Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar
1. Defenisi
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat sangat
subjektif. Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal skala ataupun
tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. (Tetty, 2015). Nyeri menrupakan kondisi
berupaperasaan tidak menyenangkan bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri
berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang
tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.
(Aziz Alimul, 2010).
2. Etiologi
Adapun Etiologi Nyeri yaitu:
a. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya kerusakkan jaringan akibat bedah atau
cidera.
b. Iskemik jaringan.
c. Spasmus otot merupakan suatu keadaan kontraksi yang tak disadari atau tak
terkendali, dan sering menimbulkan rasa sakit. Spasme biasanya terjadi pada otot
yang kelelahan dan bekerja berlebihan, khususnya ketika otot teregang berlebihan
atau diam menahan beban pada posisi yang tetap dalam waktu yang lama.
d. Inflamasi pembengkakan jaringan mengakibatkan peningkatan tekanan lokal
dan juga karena ada pengeluaran zat histamin dan zat kimia bioaktif lainnya.
e. Post operasi setelah dilakukan pembedahan.
3. Klasifikasi nyeri
Klasifikasi nyeri menurut Prasetyo (2010) di bagi menjadi beberapa macam, yaitu
a. Nyeri Akut
Nyeri akut terjadi setelah terjadinya cidera akut, penyakit, atau intervensi bedah
dan memiliki awitan yang cepat dengan intensitas yang bervariatif (ringan sampai
berat) dan berlangsung untuk waktu singkat.
b. Nyeri Kronis
Nyeri kronik berlangsung lebih lama daripada nyeri akut, intensitasnya bervariasi
(ringan sampai berat) dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan.

3
4. Fisiologi Nyeri
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor
nyeri yang di maksud adalah niciceptor, merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas
yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin yang tersebar pada kulit
dan mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kandung
empedu.Reseptor nyeri dapat memberikan respon akibat adanya stimulasi atau
rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berubah zat kimiawi seperti histamine,
bradikinin, prostaglandin, dan macam-macam asam yang di lepas apabila terdapat
kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat
berupa termal, listrik atau mekanis.

5. Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri


Pengalaman nyeri pada seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya
adalah :
a. Arti nyeri.
Arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hamper sebagian arti
nyeri merupakan negative, seperti membahayakan,merusak dll. Keadaan ini
dipengaruhi oleh berbagai factor, seperti usia, jenis kelamin, latar belakang sosial
budaya, lingkungan, dan pengalaman.
b. Persepsi nyeri.
Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sngat subyektif tempatnya pada korteks
(pada fungsi evaluative kognitif). Persepsi ini dipengaruhi oleh factor yang dapat
memicu stimulasi nociceptor
c. Toleransi nyeri.
Toleransi ini erat hubungannya dengan intensitas nyeri yang dapat mempengaruhi
kemampuan seseorang menahan nyeri.Factor yang dapat mempengaruhi
peningkatan toleransi nyeri antara lain alcohol, obat-obatan, hipnotis, gesekan
atau garukan, pengalihan perhatian, kepercayaan yang kuat, dsb.Sedangkan faktir
yang menurunkan toleransi antara lain kelelahan, rasa marah, bosan, cemas, nyeri
yang tidak kunjung hilang, sakit dll.
d. Reaksi terhadap nyeri
Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respons seseorang terhadap nyeri,
seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan menjerit. Semua ini merupakan
bentuk respons nyeri yang dapat dipengaruhioleh beberapa factor, seperti arti
nyeri, tingkat persepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan social,
kesehatan fisik dan mental, rasa takut,cemas, usia dll.

6. Respon perilaku terhadap nyeri


a) Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
b) Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
c) Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari
& tangan.
d) Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan,
Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pada aktivitas
menghilangkan nyeri).
( Perry& Potter. 2014)

7. Mekanisme pengontrol nyeri


Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Melzack & Wall (1965). Menurut teori
gate kontrol, nyeri tergantung dari kerja serat saraf  besar dan kecil yang keduanya
berada dalam akar ganglion do B rsalis. Rangsangan pada serat saraf besar akan
meningkatkan aktivitas subtansia gelatinosa yang mengakibatkan tertutupnya pintu
mekanisme sehingga aktivitas sel T terhambat dan menyebabkan hantaran
rangsangan ikut terhambat. Substansi gelatinosa (SG) yang ada pada bagian ujung
dorsal serabut saraf spinal cord mempunyai peran sebagai pintu gerbang (gating
Mechanism), mekanisme gate control ini dapat memodifikasi dan merubah sensasi
nyeri yang datang sebelum mereka sampai di korteks serebri dan menimbulkan nyeri
(Potter& Perry, 2005).

