x
BAB 1
PENDAHULUAN
Konsep kerentanan (vulnerability) pada saat ini telah dipelajari dan diterapkan
diberbagai disiplin ilmu ; seperti kajian kesejahteraan sosial dan ekonomi, risiko
bencana alam, kerentanan pangan, kerentanan ekologi/lingkungan, perubahan iklim
global dan berbagai disiplin ilmu lainnya. Secara umum, kerentanan dapat
didefinisikan sebagai derajat tingkat dimana manusia dengan sistem lingkungannya
mengalami gangguan/tekanan akibat adanya bahaya (bahaya alam maupun bahaya
buatan) yang terjadi akan dapat menimbulkan bencana (disaster) atau tidak dapat
menimbulkan bencana (Cutter dkk, 2003).
Dalam beberapa disiplin ilmu sering terjadi perbedaan penggunaan
pengertian konsep kerentanan, yang mempunyai bermacam-macam metode cara
pengukurannya. Pada umumnya, kajian terbaru tentang kerentanan sekarang ini
telah mengalami pergeseran dari penilaian kerentanan tradisional yang hanya
berkonsentrasi pada satu tekanan faktor atau sumber daya, menjadi banyak faktor
yang mempengaruhinya, seperti faktor tekanan pada berbagai sumber daya. Hal ini
akan menurunkan kemampuan dalam menghadapi suatu sistem, adaptasi atau
rehabilitasi dari berbagai kondisi tekanan. Sekarang ini, kajian tentang kerentanan
telah menjadi multidisiplin, untuk berbagai ilmu-ilmu alam dan sosial.
Kerentanan pada skala regional, meliputi banyak faktor, seperti kurangnya
sinergi, kepekaan, dan konteks ruang. Dalam konteks ini, tidak ada pendekatan atau
satu pertanyaan yang akan dapat memberi jawaban. Untuk itu dalam analisis
kerentanan regional harus menggunakan banyak sumber data, banyak metoda
penilaian yang berbeda, sehingga akan memungkinkan untuk pembuatan keputusan
dengan banyak pertanyaan yang berbeda. Pada penelitian ini, akan mengkaji contoh
dari kerentanan skala regional yang berdasarkan pada suatu analisa menyeluruh
yang dilakukan untuk sekumpulan variabel lingkungan yang mempengaruhinya ;
seperti faktor-faktor sosial yang dan sumber daya lingkungan.Kajian ini juga akan
menggambarkan penerapan pendekatan dengan suatu penilaian kerentanan
lingkungan dari wilayah regional.
1
5
adanya penentuan unit terkecil dan pembatasan terhadap faktor-faktor yang akan
dianalisis yaitu :
1. Unit Desa
Pada penelitian ini yang akan mengkaji tentang pola spasial kerentanan
dimana unit terkecil yang akan dianalisis adalah desa yang berada di 32
kecamatan di wilayah Kabupaten Cianjur sebagai populasi.
2. Karakteristik lingkungan dan bencana
Faktor-faktor biofisik yang mempengaruhi kerentanan, dan akan dianalisis
dalam menentukan pola kerentanan terdiri-dari : longsor, gempabumi, dan
gunungapi.
7
3. Pengaruh Sosial
Pengaruh sosial yang meliputi (sosial, ekonomi dan demografi) yang akan
dipergunakan untuk menentukan pola kerentanan yaitu kepadatan
penduduk, penduduk anak-anak usia < 15 tahun, penduduk usia lanjut > 70
tahun, rumah tangga miskin, dan infrastruktur kesehatan. Jenis-jenis
infrastruktur kesehatan yang digunakan meliputi : Rumah Sakit, Rumah
Sakit Bersalin/Rumah Bersalin, Poliklinik, Puskesmas dan Puskesmas
Pembantu.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Potensi bencana yang tinggi pada dasarnya tidak hanya sekedar refleksi
fenomena alam yang secara geografis sangat khas untuk suatu wilayah, namun
merupakan kontribusi beberapa permasalahan lain sehingga meningkatkan
kerentanan. Bencana alam adalah bencana yang akibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
Setiap bencana alam selalu mengakibatkan penderitaan bagi masyarakat, korban
jiwa dan harta benda kerap melanda masyarakat yang berada di sekitar lokasi
bencana. Kejadian bencana alam tidak dapat dicegah dan ditentukan kapan dan
dimana lokasinya, akan tetapi pencegahan jatuhnya korban akibat bencana ini dapat
dilakukan bila terdapat cukup pengetahuan mengenai sifat-sifat bencana tersebut.
