Anda di halaman 1dari 10

2.

4 Konteks Hukum
Sama halnya dengan bisnis lainnya, manajemen sumber daya manusia sangat
dipengaruhi oleh undang-undang (federal) dan tinjauan pengadilan. Dalam bagian ini
beberapa bidang peraturan sumber daya manusia yang penting dan sulit di jangkau.

2.4.1 Etika, Relasi, dan Perlakuan Adil


1. Etika
Etika (ethics) adalah prinsip-prinsip tingkah laku yang mengatur seorang individu
atau kelompok. Prinsip-prinsip yang digunakan orang untuk memutuskan bagaimana
tingkah laku mereka seharusnya. Akan tetapi, keputusan etika tidak meliputi semua
tingkah laku. Moralitas berarti standar perilaku yang diterima masyarakat dan selalu
melibatkan pertanyaan mendasar mengenai benar salah seperti, mencuri, membunuh, dan
bagaimana memperlakukan orang lain.
Sebenarnya, hukum adalah pedoman yang jauh dari sempurna mengenai apa itu
etika, karena sesuatu mungkin saja bisa sah secara hukum, tetapi tidak benar, atau benar
tetapi tidak sah secara hukum. Misalnya, memecat seorang karyawan yang berusia 38
tahun dengan masa kerja 20 tahun tanpa alasan atau pemberitahuan mungkin tidak etis,
tetapi masih sah secara hukum.
Hukum mungkin bukan pedoman yang sangat mudah memutuskan mengenai apa
yang etis untuk dilakukan, tetapi beberapa pengusaha memperlakukannya seperti itu.
Bisnis ada untuk menghasilkan laba, jadi profitabilitas cenderung menjadi penyaring awal
yang digunakan pengusaha dalam mengambil keputusan.

2. Relasi
Relasi karyawan (employee relations) adalah aktivitas yang melibatkan
pembentukan dan pemeliharaan hubungan karyawan-karyawan kerja yang berkontribusi
pada produktivitas, motivasi, moral, dan pendisiplinan yang memuaskan, dan untuk
memelihara lingkungan kerja yang positif, produktif, dan kohesif. Mengelola relasi
karyawan biasanya merupakan tugas dari sumber daya manusia.
Sebagian besar para pengusaha berusaha untuk memelihara relasi yang positif
antara mereka sendiri dengan karyawan mereka. Akan tetapi, kita tidak mungkin dapat
melakukannya karena karyawan percaya bahwa tuntutan dari perusahaan menekan
mereka, memata-matai mereka, atau memperlakukan mereka secara tidak adil dan tidak
etis. Oleh karena itu, kebijakan yang mengembangkan etika, perlakuan adil, dn
pendisiplinan yang adil membentuk dasar bagi relasi karyawan yang positif.

3. Perlakuan Adil
Perlakuan adil dalam lingkungan kerja adalah kondisi dimana karyawan mendapat
kesempatan dan perlakuan yang sama dalam melaksanakan pekerjaannya. Seperti yang
tertulis pada pasal 5 dan 6 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, mengenai tenaga kerja,
pemerintah menjamin untuk mendapat hak dan perlakuan yang sama tanpa adanya
diskriminasi dalam bentuk apapun seperti dalam :
a. Pembagian kerja yang sesuai dengan kemampuan dan tanggung jawab
masing-masing
b. Pembagian gaji
c. Jenjang karir
d. Diskriminasi gender
e. Sarana pengembangan kemampuan

Peraturan Undang-Undang yang Mengatur Mengenai Perlakuan Adil di


Tempat Kerja
A. Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 mengatur mengenai
ketenagakerjaan.
 Peraturan tersebut mencakup hak setiap pekerja untuk memperoleh
perlindungan dalam menjalankan pekerjaannya yang tertulis dalam pasal
86 ayat 1 yang berbunyi “setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk
memperoleh perlindungan atas :
 Kesempatan dan kesehatan kerja
 Moral dan kesusilaan
 Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai nilai
agama”
 Pasal 5 dan 6 UU No. 13 Tahun 2003 juga menjadi strategi nasional
kesempatan dan perlakuan yang sama dalam pekerjaan, mengamanatkan
hal-hal sebagai berikut: “setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang
sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan” (pasal 5), “setiap
pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi
dari pengusaha” (pasal 6).

