Disusun oleh:
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT. atas rahmat dan karuniaNya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK)” ini tepat pada waktunya.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak yang ikut berpartisipasi dalam
pembuatan makalah ini, terkhusus kepada ibu Dr. Nefi Darmayanti, M.Si selaku dosen mata
kuliah Psikologi Pendidikan yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari jika makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
terdapat beberapa kesalahan di dalamnya. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk menjadi bahan evaluasi dalam memperbaiki makalah ini ke
depannya.
Kelompok VII
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.3 Tujuan..........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................3
3.1 Kesimpulan................................................................................................................15
3.2 Saran..........................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pengertian Anak Berkebutuhan Kusus (ABK).
2. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis Anak Berkebutuhan Kusus (ABK).
3. Untuk mengetahui bagaimana penanganan Anak Berkebutuhan Kusus (ABK).
4. Untuk mengetahui bagaimana pendidikan/metode pembelajaran Anak Berkebutuhan
Kusus (ABK).
2
BAB II
PEMBAHASAN
Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang secara signifikan mengalami
kelainan atau penyimpangan (fisik, mental-intelektual, sosial, emosional) dalam proses
pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya
sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.1 Dengan demikian, meskipun
seorang anak mengalami kelainan atau penyimpangan tertentu, tetapi kelainan atau
penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga tidak memerlukan pelayanan pendidikan
khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dalam keadaan
dimensi penting dari fungsikemanusiaannya. Mereka adalah secara fisik, psikologis, kognitif,
atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan/kebutuhan dan potensinya secara maksimal,
meliputi mereka yang tuli, buta, mempunyai gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi
mental,dan juga gangguan emosional. Juga anak-anak yang berbakat dengan inteligensi yang
tinggi,dapat dikategorikan sebagai anak khusus atau luar biasa karena memerlukan
penanganan yangterlatih dari tenaga professional, sehingga memerlukan penanganan yang
terlatih dari tenaga professional.2
Konsep anak berkebutuhan khusus memiliki arti yang lebih luas dibandingkan dengan
pengertian anak luar biasa. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam pendidikan
memerlukan pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya. Oleh sebab itu
mereka memerlukan layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan belajar masing-masing
anak.
1
Depdiknas, Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu/Inklusi (Jakarta: DitPLB, 2004).
2
Suran dan Rizzo, Being Deaf: The Experience of Deafnes (London: Pinter Press).
3
Anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan anak yang memiliki kelainan atau
gangguan pada perkembangan. Anak berkebutuhan khusus dikategorikan dalam dua
kelompok, yaitu anak berkebutuhan khusus yang bersifat temporer (sementara) dan bersifat
permanen (menetap). Perbedaan diantara keduanya adalah anak berkebutuhan khusus yang
bersifat temporer atau sementara adalah anak yang memiliki hambatan perkembangan dan
belajar disebabkan oleh faktor eksternal, sedangkan anak berkebutuhan khusus permanen
atau menetap adalah anak yang memiliki hambatan dikarenakan faktor internal, bisa jadi
bawaan dari lahir atau kecacatan.
A. Disleksia
Disleksia atau Dyslexia merupakan kata dari bahasa Yunani yang berarti kesulitan
berbahasa. Disleksia merupakan dasar dari kelainan neurobiologis, yang ditandai
dengan kesulitan dalam mengenali huruf, mengeja, dan dalam kemampuan mengkode
simbol. Anak dengan disleksia juga mengalami kesulitan dalam bercakap, mengeja,
dan membaca. Dari segi intelegensi, anak dengan disleksia memiliki level yang setara
dengan anak normal, bahkan sebagian lain diatas normal.
Disleksia terbagi kepada dua jenis:
1. Disleksia diseidetis (visual), yaitu disebabkan oleh gangguan fungsi otak bagian
belakang yang menimbulkan gangguan persepsi visual dan memori visual.
Contoh: anak sering terbalik antara huruf m dan w, huruf n dan u.
2. Disleksia verbal (linguistic), yaitu yang ditandai dengan gangguan persepsi
auditoris, oleh sebabnya anak menjadi sulit untuk mengeja dan menemukan kata
atau kalimat.
3. Disleksia auditories, yaitu disebabkan oleh gangguan dalam koneksi visual-auditif
yang mengakibatkan kesusahan atau kelambatan dalam membaca.
B. Disgrafia
Disgrafia adalah kesulitan ketika memadukan antara ingatan dengan penguasaan
gerak (hambatan secara fisik) secara otomatis ketika hendak menuliskan abjad atau
angka. Anak dengan disgrafia akan terhambat dalam kemampuan menulis, tulisan
yang buruk, atau bahkan tidak mampu untuk memegang pensil dengan baik.
