Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SEJARAH KODIFIKASI HADITS

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah Ilmu
Hadits

Oleh : Kelompok 4

Dandi Suryono NIM : 3321043

Nuriana NIM : 3321074

Maisyarah NIM : 3321078

Dosen Pebimbing : Rifqul Manan,S.Th.l.,MA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM (FEBI)

JURUSAN S1 PERBANKAN SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI

2021/2022
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan
kesehatan, kesempatan dan kekuatan kepada penulis sehinnga penulis dapat
mencurahkan tenaga dan fikirannya dalam menyusun sebuah makalah.

Segala sanjungan dan shalawat yang tidak pernah bosan-bosannya penulis


limpahkan kepada Rasulullah SAW yang telah membawa umat manusia dari alam
Jahiliyah kealam Islamiyah yang seperti kita rasakan seperti saat sekarang ini.

Para pembaca yang budiman dan di rahmati oleh Allah, makalah ini penulis
susun dalam rangka memenuhi salah satu tugas terstruktur dalam mata kuliah ILMU
HADITS yang berjudul “SEJARAH KODIFIKASI HADITS”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rifqu Manan,S.Th.l.,MA


yang telah membimbing penulis dalam menyusun makalah ini, serta semua pihak
yang telah membantu dan berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan, karena
keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini sangat penulis harapkan dari
para pembaca.

Atas perhatian dan segala saran yang tercurah, penulis mengucapkan terima
kasih. Semoga makalah ini bermanfaat dan bernilai guna bagi para pembaca terutama
bagi penulis sendiri. Amiin.

Bukittinggi,23 September 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................i

DAFTAR ISI .............................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN......................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah ...........................................................................1


B. Rumusan Masalah ....................................................................................1
C. Tujuan Penulisan Makalah ......................................................................1

BAB II : PEMBAHASAN

A. Sejarah kodifikasi hadits ..........................................................................2


B. Pembukuan sejarah kodifikasi hadist II,III,IV,Dan V H.........................3

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan ..............................................................................................7
B. Krtik dan saran .........................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Al-Hadis merupakan sumber hukum utama sesudah al-Quran. Keberadaan


hadis hakikatnya tak lain adalah penjelasan dan praktek dari ajaran al-Quran itu
sendiri. , keberadaan al-Hadits dalam proses tadwin (kodifikasi) nya sangat berbeda
dengan al-Quran. Sejarah hadits dan periodesasi penghimpunan nya lebih lama dan
panjang masanya dibandingkan dengan al-Qur‟an. Al Qur‟an hanya sekitar 15 tahun
saja sedangkan Al-Hadits butuh waktu 3 abad untuk pentadwinanya secara
menyeluruh.

Pada abad pertama Hijriah belum ada yang dinamakan kodifikasi hadits, para
sahabat dekat sudah mendapatkan hadis dari Rasulullah yaitu dengan mendengarkan
apa yang dikatakannya, perbuatannya, serta menanyakannya langsung kepada
Rasulullah.Pada masa itu pula sahabat dan tabi‟in sudah melakukan penulisan hadits
tapi hadits-hadits tersebut belum ditulis atau dibukukan secara resmi. Barulah pada
awal abad ke-2 Hijriah Proses kodifikasi hadis telah resmi diinstruksikan oleh
Khalifah Umar ibn „Abd al-Aziz yang memiliki sejarah panjang dan tantangan yang
berliku-liku hingga saat ini. Maka dari itulah makalah ini disusun. Disamping itu
adalah untuk memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah ilmu Hadits.

B. Rumusan Masalah
1. Apa sejarah Pengkodifikasian Hadits ?
2. Bagaimana proses kodifikasi hadits pada abad ke II H
3. Bagaimana proses kodifikasi hadits pada abad ke III H
4. Bagaimana proses kodifikasi hadits pada abad ke IV & VH sampai sekarang
C. Tujuan penulisan makalah
1. Untuk mengetahui sejarah kodifikasi Hadits.
2. Untuk mengetahui sejarah kodifikasi hadits abad ke II
3. Untuk mengetahui sejarah kodifikasi hadits pada abad ke III
4. Untuk mengetahui sejarah kodifikasi hadits pada abad ke IV & VH sampai
sekarang

