Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


HAKEKAT, EKSTENSI, DAN MARTABAT MANUSIA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikam Agama Islam

Disusun oleh :
Mohamad Romdlon Sahily (2102377)
Lucky Ananda Selvia (2102389)
Reza Okmaliana (2102390)
Reni Anggraeni (2102391)
Khotimatus Sarifah (2102392)

1
STIKES BINA CIPTA HUSADA PURWOKERTO
PRODI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada kita dan tak lupa kita mengirim dalam dan salawat kepada
baginda Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawakan kita suatu ajaran yang benar
yaitu agama Islam, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Hakekat
Manusia Menurut Islam” dengan lancar

Makalah ini dibuat dan diajukan untuk melengkapi tugas mata kuliah Pendidikan
Agama Islam. Penulis harap dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua. Menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Purwokerto, 26 September 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................1

KATA PENGANTAR ............................................................................................2

DAFTAR ISI ...........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................4

A. Latar Belakang ............................................................................................4


B. Tujuan .........................................................................................................5
C. Ruang Lingkup ............................................................................................5
D. Metode Penulisan ........................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................6


A. Hakikat, Ekstensi, dan Martabat Manusia ...................................................6
B. Fitrah Manusia : Hanif, dan Potensi Akal, Qolb, dan Nafsu .......................7
C. Ekstensi dan Martabat Manusia ..................................................................9
D. Kedudukan, Tujuan, Tugas Program Hidup Manusia ...............................13

BAB III KESIMPULAN .......................................................................................23

A. Kesimpulan ................................................................................................23
B. Saran ..........................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................24

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Makalah ini kami tujukan untuk masyarakat umum khususnya di kalangan mahasiswa
dan remaja pelajar dan generasi muda yang tidak lain adalah sebagai generasi penerus
bangsa agar kita semua memahami konsep manusia dalam dunia islam serta memahami
tanggung jawab manusia sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi. Kajian
tentang manusia telah banyak dilakukan para ahli, yang selanjutnya dikaitkan dengan
berbagai kegiatan, seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, agama dan lain
sebagainya. Hal tersebut dilakukan karena manusia selain sebagai subjek (pelaku), juga
sebagai objek (sasaran) dari berbagai kegiatan tersebut, dari pemikiran ini selanjutnya
memunculkan banyak sebutan atau predikat untuk manusia yang dikemukakan para ahli
filsafat, misalnya; homo sapiens,(makhluk yang mempunyai budi pekerti/berakal),
animal rational atau hayawan nathiq(binatang yang dapat berpikir), homo laquen
(makhluk yang pandai menciptakan bahasa),zoon politicoi (makhluk yang pandai bekerja
sama), homo economicus (makhluk yang tunduk kepada prinsip-prinsip ekonomi), homo
religious (makhluk yang beragama), homoplanemanet (makhluk ruhaniah-spiritual),
homo educandum (makhluk yang dapatdididik/educable), serta homo faber (makhluk
yang selalu membuat bentuk-bentuk baru).Dalam konsepsi Islam manusia merupakan
satu hakikat yang mempunyai dua dimensi,yaitu dimensi material (jasad) dan dimensi
immaterial (ruh, jiwa, akal dan sebagainya). Unsurjasad akan hancur dengan kematian,
sedangkan unsur jiwa akan tetap dan bangkit Kembali pada hari kiamat. (QS. Yasin, 36:
78-79). Manusia adalah makhluk yang mulia, bahkan lebihmulia dari malaikat (QS. al-
Hijr, 15: 29). Bahkan manusia adalah satu-satunya mahluk yangmendapat perhatian
besar dari Al-Qur’an, terbukti dengan begitu banyaknya ayat al-Qur anyang
membicarakan hal ikhwal manusia dalam berbagai aspek-nya, termasuk pula
dengannama-nama yang diberikan al-Qur’an untuk menyebut manusia, setidaknya

4
terdapat lima katayang sering digunakan Al-Qur’an untuk merujuk kepada arti manusia,
yaitu insan atau insatau al-nas atau unas, dan kata basyar serta kata bani adam atau
durriyat adam.
Berbicara dan berdiskusi tentang manusia memang menarik dan tidak pernah
tuntas.Pembicaraan mengenai makhluk psikofisik ini laksana suatu permainan yang tidak
pernahselesai. Selalu ada saja pertanyaan mengenai manusia. Para ahli telah
mencetuskan pengertianmanusia sejak dahulu kala, namun sampai saat ini pun belum ada
kata sepakat tentangpengertian manusia yang sebenarnya. Oleh karena itu kami sebagai
penulis melalui makalah ini ingin mengingatkan Kembali kepada para pembaca
mengenai eksistensi dan manusia dalam pandangan islam sertatanggung jawab manusia
sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi.

