Anda di halaman 1dari 27

PRESENTASI KASUS SARAF

STROKE NON HEMORAGIK

Oleh:

Sindo Pratama

2110221094

Pembimbing:

dr. Rita, Sp.S M.Kes

Kepaniteraan Klinik Saraf

RSPAD Gatot Soebroto Jakarta

Periode 12 Juli 2021 – 9 Agustus 2021


BAB I

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
No. Rekam medik : 359611
Nama : Tn. H
Umur : 85 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pensiunan
Agama : Kristen
Status pernikahan : Menikah
Suku bangsa : WNI
Dirawat yang ke :1
Tanggal pasien datang : 23 Juli 2021
Tanggal pemeriksaan : 30 Juni 2021

II. Anamnesa
Allo Anamnese
Keluhan utama : Penurunan kesadaran tiba tiba

Keluhan tambahan :-

• Riwayat penyakit sekarang :

Pasien mengalami penurunan kesadaran kurang lebih 3 hari yang lalu SMRS
dan terjadi pada saat pasien istirahat. Pada saat 16 hari yang lalu pasien sempat
mengalami adanya demam dan sudah diberikan paracetamol, setelahnya demam
pasien mengalami perbaikan.
14 hari SMRS, pasien mengeluhkan adanya kelemahan pada tungkai kiri
pasien sehingga pasien berjalan dengan cara menyeret tungkai kirinya. Kelemahan
pada tungkai kiri pasien ini menyebabkan pasien lebih sering duduk dan berbaring
sampai akhirnya pasien cenderung mengantuk. Pasien juga merasakan adanya
kesusahan dalam makan dan minum, adanya kesulitan dalam BAB dan sudah pernah
diberikan dulcolax suppositoria tetapi pasien masih mengalami kesulitan dalam BAB.
Pasien menyangkal adanya keluhan nyeri kepala, mual dan muntah. BAK pasien
normal dan pasien tidak memiliki adanya riwayat trauma pada bagian kepala pasien.
Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi terkontrol dengan meminum obat berupa
amlodipine dan HCT secara teratur. Pasien tidak memiliki adanya riwayat penyakit
gula.
20 tahun yang lalu pasien pernah mengalami keluhan berupa adanya wajah
yang tidak simetris dan adanya penurunan pada wajah sebelah kiri. Pasien juga
mengeluhkan adanya kesulitan dalam makan dan minum, juga berkumur kumur.
Pasien lalu berobat ke dokter dan setelahnya didiagnosis stroke ringan lalu sembuh
total.

Riwayat penyakit dahulu :

● Hipertensi : pasien memilikit hipertensi terkontrol sejak


● Diabetes melitus : disangkal
● Sakit jantung : disangkal
● Trauma kepala : tidak ada
● Sakit kepala sebelumnya : disangkal
● Kegemukan : tidak

Riwayat penyakit keluarga : ibu dari pasien pernah mengalami


keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat kelahiran/pertumbuhan/perkembangan : normal

III. Pemeriksaan Fisik


Status internus :
• Keadaan umum : Gaduh gelisah
• Gizi : baik
• Tanda vital
TD kanan = kiri : 155/103 mmHg
Nadi kanan = kiri : 98x/menit
Pernapasan : 24x/menit
Suhu : 36,5oc
SatO2 : 96%
• Limfonodi : Normal
• Jantung/Paru : Normal
• Hepar/Lien : Normal
• Ekstremitas : Normal

Status psikiatris :
• Tingkah laku : gelisah
• Perasaan hati : sulit dinilai
• Orientasi : sulit dinilai
• Jalan pikiran : sulit dinilai
• Daya ingat : sulit dinilai

Status neurologis
• Kesadaran : E2M4V2, GCS 8
• Sikap tubuh : berbaring
• Cara berjalan : tidak dapat dinilai
• Gerakan abnormal : tidak ada

Kepala
• Bentuk : normocephal
• Simetris : simetris
• Pulsasi : teraba
• Nyeri tekan : tidak ada