Gempabumi merupakan fenomena alam yang sudah tidak asing lagi bagi
kita semua, karena seringkali diberitakan adanya suatu wilayah dilanda gempa
bumi, baik yang ringan maupun yang sangat dahsyat, menelan banyak korban jiwa
dan harta, meruntuhkan bangunan-bangunan dan fasilitas umum lainnya.
Gempabumi disebabkan oleh adanya pelepasan energi regangan elastis
batuan pada litosfir. Semakin besar energi yang dilepas semakin kuat gempa yang
terjadi. Terdapat dua teori yang menyatakan proses terjadinya atau asal mula gempa
yaitu pergeseran sesar dan teori kekenyalan elastis. Gerak tiba-tiba sepanjang sesar
merupakan penyebab yang sering terjadi. Kekuatan gempabumi merupakan
cerminan besar kecilnya energi gempabumi sebanding dengan panjang, lebar dan
perpindahan rata-rata sesar yang teraktifkan. Penyebab kerusakan akibat
gempabumi adalah gaya inersia yang ditimbulkan oleh goncangan gempa dan
berakibat merobohkan bangunan-bangunan yang tidak didesain tahan gempa
(Surono, 2005).
Tanah longsor merupakan potensi bencana geologis berupa pergerakan
longsoran ke bawah berupa tanah, batuan, dan atau material yang terkena cuaca
5
6
karena gravitasi. Tanah longsor merupakan salah satu fenomena alam yang tidak
terkontrol yang menarik perhatian manusia karena berpotensi membahayakan
keselamatan manusia. Tanah longsor berhubungan dengan masalah kemiringan,
ketika stabilitas kemiringan terganggu, pergerakan menurun dengan banyak
karakter memindahkan tempat. Tanah longsor sering sekali terjadi karena
penebangan hutan dan aktifitas manusia lainnya.
Gunungapi merupakan satu lubang yang muncul dari permukaan bumi dari
persediaan dalam jumlah besar batuan yang mencair, yang disebut magma, didalam
kerak bumi. Magma yang merupakan ramuan dasar untuk letusan gunung berapi
adalah batuan yang mencair dan akumulasi gas-gas di bawah gunungberapi aktif
yang berada di daratan atau di laut. Magma yang terbentuk dari silikat-silikat yang
mengandung gas-gas yang bisa larut dan kadang-kadang menjadi mineral-mineral
yang mengkristal dalam bentuk seperti cairan yang tidak dapat larut yang
mengapung. Didorong oleh daya apung dan tekanan gas, magma, yang lebih ringan
dibandingkan dengan batuan sekitarnya memaksa magma tersebut keluar ke atas.
Ketikan magma itu mencapai permukaan, tekanannya menjadi berkurang yang
memungkinkan larutan gas itu mengeluarkan busa putih, mendorong magma
melewati gunung berapi ketika gas-gas tersebut dilepaskan. Gunung berapi
melepaskan cairan batuan yang disebut lava dan atau abu dan batu-batu.