4
ADD adalah kesulitan dalam memusatkan perhatian. Gangguan ini dapat terjadi
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Adanya kelainan anatomis, terutama pada otak bagian depan (lobus frontalis).
2. Gangguan neurotransmitter, diakibatkan dari penggunaan obat kimia.
3. Faktor genetik.
4. Terdapat kelainan fungsi inhibisi perilaku dan kontrol diri.
5. Gaya hidup yang tidak sehat.
6. Pola hidup yang tak disiplin.
E. Autis
Autisme atau Autism Spectrum Disorder, atau sering juga disebut dengan
retardasi mental adalah kelainan perkembangan saraf yang menyebabkan ganggguan
perilaku dan interaksi sosial. Anak penyandang autisme sangatlah beragam, dapat
dilihat dari kemampuannya, dan juga intelegensinya. Tingkat retardasi mental
seseorang berbeda-beda, yaitu:
- Retardasi mental ringan. Retardasi mental ringan diderita oleh sekitar 85% orang,
mereka akan memiliki IQ 50-70 dan kemungkinan akan mengalami kesulitan
berbicara.
Feby Atika Setiawati & Nai’mah, “Mengenal konsep-konsep anak berkebutuhan khusus dalam
3
PAUD”, SELING: Jurnal Program Studi PGRA, Vol. 6 (2), hal. 203-206.
5
- Retardasi mental sedang. Seseorang dengan retardasi mental sedang memiliki IQ
35-55 dan memiliki kesulitan dalam bahasa dan komunikasi.
- Retardasi mental parah. Seseorang dengan retardasi mental parah memiliki ciri-
ciri IQ 20-40, mereka juga akan kesulitan dengan keterampilan motorik.4
F. Tunarungu
Tunarungu adalah sebutan bagi seseorang yang memiliki hambatan pendengaran,
baik permanen maupun tidak, yang disebabkan oleh tidak berfungsinya organ
pendengaran sebagaimana mestinya. Tunarungu diklasifikasikan menjadi:
- Gangguan pendengaran sangat ringan (27-40 dB).
- Gangguan pendengaran ringan (41-55 dB).
- Gangguan pendengaran sedang (56-70 dB).
- Gangguan pendengaran berat (71-90 dB).
- Tuli (diatas 91 dB).
G. Tunawicara
Tunawicara adalah gangguan berbicara. Hal ini disebabkan oleh gangguan pita
suara, mulut, lidah, langit-langit lidah, dna tenggorokan, yang mengakibatkan tidak
berfungsinya organ pendengaran, perkembangan bahasa yang lambat, kerusakan
sistem saraf dan struktur otot, dan tidak mampu mengontrol gerak. Tunawicara
diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok berikut:
- Ringan (20-30 dB). Anak dengan tunawicara ringan masih dapat berkomunikasi,
hanya saja ada beberapa kata yang tidak bisa mereka terka.
- Sedang (40-60 dB). Anak dengan tunawicara sedang sudah mulai mengalami
kesulitan untuk memahami pembicaraan.
4
Otsimo, “Mental Retardation and Autism” http://otsimo.com/en/mental-retardation-autism/ (diakses
pada 4 November 2021).
6
- Berat (diatas 60 dB). Anak dengan tunawicara berat sangat sulit untuk memahami
pembicaraan.
H. Tunagrahita
Tunagrahita adalah sebutan untuk anak yang memiliki gangguan mental intelektual.
Anak dengan tunagrahita cenderung memiliki intelegensi dibawah rata-rata, juga
disertai dengan ketidakmampuan dalam bertanggung jawab sosial menurut ukuran
norma sosial tertentu (perilaku adaptif). Tunagrahita menyebabkan penderitanya
mengalami perkembangan kecerdasan yang sangat terbatas, lemahnya ingatan, hingga
sukar dalam mengembangkan ide.
I. Tunadaksa
Tunadaksa adalah anak yang memiliki gangguan pada anggota tubuhnya, biasanya
ditandai dengan kelainan fisik atau terdapat cacat pada anggota tubuh. Anak dengan
tunadaksa mengalami kelainan neuromuscular dan struktur tulang bawaan lahir yang
menyebabkan mereka memiliki gangguan gerak, serta celebral palsy (kelainan di
saraf otak). Celebral palsy dibagi menjadi beberapa kelompok:
- Tipe spastik (50% dari semua kasus CP), ditandai dengan otot menjadi kaku dan
lemah.