Leher
• Sikap : normal
• Gerakan : normal
• Vertebra : normal
• Nyeri tekan : tidak dapat dinilai

Tanda rangsang meningeal

Kanan Kiri

Kaku kuduk - -
Laseuque - -
Kernig - -
Brudzinsky I - -
Brudzinsky II - -

Nervus kranialis

N.1 - olfactorius

Kanan Kiri

Daya penghidu Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

N. II – Opticus

Kanan Kiri
Ketajaman penglihatan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Pengenalan warna Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Lapang pandang Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N.III – Occulomotorius, N. IV – Trochlearis, N. V - Abducens

Kanan Kiri

Ptosis Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai


Strabismus Tidak ada Tidak ada
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Exoptalmmus Tidak ada Tidak ada
Enoptalmus Tidak ada Tidak ada
Gerakan bola mata
Lateral Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Medial Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Atas lateral Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Atas medial Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Bawah lateral Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Bawah medial Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Atas Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Bawah Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Gaze Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Kanan Kiri

Pupil
Ukuran pupil 2mm 2mm
Bentuk pupil Bulat Bulat
Isokor/anisokor Isokor Isokor
Posisi Sentral Sentral
Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya tidak
- -
langsung
Refleks akomodasi +

N. V - Trigeminus

Kanan Kiri

Mengigit Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai


Membuka mulut Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Sensibilitas atas Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Tengah Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Bawah Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Refleks masseter Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks zigomatikus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks korena Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks bersin Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. VII - Facialis

Pasif Kanan Kiri

Kerutan kulit dahi Normal Tidak ada


Kedipan mata Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Lipatan nasolabial Normal Normal
Sudut mulut Normal Normal
Aktif Kanan Kiri

Mengerutkan dahi Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai


Mengerutkan alis Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Menutup mata Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Meringis Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Menggembungkan pipi Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Gerakan bersiul Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Daya pengecapan lidah 2/3
Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
depan
Hiperlakrimasi Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Lidah kering Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

N. VIII - Vestibulococchlearis

Kanan Kiri

Mendengarkan suara
Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
gesekan jari tangan
Mendengar detik arloji Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Tes swabach Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan
Tes rinne Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan
Tes weber Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan

N. IX - Glossopharyngeus

Kanan Kiri

Arcus pharynx Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai


Posisi uvula Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Daya pengecapan 1/3 lidah
Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
belakang
Refleks muntah Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

N. X - Vagus

Kanan Kiri

Denyut nadi Ada Ada


Arcus pharynx Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Bersuara Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Menelan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

N. XI - Accesorius

Kanan Kiri

Memalingkan kepala Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai


Sikap bahu Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Mengangkat bahu Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

N. XII - Hipoglossus

Kanan Kiri

Menjulurkan lidah Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai


Kekuatan lidah Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Atrofi lidah Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Artikulasi Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Tremor lidah Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Motorik

Gerakan : Tidak ada lateralisas

Bebas Bebas

Bebas Bebas

Kekuatan

5 5 5 5

5 5 5 5
5 5 5 5

5 5 5 5

Tonus

Normotonus Normotonus

Normotonus Normotonus

Trofi

Eutrofi Eutrofi

Eutrofi Eutrofi

Refleks fisiologis
Refleks tendon

Kanan Kiri

Biceps ++ ++
Tricpes ++ ++
Patella ++ ++
Archilles ++ ++
Refleks periosteum : tidak dilakukan

Refleks permukaan
Dinding perut : Normal
Cremaster : tidak dilakukan
Sfingter ani : tidak dilakukan

Refleks patologis

Kanan Kiri

Hoffman trommer - -
Babinski + -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaefer - -
Rossolimo - -
Mendel bechterew - -
Klonus paha - -
Klonus kaki - -