Kerentanan adalah kondisi atau karakteristik biologis, geografis, sosial,
ekonomi, politik, budaya, dan teknologi masyarakat di suatu wilayah untuk jangka
waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai
kesiapan, dan menanggapi dampak bahaya/bencana alam tertentu. Kerentanan
dikaitkan dengan kemampuan manusia untuk melindungi dirinya dan kemampuan
untuk menanggulangi dirinya dari dampak bahaya/bencana alam tanpa bantuan dari
luar. Tingkat kerentanan dapat ditinjau dari kerentanan lingkungan, sosial
kependudukan, ekonomi dan kerentanan fisik (infrastruktur).
dengan kemiringan lereng yang sama potensi ancaman tsunaminya dapat berbeda
jika jaraknya dengan garis pantai berbeda. Oleh karena itu kemudian digunakan
kriteria tambahan, yaitu kedekatan dengan garis pantai. Untuk itu kemudian pada
bentuklahan marin yang dianggap rawan tsunami berpotensi ancamannya. Jarak
sebesar 1,5 km dari garis pantai untuk potensi ancaman tinggi, 1,5 hingga 3.5 km
dari garis pantai untuk potensi sedang dan 3,5 hingga 7,5 untuk potensi rendah.
2. Untuk data yang terlalu heterogen antara objek penelitian yang satu dengan yang
lain akan sulit bagi peneliti untuk menentukan jumlah kelompok yang dibentuk.
3. Metode-metode dipakai memberikan perbedaan yang signifikan, sehingga
dalam perhitungan biasanya masing-masing metode dibandingkan.
4. Semakin besar observasi, biasanya tingkat kesalahan pengelompokan akan
semakin besar (hasil penelitian).
Informasi ini dapat memberi gambaran dan membantu pemangku kebijakan dalam
mengupayakan pengentasan kemiskinan.
Pemetaan juga dapat memberikan informasi kecenderungan (trend) dengan
lebih baik daripada analisis non spasial. Dalam suatu analisis perkembangan lahan
perkotaan misalnya, media dan visualisasi analisis non spasial (grafik dan tabel)
hanya dapat memberikan informasi perubahan luas lahan. Jika perubahannya besar
maka bisa disimpulkan bahwa konversi lahan sangat intensif. Sedangkan analisis
spasial selain dapat memberikan informasi intensitas perubahan, juga dapat
memberikan informasi lokasi dan arah penyebarannya, sehingga kegiatan
pencegahan dapat diimplementasikan dengan lebih tepat karena lokasinya
diketahui.
Peta kerentanan merupakan hasil tumpangsusun seluruh indikator
kerentanan. Sedangkan untuk penentuan tingkat kerentanan mendasarkan pada total
skor bobot dari seluruh indikator. Skor bobot adalah hasil dari perkalian nilai setiap
indikator dengan bobot, kemudian skor bobot setiap indikator dijumlahkan untuk
memperoleh total skor kerentanan. Untuk menentukan tingkat kerentanan, Total
skor kerentanan diklasifikasikan menjadi tiga kelas (rendah, sedang, tinggi) dengan
menggunakan klasifikasi aritmatik.
BAB 3
METODE PENELITIAN
22
21
Salah satu tujuan dalam penelitian ini adalah ingin melihat pola sebaran
bencana alam yang dianalisis secara spasial berdasarkan kelompok rawan bencana
di tiap desa.
Adapun langkah-langkah analisis data agar dapat mengoptimalkan pola
sebaran kerentanan bencana alam di Kabupaten Cianjur adalah mengikuti Tran dkk
(2010): (1) identifikasi rawan kondisi biofisik; (2) identifikasi rawan kondisi sosial
ekonomi (3) penyusunan struktur bencana; (4) analisis cluster (5) Analisis Spasial;
(6) pola kerentanan.
Dalam mendefinisikan masalah dan solusi yang diinginkan, penelitian ini
menggunakan suatu pendekatan yang bertujuan untuk mengelompokkan atau
menentukan prioritas tingkatan kerentanan bencana alam, maka perlu diketahui
faktor-faktor yang mempengaruhi proses kerentanan bencana alam. Ada dua aspek
pertimbangan yang merupakan faktor yang mempengaruhi bencana alam, seperti
terlihat pada gambar 3.1.