8. Tingkatan Nyeri
VAS (Visual Analogue Scale) telah digunakan sangat luas dalam beberapa
dasawarsa belakangan ini dalam penelitian terkait dengan nyeri dengan hasil yang
handal, valid dan konsisten.VAS adalah suatu instrumen yang digunakan untuk
menilai intensitas nyeri dengan menggunakan sebuah tabel garis 10 cm dengan
pembacaan skala 0–100 mm dengan rentangan makna:
Skala nyeri pada skala 0 berarti tidak terjadi nyeri, skala nyeri pada skala 1-3

berarti nyeri ringan seperti gatal, tersetrum, nyut-nyutan, melilit, terpukul, perih,

mules, .Skala nyeri 4-6 berarti nyeri sedang digambarkan seperti kram, kaku,

tertekan, sulit bergerak, terbakar, ditusuk-tusuk.Skala 7-9 merupakan skala sangat

nyeri tetapi masih dapat dikontrol oleh klien, sedangkan skala 10 merupakan

skala nyeri yang sangat berat dan tidak dapat dikontrol.Ujung kiri pada VAS

menunjukkan “tidak ada rasa nyeri”, sedangkan ujung kanan menandakan “nyeri

yang paling berat” ((Potter & Perry, 2014)

9. Faktor yang mempengaruhi nyeri


Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan reaksi terhadap nyeri menurut
Prasetyo (2010) yaitu :
a) Usia
Usia merupakan variable yang penting dalam mempengaruhi nyeri pada
individu, anak yang masih kecil mempunyai kesulitan dalam memahami nyeri
dan prosedur pengobatan yang dapat menyebabkan nyeri, pada pasien lansia
sering kali memiliki sumber nyeri lebih dari satu.
b) Jenis Kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda signifikan dalam berespon terhadap
nyeri, hanya beberapa budaya yang menganggap bahwa seorang anak laki-laki
harus lebih berani dan tidak boleh menangis dibandingkan anak perempuan
dalam situasi yang sama ketika merasakan nyeri.
c) Kebudayaan
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap
nyeri.
d) Makna Nyeri
Makna nyeri pada seseorang mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara
seseorang beradaptasi terhadap nyeri.
e) Lokasi dan Tingkat Keparahan Nyeri
Nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan tingkat keparahan pada
masing-masing individu.Dalam kaitannya dengan kualitas nyeri.
f) Perhatian
Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi persepsi nyeri.
Perhatian yang meningkat terhadap nyeri akan meningkatkan respon nyeri
sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan penurunan respon
nyeri.
g) Ansietas (kecemasan)
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks, ansietas yang dirasakan
seseorang seringkali meningkatkan persepsi nyeri, akan tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan perasaan ansietas
h) Keletihan
Keletihan dan kelelahan yang dirasakan seseorang akan meningkatkan sensasi
nyeri dan menurunkan kemampuan koping individu.
i) Pengalaman Sebelumnya
Seseorang yang terbiasa merasakanan nyeri akan lebih siap dan mudah
mengantisipasi nyeri daripada individu yangmempunyai pengalaman sedikit
tentang nyeri.
j) Dukungan Keluarga dan Sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali membutuhkan dukungan, bantuan,
perlindungan dari anggota keluarga lain dan orang terdekat, walaupun nyeri
masih dirasakan oleh klien, kehadiran orang terdekat akan meminimalkan
kesepian dan ketakutan.

10. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan keperawatan
1) Monitor tanda-tanda vital
2) Kaji adanya infeksi atau peradangan nyeri
3) Distraksi (mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan
sampai sedang)
4) Kompres hangat
5) Mengajarkan teknik relaksasi
b) Penatalaksanaan medis
1) Pemberian analgesic
Analgesik akan lebih efektif diberikan sebelum pasien merasakan nyeri
yang berat dibandingkan setelah mengeluh nyeri.
2) Plasebo
Plasebo merupakan obat yang tidak mengandung komponen obat analgesik
seperti gula, larutan garam/ normal saline, atau air.Terapi ini dapat
menurunkan rasa nyeri, hal ini karena faktor persepsi kepercayaan pasien.
A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN TEORI DARI KASUS
1. Pengkajian
a. Nyeri akut
1) Mengkaji perasaan klien
2) Menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri
3) Mengkaji keparahan dan kualitas nyeri
a. Nyeri kronis
Pengkajian difokuskan pada dimensi perilaku afektif dan kognitif. Selain itu
terdapat komponen yang harus di perhatikan dalam memulai mngkaji respon
nyeri yang di alami pasien :
b. Penentu ada tidaknya nyeri
Dalam melakukan pengkajian nyeri , perawat harus percaya ketika pasien
melaporkan adanya nyeri, meskipun dalam observasi perawat tidak menemukan
adanya cidera atau luka.
c. Pengkajian status nyeri dilakukan dengan pendekatan O,P,Q,R,S,T,U,V yaitu:
1) O (Onset)
Tentukan rasa nyaman dimulai. Kapan mulainya? Akut atau bertahap?
2) P  (Provocate)
(Provocate) tanyakan apa yang membuat nyeri atau rasa tidak nyaman
memburuk, apakah posisi?
3) Q  (Quality)
Kualitas nyeri meliputi nyeri seperti di tusuk-tusuk,dipukul-pukul dan lain-
lain.
4) R(Region)
Lokasi nyeri,meliputi byeri abdomen kuadran bawah,luka post operasi,dan
lain-lain.
5) S(Skala)
Skala nyeri ringan,sedang,berat atau sangat nyeri.
6) T(Time)
Waktu nyeri meliputi : kapan dirasakan,berapa lama, dan berakhir.
7) U( Understanding)
Bagaimana persepsi nyeri klien? Apakah pernah merasakan nyeri
sebelumnya? Jika iya, apa masalahnya?

8) Values
Tujuan dan harapan untuk nyeri yang diderita pasien.
d. Respon simpatik
1) Peningkatan frekuensi pernafasan
2) Dilatasi saluran bronkiolus
3) Peningkatan frekuensi denyut jantung
4) Dilatasi pupil
5) Penurunan mobilitas saluran cerna
e. Respon parasimpatik
1) Pucat
2) Ketegangan otot
3) Penurunan denyut jantung
4) Mual dan muntah
5) Kelemahan dan kelelahan
f. Respon perilaku
Respon perilaku yang sering di tunjukan oleh pasien antara lain perubahan
postur tubuh, mengusap, menopong wajah bagian nyeri yang sakit mengertakan
gigi, ekspresi wajah meringis, mengerutkan alis.
g. Respon afektif
Respon afektif  juga perlu di perhatikan oleh seorang perawat. Dalam melakuk
an pengkajian terhadap pasien dengan gangguan nyeri.
h. Pengkajian pola fungsi Gordon
Pola kognitif dan perceptual
1) Nyeri (kualitas,intensitas,durasi,skala,cara mengurangi nyeri
2) Skala nyeri.
Menurut smeltzer, C. S, bare B.G (2014) adalah sebagai berikut :
1) Skala intensitas nyeri deskritif
2) Skala identitas nyeri numeric
3) Skala analog visual
4) Skala nyeri menurut bourbanis
Keterangan :
1 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan
baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah
tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak
dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas
panjang dan distraksi
10   : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul
(Potter & Perry,2010).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan cidera fisik
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan
c. Gangguan  pola tidur berhubungan dengan ketidaknyaman fisik
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake kurang
3. Intervensi
a. Nyeri akut berhubungan dengan cidera fisik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam,masalah   nyeri teratasi dengan kriteria hasil :
1) Adanya penurunan intensitas nyeri
2) Ketidaknayaman akibat nyeri berkurang
3) Kidak menunjukan tanda-tanda fisik dan perilaku dalam nyeri akut
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Kaji nyeri 1. Mengetahui daerah  nyeri,
kualitas, kapan nyeri dirasakan,
faktor   pencetus, berat ringannya
nyeri yang dirasakan
2. Ajarkan tekhnik relaksasi 2. Untuk mengajarkan pasien apa
kepada pasien bila nyeri timbul
3. Berikan analgetik sesuai 3. untuk mengurangi rasa nyeri
program 4. Untuk mengetahui keadaan
4. Observasi TTV umum pasien.

b. Nyeri kronis berhubungan dengan cidera fisik


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam nyeri
berkurang dengan kriteria hasil
1) Tidak mengekspresikan nyeri secara verbal atau pada wajah
2) Tidak ada posisi tubuh yang melindungi
3) Tidak ada kegelisahan atau ketegangan otot
4) Tidak kehilangan nafsu makan
5) Frekuensi nyeri dan lamanya episode nyeri dilaporkan menengah atau
ringan

Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Kaji KU, PQRST, TTV serta 1. Untuk mengetahui keadaan
efek-efek penggunaan umum pasien, : mengetahui
pengobatan jangka panjang daera nyeri, kualitas, kapan nyeri
dirasakan, faktor    pencetus,
berat ringannya  nyeri yang
dirasakan serta mengetahui efek
penggunaan obat secara jangka
panjang
2. Untuk mengetahui tingkat nyeri
2. Bantu pasien mengidentifikasi pasien
tingkat nyeri 3. Untuk mengurangi rasa nyeri
3. Ajarkan pola istirahat/tidur yang secara adekuat
adekuat 4. Untuk mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi pemberian obat
analgesic
c. Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan kelelahan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,masalah
dapat teratasi dengan KH sebagai berikut:
1) Pasien dapat melakukan aktivitasnya sendiri
2) Pasien tidak lemas

Intervensi:
Inervensi Rasional
1. Kaji aktivitas dan mobilitas 1. Untuk bisa mengetahui
pasien perkembangan dari pasien
2. Bantu aktifitas pasien 2. Untuk memperlancar aktivitas
pasien
3. Berikan terapi sesuai program 3. Untuk memberikan pengobatan

d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan(hospitalisasi)


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,kebutuhan
tidur tercukupi dengan KH sebagai berikut :
1) Kebutuhan tidur tercukupi
2) Pasien tampak segar
3) Tidak sering terbangun pada saat tidur
Intervensi
Intervensi Rasional
1. Kaji pola tidur pasien 1. Untuk mengetahui kebutuhan
tidur pasien setiap hari
2. Ciptakan lingkungan nyaman 2. Agar pasien lebih nyaman dan
dan tenang dapat tidur dengan nyenyak.
3. Batasi pengunjung 3. Agar pasien dapat beristirahat
dengan tenang

e.  Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan perubahan nafsu makan


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,kebutuhan
nutrisi pasien tercukupi dengan KH sebagai berikut :
1) Nafsu makan bertambah
2) Pasien tampak lemas
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Kaji nutrisi pasien 1. Untuk mengetahui kebutuhan
nutrisi pasien
2. Jelaskan kepada pasien tentang 2. Membantu pasien dalam
pentingnya nutrisi tubuh memperluas pengetahuan
3. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang nutrisi
3. Untuk mengetahui gizi yang
seimbang

DISCHARGE PLANING

1) Jelaskan terapi yang diberikan : dosis, efek samping.


2) Anjurkan untuk mengkonsumsi secara teratur obat-obatan yang diberikan
pada saat pulang ke rumah.
3) Menekankan pentingnya kontrol ulang sesuai jadwalInformasikan jika terjadi
tanda tanda kekambuhan (demam, batuk).
4) Sebelum menggunakan sendal atau sepatu di cek terlebih dahulu apakah ada
benda tajam yang dapat melukai kaki atau tidak.
BAB III
ANALISA JURNAL

Nama :

1. Maria septiani saku lengari

2. Kaidi

3. Maria Yasintha Dewi

Tempat Praktik : RS. Mata Yap

Tanggal Praktik : 9 -21 November 2020

JUDUL JURNAL : EFEKTIFITAS TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM DAN