Sensibilitas
Eksteroseptif

Kanan Kiri

Nyeri + +
Suhu + +
Taktil + +

Propioseptif
Kanan Kiri

Vibrasi + +
Posisi + +
Taktil + +

Koordinasi dan keseimbangan

Kanan Kiri

Test romberg Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan


Test tandem Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan
Test fukuda Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan
Disdiadokokenesis Baik Baik
Rebound phenomen Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan
Test telunjuk hidung Baik Baik
Test telunjuk telunjuk Baik Baik
Test tumit lutut Baik Baik
Fungsi otonom
Miksi
Ikontinensia : tidak ada
Retensi : tidak ada
Autonomic bladder : tidak ada
Atonic bladder : tidak ada
Defekasi
Inkontinensia : tidak ada
Retensi : tidak ada

Fungsi luhur
Fungsi bahasa : baik
Fungsi orientasi : baik
Fungsi memori : baik
Fungsi emosi : baik
Fungsi kognisi : baik

Laboratorium

Hematologi Hasil Nilai rujukan

Hemoglobin 15.9 13.0-18.0 g/dL


Hematokrit 45 40-52%
Eritrosit 5.5 4.3-6.0
Leukosit 16770* 4,800-10,800/uL
Trombosit 290000 150,000-400,000/ul
Basofil 0 0-1%
Eosinofil 0* 1-3%
Neutrofil 87* 50-70%
Limfosit 7* 20-40%
Monosit 6 2-8%
MCV 81 80-96 fL
MCH 29 27-32 pg
MCHC 36 32-36 g/dL
RDW 12.40 11.5-14.5%
Kimia klinik Hasil Nilai rujukan

Ureum 55* 20-50 mg/dL


Kreatinin 1.40 0.5-1.5 mg/dL
eGFR 59.41 >90
Glukosa darah sewaktu 105 70-140 mg/dL
Natrium 132* 135-147 mmol/L
Kalium 3.7 3.5-5.0 mmol/L
Klorida 93* 95-105 mmol/L
CRP kuantitatif 2.13* < 1 mg/dL
CT Scan

Pada pemeriksaan MSCT scan kepala, tanpa pemberian kontras, dibuat potongan axial
dengan hasil sebagai berikut:
⮚ Lesi hiperdens berdensitas perdarahan (HU : 46-70) yang mengsisi sulci
parietooccipital kanan kiri dan fissura interhemisfer posterior.
⮚ Sulci perifer, fissure Sylvii melebar.
⮚ Sisterna system normal.
⮚ Ventrikel lateralis kanan kiri, ventrikel III melebar
⮚ Ventrikel IV normal.
⮚ Tak tampak distribusi midline maupun tanda desak ruang
⮚ Sinus paranasalis cerah.
⮚ Mastoid air cells kanan kiri cerah.
⮚ Septum nasi deviasi ke kanan.
⮚ Bulbus oculi simetris kanan kiri.
⮚ Tulang-tulang intak.

Kesan:
● Perdarahan subaraknoid yang mengisi sulci parietooccipital kanan kiri dan fissura
interhemisfer posterior.
● Atrofi cerebri.
● Tidak tampak fraktur os calvaria.

Resume
Pasien laki-laki 48 tahun datang ke IGD RSPAD Gatot Soebroto setelah di rujuk dari RS
Premier Bintaro dengan diagnosa awal meningitis. Pasien mengeluh sakit kepala berat seperti
tertekan. Pasien mengeluh adanya nyeri bagian leher menjalar sampai ke panggul dan paha
bagian belakang, pasien juga merasa tegang/kaku pada leher seperti tidak bisa ditekuk. Pasien
mengatakan ada rasa mual. Pasien memiliki riwayat hipertensi tidak terkontrol dan makan
yang tidak terkontrol. Keluhan ini baru pertama kali dirasakan.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis
dengan E4M6V5 GCS 15, tekanan darah 190/115 mmHg, nadi 91x/menit, pernapasan
24x/menit, suhu 36,5oc, SatO2 96%. Status generalis lainnya dalam batas normal. Pada
pemeriksaan neurologis, terdapat kaku kuduk positif, laseque positif pada kaki kanan dan
kiri, kernig positif pada kaki kanan dan kiri, brudzinsky I positif pada kaki kanan dan kiri,
terdapat parese nervus VII dextra tipe sentral dan nervus XII dextra tipe sentral.
Pada pemeriksaan laboratorium, leukosit 16770/uL, eosinofil 0%, neutrofil 87%, limfosit 7%,
ureum 55 mg/dL, natrium 132 mmol/L, klorida 93 mmol/L dan CRP kuantitatif 2.13 mg/dL
Kesan pada CT scan kepala tanpa kontras terdapat kesan perdarahan subaraknoid yang
mengisi sulci parietooccipital kanan kiri dan fissura interhemisfer posterior dan atrofi cerebri.

