 20% pasien mengalami ROTD karena peresepan obat herbal. Oleh
karena itu, perlu dilaksanakan studi farmakovigiilan dengan jumlah sampel yang lebih besar dan
menggunakan desain kohort untuk mengetahui keamanan penggunaan obat herbal.

4. STUDI FARMAKOVIGILANSPENGOBATAN ASMA PADA PASIEN


RAWAT INAP DI SUATU RUMAH SAKIT DI BOJONEGORO

Background: Asthma is a respiratory disease with a large enough number of prevalence in the
world.Asthma treatmentin hospital needs serious monitoring because of the risk to patient safety
and increase thecost of treatment. One attempt to reduce the incidence of unwanted is the
pharmacovigilance studies toimprove patient safety.
Purpose: to determine safety in terms of adverse drug reactions (ADR) and drug interactions of
thetreatment of inpatient asthmatic patients in a hospital.
Methods: This is a non-experimental study with sampling using purposive sampling. Then the
data were obtained from medical records were analyzed ADRs and drug interactions that occur
using the library and shown descriptively.
Results: The study sample as many as 43 people. The results showed there were 56 cases of
ADRs on asthma medications, especially the use of nebulized salbutamol (57.14%). While the
incidence of asthma therapy drug interactions there were 10 cases and the highest is
aminophylline with salbutamol (14.29%).
Conclusion: Treatment of asthma need to get to the ADR incidence and risk of drug interactions.
Incidence of ADRs and drug interactions at most of the use of salbutamol which is relatively safe
preference. This still needs to be done further research.

5. Penggunaan Jamu pada Pasien Hiperlipidemia Berdasarkan Data


Rekam Medik, di Beberapa Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Indonesia

Hiperlipidemia adalah kelainan yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar lipid darah,
umumnya tidak menunjukkan gejala klinis spesifik. Penatalaksanaan hiperlipidemia melalui
modifikasi perilaku/gaya hidup dan penggunaan obat antidislipidemia konvensional. Selain itu,
juga berkembang pengobatan menggunakan obat bahan alam (jamu) yang dilakukan oleh dokter
praktik jamu. Penelitian ini merupakan bagian dari studi registri jamu berbasis website, bertujuan
mengetahui gambaran penggunaan/pemberian jamu oleh dokter praktik jamu kepada pasien
dengan keluhan hiperlipidemia. Desain penelitian potong lintang, deskriptif, dengan sampel data
rekam medik pasien jamu yang berobat pada 80 dokter praktik jamu di beberapa fasilitas
pelayanan kesehatan yang termasuk dalam jejaring pelayanan kesehatan tradisional, di 7 provinsi
di Indonesia. Hasil penelitian menggambarkan karakteristik dari 97 pasien hiperlipidemia
mayoritas perempuan (60,8%), usia 48-58 tahun (46,4%), sebagian besar hanya mendapatkan
pengobatan jamu saja (62,9%) selama 7-14 hari, dan selebihnya kombinasi dengan obat
konvensional dan/atau pelayanan kesehatan tradisional lainnya. Jenis jamu terbanyak diberikan
adalah jamu kemasan pabrik dalam bentuk sediaan kapsul (55,7%), dengan kandungan simplisia
utama daun jati belanda (Guazumae folium) dan daun kemuning (Murrayae folium). Kejadian
tidak diinginkan (KTD) terjadi pada 4 kasus, yaitu diare dan diuresis.