B. Tujuan
1. Dapat Memberikan Pemahaman mengenai pengertian dan konsep manusia dalam
pandangan islam
2. Dapat Memberikan Pemahaman mengenai eksistensi dan martabat manusia
dalampandangan islam
3. Dapat Memberikan Pemahaman mengenai tanggung jawab manusia sebagai hamba
Allahdan khalifah di muka bumi

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari penulisan makalah ini adalah mencakup aspek tentang konsep
danpengertian manusia, eksistensi dan martabat manusia serta tanggung jawab manusia
sebagaihamba Allah dan khalifah di muka bumi.

D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah dengan
menggunakanmetode pustaka yaitu beupa mencari dan mengumpulkan beberapa sumber
dari internetmaupun buku yang mengenai informasi seputar konsep manusia dalam
pandangan islam.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat , Ekstensi dan Martabat manusia


Hakikat Manusia Dalam Pandangan Islam :
Tuhan sebagai Pencipta disebut Khalik; dan selain dari Tuhan dinamakan Makhluk.
Idealnya setiap makhluk harus patih bertingkah laku sesuai dengan aturan yang ditetapkan
penciptanya. Contoh, kalau seorang insyinyur membuat sebuah roda, maka tugas atau
“tingkah laku” roda itu adalah untuk berputar sesuai dengan ketentuan yang dikehendaki
oleh insyinyur tersebut. Bila roda tersebut tidak dapat berputar sesuai dengan ketentuan
insyinyur, roda yang semacam itu dinamakan cacat atau rusak. Begitu pula kondisinya
dengan manusia sebagai makhluk Tuhan, jika tidak mau patuh kepada Khaliknya, berarti
manusia yang demikian dikatakan telah rusak (“out of order” = tidak mau diperintah
khaliknya). Dalam kenyataan yang ditemui, ada manusia yang baik/patuh, dan ada yang
engkar kepada khalik (Q.S. 95:4,5). Tuhan mau mengangkat posisi atau derajat manusia,
tetapi sebagian ada yang engkar disebabkan oleh kebodohan atau kesombongannya,
karena tidak bersedia untuk memahami aturan Tuhan.
Eksistensi dan Martabat Manusia :
Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang mau memposisikan manusia pada tempat
yang paling tinggi dari segala makhluknya yaitu sebagai khalifah (manager) untuk
mengatur alam ini, berdasarkan aturan Tuhan. Ada baiknya terlebih dulu dijelaskan bahwa
seluruh jagad raya (universe) diciptakan/ dikendalikan langsung oleh Tuhan yang
mempunyai nama / sifat yang maha baik yaitu asma ul husna. Semua sifat-sifat Tuhan,
dalam kondisi yang tidak terbatas (unlimited). Contoh Tuhan ada, Tuhan mendengar;
keberadaan dan pendengaran Tuhan sifatnya tidak terbatas. Ada Tuhan sepanjang masa
(kekal) dan mampu mendengar apa saja, kapan saja, dan dimana saja, untuk melaksanakan
fungsi kekhalifahan itu manusia dianugrahi oleh Tuhan sebagian sifat-sifat-Nya, namun
sedikit manusia yang bersyukur kepada-Nya itu (Q.S. 32:9). Tuhan sebagai pengatur alam
(Rabbulalaminn), karena Ia mempunyai sifat pengatur / manager. Agar manusia mampu
sebagai pengatur dibekali-Nya manusia dengan jalan memberikan sebagian dari sifat-sifat-
Nya.
Sangat penting untuk dipahami oleh setiap individu manusia bahwa sifat-sifat dimiliki
Tuhan yang dianugrahkan-Nya secara terbatas kepada manusia merupakan potensi dan
fitrah manusia yang perlu ditumbuh kembangkan melalui proses pendidikan yang