Diagnosis
Diagnosis klinis
● Cephalgia
● Parese N. VII dextra sentral
● Parese N. XII dextra sentral
Diagnosis topik
● Hemisfer cerebri sinistra
Diagnosis etiologi
● Stroke subarachnoid hemoragik
Diagnosis sekunder
● Hipertensi grade 2
Terapi
Saat di IGD

● IVFD RL 20 tpm
INJ :
● Paracetamol 3 x 1gr IV
● Omeprazole 1 x 40gr IV
● Ceftriaxone 3 x 2gr IV

PO :

● Amlodipin 1 x 10mg
● Captopril 3 x 25gr

Saat di Unit Stroke


● IVFD RL 20 tpm
IV :
● Ca gluconate 3 x 1gr
● Ketorolac 3 x 30mg

PO :
● Amlodipin 1 x 10mg
● Captopril 3 x 25mg
● Nimodipine 3 x 60mg
● Citicolin 2 x 500mg
● Trampara tab
Pulv 3 x 1
● Diazepam mg

Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad cosmeticum : bonam
BAB II

ANALISA KASUS

Diagnosis pada pasien ini diambil berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, keluhan utama pada pasien ini adalah sakit kepala
berat seperti tertekan, atau yang dikenal dengan cephalgia.

Cephalgia adalah nyeri yang dirasakan di daerah kepala atau merupakan suatu sensasi tidak
nyaman yang dirasakan pada daerah kepala (Goadsby, 2002). Menurut International
Headache Society, nyeri kepala diklasifikan mejadi nyeri kepala primer dan sekunder (Price
2006):
A, Nyeri kepala primer

⮚ Nyeri kepala migrain: terdapat dua jenis yaitu migrain tanpa aura dan migrain dengan
aura
⮚ Nyeri kepala cluster: merupakan suatu sindroma nyeri kepala neurovaskuler yang
khas dan dapat disembuhkan. Nyeri kepala cluster berlangsung dari beberapa menit
sampai jam berkaitan dengan injeksi konjungtiva, lakrimasi, hidung tersumbat dan
kemerahan pipi.
⮚ Tension headache: nyeri kepala kontraksi otot kepala, dahi, dan leher yang disertai
dengan vasokonstriksi ekstrakranium.
B. Nyeri kepala sekunder
Nyeri kepala sekunder terjadi karena gangguan organ lain, seperti perdarahan subarachnoid,
neuralgia trigeminus, penyakit sistemik (anemia, hipertensi, polisetemia), tumor otak, abses,
hematoma subdural dan infeksi intrakranial.
Pada pasien cephalgia yang dirasakan adalah nyeri kepala sekunder akibat perdarahan
subarachnoid.

Pasien mengeluh adanya nyeri bagian leher menjalar sampai ke panggul dan paha
bagian belakang
Hal tersebut disebabkan karena perdarahan subarachnoid tersebut berada pada selaput
otak atau meningen, Ruang ini berisi cairan serebrospinal yang berperan dalam
melindungi otak dan saraf tulang belakang, serta mengandung banyak pembuluh
darah. Sehingga apabila terdapat perdarahan pada daerah meningen akan
menimbulkan gejala prodormal beruapa peningkatan tekanan intrakranial yaitu nyeri
dan kaku pada leher, dapat menjalar sampai panggul dan paha, mual, muntah,
bingung, penurunan kesadaran, disertai hemiplegia atau hemiparese dan dapat disertai
kejang fokal atau umum.