B. Undang-Undang No. 80 Tahun 1957


Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO No. 100 tentang pengupahan yang
sama untuk pekerjaan yang sama nilainya.
Memberikan kejelasan mengenai istilah pengupahan yang sama bagi buruh
laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya menunjuk kepada
nilai pengupahan yang dilakukan tanpa membedakan jenis kelamin.

C. Undang-Undang No. 21 Tahun 1999


Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO No. 111 tentang diskriminasi
dalam pekerjaan dan jabatan.
Mempromosikan kesempatan dan perlakuan yang sama dan menghilangkan
segala bentuk diskriminasi langsung maupun tidak langsung dalam pekerjaan dan
jabatan berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, aliran politik, suku,
dan status sosial.

Manfaat bagi Perusahaan yang Mengaplikasikan Perlakuan yang Adil di


Tempat Kerja
Perlakuan adil di tempat kerja tidak hanya memberi manfaat bagi karyawan
saja, tetapi juga memberikan keuntungan bagi perusahaan. Keuntungan-keuntungan
tersebut berupa:
 Peningkatan umpan balik bagi perusahaan karena telah melaksanakan
investasi pada semua karyawan secara adil.
 Penurunan angka ketidakhadiran karena adanya kesempatan yang sama
pada seluruh karyawan di tempat kerja untuk menjadi “orang penting” di
perusahaan melalui persaingan yang adil.
 Tersedianya alternatif pemilihan tenaga kerja yang lebih baik. Perlakuan
adil di tempat kerja akan memberikan kesempatan yang lebih luas pada
pencari kerja laki-laki maupun perempuan, untuk mendaftarkan diri pada
lowongan kerja yang ada sehingga tim rekrutmen dan seleksi di
perusahaan mempunyai pilihan calon pencari kerja yang lebih bnayak dan
beragam.
 Peningkatan produktivitas tenaga kerja. Dengan menerapkan perlakuan
adil di perusahaan, diharapkan tingkat perpindahan tenaga kerja (labor
turn over), tingkat ketidakhadiran, dan tingkat kesalahan dalam produksi
dan administrasi akan menurun.
 Peningkatan loyalitas, moral, dan kepuasan kerja pekerja.
 Meningkatkan kepuasan para pelanggan dan volume penjualan. Penerapan
perlakuan adil di tempat kerja akan menguatkan semangat kerja dan
meningkatkan kepuasan pelanggan dan secara otomatis meningkatkan
volume penjualan.
 Risiko pengaduan terhadap praktek diskriminasi di perusahaan akan
berkurang dan menjadi hilang.
 Terciptanya hubungan kerja yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan
melalui pengaturan ak dan kewajiban serta perlakuan yang sama di tempat
kerja yang diatur dalam Perjanjian Kerja (PK), Peraturan Perusahaan (PP),
atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