DZIKIR TERAPI TERHADAP NYERI POST OP KATARAK

KUTIPAN : -

1. KATA KUNCI : Nyeri, Relaksasi Napas, Terapi Dzikir


2. PENULIS JURNAL : Yuniarti, Darwin, Nurul Huda
3. ABSTRAK :
Tujuan penelitian ini adalah untuk menyelidiki efektivitas teknik relaksasi
napas dan terapi dzikir untuk pasca sakit katarak. Metode penelitian yang
digunakan adalah eksperimen quasy dengan desain pra pengujian dan desain pasca
pengujian dengan kelompok kontrol yang tidak setara. Penelitian ini dilakukan di
RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau terhadap 34 mata pelajaran yang terbagi
dalam dua kelompok, yaitu kelompok eksperimental 17 mata pelajaran dan
kelompok kontrol 17 mata pelajaran. Alat ukur yang digunakan dalam kedua
kelompok adalah lembar pengamatan rasa sakit dengan skala peringkat numerik.
Analisis yang digunakan adalah analisis univariate dan bivariate menggunakan
Wilcoxon dan Mann-Whitney. Tes Wilcoxon diperoleh kelompok eksperimental
nilai p 0,000 < α (0,05) dan kelompok kontrol nilai p 0,034 < α (0,05)
menunjukkan bahwa penurunan skala nyeri kelompok percobaan kelompok lebih
besar dari kelompok kontrol. Hasil tes t independen menunjukkan nilai p 0,000 <α
(0,05), yang berarti bahwa memberikan teknik relaksasi napas dalam-dalam dan
terapi dzikir efektif untuk mengurangi nyeri katarak pasca pasien. Berdasarkan
penelitian ini, pemberian relaksasi napas dalam-dalam dan terapi dzikir dapat
digunakan sebagai salah satu teknik non-farmakologis dalam mengurangi nyeri
pasca operasi pasien katarak
4. LATAR BELAKANG :
- Nyeri merupakan salah satu keluhan tersering pada pasien setelah mengalami
pembedahan seperti pada operasi katarak. Pasien umumnya mengalami nyeri
1-2 jam pertama pasca bedah, yaitu ketika pengaruh anastesi sudah hilang
(Rilla, 2014).
- Relaksasi merupakan kebebasan fisik dan mental dari ketegangan dan stress.
Teknik ini memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman
atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri (Asmadi, 2008)
- Dzikir merupakan Strategi kompensasi yang dapat dilakukan untuk
mengurangi beban dari masalah perasaan dihadapi adalah dengan
mendekatkan memfokuskan konsentrasi guna menenangkan pikiran, melalui
ritual keagamaan. Aktifitas keagamaan yang dapat dilakukan adalah dengan
mengingat Allah melalui dzikir yang dijadikan sebagai terapi relaksasi bagi
pasien.
5. TUJUAN
- Untuk mengetahui efektivitas teknik relaksasi napas dan terapi dzikir untuk
pasca sakit katarak
- Tujuan dalam penelitian ini dijelaskan dengan spesifik dan sudah sesuai
dengan judul
- Hipotesis tidak dijelaskan.
6. METODE PENELITIAN
 Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, rancangan yang digunakan
adalah quasy experiment, dengan pendekatan non equivalent kontrol group
 Populasi dalam penelitian ini ada 2 kelompok yaitu eksperimen terdiri dari 17
orang dan control terdiri dari 27 orang Penelitian ini dilakukan di RSUD
Arifin Achmad Provinsi Riau
7. TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL yaitu equivalent kontrol group (Pasien
yang sama)
 Sampel sebanyak 34 pasien post op katarak yang telah memenuhi kriteria
inklusi.
 Kriteria inklusi pasien yang diambil dari ruangan COT 2 RSUD Arifin
Achmad Provinsi Riau.
 Kriteria eksklusi : -
8. LOKASI
Lokasi penelitian ini dilakukan di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
9. WAKTU : -
10. INSTRUMEN : Instrumen yang dilakukan dalam penelitian ini berupa lembar
pengamatan rasa sakit dengan skala peringkat numerik
11. DATA PRIMER : diambil dari reponden dengan cara penggunaan lembar
pengamatan
12. DATA SEKUNDER : terdiri dari gambaran umum lokasi penelitian dan data
responde
13. VARIABEL BEBAS (INDEPENDEN) : Efektifitas Teknik relaksasi nafas dalam
dan dzikir terapi
14. VARIABEL TERIKAT (DEPENDEN) : Nyeri post op katarak
15. VARIABEL PENGGANGGU : -
16. RINCIAN METODE :
Pada kelompok eksperimen setelah dilakukan operasi katarak diberi perlakuan
relaksasi nafas dalam dan terapi dzikir, tindakan ini dilakukan selama 10 menit,
pada kelompok kontrol meskipun tidak mendapatkan intervensi, responden dapat
melakukan tindakan sesuai dengan kebiasaan dalam mengatasi nyeri. Hasil post
eksperimen di dapatkan perubahan skala nyeri dengan mean 3,24, sedangkan pada
kelompok control di dapat perubahan skala nyeri dengan mean 5,59. Dengan nilai
perbandingan perubahan rata-rata skala nyeri pada kedua kelompok yaitu 1:1,7.
17. BIAS YANG TERJADI : Tidak ada bias dalam penelitian ini karena dalam
penelitian ini sudah di bagi dalam dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan
control.
18. UKURAN SAMPEL : sudah terpenuhi karena jumlah responden sudah dibagi
menjadi dua kelompok dengan jumlah yang sama.
19. PENGOLAHAN DATA SUDAH JELAS : Teknik pengolahan data pada
penelitian ini terdiri dari Coding, Editing, Tabulasi data, dan Entri data sedangkan
Analisa data menggunakan analisis univariate dan bivariate menggunakan
Wilcoxon dan Mann-Whitney.
20. METODE STATISTIK : cara-cara mengumpulkan data atau fakta, mengola,
menyajikan, dan menganalisis sudah sesuai. Namun (perlu adanya uji Normalitas)
21. RINGKASAN PENGUKURAN : pada kelompok eksperimen Pengkuran
dilakukan 2 kali pada pasien post op katarak sebelum diberikan intervensi dan
sesudah di berikan intervensi, sedangkan pada kelompok control dilakukan dua
kali pengukuran tetapi tidak diberikan intervensi tetapi reponden dapat melakukan
tindakan sesuai dengan kebiasaan mengatasi nyeri.
22. HASIL YANG DIDAPATKAN : Hasil test independen menunjukkan nilai p
0,000 <α (0,05), yang berarti bahwa memberikan teknik relaksasi napas dalam-
dalam dan terapi dzikir efektif untuk mengurangi nyeri katarak pasca pasien.
Berdasarkan penelitian ini, pemberian relaksasi napas dalam-dalam dan terapi
dzikir dapat digunakan sebagai salah satu teknik non-farmakologis dalam
mengurangi nyeri pasca operasi pasien katarak
23. KETERBATASAN PENELITIAN :
 Waktu dalam penelitian tidak dijelaskan
 Tidak di cantumkan kriteria ekslusi
24. GENERALISI : -
25. SUMBER DATA TIDAK DIJELASKAN
26. KESIMPILAN :
 Pemberian intervensi yaitu tindakan relaksasi nafas dalan dan terapi dzikir
dapat mempengaruhi skala nyeri
 Kelompok eksperimen memiliki penurunan skala nyeri yang lebih signifikan
dibandingkan dengan kelompok kontrol.
BAB IV