Pasien memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol


Pasien memiliki faktor risiko atas terjadinya penyakit vaskuler. Hipertensi dapat
meyebabkan peningkatan tekanan darah perifer sehingga menyebabkan sistem
hemodinamik yang buruk dan terjadilah penebalan pembuluh darah serta hipertrofi
dari otot jantung. Hal ini dapat diperburuk dengan kebiasaan pasien mengonsumsi
makanan tinggi lemak serta garam yang dapat menimbulkan plak arterosklerosis.
Hipertensi yang menimbulkan plak arterosklerosis secara terus menerus akan memicu
timbulnya stroke. Menurut penelitian, pada pasien stroke hemoragik, faktor risiko
utamanya adalah hipertensi.

Ayah pasien memiliki riwayat hipertensi


Dari anamnesis diatas dapat diambil kesimpulan bahwa keluhan utama dengan faktor
risiko yang terjadi megarah kepada penyakit cardiovascular disease yaitu stroke.
Diagnosa stroke juga diperkuat dengan adanya faktor risiko modified dari pasien yaitu
adanya hipertensi dan makan yang tidak terkontrol serta faktor risiko unmodified
yaitu pasien adalah seorang laki-laki dengan usia 48 tahun, secara epidemioologis
indisden terjadinya stroke meningkat 95% setelah usia 45 tahun dengan perbandingan
laki-laki dan perempuan adalah 4:1. Pada kasus ini pasien juga mengeluhkan sakit
kepala hebat, nyeri dan kaku leher menjalar sampai ke panggul dan paha bagian
belakang. Pasien juga mengeluh adanya mual namun tidak ada muntah, tidak ada
serangan kejang dan tidak ada penurunan kesadaran. Dari penjelasan diatas pasien
secara klinis di diagnosis stroke hemoragik.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak sakit sedang yang
disebabkan adanya nyeri kepala hebat tersebut. Pasien juga memiliki tekanan darah
yang tinggi yaitu 190/115 mmHg yang merupakan hipertensi grade II. Pada status
internus pasien dalam keadaan normal dan tidak ada kelainan pada jantung. Status
psikiatris pasien terdapat tingkah laku gelisah dan perasaan hati yang menunjukkan
kesakitan. Pemeriksaan neurologis pasien didapatkan kesadaran compos mentis
dengan E4M6V5 GCS 15, sikap tubuh terlentang dan tidak ada gerakan abnormal.
Pasien tidak mengalami penurunan kesadaran berarti stroke hemoragik tidak meluas
hingga ke pusat kesadaran yaitu formasio retikularis yang terletak di substansi grisea
daerah medulla oblongata hingga midbrain dan thalamus yang akan merangsang
ARAS (ascending reticular activating system). Pada pasien ini perdarahan tidak
terjadi dan tidak menekan batang otak sehingga pasien tidak mengalami penurunan
kesadaran. Pada pemeriksaan gejala rangsang meningeal didapatkan kaku kuduk,
laseque, kernig, brudzinsky I dan brudzinsky II positif. Hal tersebut dapat disebabkan
karena adanya spasme refleks otot paravertebral. Spasme otot sevikal menyebabkan
kekakuan leher sedangkan spasme otot lumbal bermanifestasi sebagai tanda kernig
positif.