6. STUDI FARMAKOVIGILAN PADA TERAPI OBAT ANTIHIPERTENSI


DI RUMAH SAKIT “X” PERIODE DESEMBER 2012- FEBRUARI 2013

Telah dilakukan studi farmakovigilan untuk mengidentifikasi temuan dan


manifestasi kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD) yang disebabkan
oleh obat antihipertensi di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit “X” periode
Desember 2012-Februari 2013. Desain penelitian adalah rancangan kualitatif jenis
studi kasus. Penelitian bersifat observasional untuk menggali secara prospektif
data primer dan menggunakan algoritma Naranjo untuk menilai kausalitas ROTD.
Jumlah sampel sebanyak 35 subyek penelitian yang menerima peresepan obat
antihipertensi. Diduga besar kemungkinan obat anti hipertensi telah menimbulkan
reaksi disfungsi ereksi dan frekuensi ekskresi urin, serta mungkin menyebabkan
mual. Masing-masing manifestasi ditemukan kepada sejumlah 2,8% subyek
penelitian.
7. MONITORING EFEK SAMPING OBAT (FARMAKOVIGILANS)
SEBAGAIUPAYA PENCEGAHAN MEDICATION ERROR

Keamanan menjadi bagian penting yang harus diperhatikan dalam penggunaan obat, selain
tentunya efektivitas kerja obat, mutu/kualitas ataupun faktor ekonomi. Keamanan obat sudah
dapat dideteksi ketika dilakukan uji klinik, yaitu serangkaian uji manfaat dan keamanan suatu
obat pada manusia. Pengumpulan data keamanan produk setelah dipasarkan (post market) dan
penilaian risiko berdasarkan data observasi sangat penting dilakukan untuk mengevaluasi dan
mengkarakterisasi profil risiko obat sehingga dapat diambil keputusan yang tepat untuk
minimalisasi risiko obat. Data keamanan ini akan menjadi acuan bagi regulator, yaitu Badan
POM, industri farmasi maupun tenaga kesehatan. Salah satu upaya monitoring keamanan obat
adalah dengan farmakovigilans atau disebut juga MESO (Monitoring Efek Samping Obat).
Pengertian farmakovigilans berdasarkan WHO, yaitu suatu keilmuan dan aktivitas tentang
pendeteksian, pengkajian (assessment), pemahaman dan pencegahan efek samping atau masalah
lainnya terkait dengan penggunaan obat. Pusat farmakovigilans di Indonesia adalah Badan POM
yang merupakan institusi yang bertanggung jawab dalam menjamin keamanan obat (ensuring
drug safety), baik sebelum dipasarkan (pre market) atau setelah dipasarkan (post market) yang
berdampak pada jaminan keamanan pasien (ensuring patient safety) sebagai pengguna akhir
suatu obat. Analisis terhadap kejadian yang tidak diinginkan ini dapat mengarah kepada produk
obat itu sendiri atau penyebab yang lainnya. Penyebab lainnya diantaranya adalah medication
error.

Medication error (ME) merupakan kesalahan dalam proses pengobatan yang dapat dihindari
dimana dapat menyebabkan pelayanan obat yang tidak tepat hingga membahayakan pasien.
Medication error dapat timbul pada setiap tahap proses pengobatan, antara lain prescribing
(peresepan), transcribing (penerjemahan resep), dispensing (penyiapan obat) dan administration.

Pencegahan Medication Error Kejadian medication error dapat dihindari baik oleh industri
farmasi, regulator (Badan POM), tenaga kesehatan atau pasien/ masyarakat itu sendiri.

 Kewajiban Industri Farmasi


Saat ini, dengan adanya kewajiban yang dituntut kepada industri farmasi untuk melaporkan
data farmakovigilans, menjadikan industri farmasi memiliki peranan penting dalam
pengumpulan data dan menganalisis kemungkinan kejadian-kejadian yang tidak diinginkan
yang disebabkan oleh medication error.