IMPLIKASI KEPERAWATAN

1. Perawat bisa menerapkan Teknik relaksasi nafas dalam dan terapi dzikir pada pasien
yang mengalami nyeri
2. Memberikan sumber referensi bagi para bagi para peneliti berikutnya dalam
melakukan penelitian dalam hal yang sama
3. Dapat memberikan Teknik relaksasi napas kepada pasien yang mengalami nyeri agar
tidak bergantung pada farmakologi
4. Penelitian ini dapat menjadikan landasan teori rumah sakit dalam melakukan
manajemen nyeri pada pasien post operasi maupun pasien lain yang merasakan nyeri
kerena penyakit
BAB V

KESIMPILAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1. Pemberian intervensi yaitu tindakan relaksasi nafas dalan dan terapi dzikir dapat
mempengaruhi skala nyeri
2. Penelitian ini menggunakan 34 orang sampel dibagi menjadi 2 kelompok,
kelompok eksperimen 17 orang dan kelompok control 17 orang
3. Berdasarkan umur responden paling banyak berumur >60 tahun yaitu 25 orang
(73,5%) , Sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki yaitu 23 orang,
Sebagian besar responden tidak bekerja yaitu 11 orang, sebagian besar responden
berpendidikan SD yaitu 12 orang dan suku melayu 11 orang.
4. Kelompok eksperimen memiliki penurunan skala nyeri yang lebih signifikan
dibandingkan dengan kelompok kontrol.
5. terapi relaksasi nafas dalam dan terapi dzikir efektif terhadap penurunan skala
nyeri pada pasien post operasi katarak.
B. SARAN
1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi rumah sakit
untuk menyusun suatu kebijakan atau standar operasional prosedur penanganan
nyeri dengan menggunakan terapi non farmakologis selain menggunakan terapi
farmakologis dalam mengurangi nyeri pada pasien katarak.
2. Diharapkan hasil penelitian ini menjadi sumber informasi dalam pengembangan
ilmu keperawatan terutama mengenai teknik relaksasi nafas dalam dan terapi
dzikir didalam mengatasi nyeri pada pasien post op katarak.
3. Diharapkan penelitian ini bagi mahasiswa keperawatan khususnya yang akan
menjalani tahap profesi dapat menerapkan tehnik-tehnik non farmakologis untuk
mengatasi nyeri pada pasien.
4. Diharapkan hasil penelitian ini agar dapat dijadikan data penunjang untuk
penelitian selanjutnya terkait teknik-teknik non farmakologis untuk mengatasi
nyeri.

Anda mungkin juga menyukai