- Tipe diskinetik atau koreoatetoid (20% dari semua kasus CP), ditandai dengan
gerak tak terkendali pada otot lengan, tungkai, dan badan secara spontan, bisa juga
kekauan seluruh tubuh sehingga tidak bisa dibengkokkan, dan juga getaran kecil
pada mata, tangan, atau kepala secara terus menerus.
- Tipe ataksik (10% dari semua kasus CP), yang ditandai dengan adanya gangguan
keseimbangan pada anak.
- Tipe campuran (20% dari semua kasus CP), yang ditandai dengan memiloiki
gabungan kelainan dua atau lebih dari tipe lainnya.
5
Sukadari, “Pelayanan anak berkebutuhan khusus (ABK) melalui pendidikan inklusi”, Elemantary
School, Vol. 7 (2), hal. 337-338.
7
2.3 Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus
Semua jenis anak berkebutuhan khusus (ABK) memerlukan perlakuan yang berbeda
dengan anak normal lainnya dan perlu disesuaikan dengan kondisi khusus mereka. Perbedaan
antara anak berkebutuhan khusus, baik dari segi karakteristik maupun kebutuhannya,
dibandingkan dengan anak rata-rata, memerlukan bentuk perlakuan dan pelayanan yang
spesifik tergantung pada kondisinya. Kebutuhan spesifik dari masalah berhubungan dengan
empat area terbatas: fisik, sensorik, kesehatan mental, dan ketidakmampuan belajar. 6 Oleh
karena itu, diperlukan perawatan khusus sesuai kebutuhan.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan orang tua atau keluarga untuk menangani
anak berkebutuhan khusus, yaitu:
1. Mempersiapkan Diri
Ada beberapa fase yang akan dilakukan orang tua, seperti menyangkal, menyalahkan,
hingga menerima keadaan anak. Akan lebih mudah jika orang tua mempunyai
komunikasi dengan berbagai pihak, seperti support group (misalnya, Parent Support
Group), dokter yang sangat informatif, dll. Dengan begitu, orang tua bisa mendapat
dukungan dan informasi yang akurat tentang masalah yang dihadapi anak.
2. Membuka Diri
Secara bertahap, menerima keadaan anak dan tidak menyerah begitu saja. Setiap anak
pasti mempunyai kemampuan atau bakat, sehingga orang tua perlu membantu anak untuk
melalui masa-masa ini.
3. Selalu Memantau Keadaan Anak
Ketika anak tidak berkembang sesuai usianya, coba amati apa yang terjadi dengannya.
Jika orang tua ragu, segera konsultasikan dengan dokter anak. Dari sini, orang tua dapat
menemukan solusi apakah anaknya cukup untuk ditangani oleh dokter anak, atau apakah
mereka harus pergi ke psikolog, terapis, dll.
4. Mendampingi Anak
Anak-anak membutuhkan bantuan. Pada titik ini, orang tua harus selalu
menemaninya. Secara bertahap kurangi ketergantungan anak pada orang tuanya. Dari
pendampingan sepenuhnya, sedikit demikian sedikit dikurangi, hingga akhirnya anak
menjadi mandiri. Anak-anak perlu dilatih dalam keterampilan tambahan, terutama
6
Mangunsong, F. 2011. Psikologi dan pendidikan anak berkebutuhan khusus, jilid kedua. Depok: LPSP3UI.
8
sebelum pergi ke sekolah. Misalnya pergi ke kamar mandi, makan dan minum sendiri,
atau menyesuaikan diri.
5. Banyak Menstimulasi
Sejak lahir hingga usia lima tahun, saatnya menginspirasi anak dengan mengajak
mereka bermain, bernyanyi, mengobrol, dan berbicara. Jadi luangkan waktu untuk
menginspirasi anak Anda.
6. Kerjasama dengan pihak sekolah
Kerjasama antara orang tua dan pihak sekolah harus dilakukan secara intensif dan
sinergis. Komunikasi yang baik antara keduanya memudahkan anak untuk beradaptasi
dengan sekolah. Selain itu, pemerintah sekarang menerima anak berkebutuhan khusus dan
menyediakan sekolah komprehensif yang menyediakan sistem pendidikan yang
disesuaikan dengan kebutuhan anak. Sekolah inklusif biasanya memiliki GPK (Guru
Pembimbing Khusus) yang terlatih untuk menangani anak-anak ini. Dia menawarkan
kelas perawatan, datang ke kelas untuk mengamati anak-anak, dan membawa mereka ke
kursus khusus untuk perawatan. Orang tua dapat memberikan guru asisten kepada anak-
anak mereka jika mereka mampu.