 Tugas Regulator
Sebagai pusat farmakovigilans di Indonesia, Badan POM mendapatkan laporan MESO,
baik dari industri farmasi maupun dari tenaga kesehatan yang diberikan secara sukarela.
Kualitas laporan yang diberikan sangat penting, agar dapat dilakukan evaluasi dan analisis
kausalitas yang tepat antara produk dan efek samping. Seluruh kejadian yang dicurigai
sebagai efek samping harus dilaporkan sesegera mungkin, termasuk efek samping obat
akibat medication error. Dengan adanya laporan tersebut, pusat farmakovigilans akan
mampu mendeteksi, mengidentifikasi, menganalisis dan mengklasifikasikan medication
error, serta menemukan akar penyebab terjadinya medication error. Data medication error
ini menjadi masukan yang sangat penting bagi Badan POM serta Industri Farmasi dalam
menindaklanjuti kejadian yang tidak diinginkan yang berhubungan dengan potensi
medication error pada produk obat.
 Tanggung Jawab Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa pasien menerima resep dan
pengobatan yang tepat tanpa kesalahan. Saat pasien bertanggung jawab untuk
menggunakan obat sendiri, baik pada saat rawat jalan atau dalam rangka swamedikasi,
tenaga kesehatan harus memastikan bahwa pasien mengerti cara penggunaan obat yang
tepat untuk meminimalkan risiko medication error. Pemberi resep memiliki peran penting
dalam menentukan pengobatan yang tepat bagi pasien, berdasarkan indikasi yang
dijelaskan dalam informasi produk.
 Tindakan Pasien/Masyarakat
Pencegahan medication error dapat dilakukan oleh pasien atau pendamping pasien. Pasien
perlu bertanya kepada tenaga kesehatan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
pengobatan yang sedang dijalaninya, misalnya kegunaan obat, cara aturan pakai, serta batas
waktu penggunaan suatu obat. Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan selalu
membaca etiket atau informasi obat dalam kemasan sebelum menggunakan obat, senantiasa
menyimpan obat beserta etiket atau informasi obat tersebut, tidak memisahkan obat dari
kemasan aslinya, serta menyimpan secara terpisah obat-obat yang digunakan sebagai obat
luar.
8. PENDEKATAN MODEL LEVINE DALAM MENGATASI GANGGUAN
TIDUR ANAK KANKER DI RSUPN DR CIPTO MANGUNKUSUMO
JAKARTA

Anak dan remaja yang menderita kanker sering mengalami gangguan tidur yang dapat
menyebabkan penurunan daya tahan tubuh dan memengaruhi kualitas hidup. Tujuan penulisan
artikel ini adalah untuk memberikan gambaran penerapan Model Konservasi Levine dalam
asuhan keperawatan pada anak dengan kanker yang mengalami gangguan tidur. Desain yang
digunakan adalah studi kasus. Terdapat lima kasus yang menjadi pembahasan dalam artikel ini
dan teridentifikasi bahwa masalah tidur merupakan masalah yang utama. Intervensi keperawatan
yang diberikan didasarkan pada prinsip-prinsip konservasi yaitu konservasi energi, integritas
struktural, integritas personal dan integritas sosial. Hasil evaluasi berdasarkan respon organismik
menunjukkan sebagian besar masalah dapat teratasi dan menunjukkan perbaikan meskipun
belum teratasi secara keseluruhan. Model Konservasi Levine direkomendasikan untuk dapat
diterapkan dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan kanker yang mengalami
gangguan tidur dengan intervensi sleep hygiene dan terapi komplementer pemberian madu
sebelum anak tidur untuk mencapai hasil asuhan yang optimal.

