TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar
1. Defenisi
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat sangat
subjektif. Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal skala ataupun
tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. (Tetty, 2015). Nyeri menrupakan kondisi
berupaperasaan tidak menyenangkan bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri
berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang
tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.
(Aziz Alimul, 2010).
2. Etiologi
Adapun Etiologi Nyeri yaitu:
a. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya kerusakkan jaringan akibat bedah atau
cidera.
b. Iskemik jaringan.
c. Spasmus otot merupakan suatu keadaan kontraksi yang tak disadari atau tak
terkendali, dan sering menimbulkan rasa sakit. Spasme biasanya terjadi pada otot
yang kelelahan dan bekerja berlebihan, khususnya ketika otot teregang berlebihan
atau diam menahan beban pada posisi yang tetap dalam waktu yang lama.
d. Inflamasi pembengkakan jaringan mengakibatkan peningkatan tekanan lokal
dan juga karena ada pengeluaran zat histamin dan zat kimia bioaktif lainnya.
e. Post operasi setelah dilakukan pembedahan.
3. Klasifikasi nyeri
Klasifikasi nyeri menurut Prasetyo (2010) di bagi menjadi beberapa macam, yaitu
a. Nyeri Akut
Nyeri akut terjadi setelah terjadinya cidera akut, penyakit, atau intervensi bedah
dan memiliki awitan yang cepat dengan intensitas yang bervariatif (ringan sampai
berat) dan berlangsung untuk waktu singkat.
b. Nyeri Kronis
Nyeri kronik berlangsung lebih lama daripada nyeri akut, intensitasnya bervariasi
(ringan sampai berat) dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan.
3
4. Fisiologi Nyeri
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor
nyeri yang di maksud adalah niciceptor, merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas
yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin yang tersebar pada kulit
dan mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kandung
empedu.Reseptor nyeri dapat memberikan respon akibat adanya stimulasi atau
rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berubah zat kimiawi seperti histamine,
bradikinin, prostaglandin, dan macam-macam asam yang di lepas apabila terdapat
kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat
berupa termal, listrik atau mekanis.
8. Tingkatan Nyeri
VAS (Visual Analogue Scale) telah digunakan sangat luas dalam beberapa
dasawarsa belakangan ini dalam penelitian terkait dengan nyeri dengan hasil yang
handal, valid dan konsisten.VAS adalah suatu instrumen yang digunakan untuk
menilai intensitas nyeri dengan menggunakan sebuah tabel garis 10 cm dengan
pembacaan skala 0–100 mm dengan rentangan makna:
Skala nyeri pada skala 0 berarti tidak terjadi nyeri, skala nyeri pada skala 1-3
berarti nyeri ringan seperti gatal, tersetrum, nyut-nyutan, melilit, terpukul, perih,
mules, .Skala nyeri 4-6 berarti nyeri sedang digambarkan seperti kram, kaku,
nyeri tetapi masih dapat dikontrol oleh klien, sedangkan skala 10 merupakan
skala nyeri yang sangat berat dan tidak dapat dikontrol.Ujung kiri pada VAS
menunjukkan “tidak ada rasa nyeri”, sedangkan ujung kanan menandakan “nyeri
10. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan keperawatan
1) Monitor tanda-tanda vital
2) Kaji adanya infeksi atau peradangan nyeri
3) Distraksi (mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan
sampai sedang)
4) Kompres hangat
5) Mengajarkan teknik relaksasi
b) Penatalaksanaan medis
1) Pemberian analgesic
Analgesik akan lebih efektif diberikan sebelum pasien merasakan nyeri
yang berat dibandingkan setelah mengeluh nyeri.
2) Plasebo
Plasebo merupakan obat yang tidak mengandung komponen obat analgesik
seperti gula, larutan garam/ normal saline, atau air.Terapi ini dapat
menurunkan rasa nyeri, hal ini karena faktor persepsi kepercayaan pasien.