2.4.2 Tawar Menawar Kolektif


Bila serikat buruh sudah diakui secara resmi, serikat ini memikul peran sebagai agen
tawar-menawar resmi bagi para pekerja yang diwakilinya. Tawar-menawar kolektif
merupakan satu proses yang terus berjalan yang mencakup baik pembuatan konsep maupun
pelaksanaan syarat-syarat kontrak tenaga kerja.
1. Mencapai kesepakatan tentang persyaratan kontrak
Proses tawar-menawar kolektif dimulai ketika serikat buruh dikenal sebagai
negosiator yang istimewa bagi para anggotanya. Siklus tawar-menawar sendiri
dimulai ketika pemimpin serikat buruh bertemu dengan perwakilan manajemen untuk
menyepakati sebuah kontrak. Berdasarkan UU, kedua pihak harus duduk di meja
perundingan dan berunding secara jujur. Ketika masing-masing pihak membeberkan
permintaannya, sesi-sesi negosiasi berfokus pada pengidentifikasian zona tawar-
menawar.
Sebagai contoh, walaupun mula-mula tidak menawar kenaikan upah,
perusahaan tempat bekerja mungkin menyangka mereka harus memberikan kenaikan
sbesar 6%. Demikian juga serikat buruh mungkin pada awalnya meminta kenaikan
upah 10% sambil berharap mendapatkan kenaikan upah paling sedikit 6%. Maka zona
tawar-menawar adalah kenaikan antara 4 dan 6%. Idealnya, mencapai beberapa
kompromi antara level-level ini, dan kemudian kesepakatan baru pun diajukan untuk
mendapatkan suara pengesahan oleh keanggotaan serikat buruh. Kadang kala proses
ini berjalan cukup mulus. Akan tetapi di waktu lain, kedua pihak tidak dapat atau
tidak akan sepakat. Kecepatan dan kemudahan untuk menyelesaikan kebuntuan ini
sebagian bergantung pada sifat dari isu kontrak. Keinginan dari masing-masing pihak
untuk menggunakan taktik-taktik tertentu, dan penggunaan pihak penengah atau
arbitrasi.

2. Isu kontrak
Kontrak tenaga kerja dapat menghasilkan rangkaian masalah atau isu yang
berbeda. Sebagian permasalahan ini menuntut serikat pekerja bertindak atas nama
para anggota. Kategori-kategori isu yang umumnya palig penting bagi para perunding
serikat buruh : kompensasi, tunjangan, dan keamanan kerja. Walaupun serikat isu
yang diliput dalam konrak tenaga kerja disponsori oleh perusahaan. Macam-macam
hak manajemen yang dirundingkan dalam kebanyakan kesepakatan tawar-menawar :
a. Kompensasi
Isu yang paling umum adalah kompensasi. Salah satu aspek dari
kompensasi adalah upah terkini. Yang jelas, serikat buruh ingin pekerja
mereka ingin mendapatkan upah yang lebih tinggi dan mencoba
meyakinkan manajemen untuk menaikkan upah perjam bagi semua atau
beberapa karyawan.
Yang menjadi perhatian serikat buruh adalah kompensasi dimasa yang
akan mendatang, tingkat upah yang dibayarkan bertahun-tahun kontrak
berikut. Satu alat yang paling umum untuk mengamanan kenaikan upah
adalah penyesuaian biaya hidup atau Cost of Living Adjustmant (COLA).
Kebanyakan ketentuan penyesuaian biaya hidup mengaitkan kenaikan
upah pada indeks harga konsumen (Consumer Price Index: CPI), statistik
pemerintah yang mencerminkan perubahan dalam daya beli konsumen.
Dasar pemikiran adalah bahwa ketika CPI naik dalam jumlah tertentu
dalam waktu periode tertentu, upah akan otomatis dinaikkan. Hampir
separuh dari semua kontrak tenaga kerja dewasa ini mencakup ketentuan
penyesuaian biaya hidup.
b. Wage reopener clausa
Ketentuan untuk membicarakan ulang soal upah sekarang termasuk
dalam hampir 10 persen dari semua kontrak tenaga kerja. Ketentuan
semacam itu memungkinkan tingkat upah dirundingkan ulang pada saat
yang telah ditentukan sebelumnya selama masa berlaku kontrak. Sebagai
contoh, serikat buruh mungkin tidak nyaman dengan kontrak jangka
panjang yang didasarkan pada kenaikan upah penyesuaian biaya hidup.
Akan tetapi, kesepakatan jangka panjang mungkin lebih dapat diterima
jika manajemen sepakat untuk merundingkan kembali upah tiap 2 tahun.

c. Tunjangan
Tunjangan karyawan juga merupakan komponen penting dalam
kebanyakan kontrak tenaga kerja. Serikat buruh umumnya ingin pemberi
kerja membayar semua atau sebagian besar biaya asuransi bagi karyawan.
Tunjangan yang lainnya pada umumnya diajukan selama perundingan
mencakup tunjangan pensiun, liburan yang dibayar, dan kondisi kerja.