Diagnosis klinis
Pemeriksaan nervus kranialis didapatkan:
a. Parese nervus VII dekstra tipe sentral dengan gejala sudut mulut kanan tertinggal
dan saat pasien meringis jatuh ke kanan. Jaras kelumpuhan wajah bersifat satu sisi
dan sifatnya kontralateral, tidak ada gangguan dalam menutup mata dan
mengerutkan dahi. Inti motorik nervus facialis terletak pada bagian ventolateral
tegmentum pons bagian bawah, lalu berjalan kebelakang dan mengelilingi inti
nervus VI dan membentuk genu internal nervus facialis, kemudian berjalan ke
bagian-lateral batas kaudal pons pada sudut ponto serebelar. Pada kerusakan di
jaras kortikobulbar ata bagian bawah korteks motorik primer, otot wajah muka sisi
kontralateral akan memperlihatkan kelumpuhan jenis UMN. Otot wajah bagian
bawah lebih jelas lumpuh dari pada bagian atasnya, sudut mulut sisi yang lumpuh
tampak lebih rendah.
b. Parese nervus XII dekstra tipe sentral dengan gejala saat pasien menjulurkan lidah
terlihat adanya deviasi ke kanan. Terdapat adanya kelemahan pada saraf motorik
otot pada lidah dimana nervus XII merupakan jaras yang keluar dari canalis
hypoglossi dan bergabung dengan serabut ramus anterior dari C1. Setelah
menembus akan menyilang dengan a. lingualis menuju lidah untuk mempersarafi
motorik otot intrinsik dan ekstrinsik lidah.
Pada pasien juga terdapat refleks Babinsky yang positif menunjukkan adanya lesi
upper motor neuron (UMN) yang berarti kerusakan berada pada saraf pusat.
Kerusakan pada seluruh korteks piramidalis sesisi menimbulkan kelumpuhan UMN
pada belahan tubuh sisi kontralateral.

Diagnosis topis didapatkan pada hemisfer cerebri sinistra


Karena adanya parese N. VII tipe sentral dekstra dan N. XII dekstra maka lesi berada
di otak dan karena persarafan motorik dari traktus piramidalis bersifat kontralateral
maka lesi terdapat pada hemisfer cerebri sinistra.

Diagnosis etiologis merupakan subarachnoid hemorrhage


Diagnosis tersebut diambil berdasarkan anamnesis yaitu didapatkan sakit kepala
hebat, ada nyeri dan kaku pada leher menjalar sampai panggul dan paha bagian
belakang, dan adanya mual, selanjutnya didukung oleh faktor risiko pada pasien yaitu
usia, jenis kelamin, riwayat hipertensi, makan makanan tidak terkontrol dan riwayat
keluarga hipertensi. Pemeriksaan fisik pada pasien ditemukan defisit neurologis
,gejala rangsang meningeal positif dan babinsky yang positif. Pemeriksaan penunjang
juga dapat menentukan bahwa pasien mengalami subarachnoid hemorrhage dengan
CT scan kepala dan di dapatkan kesan perdarahan subaraknoid yang mengisi sulci
parietooccipital kanan kiri dan fissura interhemisfer posterior dan adanya atrofi
cerebri.

Diagnosis sekunder merupakan hipertensi grade II


Pada pasien ini terdapat faktor risiko hipertensi, dimana pasien sudah menderita
hipertensi selama 3 tahun namun pasien jarang kontrol dan tidak rutin mengkonsumsi
obat hipertensi.
Hipertensi pada pasien dapat dikategorikan sebagai hipertensi grade II. Hal ini sesuai
dengan klasifikasi hipertensi menurut The Seventh Report of The Joint National
Comittee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure (JNC 7), yaitu klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi
kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2.

Klasifikasi Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolik


Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi grade I 140-159 90-99
Hipertensi grade II ≥160 ≥100

Kemungkinan penyebab stroke pada pasien ini adalah karena pecahnya pembuluh
darah di otak (stroke hemoragik). Pecahnya pembuluh darah otak pada umumnya
terjadi saat pasien sedang beraktivitas, adanya nyeri kepala yang hebat, timbulnya
defisit neurologis dalam waktu beberapa menit hingga beberapa jam yang diikuti,
disertai keluhan mual karena tekanan intrakranial yang meningkat.

