Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PERBANDINGAN HUKUM PIDANA

INDONESIA DENGAN PORTUGAL

DI SUSUN
OLEH:
REUNALDO AVANZA
18.023.74.201.008
SEMESTER V
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ANDI DJEMMA PALOPO
BAB 1

PENDAHULUAN

1. KATA PENGANTAR
Perbandingan hukum pidana merupakan kegiatan
memperbandingkan sistem hukum yang satu dengan yang
lain baik antar bangsa,negara,bahkan agama,dengan
maksud mencari dan mensinyalir perbedaan-perbedaan
serta persamaan-persamaan dengan memberi
penjelasannya dan meneliti bagaimana berfungsinya
hukum dan bagaimana pemecahan yuridisnya di dalam
praktek serta faktor-faktor non hukum yang mana saja
yang mempengaruhinya.penjelasannya hanya dapat di
ketahui dalam sejarah hukumnya,sehingga perbandingan
hukum yang ilmiah memerlukan perbandingan sejarah
hukum.
Manfaat Perbandingan Hukum ialah: Berguna untuk
unifikasi dan kodifikasi nasional, regional dan
internasional.Untuk harmonisasi hukum, antara konvensi
internasional dengan peraturan perndang-undangan
nasional.Untuk pembaharuan hukum, yakni dapat
memperdalam pengetahuan tentang hukum nasional dan
dapat secra obyektif melihat kebaikan dan kekurangan
hkum nasional. Untuk menentukan asas-asas umum dari
hukum (terutama bagi hakim pengadilan internasional).
Hal ini penting untuk menentukan the general principles
of law yang merupakan sumber penting dari public
internasional.
Yang menjadi sasaran perbandingan hukum ialah (sistem
atau bidang) hukum di negara yang mempunyai lebih dari
satu sistem hukum (misalnya hukum perdata dapat
diperbandingkan dengan hukum perdata tertulis) atau
bidang-bidang hukum di negara yang mempunyai satu
sistem hukum (seperti misalnya syarat causalitas dalam
hukum pidana dan perdata, konstruksi perwakilan dalam
hukum perdata dan pidana atau sistem (bidang) hukum
asing diperbandingkan dengan sistem (bidang) hukum
sendidri (misalnya law of contract dibandingkan dengan
hukum perjanjian).

2. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pidana pokok di Indonesia dengan
Portugal?
BAB II

PEMBAHASAN
1. Pidana Pokok yang ada Di Indonesia
1. PIDANA MATI 
      Pidana mati atau juga lebih dikenal dengan hukuman mati
banyak diterapkan di berbagai negara khususnya Negara Indonesia.
Di Negara Indonesia itu sendiri hukuman mati tersebut dilakukan 
dengan cara ditembak sampai mati sebagaimana dimaksud di
dalam Pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 1964 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan Oleh Pengadilan
Dilingkungan Peradilan Umum dan Pengadilan Militer yang berisi : 
"Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan hukum acara
pidana yang ada tentang penjalanan putusan pengadilan, maka
pelaksanaan pidana mati, yang dijatuhkan oleh pengadilan
dilingkungan peradilan umum atau peradilan militer, dilakukan
dengan ditembak sampai mati, menurut ketentuan-ketentuan dalam
pasal-pasal berikut.
      Sampai saat ini pelaksanaan hukum mati memang dilaksanakan
dengan cara ditembak oleh regu penembak, dan dahulu di Indonesia
pelaksanaan pidana mati dilakukan dengan cara menggantung
pelaku tindak pidana sampai mati sebagaimana diatur di
dalam Pasal 11 KUHP. Pada dasarnya pidana mati dilaksanakan
setelah semua upaya hukum yang dilakukan terpidana(banding,
kasasi, peninjauan kembali, grasi, dll) tidak memperoleh hasil.