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. SEJARAH KODIFIKASI HADIS

At Tadwin atau Kodifikasi hadits menurut bahasa adalah pendewanan hadits atau
pembukuan hadits. Sedangkan menurut terminologi artinya pengumpulan dan
penyusunan hadits yang secara resmi didasarkan perintah khalifah dengan
melibatkan beberapa personil, yang ahli dalam masalah ini, bukan yang dilakuan
secara peseorangan seperti yang terjadi di masa-masa sebelumnya. Sebagaimana Al-
Qur‟an, hadits juga mengalami proses panjang dalam pembukuannya.

Adapun yang dimaksud dengan kodifikasi hadis pada periode ini adalah
pembukuan hadis secara resmi yang diabadikan dalam bentuk tulisan atas perintah
seorang pemimpin kepala Negara dengan melibatkan orang-orang yang mempunyai
keahlian dibidangnya. Tidak seperti kodifikasi yang terjadi pada masa Rasulullah
Saw yang dilakukan secara individu atau untuk kepentingan pribadi.

Perlu pembedaan antara sunnah dan hadis. Dengan mempertimbangkan ciri


konsep sunnah, maka hadis sangat serupa dengan al-Qur‟an. Di mana, material hadis
harus dipahami dalam konteks praktik aktual Nabi Muh}ammad. Hadis sahih sangat
berpeluang untuk dikritisi jika hadis tersebut dinilai bertentangan dengan sunnah
aktual dan hadis-hadis lainnya. Periode penulisan dan kodifikasi resmi (permulaan
abad ke II H). Periode pemurnian, penyihatan, dan penyempurnaan (awal abad ke III
H sampai akhir abad ke III H). Periode penerbitan, pemeliharaan, penambahan, dan
penghimpunan (awal abad IV H- jatuhnya kota Baghdad). Periode penyarahan,
perhimpunan, pengtakhrijan, pembahasan (656 H-sekarang).

Usaha mempelajari kodifikasi (pembukuan) hadits diharapkan dapat mengetahui


sikap diadakan tindakan umat islam yang sebenarnya, khususnya para ulama ahli
hadis, terhadap hadis serta usaha pembinaan dan pemeliharaan mereka pada tiap-tiap
periodenya sampai akhirnya terwujud kitab-kitab hasil tadwin secara sempurna.
Perjalanan hadis pada tiap-tiap periodenya mengalami berbagai persoalan dan
hambatan yang dihadapinya, yang antara satu periode dengan periode lainnya tidak
sama, maka pengungkapan sejarah persoalannya perlu diajukan ciri-ciri khusus dan
persoalan-persoalan tersebut.

2
B. PEMBUKUAN HADIS PADA ABAD II,III,IV,DAN V H
1. Pembukuan Hadis Pada Abad II H

Secara garis besar, pola penyusunan kitab Hadis yang berkembang pada kurun
waktu abad II H sampai dengan abad IV H dapat dipolakan menjadi empat bentuk
metode penulisan kitab Hadis, yaitu: sunan, mushannaf, jâmi„, dan musnad. Tiga
model yang pertama pada hakikatnya berada pada wilayah yang sama yaitu
mengakomodasi kepentingan fikih yang memang menjadi kebutuhan dan lebih dapat
diterima masyarakat Islam pada umumnya. Munculnya kitabkitab Hadis yang
bercorak fiqhî mulai abad II H yang kemudian dikenal dengan sebutan sunan menjadi
pertanda menguatnya pengarusutamaan fikih yang terjadi di kalangan masyarakat
Islam pada saat itu. AlKattânî menyebutkan bahwa sunan adalah kitab Hadis yang
disusun berdasarkan urutan tema-tema fikih dan (secara umum karena faktanya,
terdapat beberapa Hadis yang dinilai mawqûf di dalam kitab-kitab sunan) tidak
memuat riwayat-riwayat yang dinilai mawqûf.