Dari pemeriksaan fisik dapat dilakukan skoring untuk mendiagnosa stroke hemoragik
sebagai berikut:
a. Algoritma Stroke Gajah Mada
Nyeri kepala (+)
Penurunan kesadaran (-)
Refleks babinsky (+)
Dalam kasus ini didapatkan pasien mengeluh nyeri kepala dan terdapat refleks
babinsky yang positif sehingga dapat diartikan stroke yang terjadi adalah stroke
hemoragik.
b. Sirriraj Stroke Score (SSS)
Kesadaran : compos mentis, 0 x 2,5 = 0
Muntah : tidak, 0 x 2 = 0
Nyeri kepala : ya, 1 x 2 = 2
Tekanan darah diastolik : 115 x 10% = 11,5
Ateroma : 0 x (-3) = 0
Konstanta : - 12
Hasil : 1,5
Hasil skor SSS ≥ 1 : stroke hemoragik

Pemeriksaan penunjang

Dilakukan CT scan kepala tanpa kontras. Ct scan kepala merupakan suatu gold standar
untuk stroke hemoragik karena dapat melihat gambaran perdarahan. Pada pasien ini
terdapat perdarahan subaraknoid yang mengisi sulci parietooccipital kanan kiri dan
fissura interhemisfer posterior dan adanya atrofi cerebri.
Perdarahan subarachnoid dapat terjadi akibat trauma atau cedera kepala ataupun tanpa
diakibatkan trauma (terjadi secara spontan). Perdarahan subarachnoid yang terjadi bukan
akibat trauma kepala bisa disebabkan oleh aneurisma otak atau kelainan pembuluh darah
arteri dan vena pada selaput meningens.

Pemeriksaan laboratorium
Peningkatan leukosit ke jaringan otak pada pasien stroke merupakan salah satu hasil dari
reaksi saraf pusat, dimana leukosit masuk ke bagian otak yang mengalami injury dimulai
dengan adhesi ke endotel dan selanjutnya migrasi ke dalam parenkim otak. Awalnya,
leukosit muncul seteleah terjadi pelepasan sitokin pada daerah injury akan merangsang
leukosit yang berada di marginal pool dan leukosit matur di sumsum tulang untuk
memasuki sirkulasi. Jenis leukosit yang dikerahkan pada peradangan akut ini adalah
neutrofil.
Otak merupakan salah satu organ yang paling terpengaruh oleh gangguan kadar natrium.
Disfungsi neurologik merupakan manifestasi utama dari gangguan elektrolit, terutama
hiponatremia. Aktivitas elektrik neuron terganggu karena natrium klorida dan air masuk
ke dalam sel saraf dan kalium meninggalkan sel saraf. Terjadinya stroke itu sendiri akan
menjadi suatu stresor yang menyebabkan perpindahan K ke intrasel. Stres akan
menyebabkan stimulus simpatis yang berlebihan terhadap medulla kelenjar adrenal,
menghasilkan epineferin yang akan berikatan dengan reseptor β2 yang berhubungan
dengan pompa Na-K/ATP-ase di membran sehingga Kalium masuk ke sel otot.

Terapi
Medikamentosa
Saat di IGD
● IVFD RL 20 tpm : untuk memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit,
memasukan obat melalui vena.
INJ :
● Paracetamol 3 x 1gr IV : untuk mengatasi sakit kepala dan demam.
● Omeprazole 1 x 40gr IV : untuk menurunkan efektivitas obat dalam membantu
mencegah/meringakan stroke
● Ondansetron 3 x 8mg IV : untuk mengatasi mual
● Ceftriaxone 3 x 2gr IV : antibiotik dengan fungsi untuk mengobati berbagai
macam infeksi bakteri.