Risiko Mitigasi
Potensi
Bencana
Kondisi Pengaruh
Geografi Sosial
Kerentanan Kerentanan
Biofisik Sosial
Gambar 3-1. Model diagram kerentanan bencana alam [Modifikasi dari Culter, 1996]
Jenis-jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, adalah data sekunder
(secondary data). Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari penelitian
kepustakaan dan dokumen, yang merupakan hasil penelitian dan pengolahan orang
lain, yang sudah tersedia dalam bentuk peta-peta, buku-buku atau dokumen yang
biasanya disediakan di perpustakaan, atau milik pribadi
Di dalam penelitian kerentanan, data yang digunakan dalam penelitian ini,
yaitu terdiri dari :
a. Data yang dikumpulkan dan/atau dipublikasikan oleh BPS, seperti :
1. Data spasial desa (Peta Desa)
2. Data sementara SP2010
3. Data PODES 2008.
b. Data yang dikumpulkandan/atau dipublikasikan oleh PVMBG, seperti :
1. Peta Percepatan Tanah Maksimum
2. Peta Letusan Gunungapi
3. Peta Geologi
c. Data yang dikumpulkan dan/atau dipublikasikan sumber lain, Seperti :
1. Peta Rupabumi Skala 1: 25.000 (Bakosurtanal)
2. Peta Penggunaan Lahan 2008 (Bappeda Kabupaten Cianjur)
3. Kabupaten Dalam Angka 2008 (Bappeda Kabupaten Cianjur)
4. Data SRTM (Shuttle Radar Topographic Mission)
Bencana Gunungapi Gede. Data ini dipublikasinan ole PVMBG dengan klas
yang telah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan yang diharapkan.
➢ Data kepadatan penduduk
Sensus penduduk tahun 2010 yang dilaksanakan pada bulan mei telah
menghasilkan perhitungan sementara pada bulan September. Dengan
berdasarkan data luas desa dan jumlah penduduk sementara maka dilakukan
perhitungan sehingga menghasilkan data kepadatan penduduk yang akan
digunakan dalam analisis selanjutnya.
➢ Data penduduk berumur kurang 15 tahun
Dalam data Podes (potensi desa) yang dikeluarkan oleh BPS tahun 2008
terdapat data penduduk menurut golongan umur berdasarkan unit desa.
Untuk mendapatkan data jumlah penduduk menurut umur atau yang berusia
kurang dari 15 tahun ini digunakan data podes. Penduduk yang berumur
kurang dari 15 tahun dihasilkan dari proses agregat dari jumlah penduduk
yang berumur 0 tahun sampai berumur 14 tahun. Jumlah total dari agregat
data penduduk yang dihasilkan merupakan data jumlah penduduk yang
berumur kurang dari 15 tahun.
➢ Data penduduk berumur lebih dari 70 tahun
Data ini juga dihasilkan dari Podes, seperti halnya data untuk penduduk
25
berumur kurang dari 15 tahun. Data penduduk yang berumur lebih dari 70
tahun dihasilkan dari proses agregat data penduduk menurut golonganumur,
yaitu yang berumur lebih dari 70 tahun. Sehingga data jumlah penduduk
yang berumur lebih dari 70 tahun dapat dihasilkan dan selanjutnya akan
digunakan untuk analisis kerentanan.
➢ Data rumah tangga miskin
Untuk mendapatkan data rumah tangga miskin yang akan dipergunakan
dalam analisis ini yaitu data yang dipergunakan untuk memberikan bantuan
langsung tunai pada tahun 2009. Data tersebut merupakan daftar jumlah
Kepala Keluarga yang mendapatkan bantuan langsung yang dikeluarkan
oleh instansi pemerintah Kabupaten Cianjur melalui Dinas Pemberdayaan
Masyarakat Desa.
Tingkat Tingkat
kerentanan kerentanan
Biofisik Sosial ekonomi
Analisis
Cluster
Kerentanan gempabumi
Kerentanan longsor Kerentanan kepadatan
Kerentanan gunungapi Kerentanan pddk <15 th
Deskripsi spasial Kerentanan pddk >70 th
(Untuk tampilan Kerentanan RTM
peta dengan SIG) Kerentanan infras. kes.