2. Pidana Penjara

      Yang kedua ialah pidana penjara, seperti kita ketahui bagi


pelaku tindak pidana yang sudah dinyatakan bersalah oleh
pengadilan dan putusan tersebut sudah mempunyai status hukum
berkekuatan hukum tetap ( inkracht van gewijsde  ) hukumannya
salah satunya ialah pidana penjara.. Dimana dalam menjalankan
pidana penjaranya tersebut, terpidana ditempatkan di dalam sebuah
Lembaga Pemasyaratan (Lapas) sebagai tempat pembatasan
kebebasan bergerak terpidana dengan mewajibkannya mentaati
semua peraturan tata tertib yang berlaku di dalam Lapas tersebut.

      Di dalam Pasal 12 KUHP, Pidana penjara ialah pidana penjara


seumur hidup atau selama waktu tertentu. Pidana penjara selama
waktu tertentu paling pendek satu hari dan paling lama lima belas
tahun berturut-turut. Pidana penjara selama waktu tertentu boleh
dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan
yang pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana
seumur hidup, dan pidana penjara selama waktu tertentu, atau
antara pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara selama
waktu tertentu; begitu juga dalam hal batas lima belas tahun
dilampaui sebab tambahanan pidana karena perbarengan,
pengulangan atau karena ditentukan pasal 52. Dan di Negara
Indonesia berbeda dengan Negara lain seperti contoh Negara
Amerika yang bisa menghukum terpidana dipenjara sampai ratusan
tahun, di Indonesia pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali
tidak boleh melebihi dua puluh tahun.

3. Pidana Kurungan 

        Pidana kurungan secara hukumnya itu diatur di dalam Pasal 18


KUHP yang berisi :
"(1) Pidana kurungan paling sedikit satu hari dan paling lama satu
tahun.

(2) Jika ada pidana yang disebabkan karena perbarengan atau


pengulangan atau karena ketentuan pasal 52, pidana kurungan
dapat ditambah menjadi satu tahun empat bulan.
(3) Pidana kurungan sekali-kali tidak boleh lebih dari satu tahun
empat bulan"

      Pidana kurungan sama dengan pidana penjara yaitu dalam hal


menjalankan hukumnnya di tempatkan di dalam sebuah Lembaga
Pemasyaratan (Lapas). Letak perbedaan antara pidana penjara
dan pidana kurungan ialah Pidana kurungan harus dijalani dalam
daerah dimana si terpidana berdiam sedangkan pidana penjara
tidak , pidana penjara pekerjaannya lebih berat daripada pidana
kurungan , dan Orang yang dijatuhi pidana kurungan, dengan
biaya sendiri boleh sekedar meringankan nasibnya  atau
memperbaiki keadaannya dalam rumah penjara menurut aturan-
aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang (Pasal 23
KUHP), sedangkan terpidana penjara tidak memilik hak tersebut.
Dan biasanya pidana kurungan itu di ancamkan hanya bagi
pelanggaran-pelanggaran yang terdapat dalam Buku ke -III KUHP 
dan sebagai pidana pengganti dari pidana denda.
4. Pidana Denda 

      Pidana denda yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang


Hukum Pidana (KUHP) jikalau diterapkan dalam zaman sekarang
tentunya sudah tidak relevan lagi, karena perkembangan nilai
rupiah sudah berubah sesuai dengan perkembangan terkini.
Contoh seperti pasal 362 KUHP tentang Pencurian dimana pidana
dendanya hanya paling banyak sembilan ratus rupiah. Tentu hal
tersebut sudah tidak relevan, oleh karena itu dalam
perkembangannya Mahkamah Agung mengeluarkan perma untuk
penyesuaian dalam penjatuhan hukuman berupa denda kepada
terdakwa seperti contoh Peraturan Mahkamah Agung (Perma)
Nomor 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak
Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.