6
berlangsung sepanjang hayat. Contoh, salah satu sifat Tuhan yaitu Al Khalig (Maha
kreatif); begitu juga manusia memiliki sifat kreatif yang harus ditumbuhkembangkan
sesuai dengan norma yang ditentukan Tuhan dalam aturan-Nya. Jangan sampai kreatifitas
manusia keluar dari ketentuan Tuhan. Setiap manusia yang dewasa dan norma disuruh
berpikir serta menggunakan daya kreatifitasnya untuk mengukur potensi dan fitrah
manusia yang paling tepat untuk dikembangkan oleh setiap dirinya. Inilah yang disebut
dengan bakat.
Akhirnya pandangan Islam terhadap hakikat manusia dapat disimpulkan bahwa
manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang harus beraktifitas selama hayatnya dalam
rangka menumbuh kembangkan segala potensi yang ada padanya, dan tetap memelihara
fitrah (kesucian dirinya) menurut norma dan aturan yang ditetapkan Tuhan.
B. Fitrah Manusia : Hanif, dan Potensi akal, Qolb, dan Nafsu
Kata fithrah (fitrah) merupakan derivasi dari kata fatara, artinya ciptaan, suci,
seimbang. Louis Ma’luf dalam kamus Al-Munjid (1980:120) menyebutkan bahwa fitrah
manusia adalah sifat yang ada pada setiap yang ada pada awal penciptaannya, sifat alami
manusia, agama dan sunnah. Menurut iman Al-Maraghi (1974:200) fitrah adalah kondisi
di mana Allah menciptakan manusia yang menghadapkan dirinya kepada kebenaran dan
kesiapan untuk menggunakan pikirinnya.Dengan demikian arti fitrah dari segi bahasa
dapat diartikan sebagai kondisi awal suatu penciptaan atau kondisi awal manusia yang
memiliki potensi untuk mengetahui dan cenderung kepadan kebenaran (hanif). Fitrah
dalam arti hanif ini sejalan dengan isyarat Al-Quran. “Maka hadapkanlah wajahmu dengan
lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Ar- Ruum, 30:30)
Fitrah dalam ard penciptaan tidak hanya dikaitkan dengan arti penciptaan fisik,
melainkan juga dalam arti rohaniah, yaitu sifat-sifat dasar manusia yang baik. Karena itu
fitrah disebutkan sebagai konotasi nilai. Lahirnya fitrah sebagai nilai dasar kebaikan
manusia itu dapat dirujukkan pada surah yang artinya : “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?"
mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan
yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami
(Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)". (Al-A’raaf,
7:172)

7
Ayat diatas merupakan penjelasan dari fitrah manusia yang berarti hanif
(kecenderungan kepada kebaikian) yang dimilikim manusia karena terjadinya proses
persaksian sebelum digelar ke muka bumi. Persaksian ini merupakan proses fitriah
manusia yang selalu memiliki kebutuhan terhadap agama (institusi yang menjelaskan
tentang Tuhan), karena itu dalam pandangan ini manusia dianggap sebagai makhluk
religius. Ayat diatas juga menjadi dasar bahwa manusia memiliki potensi baik sejak awal
kelahirannya. Ia bukan makhluk amoral, tetapi memiliki potensi moral. Juga kelahirannya.
Ia bukan makhluk amoral, tetapi memiliki potensi moral. Juga bukan makhluk yang
kosong seperti kertas putih sebagaimana dianut para pengikut tabula rasa.
Fitrah dalam arti potensi, yaitu kelengkapan yang diberikan pada saat dilahirkan ke
dunia. Potensi yang dimiliki manusia tersebut dikelompokkan kepada dua hal, yaitu
potensi fisik dan potensi rohani.
Potensi rohaniah adalah akal, qalb, dan nafsu. Akal dalam pengertian bahasa
Indonesia berarti pikiran atau rasio. Harun Nasution(1986) menyebut akal dalam arti
asalnya (bahasa Arab), yaitu menahan, dan orang ‘aqil di zaman jahiliah yang dikenal
dengan darah panasnya adalah orang yang dapat menahan amarahnya dan oleh karenanya
dapat mengambil sikap dan tindakan yang berisi kebijaksanaan dalam mengatasi masalah
yang dihadapinya. Senada dengan itu akal dalam Al-Quran diartikan dengan
kebijaksanaan (wisdom), intelegensi(intelligent) dan pengertian(understanding). Dengan
demikian di dalam Al-Quran akan diletakkan bukan hanya pada ranah rasio tetapi juga
rasa bahkan lebih jauh dari itu jika akal diartikan degnan hilunah atau bijaksana.
Al-qalb berasal dari kata qalaba yang berarti berubah, berpindah atau berbalik dan
menurut Ibn Sayyidah (Ibn Manzur :179) berarti hati. Musa Asyari (1992) menyebutkan
arti al-qalb dengan dua pengertian, yang pertama pengertian kasar atau fisik, yaitu
segumpal daging yang berbentuk bulat panjang, terletak di dada sebelah kiri, yang sering
disebut jantung. Sedangkan arti yang kedua adalah pengertian yang halus yang bersifat
ketuhanan dan rohaniah yaitu hakikat manusia yang dapat menangkap segala pengertian,
berpengatahuan dan arif.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa akal digunakan manusia dalam rangka
memikirkan alam sedangkan mengingat Tuhan adalah kegiatan yang berpusat pada qalbu.
Keduanya merupakan kesatuan daya, rohani untuk dapat memahami kebenaran sehingga
manusia dapat memasuki suatu kesadaran tertinggi yang bersatu dengan kebenaran Ilahi.
Adapun nafsu (bahasa Arab: al-hawa, dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan hawa
nafsu) adalah suatu kekuatan yang mendorong manusia untuk mencapai keinginannya.