A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN TEORI DARI KASUS
1. Pengkajian
a. Nyeri akut
1) Mengkaji perasaan klien
2) Menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri
3) Mengkaji keparahan dan kualitas nyeri
a. Nyeri kronis
Pengkajian difokuskan pada dimensi perilaku afektif dan kognitif. Selain itu
terdapat komponen yang harus di perhatikan dalam memulai mngkaji respon
nyeri yang di alami pasien :
b. Penentu ada tidaknya nyeri
Dalam melakukan pengkajian nyeri , perawat harus percaya ketika pasien
melaporkan adanya nyeri, meskipun dalam observasi perawat tidak menemukan
adanya cidera atau luka.
c. Pengkajian status nyeri dilakukan dengan pendekatan O,P,Q,R,S,T,U,V yaitu:
1) O (Onset)
Tentukan rasa nyaman dimulai. Kapan mulainya? Akut atau bertahap?
2) P (Provocate)
(Provocate) tanyakan apa yang membuat nyeri atau rasa tidak nyaman
memburuk, apakah posisi?
3) Q (Quality)
Kualitas nyeri meliputi nyeri seperti di tusuk-tusuk,dipukul-pukul dan lain-
lain.
4) R(Region)
Lokasi nyeri,meliputi byeri abdomen kuadran bawah,luka post operasi,dan
lain-lain.
5) S(Skala)
Skala nyeri ringan,sedang,berat atau sangat nyeri.
6) T(Time)
Waktu nyeri meliputi : kapan dirasakan,berapa lama, dan berakhir.
7) U( Understanding)
Bagaimana persepsi nyeri klien? Apakah pernah merasakan nyeri
sebelumnya? Jika iya, apa masalahnya?
8) Values
Tujuan dan harapan untuk nyeri yang diderita pasien.
d. Respon simpatik
1) Peningkatan frekuensi pernafasan
2) Dilatasi saluran bronkiolus
3) Peningkatan frekuensi denyut jantung
4) Dilatasi pupil
5) Penurunan mobilitas saluran cerna
e. Respon parasimpatik
1) Pucat
2) Ketegangan otot
3) Penurunan denyut jantung
4) Mual dan muntah
5) Kelemahan dan kelelahan
f. Respon perilaku
Respon perilaku yang sering di tunjukan oleh pasien antara lain perubahan
postur tubuh, mengusap, menopong wajah bagian nyeri yang sakit mengertakan
gigi, ekspresi wajah meringis, mengerutkan alis.
g. Respon afektif
Respon afektif juga perlu di perhatikan oleh seorang perawat. Dalam melakuk
an pengkajian terhadap pasien dengan gangguan nyeri.
h. Pengkajian pola fungsi Gordon
Pola kognitif dan perceptual
1) Nyeri (kualitas,intensitas,durasi,skala,cara mengurangi nyeri
2) Skala nyeri.
Menurut smeltzer, C. S, bare B.G (2014) adalah sebagai berikut :
1) Skala intensitas nyeri deskritif
2) Skala identitas nyeri numeric
3) Skala analog visual
4) Skala nyeri menurut bourbanis
Keterangan :
1 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan
baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah
tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak
dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas
panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul
(Potter & Perry,2010).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan cidera fisik
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyaman fisik
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake kurang
3. Intervensi
a. Nyeri akut berhubungan dengan cidera fisik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam,masalah nyeri teratasi dengan kriteria hasil :
1) Adanya penurunan intensitas nyeri
2) Ketidaknayaman akibat nyeri berkurang
3) Kidak menunjukan tanda-tanda fisik dan perilaku dalam nyeri akut
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Kaji nyeri 1. Mengetahui daerah nyeri,
kualitas, kapan nyeri dirasakan,
faktor pencetus, berat ringannya
nyeri yang dirasakan
2. Ajarkan tekhnik relaksasi 2. Untuk mengajarkan pasien apa
kepada pasien bila nyeri timbul
3. Berikan analgetik sesuai 3. untuk mengurangi rasa nyeri
program 4. Untuk mengetahui keadaan
4. Observasi TTV umum pasien.
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Kaji KU, PQRST, TTV serta 1. Untuk mengetahui keadaan
efek-efek penggunaan umum pasien, : mengetahui
pengobatan jangka panjang daera nyeri, kualitas, kapan nyeri
dirasakan, faktor pencetus,
berat ringannya nyeri yang
dirasakan serta mengetahui efek
penggunaan obat secara jangka
panjang
2. Untuk mengetahui tingkat nyeri
2. Bantu pasien mengidentifikasi pasien
tingkat nyeri 3. Untuk mengurangi rasa nyeri
3. Ajarkan pola istirahat/tidur yang secara adekuat
adekuat 4. Untuk mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi pemberian obat
analgesic
c. Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan kelelahan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,masalah
dapat teratasi dengan KH sebagai berikut:
1) Pasien dapat melakukan aktivitasnya sendiri
2) Pasien tidak lemas
Intervensi:
Inervensi Rasional
1. Kaji aktivitas dan mobilitas 1. Untuk bisa mengetahui
pasien perkembangan dari pasien
2. Bantu aktifitas pasien 2. Untuk memperlancar aktivitas
pasien
3. Berikan terapi sesuai program 3. Untuk memberikan pengobatan
DISCHARGE PLANING
Nama :
2. Kaidi
KUTIPAN : -
IMPLIKASI KEPERAWATAN
1. Perawat bisa menerapkan Teknik relaksasi nafas dalam dan terapi dzikir pada pasien
yang mengalami nyeri
2. Memberikan sumber referensi bagi para bagi para peneliti berikutnya dalam
melakukan penelitian dalam hal yang sama
3. Dapat memberikan Teknik relaksasi napas kepada pasien yang mengalami nyeri agar
tidak bergantung pada farmakologi
4. Penelitian ini dapat menjadikan landasan teori rumah sakit dalam melakukan
manajemen nyeri pada pasien post operasi maupun pasien lain yang merasakan nyeri
kerena penyakit
BAB V
A. KESIMPULAN
1. Pemberian intervensi yaitu tindakan relaksasi nafas dalan dan terapi dzikir dapat
mempengaruhi skala nyeri
2. Penelitian ini menggunakan 34 orang sampel dibagi menjadi 2 kelompok,
kelompok eksperimen 17 orang dan kelompok control 17 orang
3. Berdasarkan umur responden paling banyak berumur >60 tahun yaitu 25 orang
(73,5%) , Sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki yaitu 23 orang,
Sebagian besar responden tidak bekerja yaitu 11 orang, sebagian besar responden
berpendidikan SD yaitu 12 orang dan suku melayu 11 orang.
4. Kelompok eksperimen memiliki penurunan skala nyeri yang lebih signifikan
dibandingkan dengan kelompok kontrol.
5. terapi relaksasi nafas dalam dan terapi dzikir efektif terhadap penurunan skala
nyeri pada pasien post operasi katarak.
B. SARAN
1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi rumah sakit
untuk menyusun suatu kebijakan atau standar operasional prosedur penanganan
nyeri dengan menggunakan terapi non farmakologis selain menggunakan terapi
farmakologis dalam mengurangi nyeri pada pasien katarak.
2. Diharapkan hasil penelitian ini menjadi sumber informasi dalam pengembangan
ilmu keperawatan terutama mengenai teknik relaksasi nafas dalam dan terapi
dzikir didalam mengatasi nyeri pada pasien post op katarak.
3. Diharapkan penelitian ini bagi mahasiswa keperawatan khususnya yang akan
menjalani tahap profesi dapat menerapkan tehnik-tehnik non farmakologis untuk
mengatasi nyeri pada pasien.
4. Diharapkan hasil penelitian ini agar dapat dijadikan data penunjang untuk
penelitian selanjutnya terkait teknik-teknik non farmakologis untuk mengatasi
nyeri.