d. Keamanan kerja
Meskipun demikian prioritas puncak UAW atau serikat buruh mobil
dalam kebanyakan perundingan terbarunya dengan pembuat mobil AS
adalah keamanan kerja, yang merupakan butir agenda yang semakin
penting di banyak sesi tawar-menawar dewasa ini. Dalam beberapa kasus
permintaan akan keamanan kerja memuat perjanjian bahwa jika
perusahaan tidak berpindah ke tempat lain. Dalam kasus ini kontrak bisa
menyatakan bahwa jika angkatan kerja dikurangi, senioritas akan
digunakan sebagai patokan untuk menentukan karyawan mana yang tetap
mempertahankan pekerjaannya.

e. Isu serikat buruh lainnya


Kemungkinan isu lain mencakup hal-hal seperti jam kerja, kebijakan
waktu lembur, pengaturan periode waktu istirahat, rancangan upah yang
berbeda untuk karyawan yang bekerja dalam shift, penggunaan pekerja
tidak tetap, prosedur penyampaian keluhan, dan kegiatan serikat buruh
yang diizinkan (pengambilan iuran, papan buletin serikat buruh, dan lain-
lain).

f. Hak-hak manajemen
Manajemen menginginkan kendali penuh atas kebijakan perekrutan,
penugasan kerja, dan lain-lain. Sementara itu, serikat buruh sering
mencoba membatasi hak manajemen dengan memperinci perekrutan,
penugasan, dan kebijakan-kebijakan lain. Misalnya, kontrak menetapkan
tiga pekerja dibutuhkan untuk mengganti bagian yang kosong, seperti
dalam kasus ini ketentuan konrak sering melarang pekerja dalam satu
kategori pekerjaan untuk melakukan pekerjaan yang termasuk dalam ranah
orang lain. Serikat buruh mencoba untuk mengamankan pekerjaan dengan
mendefinisikan sebanyak mungkin kategori yang berbeda. Tentu saja
manajemen menolak praktek itu, karena membatasi keluasan dan
menimbulkan kesulitan untuk merotasikan pekerja.

3. Bila tawar-menawar gagal


Kebutuhan terjadi bila setelah satu rangkaian sesi tawar-menawar, manajemen dan
tenaga kerja gagal menyepakati kontrak baru atau kontrak untuk menggantikan
kesepakatan yang hampir kadaluarsa. Walaupun umumnya disepakati bahwa kedua
belah pihak mengalami kerugian bila terjadi kebuntungan dan beberapa tindakan oleh
satu pihak bertentangan dengan pihak lain. Masing-masing pihak dapat menggunakan
beberapa taktik untuk mendukung alasan-alasannya sampai kebutuhan itu dipecahkan.
1) Taktik serikat buruh
Bila permintaan mereka tidak dipenuhi, serikat buruh mungkin menempuh
berbagai taktik untuk meraih tawar-menawar. Yang paling utama adalah
pemogokan, yang mungkin berbentuk demonstrasi, boikot, atau pelambatan kerja.
a. Pemogokan kerja
Pemogokan kerja terjadi bila karyawan untuk sementara meninggalkan
tempat kerja. Kebanyakan pemogokan kerja di AS adalah pemogokan
ekonomi, dipicu oleh jalan buntu menyangkut butir-butir tawar-menawar
wajib, termasuk isu-isu non ekonomi seperti jam kerja. Sebagai contoh, serikat
buruh teamsters melakukan pemogokan pada United Percel Servis (UPS)
beberapa tahun lalu akibat isu-isu non ekonomi. Serikat buruh menginginkan
agar perusahaan agar mengalihkan banyak pekerjaan sementara dan paruh
waktu menjadi pekerja permanen dan purna waktu. Para pemogok hanya
kembali bekerja ketika UPS sepakat untuk menciptakan 10.000 pekerjaan
baru. Kemudian, serikat buruh yang sama melakukan pemogokan pada Union
Pacific Corp, mereka menuntut upah dan pekerjaan baru. Pada bulan April
2000 para masinis pabrik Lockheed-Martin di Fort Wort, Texas, melakukan
pemogokan selama dua minggu. Kata presiden dari serikat buruh lokal “saya
pikir orang-rang kami dihormati karena mengambil sikap. Kami melakukan
pemogokan yang baik.”
Namun dewasa ini pemogokan sudah jauh berkurang dibandingkan
tahun-tahun sebelumnya. Tidak semua pemogokan itu sesuai dengan hukum.
Pemogokan simpati disebut juga dengan pemogokan sekunder. Yang terjadi
ketika suatu serikat buruh bersimpati dengan tindakan yang dimulai oleh
serikta buruh lain, bisa melanggar hukum konrak buruh yang bersimpati.
Pemogokan liar pemogokan yang tidak diberi wewenang oleh serikat buruh
yang terjadi selama masa berlaku kontrak. Mencabut para pemogok dari situs
sebagai karyawan dan dengan demikian juga dari perlindungan Undang-
Undang tenaga kerja nasional.