Sementara itu, ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh guru untuk menangani
anak berkebutuhan khusus, yaitu:7
9
seorang guru ingin meninggalkan mereka, cara yang terbaik adalah meminta guru lain
untuk menjaga mereka selama mereka pergi. Jika terjadi sesuatu, setidaknya ada yang
langsung sigap menangani, sehingga siswa berkebutuhan khusus tidak terabaikan begitu
saja.
5) Memberi Apresiasi
Siswa berkebutuhan khusus senang mendapat reward daripada punishment. Kondisi
ini sesuai dengan perilaku siswa berkebutuhan khusus dengan konsentrasi yang buruk,
defisit perhatian dan hiperaktif. Siswa-siswa ini umumnya dapat menyesuaikan diri
dengan lebih baik sesuai dengan peraturan dengan bantuan penghargaan dan hukuman.
Ini mungkin termasuk pendekatan kepada siswa.
1. Communication
Kemunikasi adalah hal yang paling dasar yang dilakukan setiap orang untuk dapat
berhubungan dengan orang lain. Dalam hal belajar, seorang siswa tidaklah terlepas
dari aktivitas yang bernama komunikasi ini, baik itu komunikasi dengan sesama siswa
maupun komunikasi dengan guru ataupun dengan orang-orang yang ada disekitarnya.
Dengan adanya kemampuan komunikasi seseorang akan membantu dan juga
mempengaruhi baik proses maupun hasil belajar dari orang tersebut. Kemampuan
komunikasi ini juga akan mempengaruhi dan membentuk kepribadian seseorang.
2. Task Analysis
8
Suharsiwi, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta: CV Prima Print, 2017), hlm. 8
9
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005), hlm. 76
11
Analisis tugas ini merupakan proses-proses dari tugas yang dipisah menjadi beberapa
rangkaian komponen langkah atau juga merupakan satuan yang paling kecil dari
sebuah tujuan. Analisis tugas ini sebagai penjelasan dari tugas-tugas yang harus
dikerjakan dalam indikator kompetensi. Analisis tugas inilah yang nantinya akan
menentukan daftar kompetensi. Sesuai dengan analisis tugas yang mesti dilakukan
oleh seorang guru sebagai seorang professional, yang nantinya akan ditentukan
kompetensi yang mana saja yang sekiranya diperlukan. Sehingga nantinya melalui hal
ini dapat diketahui apabila seorang siswa sudah melakukan tugasnya sesuai dengan
kompetensi yang harus dipenuhinya atau tidak.
3. Direct Instruction
Instruksi langsung merupakan metode pembelajaran yang bisa digunakan oleh guru
untuk siswa, yang mana pada metode pembelajaran ini digunakan metode pendekatan
langkah-langkah yang tersusun secara cermat yang berbentuk perintah atau instruksi.
Dengan menggunakan metode pembelajaran ini akan memberikan pengalaman belajar
yang positif yang akan menaikkan kepercayaan diri dan juga motivasi siswa untuk
berprestasi. Dalam metode ini, pelajaran disampaikan pada para siswa dengan bentuk
yang sudah diusahakan untuk bisa lebih mudah dimengerti sehingga nantinya para
siswa dapat mencapai hasil yang baik di setiap pembelajaran. Model dari
pembelajaran ini ialah orientasi, presentasi, latihan terstruktur, latihan terbimbing,
refleksi, latihan mandiri, dan terakhir evaluasi.
4. Prompts
Prompt adalah stimulus/petunjuk yang diberikan sebelum atau selama perilaku
muncul. Prompt membantu perilaku terjadi, sehingga guru dapat memberikan
penguatan.10 Prompt merupakan segala bantuan yang diberikan kepada para siswa
sehingga dapat memberikan respon yang baik dan juga sesuai. Prompt yang nantinya
akan diberikan kepada siswa merupakan informasi yang berfungsi sebagai penjelasan
ataupun pembantu yang akan mempermudah para siswa untuk melakukan suatu
perintah. Adapun jenis prompts adalah sebagai berikut:
- Verbal Prompts. Merupakan penjelasan instruksi tugas dalam bentuk informasi
verbal. Instruksi ini untuk memberitahu siswa tentang apa yang harus mereka
10
J. O. Cooper, T. E. Heron, & W. L. Heward, Applied behavior analysis, (New York: Macmillan, 1987), hlm.
312
12
kerjakan. Verbal prompt juga memberi penjelasan lebih lanjut mengenai cara-cara
yang dapat dilakukan untuk mengatasi tugas yang dimiliki para siswa. Misalnya
saat seorang anak sedang belajar cara memakai baju, perintah ataupun instruksi
yang dapat disampaikan pada mereka ialah pakai bajumu, lalu dilanjutkan dengan
verbal promptnya yaitu masukkan tangan kanan dan juga kiri ke bagian lengan
pakaian terlebih dahulu.