      Pidana denda itu sendiri jikalau tidak dibayar, ia diganti


dengan pidana kurungan. Pidana kurungan pengganti paling
sedikit satu hari dan paling lama enam bulan. Dan jika ada
pemberatan pidana denda disebabkan karena perbarengan atau
pengulangan, atau karena ketentuan pasal 52, maka pidana
kurungan pengganti paling lama delapan bulan.Dan perlu
diketahui juga Pidana kurungan pengganti sekali-kali tidak boleh
lebih dari delapan bulan. Hal tersebut tertuang di dalam Pasal 30
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). 

5.Pidana Tutupan 

      Pidana Tutupan secara tertulis jika ditelaah didalam Kitab


Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak ditemukan pasal
yang khususnya mengatur mengenai hal tersebut seperti jenis-
jenis pidana pokok lainnya seperti pidana mati, pidana penjara,
pidana denda dan pidana kurungan. Pidana tutupan itu sendiri
merupakan suatu pidana pokok yang baru, yang telah
dimasukkan ke dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana kita
dengan Undang-Undang  Tanggal 31 Oktober 1946 Nomor 20
Berita Republik Indonesia II nomor 24 halaman 287 dan 288.
Pidana tutupan itu dimaksudkan untuk menggantikan pidana
penjara yang sebenarnya dapat dijatuhkan oleh hakim bagi
pelaku dari sesuatu kejahatan atas dasar bahwa kejahatan
tersebut oleh pelakunya telah dilakukan karena terdorong oleh
maksud yang patut dihormati. Pidana tutupan sebagai salah satu
pidana permampasan kemerdekaan lebih berat dari pada pidana
denda.