8
Dorongan-dorongan ini sering disebut dengan dorongan primitif, karena sifatnya bebas
tanpa mengenal baik dan buruk. Oleh karena itu nafsu sering disebut sebagai dorongan
kehendak bebas. Dengan nafsu manusia dapat bergerak dinamis dari suatu keadaan ke
keadaan yang lain. Kecenderungan nafsu yang bebas tersebut jika tidak terkendali dapat
menyebabkan manusia memasuki kondisi yang membahayakan dirinya. Untuk
mengendalikan nafsu manusia menggunakan akalnya sehingga dorongan-dorongan
tersebut menjadi kekuatan positif yang menggerakkkan manusia ke arah tujuan yang jelas
dan baik. Agar manusia dapat bergerak ke arah yang jelas, maka agama berperan
menunjukkan jalan yang harus ditempuhnya. Nafsu yang terkendali oleh akal dan berada
pada jalur yagn ditunjukkan agama inilah yang disebut an-nafs al-mutmainnah yang
artinya : “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi
diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, Masuklah ke dalam
syurga-Ku”. (Al-Fajr, 89:27-30).
Dengan demikian manusia ideal adalah manusia yang mampu menjaga fitrah (hanif)-
nya dan mampu mengelola dan memadukan potensi akal , qalbu, dan nafsunya secara
harmonis.
C. Ekstensi dan Martabat Manusia
Pengertian Eksistensi martabat manusia adalah  bahwasanya manusia diciptakan
kedunia ini oleh Allah melaui berbagai rintangan  tentunya tiada lain untuk mengabdi
kepadaNya, sehingga dengan segala kelebihan yang tidak dimiliki mahluk Allah lainya
tentunya kita dapat memanfaatkan bumi dan isinya untuk satu tujuan yaitu mengharapkan
ridho dari Allah SWT.  dan dengan segala potensi diri masing-masing kita berusaha untuk
meningkatkan Keimanan dan Ketakwaan kita sehingga dapat selamat Dunia dan
Akhirat.“Dan aku tidak ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka mengabdi
kepadaku” (Q.S. Adz-Dzariyaat : 56).
Ayat diatas tersebut merupakan dalil yang berkenaan tentang keberadaan manusia di
dunia. Manusia di dunia untuk mengabdi kepada Allah SWT. Bentuk pengabdiannya
tersebut berupa pengakuan atas keberadaan Allah SWT, melaksanakan perintahNya serta
menjauhi laranganNya. Sebagai bentuk mengakui keberadaan Allah adalah dengan
mengikuti Rukun Iman dan Rukun Islam. Rukun Iman terdiri dari enam perkara, yakni
percaya kepada Allah SWT, Malaikat, Nabi-nabi Allah, Kitab-kitab Allah, percaya kepada
Hari Kiamat dan percaya terhadap Takdir (Qadha dan Qadar) Allah SWT. Sebagai wujud
keimanan terhadap Allah SWT, Allah SWT menyatakan bahwa manusia tidak cukup

9
hanya meyakini didalam hati dan diucapkan oleh mulut, tetapi manusia harus
melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan