Anda di halaman 1dari 6

SOAL KASUS 3

Rumah sakit swasta kelas B adalah rumah sakit dengan kepemilikan berdasarkan saham. Pemilik dari
rumah sakit secara resmi terdiri dari 5 orang yang memiliki hubungan saudara. Rumah sakit ini telah
didirikan 15 tahun yang lalu. Beberapa karyawan pada rumah sakit ini merupakan keluarga dari pemilik
saham termasuk satu-satunya apoteker di IFRS dan merangkap sebagai kepala IFRS. Setelah dilakukan
analisis pengelolaan perbekalan kefarmasian di IFRS tersebut diketahui terdapat stok out yang cukup lama
sebesar 20-30 hari. Hal ini kemungkinan karena sistem pengadaan yang rumit karena harus dilakukan
pengajuan terlebih dahulu ke bagian Tim Pengadaan. Sistem perencanaan belum pernah dilakukan dan
pengadaan dilakukan dengan cara pengadaan langsung setiap pekan. Nilai death stcok dari gudang sebesar
4,3% . Distribusi obat di bangsal dilakukan dengan secara ODD sehingga pemberian obat ke pasien
diberikan oleh perawat yang ada di bangsal. Jumlah stok expired date dan rusak yang ada di apotek
didapatkan data sebesar 32%, persentase kesesuaian penyimpanan obat sesuai dengan suhu, nomor bets
dan kedaluwarsa sebesar 85,3%, persentase nilai ITOR dari IFRS sebesar 5,22/tahun. Komite Medis,
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) sudah terbentuk di RS ini. Formularium versi tahun 2016-2019 adalah
formularium pertama kali dibuat.
Dari uraian hasil analisis pengelolaan obat di atas, maka:

a. Jelaskan permasalahan dari kasus di atas!


 Apoteker yang bekerja di rumah sakit tersebut hanya 1 orang.
 Stok out obat cukup lama 20-30 hari.
 Sistem pengadaan obat yang berantakan dan tidak teratur.
 Nilai death stok gudang besar yaitu 4,3%
 Tingginya nilai stok obat yang expierd dan rusak sebesar 32%
 Nilai tidak sesuaian penyimpanan obat sesuai dengan suhu, nomor bets dan kedaluwarsa
sebesar 14,7%
 Presentasi nilai ITOR dari IFRS 5,22/tahun
 Formularium rumah sakit yang baru dibuat pada tahun 2016-2019, sejak 15 tahun rumah
sakit berdiri
b. Berikan solusi yang tepat berdasarkan standar yang ada !
 Standar apoteker yang berada dirumah sakit kelas b menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit
pasal 33 adalah:
1. 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit;
2. 4 (empat) apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling sedikit 8
(delapan) orang tenaga teknis kefarmasian;
3. 4 (empat) orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 8 (delapan) orang
tenaga teknis kefarmasian;
4. 1 (satu) orang apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu oleh minimal 2 (dua) orang
tenaga teknis kefarmasian;
5. 1 (satu) orang apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2 (dua) orang tenaga
teknis kefarmasian;
6. 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang dapat
merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu
oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan
kefarmasian Rumah Sakit; dan
7. 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat merangkap melakukan
pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis
kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian
Rumah Sakit.
Sehingga seharusnya perlu ditambah jumlah apoteker yang ada agar perkerjaan
apoteker tidak terbebankan hanya disatu orang saja. (RI KEMENKES,2014)
 Stockout adalah keadaan persediaan obat kosong yang dibutuhkan. Stok kosong adalah
jumlah stok akhir obat sama dengan nol. Stok obat digudang mengalami kekosongan dalam
persediaannya sehingga bila ada permintaan tidak bisa terpenuhi dan diketahui terdapat
stok out yang cukup lama sebesar 20-30 hari. Seharusnya kejadian stok out obat haruslah
dihindari, sehingga diperlukan sistem perencanaan obat yang baik dan pengolahan
yang baik. (Indarti T.R,Satibi S & Yuniarti E,2019)
 Tingginya nilai dead stok, stok obat yang expierd dan rusak yang ada menandakan
buruknya sistem perencanaan obat, dan pengelolaan obat yang ada. Standar nilai dead stok
obat adalah 0% dan standar stok obat yang expierd dan rusak adalah ≤0,2%. Sehingga
perlu sistem perencanaan obat yang baik dan pengolahan yang baik. (Mompewa
R.S.M,Wiedyaningsih C, & Widodo G.P,2019)
 Nilai kesesuaian penyimpanan obat sesuai dengan suhu, nomor bets dan kedaluwarsa
sebesar 85,3 %.Standar ideal tingkat akurasi persediaan obat adalah 100%. Dampak apabila
terdapat ketidaksesuaian adalah meningkatnya stok mati dan menimbulkan obat menjadi
kadaluarsa. Sehingga perlu adanya perbaikan terhadap pengolahan sediaan obat di
Rumah Sakit, baik terkait pengisian kartu stok, dan penataan letak dan penyimpanan
obat. (Lestari O. L, Kartinah N,&Hafizah N,2020)
 Nilai ITOR menunjukkan nilai perputaran obat dirumah sakit. Jika dibandingkan dengan
standar nilai ITOR yang digunakan di Indonesia adalah 8-12 kali dalam setahun
menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh masih di bawah standar yang ditetapkan sehingga
dapat diartikan bahwa nilai perputaran persediaan obat di IFRS masih kurang
efisien. Kondisi yang rendah, dikarenakan pengelolaan persediaan obat yang belum
efisien sehingga terjadi penumpukan persediaan di gudang yang menyebabkan terjadinya
stok mati dan slow moving, . Kondisi ITOR di IFRS Rumah Sakit swasta kelas B yang
rendah, dikarenakan pengelolaan persediaan obat yang belum efisien sehingga terjadi
penumpukan persediaan di gudang yang menyebabkan terjadinya stok mati dan slow
moving, juga kurangnya kerjasama antara dokter dan Instalasi dalam hal penulisan resep
dimana masih terdapat dokter yang meresepkan obat di luar formularium Rumah sakit,
sehingga jika obat yang diresepkan tidak tersedia di apotek hal tersebut mengharuskan
pasien untuk menebus obat di luar apotek rumah sakit. (Malara J R, Citraningtyas G&Datu
O.S,2020)
 Formularium Rumah Sakit merupakan daftar obat dan kebijakan penggunaan obat yang
disepakati staf medis, disusun oleh Komite/Tim Farmasi dan Terapi dan ditetapkan oleh
direktur/kepala rumah sakit. Formularium Rumah Sakit dapat dilengkapi dengan
mekanisme kerja Komite/Tim Farmasi dan Terapi serta tata kelola Formularium Rumah
Sakit. Pelaksanaan reviu formularium dilakukan paling sedikit 1 (satu) tahun sekali.
Sehingga perlu dilakukan tinjauan ulang mengenai formuarium yang ada. (RI
KEMENKES,2020)
c. Berikan gambaran seharusnya yang harus dilakukan oleh Apoteker tersebut agar solusi yang
disarankan tersebut bisa berjalan sesuai dengan yang distandarkan!
 Karena hanya ada 1 apoteker yang ada di rumah sakit tersebut, maka perlu ditambahkan
setidaknya minimal 12 Apoteker dan 20 TTK guna untuk mempermudah tugas dari Kepala
IFRS dan untuk memenuhi standar tenaga kefarmasian menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit pasal
33. Selain itu Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada Pelayanan
Kefarmasian di rawat inap yang meliputi pelayanan farmasi manajerial dan pelayanan farmasi
klinik dengan aktivitas pengkajian resep, penelusuran riwayat penggunaan Obat, rekonsiliasi Obat,
pemantauan terapi Obat, pemberian informasi Obat, konseling, edukasi dan visite, idealnya
dibutuhkan tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 30 pasien. Penghitungan
kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada Pelayanan Kefarmasian di rawat jalan yang
meliputi pelayanan farmasi menajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian
Resep, penyerahan Obat, Pencatatan Penggunaan Obat (PPP) dan konseling, idealnya dibutuhkan
tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 50 pasien. Sehingga perlu disesuaikan
jumlah apoteker dengan kebutuhan yang ada.
 Harus ada sistem perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pengendalian, pengelolaan
obat yang perlu diperbaiki.
1. Berikut ini tahapan dalam proses perencanaan kebutuhan obat di rumah sakit,yaitu:
a. Persiapan
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum menyusun rencana kebutuhan obat,adalah:
1) Pastikan kembali program dan komoditas apa yang akan disusun
perencanaannya.
2) Tetapkan stakeholder yang terlibat dalam proses perencanaan, diantaranya adalah
pemegang kebijakan dan partner pelaksana.
3) Daftar obat harus sesuai Formularium Nasional dan Formularium Rumah Sakit.
Daftar obat dalam formularium yang telah diperbarui secara teratur harus menjadi
dasar untuk perencanaan, karena daftar tersebut mencerminkan obat-obatan yang
diperlukan untuk pola morbiditas terkini.
4) Perencanaan perlu memperhatikan lama waktu yang dibutuhkan, estimasi periode
pengadaan, estimasi safety stock dan memperhitungkan leadtime.
5) Perhatikan ketersediaan anggaran dan rencana pengembangan jika ada.
b. Pengumpulan data
Data yang dibutuhkan antara lain data penggunaan obat pasien periode sebelumnya
(data konsumsi), sisa stok, data morbiditas dan usulan kebutuhan obat dari unit
pelayanan.
c. Analisa terhadap usulan kebutuhan meliputi:
1) Spesifikasi item obat
Jika spesifikasi item obat yang diusulkan berbeda dengan data
penggunaansebelumnya, dilakukan konfirmasi ke pengusul.
2) Kuantitas kebutuhan
Jika kuantitas obat yang diusulkan jauh berbeda dengan penggunaan periode
sebelumnya, harus di konfirmasi ke pengusul.
d. Menyusun dan menghitung rencana kebutuhan obat menggunakan metode yang
sesuai.
e. Melakukan evaluasi rencana kebutuhan menggunakan analisis yang sesuai.
f. Revisi rencana kebutuhan obat (jika diperlukan).
g. IFRS menyampaikan draft usulan kebutuhan obat ke manajemen rumah sakit untuk
mendapatkan persetujuan.

2. Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh penanggung jawab IFRS dalam
melakukan pengendalian untuk mencegah/mengatasi kekurangan atau kekosongan obat.
a. Melakukan substitusi obat dengan obat lain yang memiliki zat aktif yang sama
b. Melakukan substitusi obat dalam satu kelas terapi dengan persetujuan dokter
penanggung jawab pasien
c. Membeli obat dari Apotek yang mempunyai perjanjian kerjasama
d. Apabila obat yang dibutuhkan sesuai indikasi medis di rumah sakit tidak
tercantum dalam Formularium Nasional dan harganya tidak terdapat dalam e-
katalog obat, maka dapat digunakan obat lain berdasarkan persetujuan ketua
Komite Farmasi dan Terapi/KFT dengan persetujuan komite medik atau
kepala/direktur rumah sakit yang biayanya sudah termasuk dalam tarif INA-CBGs
e. Mekanisme pengadaan obat diluar Formularium Nasional dan e-katalog obat
dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
f. Obat yang tidak tercantum dalam Formularium Nasional atau e katalog obat dapat
dimasukan dalam Formularium Rumah Sakit.

3. Pengendalian penggunaan obat dilakukan untuk mengetahui jumlah penerimaan dan


pemakaian obat sehingga dapat memastikan jumlah kebutuhan obat dalam satu
periode.Kegiatan pengendalian mencakup:
a. Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu. Jumlah stok ini
disebut stok kerja.
b. Menentukan :
1) Stok optimum adalah stok obat yang diserahkan kepada unit pelayanan agar
tidak mengalami kekurangan/ kekosongan.
2) Stok pengaman adalah jumlah stok yang disediakan untuk mencegah terjadinya
sesuatu hal yang tidak terduga, misalnya karena keterlambatan pengiriman.
3) Waktu tunggu (leadtime) adalah waktu yang diperlukan dari mulai pemesanan
sampai obat diterima.
4) Waktu kekosongan obat
c. Pencatatan :
Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor keluar dan
masuknya (mutasi) obat di IFRS. Pencatatan dapat dilakukan dalam bentuk digital
atau manual. Pencatatan dalam bentuk manual biasa menggunakan kartu stok.
Fungsi kartu stok obat:
1) Mencatat jumlah penerimaan dan pengeluaran obat termasuk kondisi fisik,
nomor batch dan tanggal kedaluwarsa obat
2) Satu kartu stok hanya digunakan untuk mencatat mutasi satu jenis obat dari satu
sumber anggaran
3) Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan dan rencana
kebutuhan obat periode berikutnya
(RI KEMENKES,2019)
DAFTAR PUSTAKA

Indarti, T. R., Satibi, S., & Yuniarti, E. (2019). Pengendalian Persediaan Obat dengan Minimum-
Maximum Stock Level di Instalasi Farmasi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. JURNAL
MANAJEMEN DAN PELAYANAN FARMASI (Journal of Management and Pharmacy
Practice), 9(3), 192-202.
Lestari, O. L., Kartinah, N., & Hafizah, N. (2020). Evaluasi Penyimpanan Obat di Gudang Farmasi
RSUD Ratu Zalecha Martapura. Jurnal Pharmascience, 7(2), 48-57.
Malara, J. R., Citraningtyas, G., & Datu, O. S. (2020). Pengukuran Kinerja Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Advent Manado Dengan Metode Balanced Scorecard Pada Perspektif Keuangan Dan
Perspektif Proses Bisnis Internal. Pharmacon, 9(4), 512-517.
Mompewa, R. S. M., Wiedyaningsih, C., & Widodo, G. P. (2019). Evaluasi Pengelolaan Obat Dan
Strategi Perbaikan Dengan Metode Hanlon Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Poso
Provinsi Sulawesi Tengah. CHMK Pharm Sci J, 2(1), 10-8.
RI, KEMENKES (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit.
RI, KEMENKES (2019). Pedoman Penyusunan Rencana Kebutuhan Obat dan Pengendalian
Persediaan Obat di Rumah Sakit, Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
RI, KEMENKES. (2020). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/200/2020 Tentang Pedoman Penyusunan Formularium Rumah Sakit.

Anda mungkin juga menyukai