b. Tindakan tenaga kerja lainnya


Tindakan tenaga kerja lainnya untuk mendukung suatu pemogokan, serikat
buruh yang menghadapi jalan buntu memiliki kegiatan hukum lain yang bisa
diandalkan:
 Picketing terjadi bila dalam demonstrasi, para pekerja berbaris pada pintu
masuk fasilitas pemberi kerja dengan membawa simbol-simbol yang
menjelaskan alasan mereka melakukan pemogokan.
 Boikot yaitu terjadi bila anggota serikat buruh sepakat untuk tidak
membeli produk-produk perusahaan.
 Alternatif lain dalam pemogokan kerja adalah perlambat kerja. Dari pada
mogok, para pekerja melakukan pekerjaan mereka dengan langkah yang
jauh lebih lambat dari pada biasanya. Variasinya adalah sickout (tidak
masuk kerja karena sakit). Dimana sebagian besar pekerja mangaku sakit
dan tidak masuk kerja.
2) Taktik manajemen
Taktik manajemen seperti pekerja, manajemen dapat menanggapi suatu kebuntuan
secara keras:
 Lockout yaitu terjadi bila para pemberi kerja menolak para pekerja untuk
masuk ke tempat kerja. Lockout melanggar hukum jika digunakan sebagai
senjata ofensif untuk memberikan manajemen keuntungan tawar-menawar.
Akan tetapi, sesuai hukum ika manajemen memiliki kebutuhan bisnis yang
sah, misalnya mencegah penumpukan persediaan barang yang tidak tahan
lama. Walaupun akhir-akhir ini jarang, ABC melakukan lockout atas
karyawan supporting-nya pada tahun 1998 karena mereka melancarkan
pemogokan satu hari tanpa pengumuman selama satu periode siaran yang
penting.
 Perusahaan dapat juga mempekerjakan pengganti sementara atau tetap
yang disebut strikebreaker. Akan tetapi, Undang-Undang melarang
penggantian permanen atas pekerja yang mogok yang disebabkan karena
praktek yang tidak adil.
 Dalam beberapa kasus, seorang pemberi kerja dapat juga memperoleh
keputusan yang sah yang melarang para pekerja untuk mogok ataupun
melarang serikat buruh untuk ikut campur tangan dalam usahanya
menggunakan pekerja pengganti.

3) Mediasi dan arbitrasi


Dari pada menggunakan senjata-senjata yang deskruktif ini untuk berkonfrontasi
satu sama lain, tenaga kerja dan manajemen dapat mengundang pihak ketiga untuk
membantu menyelesaikan perselisihan mereka :
 Dalam mediasi, pihak ketiga yang netral (mediator) dapat menyarankan,
tetapi tidka dapat memaksakan satu penyelesaian terhadap pihak lain.
 Dalam arbitrasi sukarela, pihak yang netral (arbitrator) memutuskan satu
penyelesaian bagi kedua pihak yang sepakat untuk mengajukan persoalan
kepihak luar tersebut.
 Dalam beberapa kasus, arbitasi dituntut secara hukum untuk
menyelesaikan perselisihan tawar-menawar. Arbitrasi wajib digunakan
untuk menyelesaikan perselisihanantara pemerintah dan pegawai negeri
seperti pemadam kebakaran dan pejabat polisi.

Anda mungkin juga menyukai