2. Pidana Pokok yang ada di Portugal


1. idana Penjara
Pada mulanya sebelum diundangkannya KUHP Baru 1983,
pidana perampasan kemerdekaan dibedakan ke dalam dua kategori
yaitu ada yang masuk pidana berat (severe penalties  atau penas
maiores) dan ada yang termasuk pidana koreksional (correctional
penalties  atau severe penas correccionais). Termasuk pidana berat
ialah severe prison sentence  (minimal 2 tahun dan maksimal 24
tahun) dan pidana automatic loss of civil and political rights  ( untuk
15-20 tahun). Yang termasuk pidana koreksional
ialah imprisonment  (minimal 3 hari, maksimal 2
tahun), exile  (pembuangan), temporary loss of civil and political
rights fine  dan public reprimand.[3]
KUHP Baru menghapuskan perbedaan antara pidana berat
dengan pidana perbaikan/koreksional, sehingga hanya ada pidana
penjara. Minimum dan maksimum pidana penjara juga diubah.
Minimum ditingkatkan dari 3 hari ke 1 bulan, sedangkan
maksimumnya dikurangi dari 24 tahun menjadi 20 tahun. Maksimum
ini dapat dinaikkan ½ untuk genocide  dan terrorism.  Tidak ada
pidana penjara termasuk indeterminate sentence,  yang dapat
melebihi batas 25 tahun. Dalam KUHP Portugal tidak ada jetentuan
mengenai lamanya minimum umum dan maksimum umum yang
dapat dijatuhkan. Tiap delik mempunyai batas-batas khususnya
sendiri-sendiri. Namun ada faktor yang meringankan, misalnya telah
membayar kerugian untuk kerusakan yang timbul, memungkinkan
dijatuhkannya pidana di bawah minimal.[4]
Salah satu tujuan kebijakan kriminal yang sangat penting dari
pembaharuan KHUP adalah pengurangan jumlah pidana penjara
pendek. Pembuat UU menetapkan syarat-syarat yang ketat sebelum
pidana penjara 6 bulan ke bawah diterapkan. Misalnya pasal 43 PC
menegaskan, bahwa semua pidana penjara 6 bulan atau kurang
harus disubsitusikan dengan sejumlah denda harian penjara
mempunyai sifat sebagian pidana terakhir (the ultimo-ratio
character of the prison sentence).  Ide the ultimo-ratio character of
the prison sentence  ini juga terlihat pada pasal 71 PC. Dalam hal
suatu delik dapat dipidana dengan pidana custodial atau pidana non
custodial, pasal 71 ini mewajibkan hakim untuk menjatuhkan pidana
non custodial apabila hal ini dipandang cukup untuk merehabilitasi
si pelanggar, dan juga syarat-syarat teguran/pencercaan (reprimand)
terpenuhi. Prinsip general deterrence  ini untuk menjamin, bahwa
sanksi alternatif non custodial itu tida sekedar menjadi huruf mati.
[5]
Sejak tahun 1983, UU memberi peluang kepada hakim untuk
menetapkan bahwa pidana sampai 3 bulan dapat dilaksanakan
dalam bentuk weekend detention  atau semi detention  (Pasal 44 dan
45 PC). Pasal 44 menyatakan, bahwa pidana penjara pendek ke
pidana denda atau weekend detention  tidak dimungkinkan, maka
dapat dipilih semidetention.  Bentuk pidana ini memberi kebebasan
kepada napi untuk bebas di luar penjara, melakukan pekerjaan
normalnya atau pendidikannya. Semi detention  ini harus dengan
persetujuan terpidana (Pasal 45 PC).[6]
2. Pidana Denda
Pidana denda digunakan sebagai pengganti pidana penjara
pendek dan juga sebagai pidana yang berdiri sendiri (independent
sanction). Sejak tahun 1983, semua pidana denda dihitung sebagai
denda harian karena harus memperhitungkan kemampuan
terpidana. Menurut pasal 46 PC, pidana denda sekurang-kurangnya
10 dan maksimal 300 denda harian. Tiap denda harian sekurang-
kurangnya 200 Escudos dan tidak dapat lebih dari 10.000 Escudos.
Dengan demikian, jumlah minimum denda adalah 2000 Escudos dan
maksimalnya 3.000.000 Escudos. Pembayaran denda dapat ditunda
sampai 1 tahun atau dapat dicicil dalam waktu 2 tahun. Apabila
denda tidak dibayar dapat diganti dari barang-barang terpidana atau
dikonversi dengan kewajiban kerja. Satu hari kerja ekuivalent