PO :
● Amlodipin 1 x 10mg : merupakan obat antihipertensi golongan calcium
channel blockers, untuk mengatasi hipertensi.
● Captopril 3 x 25gr : merupakan obat antihipertensi golongan ACE
inhibitor. Obat ini bekerja dengan menghambat perubahan angiotensin 1 menjadi
angiotensin 2 sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron.
Vasodilatasi secara langsung akan menurunkan tekanan darah sedangkan
berkurangnya aldosteron akan menyebabkan ekskresi air dan natrium dan retensi
kalium.
Saat di Unit Stroke
● IVFD RL 20 tpm : untuk memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit,
memasukan obat melalui vena.
IV :
● Ca gluconas 3 x 1gr : untuk mencegah atau mengobati kadar kalsium darah
yang rendah.
● Ketorolac 3 x 30mg : obat golongan antiinflamasi nonsteroid (OAINS)
untuk meredakan nyeri dan peradangan.
PO :
● Amlodipin 1 x 10mg : merupakan obat antihipertensi golongan calcium
channel blockers, untuk mengatasi hipertensi.
● Captopril 3 x 25mg : merupakan obat antihipertensi golongan ACE
inhibitor. Obat ini bekerja dengan menghambat perubahan angiotensin 1 menjadi
angiotensin 2 sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron.
Vasodilatasi secara langsung akan menurunkan tekanan darah sedangkan
berkurangnya aldosteron akan menyebabkan ekskresi air dan natrium dan retensi
kalium.
● Nimodipine 3 x 60mg : obat golongan calcium channel blocker yang
digunakan untuk mengurangi masalah yang disebabkan oleh perdarahan di otak
(subarachnoid hemorrhage).
● Citicolin 2 x 500mg : obat yang bekerja dengan cara meningkatkan senyawa
kimia di otak (phospholipid phosphatidylcholine). Memiliki efek untuk melindungi
otak, mempertahankan fungsi otak secara normal, sereta mengurangi jaringan otak
yang rusak.
● Trampara tab : obat analgesik yang mengandung zat aktif paracetamol
(325mg) dan tramadol (37,5mg), digunakan untuk mengobati nyeri ringan hingga
sedang.
Pulv 3 x 1
● Diazepam 2mg : obat penenang yang digunakan untuk mengatasi
gangguan kecemasan atau kejang.

Non-medikamentosa:
● Posisi head up 30 derajat bertujuan untuk menurunkan tekanan
intrakranial pada pasien cedera kepala. Selain itu posisi tersebut juga dapat
meningkatkan oksigen ke otak.
● Range of motion aktif maupun pasif: berguna untuk memperbaiki fungsi motorik dan
mencegah kontraktur sendi, atrofi otot dan agar penderita dapat mandiri.
DAFTAR PUSTAKA

1. Andersson T, Cederberg C, Edvardsson G, et al.Effect of omeprazole treatment on


diazepam plasma levels in slow versus normal rapid metabolizers of omeprazole.
Clin Pharmacol Ther 47 (1990): 79-8
2. Gariballa SE, Robinson TG, Fotherby MD. Hypokalemia and Potassium Excretion
in Stroke Patients. J Am Geriatr Soc. 1997;45:1454–1458
3. Hatta S.W; Ilyas M ;Murtala B; Liyadi F. Profil Hitung Leukosit Darah Pada Fase
Akut Stroke Hemoragik dan Stroke Iskemik di Hubungkan Volume Lesi Pada
Pemeriksaan CT Scan Kepala. [Tesis]. Universitas Hasanuddin Makassar. 2010
4. Khairunnisa N. Hemiparese sinistra, parese nervus vii, ix, x, xii e.c stroke
Nonhemorrhagic. JUKE Unila. 2014; 2(3): 53.
5. Lindsay KW. Sub Arachnoid Haemmorhage. In: Neurology and Neurosurgery
Illustrated, 4th ed. Churchill Livingstone,Elsevier;2004: 273-298
6. Monica, T. Perbandingan Hitung Jenis Leukosit Pada Pasien Stroke Hemoragik
dan Stroke Non Hemoragik di Bangsal Saraf RSUAM. [Skripsi]. Bandar
Lampung ; FK UNMAL. 201
7. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline stroke. PERDOSSI.
Jakarta. 2017
8. Steffens DC, Krishnan RR, Crump C, Burke GL. Cerebrovascular disease and
evolution of depressive symptoms in the cardiovascular health study. Florida:
Comprehensive Stroke Program at University of Florida; 200
9. Urbizu A, Toma C, Poca M, et al. Subarachnoid Hemmoraghe and Theraphy. Plus
One 2014;8(2):e57241
10. World Health Organization. Stroke and cerebrobascular disorders: neurological
implications. Geneva: World Health Organization. 1995.

Anda mungkin juga menyukai