9. Studi pharmacovigilance obat herbal di puskesmas X Yogyakarta

Meningkatnya pengunaan obat herbal di masyarakat menyebabkan laporan terkait adverse event
dan toksisitas juga meningkat. Adverse event dan toksisitas dapat dideteksi dengan sistem
pharmacovigilance. Kejadian Adverse Drug Reaction (ADR) dari obat-obat herbal merupakan
hal yang masih jarang diteliti di Indonesia sehingga diperlukan studi pharmacovigilance untuk
mendeteksi kejadian ADR. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang
kejadian ADR dari penggunaan obat herbal. Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan
menggunakan data retrospektif pada pasien yang mendapat resep obat herbal di Puskesmas X
Yogyakarta. Penelitian dilakukan dengan mengambil data pasien yang menggunakan obat herbal
10 bulan sebelum penelitian melalui rekam medik. Dilakukan wawancara untuk mengidentifikasi
kejadian ADR kemudian dilakukan analisis kausalitas menggunakan algoritma Naranjo. Dari
hasil penelitian diketahui bahwa 3 (13,63%) dari 22 pasien mengalami ADR dengan kategori
probabilitas probable (1) dan possible (2). Gejala ADR yang muncul adalah peningkatan
frekuensi defekasi, penurunan konsistensi feces dan diuresis. Dari hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa terdapat kejadian ADR pada pasien yang mendapat resep obat herbal di
Puskesmas X Yogyakarta.

10. Kerasionalan Penggunaan Obat Diare yang Disimpan di Rumah


Tangga di Indonesia
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara-negara
berkembang. Menurut WHO, diare mengakibatkan 2,5 juta kematian setiap tahun dengan
80% korban di antaranya adalah balita. Laporan Riskesdas 2013 menyatakan prevalensi
diare di Indonesia adalah 7%, khususnya pada balita 12,2%. Masyarakat banyak
melakukan swamedikasi dengan menggunakan obat-obat bebas yang mudah diperoleh di
pasaran untuk pengobatan diare. Analisis ini bertujuan untuk menilai kerasionalan
penggunaan obat diare yang disimpan di rumah tangga. Kerasionalan penggunaan obat
dikaitkan dengan tingkat pendidikan ibu dan kuintil kepemilikan rumah tangga. Desain
penelitian adalah cross sectional dengan menganalisis lebih lanjut data rumah tangga
Riskesdas 2013 meliputi jenis obat (data dari blok IV), pendidikan (dari data blok VI)
dan status ekonomi (data dari blok IX Riskesdas 2013). Hasil analisis menunjukkan
bahwa obat diare yang disimpan di rumah tangga terbanyak adalah adsorbans (40,4%),
diikuti antibiotik (22,4%) dan obat tradisional (18,5%). Persentase kerasionalan obat
diare yang disimpan di rumah tangga adalah 74,7% rasional dan 25,3% tidak rasional.
Masyarakat dengan kategori mampu (kuintil 4 dan 5) 2,019 kali lebih rasional melakukan
pengobatan diare dibandingkan dengan masyarakat kurang mampu (kuintil 1, 2 dan 3).
Ibu-ibu yang mempunyai pendidikan tinggi (SMA ke atas) 1,944 kali lebih rasional
menggunakan obat diare dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan rendah (SMP ke
bawah).

11.PENYULUHAN KESEHATAN MELALUI MEDIA CETAK


BERPENGARUH TERHADAP PERAWATAN HIPERTENSI
PADA USIA DEWASA DI KOTA DEPOK

Penyuluhan kesehatan merupakan cara yang digunakan untuk menyampaikan informasi


kesehatan. Penyuluhan dapat dilakukan langsung melalui metode tatap muka atau dengan
menggunakan media massa sebagai sarana dalam penyampaian informasi. Pada
kenyataannya belum diketahui cara mana yang paling efektif dalam penyuluhan
kesehatan untuk perawatan hipertensi usia dewasa. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh penyuluhan kesehatan langsung dan melalui media massa dengan
perawatan hipertensi pada usia dewasa. Penelitian ini menggunakan desain cross
sectional. Responden yang terlibat adalah 122 usia dewasa yang merupakan total
populasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyuluhan kesehatan langsung dan
melalui media massa berhubungan secara bermakna dengan perawatan hipertensi pada
usia dewasa. Penyuluhan kesehatan melalui media cetak merupakan faktor dominan pada
perawatan hipertensi. Penelitian ini merekomendasikan untuk dilakukannya penyuluhan
kesehatan secara berkala melalui selebaran, majalah dan poster.

Anda mungkin juga menyukai