dengan satu denda harian.[7]
Walaupun pada prinsipnya uang denda menjadi milik negara,
namun Pasal 129 PC membuat suatu perkecualian penting, yaitu
hakim dapat menghadiahkan semua atau sebagian denda itu kepada
pihak yang dirugikan (korban) apabila ia menderita kerugian
financial sangat serius dan terdakwa tidak dapat membayar
kembali. Atas permintaan pihak yang dirugikan, barang-barang yang
disita atau hasil kejahatan dan juga keuntungan yang berasal dari
kejahatan dapat diberikan/dihadiahkan kepadanya.[8]
3. Pidana Tertunda/Bersyarat
Pidana tertunda (PT) sudah dimasukkan ke dalam hukum
pidana Portugal sejak tahun 1893 (UU 6 Juli 1983, pasal 8 dan 9).
Pidana tertunda yang dimaksud di sini adalah unconditional
penalty  yang tidak dilaksanakan berdasarkan syarat-syarat
tertentu. Pada mulanya pidana tertunda hanya diberikan untuk
pidana penjara koreksional dan hanya untuk pelaku pemula. Hal ini
kemudian diperluas pada revisi KUHP tahun 1954. Pidana tertunda
dapat juga diberikan untuk denda. Perkecualian pemberian pidana
tertunda kepada first offender  juga mengalami perubahan yang
dikecualikan, hanya mereka yang pernah dipidana penjara. Namun
dalam revisi terakhir, klausul demikian juga mengalami pergeseran.
Recidivist juga dapat memperoleh pidana tertunda saat ini, semua
pidana-pidana penjara sampai 3 tahun (sebelumnya hanya 2 tahun)
dapat memperoleh pidana tertunda.[9]
Adapun syarat-syarat pidana tertunda yang secara eksplisit
disebut dalam PC ialah:[10]
a.       Memberi kompensasi kepada korban atau memberi jaminan
untuk melakukan hal itu (member kompensasi).
b.      Melakukan perbaikan moral kepada korban.
c.       Membayar sejumlah uang kepada Bendahara Negara sebesar
jumlah denda maksimum yang diancamkan untuk delik yang
bersangkutan.
Hakim dapat menetapkan syarat-syarat lain sepanjang tidak
merugikan/membahayakan terpidana dan tidak bertentangan
dengan standar moral. Berdasarkan kriteria pertama, maka hakim
tidak dapat menetapkan suatu sanksi, misalnya pidana kerja sosial
(yang merupakan pidana pokok) sebagai syarat khusus.[11]
4. Pengawasan
Disamping pidana tertunda/bersyarat yang didasarkan pada
sursis di Perancis dan Belgia, KUHP baru 1982
memperkenalkan prova  yang meniru model probation di Anglo
Saxon. Pembuat UU mempertimbangkan pidana ini sebagai salah
satu bentuk inovasi yang sangat penting. Pidana ini dimaksudkan
sebagai alternatif dari pidana penjara termasuk pidana bersyarat.
Probation merupakan suatu alternatif dari pidana penjara termasuk
pidana bersyarat ini tidak memberi peluang yang cukup untuk
perbaikan/rehabilitasi si pelanggar.[12]
Syarat-syarat untuk pidana bersyarat/tertunda juga dapat
diterapkan untuk probation ini. perbedaan penting
antara suspended sentence  dengan probation  adalah bahwa
dalam probation,  putusan pemidanaan ditunda. Jadi, tidak ada final
sentence.  Untuk dibuatnya perintah pengawasan, cukup bahwa
hakim yakin akan kesalahan terdakwa dan delik yang dilakukan
tidak dapat dipidana lebih dari 3 tahun penjara. Perbedaan yang
sangat signifikan antara probation  dan suspended sentence  adalah
bahwa orang yang diberi probation  menjadi sasaran rencana
rehabilitasi di bawah pengawasan dan bimbingan pekerja sosial
yang terlatih untuk masa 1 sampai 3 tahun.[13]
Pasal 54 PC menetukan beberapa larangan bagi mereka yang
terkena probation,  yaitu larangan untuk:[14]
a.       Melakukan pekerjaan/profesi tertentu.
b.      Berada di tempat-tempat tertentu.
c.       Bertempat tinggal di tempat tertentu atau dalam wilayah
tertentu.
d.      Melakukan kontak dengan orang-orang tertentu. Bergadung
dengan masyarakat tertentu atau menghadiri pertemuan-pertemuan
khusus.
e.       Memiliki barang-barang untuk tujuan melakukan tindak pidana
lain.