Terdorong oleh kemauan keras untuk mengumpulkan hasil periode awal


kodifikasi, pada umumnya para ulama dalam membukukannya tidak melalui
sistematika penulisan yang baik, dikarenakan usia kodifikasi yang reatif masih muda
sehingga mereka belum sempat menyeleksi antara hadis nabi dengan fatwa-fatwa
sahabat dan tabi‟in, bahkan lebih jauh dari itu mereka belum mengklasifikasi hadis
menurut kelompok-kelompoknya. Kitab sunan Imam Malik (92-179 H/ 12-798 M),
al-Muwaththa‟ yang merupakan kitab kumpulan atau koleksi hadis paling tua
(disusun pada pertengahan awal abad ke II H.) tidak hanya memuat hadis Nabi saja
tetapi juga fatwa-fatwa sahabat dan tabi‟in. Perkembangan hadis mulai sejak abad II
Hijriyyah, yakni sejak dikeluarkannya perintahan resmi dari khilafah Umar bin Abdul
Aziz dalam membukukan hadis. Pertama, fase ahli hadis, para ahli dalam menyusun
kitab-kitab hadis juga mengunakan ayat-ayat al-Qur‟an, atsar-atsar sahabat dan
tabi‟in, di semua kota besar yang masuk dalam daerah Islam ada ahliahli hadisnya
yang terkenal. Kedua, fase sampai awal abad III Hijriyah. Dalam fase ini kitab-kitab
hadis, khusus hanya memuat hadis Nabi saja, mulai ada. Susunan Hadis yang
termaktub dalam beberapa kitab hadis ada yang berdasarkan nama sahabat periwayat.
Ketiga, fase pada abad II Hijriyah dan seterusnya. Dalam fase ini, merupakan
perkembangan hadis lebih kepada penulisannya, pengkajian dan pembahasan, telah
mencapai puncaknya yang tertinggi. Ilmu-ilmu hadis pada masa ini telah mengalami
perkembangan yang pesat.

3
Dengan demikian karya ulama pada periode ini masih bercampur aduk rata hadis
dengan fatwa sahabat dan tabi‟in, bahwa kitab-kitab hadis karya ulama-ulama pada
masa ini belum dipiah-pilahantara hadis marfu‟ mauquf, dan maqthu‟, dan diantara
hadis shahih, hasan dan dha‟if.

Pada abad II H ini pula mulai diadakan pemisahan antara hadis tafsir dan hadis
padaumumnya, juga pemisahan hadis sirah dan magaziy.

2. Pembukuan Hadis Pada Abad III H

Abad ke III merupakan abad didalam periode ke lima. Maka abad ke III H
kegiatan pentashihan hadis Nabi mulai dilakukan dengan sistematis, yakni
pembukuan hadis yang semata-mata hadis Nabi saa, tidak dicampuri dengan fatwa
sahabat atau thabi‟in. ulama yang mempelopori kegiatan ini adalah ishaq ibnu
rahawaih. Kemudian dilanjutkan oleh alBukhari, Muslim, Abu Dawud, alTurmudzi,
alNas‟I, Ibnu majah dan lain-lain. Dari usaha penyelesian tersebut maka terciptalah
pula syarat-syarat perawai yang terdiri dari berbagai segi, yakni keadilan, tempat,
kediaman, masa dan lain-lain.

Dari tokoh-tokoh hadits abad ke-3 inilah pada perkembangan berikutnya


muncul ilmuan-ilmuan hadits sekaliber al-Bukhori, al-Darimi, Abu Hatim al-Razi,
yang karena kontribusi intelektual merekalah hadits maupun ilmu hadits maupun ilmu
hadits menemukan elanvital-nya sebagai hasanah pola pikir para cerdik cendekiawan
dimasa- masa berikutnya.

Pada masa penyeleksian atau penyaringan hadis ini terjadi pada zaman
pemerintahan Bani Abbasiyah, yakni pada masa tadwin belum bisa memisahkan
hadis mauquf dan maqtu‟ dan hadis marfu‟. Mereka kemudian membuat kaidah-
kaidah dan syarat-syarat untuk menentukan apakah hadis itu shahih atau dhaif. Para
perawipun tidak luput dari sasaran penelitian mereka untuk diselidiki kejujurannya,
kehafalannya dan lain sebagainya. Periode ini berlangsung pada masa pemerintahan
khalifah Alma‟mun sampai pada awal pemerintahan khalifah Almuqtadir dari
kekhalifahan dinasti abbasuyah. Pada masa ini para ulama memusatkan perhatian
mereka pada pemeliharaan keberadaan dan terutama kemurnian hadis Nabi Saw
sebagai antisipasi mereka terhadap pemalsuan hadis yang semakin marak.