- Modeling. Modeling ini merupakan penjelasan tentang cara mengatasi atau
menyelesaikan tugas para siswa namun dengan cara menunjukkan atau
mempraktekkannya. Sehingga nantinya para siswa akan memiliki gambaran
mengenai apa yang harus mereka lakukan dan dapat menirunya. Modeling ini bisa
dilakukan apabila verbal prompt tidak berhasil dijalankan. Contohnya yaitu,
ketika kita telah memberikan verbal prompt namun mereka masih belum mengerti
apa yang kita maksudkan, maka kita bisa mencontohkan atau menunjukkan cara
melakukannya lalu selanjutnya memberikan anak tersebut kesempatan untuk
mengulangi apa yang telah kita tunjukkan pada mereka.
- Gestural Prompts. Prompt ini merupakan memberikan informasi atau penjelasan
dengan memberikan gerakan anggota tubuh. Contohnya ialah memberikan isyarat
dengan salah satu anggota tubuh, missal anggukan kepala sebagai tanda setuju,
gerakan tangan sebagai larangan atau suruhan.
- Physical Prompts. Prompt ini melibatkan kontak fisik. Digunakan jika promt yang
sebelumnya tidak memberi hasil yang cukup baik, atau anak kurang dapat
menangkap penjelasan atau informasi yang diberikan sehingga mereka tidak dapat
menyelesaikan tugas yang diberikan kepada mereka. Atau juga apabila anak
tersebut belum memiliki kemampuan fisik yang harus ada jika ingin melakukan
kegiatan atau tugas tersebut.
- Peer Tuturial. Pada tahap ini, seorang siswa yang dianggap ‘mampu’ dipasangkan
dengan temannya yang memeiliki kesulitan atau hambatan. Dalam hal ini, siswa
yang mampu tersebut berperan sebagai tutor atau pengajar.
5. Cooperative Learning
Metode ini merupakan salah satu cara yang paling efektif dan juga cukup
menyenangkan bagi para siswa yang mana mereka memiliki kemampuan yang
berbeda-berbeda untuk bekerja sama dalam melakukan suatu tugas. Pembelajaran
kooperatif ini akan meningkatkan penghargaan pada diri sendiri, menghormati
13
pendapat orang lain, dan mengembangkan lingkungan yang positif dan mendukung
yang menerima perbedaan individu.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang secara signifikan
mengalami kelainan atau penyimpangan (fisik, mental-intelektual, sosial,
emosional) dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan
dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan
pendidikan khusus.
Adapun jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
- Disleksia
- Disgrafia
- Attention Deficit Disorder (ADD)
- Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD)
- Autis
- Tunarungu
- Tunawicara
- Tunagrahita
- Tunadaksa
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan orang tua atau keluarga untuk
menangani anak berkebutuhan khusus, yaitu:
- Mempersiapkan diri
- Membuka diri
- Selalu memantau keadaan anak
- Mendampingi anak
- Banyak menstimulasi
- Kerjasama dengan pihak sekolah
Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh guru untuk menangani anak
berkebutuhan khusus:
15
- Membantu anak memperbaiki kesalahan
- Memberi apresiasi
- Mencatat perkembangan anak setiap hari
Metode pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus yaitu:
- Communication
- Talk analysis
- Direct instruction
- Prompts
- Cooperative learning
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan para pembaca dapat lebih memahami
tentang Anak Berkebutuhan Khusus. Penulis juga menyarankan agar para
pembaca lebih banyak mencari informasi lain yang dapat menambah wawasan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Cooper, J. O., Heron, T. E., & Heward, W. L. (1987). Applied behavior analysis. New York:
Macmillan.
Depdiknas. (2004). Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu/Inklusi. Jakarta:
DitPLB.
Mangunsong, F. (2011). Psikologi dan pendidikan anak berkebutuhan khusus, jilid kedua.
Depok: LPSP3UI.
Padmadewi, dkk. (2020). Pelatihan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus Bagi Guru-
Guru di Sekolah Dasar: Proceeding Senadimas Undiksha, 23-24.
Sudjana, Nana. (2005). Dasar-Dasar Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Suharsiwi. (2017). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: CV Prima Print.
Suran, S.G and Rizzo J. (1979). Being Deaf: The Experience of Deafnes. London: Pinter
Press.
17