Adapun syarat lain yang disebut dalam KUHP adalah:[15]


a. Kewajiban menentukan orang yang membayar jaminan
untuknya.
b. Kewajiban melapor secara periodik kepada pejabat pengawas
dan menerima perawatan wajib di dalam rumah sakit jiwa, klinik
rehabilitasi alkohol/obat-obatan atau lembaga terapi lainnya.
Patut dicatat, bahwa hakim dapat menetapkan syarat-syarat
lain.
5. Teguran
Pidana ini dalam istilah Portugis disebut admoesta cao.  Jenis
sanksi ini mengikuti model Yugoslavia yang diperkenalkan pada
1959. Sanksi ini berupa teguran lisan secara formal oleh hakim
dalam persidangan terbuka yang dihadiri terdakwa. Dalam
mukaddimah KUHP dinyatakan, bahwa sanksi ini terutama
dimaksudkan untuk pelaku pemula dan para pelanggar yang
mempunyai rasa harga diri yang baik yang tidak melakukan delik
sangat serius dan kepadanya tidak diperlukan pidana yang lebih
berat. Pasal 59:2 PC juga menyatakan, bahwa teguran ini juga dapat
diberikan apabila sanksi ini dapat menunjang rehabilitasi sosial dari
si pelanggar.[16]
Menurut pasal 59 PC, hakim hanya dapat menerapkan sanksi
ini apabila:[17]
a.       Terdakwa bersalah melakukan delik yang tidak diancam pidana
lebih berat dari 3 bulan penjara, denda sebesar 90 denda harian
atau gabungan/kombinasi kedua pidana itu.
b.      Terdakwa harus telah membayar kerugian yang ditimbulkan.
Perbedaan sanksi ini dengan Verwarnung mit Strafvorbehalt  di
Jerman ialah:[18]
a.       Tidak ada syarat-syarat yang dilekatkan pada sanksi ini di
Portugal.
b.      Pengumuman/penjatuhan pidana tidak ditunda.
6. Pelepasan Bersyarat
Ada dua bentuk pelepasan bersyarat yaitu parole pilihan
(optional parole) dan parole wajib (mandatory parole). Parole pilihan
untuk pidana penjara yang lebih dari 6 bulan dan telah dijalani
separuhnya. Pelepasan bersyarat ini bukan merupakan hak setiap
napi, tetapi hak istemewa untuk napi tertentu. Parole wajib adalah
pelepasan bersyarat yang harus diberikan kepada napi yang dijatuhi
pidana penjara lebih dari 6 tahun, setelah menjalani 5/6-nya dan
belum pernah diberi parole pilihan. Syarat-syarat yang dilekatkan
pada parole sama dengan syarat-syarat untuk suspended
sentence  dan probation order.
7. Tidak Menjatuhkan Pidana
Salah satu rekomendasi dari Komisi para Menteri Dewan Eropa
(dalam Resolusi no. 10/76 tgl 9 Maret 1976) member perhatian pada
kemungkinan diberikannya hak kepada hakim untuk dapat tidak
menjatuhkan pidana apapun terhadap delik-delik ringan. Portugal
merupakan salah satu negara yang menerima rekomendasi ini dan
memasukkan dua bentuk Dispensa de pena  ke dalam KUHP 1983,
yaitu tidak menjatuhkan pidana terhadap delik:
a.       Yang diancam dengan pidana maksimum 6 bulan penjara.
b.      Yang diancam dengan pidana gabungan antara penjara dan
denda yang tidak melebihi 180 denda harian.
Syarat-syarat untuk tidak menjatuhi pidana itu adalah:
a.         Ada kesalahan minimal.
b.         Kerugian telah dibayar
c.         Tidak ada faktor-faktor (untuk rehabilitasi atau pencegahan
umum) yang menghalangi penyelesaian masalah dengan cara ini.
Apabila syarat ke dua dan tiga tidak ada, tetapi hakim
berpendapat bahwa hal itu dapat direalisir dalam waktu 1 tahun,
maka hakim dapat menunda putusannya sampai 1 tahun. Tujuan
dibalik dispensa de pena  tidak hanya untuk menghindari penjatuhan
pidana penjara pendek, tetapi juga untuk mencegah pemidanaan
yang tidak dibenarkan/diperlukan dilihat dari sudut kebutuhan, baik
kebutuhan untuk melindungi masyarakat maupun untuk rehabilitasi
si pelanggar. Dengan kata lain, fungsinya tidak hanya sebagai
alternatif pidana (penjara) pendek, tetapi juga sebagai koreksi
judicial terhadap asas legalitas.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
1. Pidana pokok yang ada di Indonesia ada 5 yaitu Pidana Mati,
Pidana Penjara,Pidana kurungan, Pidana denda, Pidana Ttutupan,
sedangkan pidana pokok yang ada di portugal, terdiri dari pidana
penjara, pidana denda, pidana tertunda/bersyarat, pengawasan,
teguran, pelepasan bersyarat, dan tidak menjatuhkan pidana.

Anda mungkin juga menyukai