4
3. Pembukuan Hadis Pada Abad IV dan V H Sampai Sekarang

Setelah berakhirnya kodifkasi hadis pada masa atba‟ al tabi‟in, proses


pengumpulan hadis masih terus berlanjut. Paling tidak abad IV hingga abad V , di
kalangan orang-orang yang bermadhhab Aswaja, telah disusun beragam kitab hadis
dengan metode dan materi yang beragam.

Padaperide ini dinamakan masa menghafal dan mengisnadkan. Penghimpunan


hadis disertai pemeliharaannya tetap dilakukan walau tidak sebanyak yang
sebelumya. Hanya saja hadis-hadis yang dihimpun tidaklah sebanyak sebelum
periode ini. Didalam era ini jenis kitab-kitab hadis Nabi Saw mencakup sebagian
besar kitab-kitab hadis yang sifatnya mengumpulkan kitab-kitab hadis yang telah
dihimpun dalam kitab-kitab hadis Nabi Saw sebelumnya. Kegiatan hadis pada
periode ini banyak dilakukan dengan cara lisensi atau sertifikat dari guru untuk murid
untuk mendapatkan izin meriwayatkan hadis dan muktabah (pemberian catatan hadis
dari gurunya.

Sepeninggal periode khalifah Abasiyyah ke-17 Al-Mu‟tashim (w. 656 H).


Periode hadits dimasa tersebut dinamakan „Ashr al- Syarh wa alJami‟ wa Al-Takhrij
wa Al-Bahts, periodesasi hadits memasuki masa pensyarahan, penghimpunan,
pentakhrijan, dan pembahasan. Penulisan ilmu hadis ini berlanjut hingga masuk masa
kematangan dan kesempurnaan pembukuan ilmu hadis pada abad ke-7hingga pada
abad ke-10. Pada masa ini, karya-karya seputar ilmu hadis banyak ditulis dan lebih
disederhanakan.Selanjutnyakajian „Ulum alHadis mencapai tingkat kesempurnaannya
dengan ditulisnya sejumlah kitab yang mencakup seluruh cabang ilmu hadis.
Bersama itu dilakukan juga penghalusan sejumlah ungkapan dan penelitian berbagai
masalah dengan mendetail. Sebelum beranjak lebih dalam, penulis akan sedikit
mengulas tentang sejarah penamaan dekade kontemporer. Kata kontemporer
merupakan penisbatan pada zaman. Dalam kamus Oxford Learner‟s Pocket
Dictionary dijelaskan, ada dua pengertian dari contemporary. Pertama belonging to
the same time (termasuk waktu yang sama), dan yang kedua, of the present time
modern (waktu sekarang atau modern). Dalam bahasa Indonesia, kontemporer adalah
pada masa kini. Menurut Ahmad Syirbasyi yang dimaksud dengan periode
kontemporer ialah sejak abad ke 13 hijriah atau akhir abad ke-19 Masehi sampai
sekarang ini.

Perkembangan studi hadits sempat terkendala sejak tahun 656 H hingga 911
H, karena diakibatkan oleh kejumudan umat Islam hingga waktu itu, sampai akhirnya
perkembangan hadis tahun 656 H hingga 911 H mengalami perkembangan kembali

5
dan sudah sampai menerbitkan isi kitab-kitab hadis, menyaringnya serta menyusun
kitab-kitab takhrij. Melihat perkembangan Hadits di era sebelumnya yang tidak
begitu signifikan, maka perkembangan hadits mulai di galakan kembali oleh para
ilmuwan hadits dengan sebuah kemasan menarik, hal inilah yang membuat para
ilmuan hadits ingin memasukan kajian hadits dalam era digital hal ini guna
mengembangkan studi hadits di era yang sudah memasuki globalisasi, dengan
mengembangkan keberadaan internet maka tampak hadits akan terlihat menarik, hal
ini sebagaimana melihat manfaat internet yang dapat mempermudah tata kerja dan
mempercepat suatu proses suatu pekerjaan, sehingga segala sesuatu dapat ditemukan
dengan cara praktis dan cepat. Hal ini, juga telah terdahulu dijelaskan oleh
Muhammad alfatih Suryadilaga, Menurutnya memasuki era kekinian, disaat
peradaban manusia sudah berkembang semakin pesat. Mencermati ungkapan seorang
akademi hadits yang produktif di era pasca milenium tersebut, maka sudah sepatutnya
kita sebagai regenarasi selanjutnya memanfaatkan era global dengan kajian hadits.

Adapun para ulama hadis Indonesia pada paruh pertama abad ke- 20, menurut
catatan Daud Rasyid Harun, seorang doktor alumni Timur Tengah, bahwa para ulama
hadis Indonesia pada masa kurun awal itu banyak sekali, tercatat sebanyak 69 orang.
Namun Daud Rasyid tidak menjelaskan secara langsung batasan apa yang dipakainya
sehingga seorang ulama itu termasuk ahli hadis. Barang kali Daud Rasyid memakai
batasan yang paling umum tentang kriteria ulama tempo dulu, yang biasanya
keluasan ilmunya sangat mumpuni, yang hampir saja menguasai berbagai cabang
keilmuan Islam yang sangat banyak itu.Misalnya seorang ulama Indonesia tempo
dulu itu bukan saja ahli tafsir dan fiqh, tetapi dia juga sangat menguasai hadis,
walaupun tidak menyebarkan pengetahuannya itu melalui buku-buku yang ditulisnya,
sehingga tercatatlah para ulama ahli hadis di Indonesia sebanyak itu.

Karena melihat perkembangan hadits sendiri yang sekarang sudah ber era
digital maka sudah semestinya kita harus mengetahui bagaimana cara memanfaatkan
hal itu, terlebih para akademi-akademisi tersebut sudah sebegitu bersemangat
mengembangkan kajian hadits di era digital ini. Peran kita sebagai regenerasi
hanyalah memaksimal mungkin dan mengembangkanya guna mengembangkan hirroh
kajian hadits menuju era ke-emasan kembali.

6
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

At Tadwin atau Kodifikasi hadits menurut bahasa adalah pendewanan hadits


atau pembukuan hadits. Sedangkan menurut terminologi artinya pengumpulan dan
penyusunan hadits yang secara resmi didasarkan perintah khalifah dengan
melibatkan beberapa personil, yang ahli dalam masalah ini, bukan yang dilakuan
secara peseorangan seperti yang terjadi di masa-masa sebelumnya.

Secara garis besar, pola penyusunan kitab Hadis yang berkembang pada kurun
waktu abad II H sampai dengan abad IV H dapat dipolakan menjadi empat bentuk
metode penulisan kitab Hadis, yaitu: sunan, mushannaf, jâmi„, dan musnad. Tiga
model yang pertama pada hakikatnya berada pada wilayah yang sama yaitu
mengakomodasi kepentingan fikih yang memang menjadi kebutuhan dan lebih dapat
diterima masyarakat Islam pada umumnya. Munculnya kitabkitab Hadis yang
bercorak fiqhî mulai abad II H yang kemudian dikenal dengan sebutan sunan menjadi
pertanda menguatnya pengarusutamaan fikih yang terjadi di kalangan masyarakat
Islam pada saat itu. AlKattânî menyebutkan bahwa sunan adalah kitab Hadis yang
disusun berdasarkan urutan tema-tema fikih dan (secara umum karena faktanya,
terdapat beberapa Hadis yang dinilai mawqûf di dalam kitab-kitab sunan) tidak
memuat riwayat-riwayat yang dinilai mawqûf.

Abad ke III merupakan abad didalam periode ke lima. Maka abad ke III H
kegiatan pentashihan hadis Nabi mulai dilakukan dengan sistematis, yakni
pembukuan hadis yang semata-mata hadis Nabi saw, tidak dicampuri dengan fatwa
sahabat atau thabi‟in. ulama yang mempelopori kegiatan ini adalah ishaq ibnu
rahawaih. Kemudian dilanjutkan oleh alBukhari, Muslim, Abu Dawud, alTurmudzi,
alNas‟I, Ibnu majah dan lain-lain. Dari usaha penyelesian tersebut maka terciptalah
pula syarat-syarat perawai yang terdiri dari berbagai segi, yakni keadilan, tempat,
kediaman, masa dan lain-lain.

Setelah berakhirnya kodifkasi hadis pada masa atba‟ atba‟ al tabi‟in proses
pengumpulan hadis masih terus berlanjut. Paling tidak abad IV hingga abad V , di
kalangan orang-orang yang bermadhhab Aswaja, telah disusun beragam kitab hadis
dengan metode dan materi yang beragam. Karena melihat perkembangan hadits
sendiri yang sekarang sudah ber era digital maka sudah semestinya kita harus

7
mengetahui bagaimana cara memanfaatkan hal itu, terlebih para akademi-akademisi
tersebut sudah sebegitu bersemangat mengembangkan kajian hadits di era digital ini.
Peran kita sebagai regenerasi hanyalah memaksimal mungkin dan mengembangkanya
guna mengembangkan hirroh kajian hadits menuju era ke-emasan kembali.

B. KRITIK DAN SARAN


Demikianlah pembahasan tentang sejarah kodifikasi hadis yang tentunya
masih jauh dari kata sempurna.Penulis sadar bahwa ini merupakan proses dalam
menempuh pembelajaran. Untuk itu kami mengharapkan krtik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan hasil diskusi. Harapan kami semoga dapat dijadikan
ilmu yang bermanfaat bagi kita semua.

8
DAFTAR PUSTAKA

Alfatih Suryadilaga Muhammad, „HADIS DAN PERANNYA DALAM TAFSIR


KONTEKSTUAL PERSPEKTIF ABDULLAH SAAED’, 5.2
(2015), hlm. 337

faiqoh lilik, „HERMENEUTIKA OTENTISITAS HADIS M. MUSTOFA AZAMI’,


13.2 (2016),hlm.233
file:///C:/Users/ACER/Downloads/HERMENEUTIKA_OTEN
TISITAS_HADIS_M._MUSTOF.pdf

Fatkhi, Rifqi Muhammad, ‘DOMINASI PARADIGMA FIKIH DALAM


PERIWAYATAN DAN KODIFIKASI HADIS’, XII.2 (1989),
hlm. 104

Jayadi, M, and Kearsipan Khizanah Al-hikmah, „Perkembangan Literatur


Hadis Pada Masa Awal’, 2015, hlm. 74
file:///C:/Users/ACER/Downloads/591-1125-1-PB.pdf

Khaeruman badri, „PERKEMBANGAN HADIS DI INDONESIA PADA ABAD


XX Badri Khaeruman’, IlmuHadis,2.105(2017),hlm.192
file:///C:/Users/ACER/Downloads/perkembangan hadis di
Indonesia.pdf

Maulana, Luthfi, „PERIODESASI PERKEMBANGAN STUDI HADITS ( Dari


Tradisi Lisan / Tulisan Hingga Berbasis Digital )‟, 17.1 (2016),
hlm. 120 file:///C:/Users/ACER/Downloads/periodesasi
perkembangan studi hadis ( dari lisan hingga digital).pdf

9
Moh. Muhtador, „SEJARAH PERKEMBANGAN METODE DAN
PENDEKATAN SYARAH HADIS‟, Studi Hadis, 2.2 (2016),
hlm. 243

file:///F:/3130-10266-1-SM.pdf

Nizar, Muhammad, and Ibn Abdul Aziz, „Tadwin Al-Hadith ( Kontribusinya


Sebagai Penyempurna Hukum Islam Ke Dua )‟, Al-Tsiqoh
(Dakwah Dan Ekonomi), 4.1 (2019), hlm. 25
file:///C:/Users/ACER/Downloads/tadwin al hadith.pdf

Rusli, Muhammad, and Nazar Husain Hpw, „Problematika Dan Solusi Masa
Depan Hadis Dan Ulumul Hadis’, 17.1 (2013)

Zuliyanti Anik, Astutik wuri, Dkk, „Proses Kodifikasi Hadits‟, 2015, hlm. 4

10

Anda mungkin juga menyukai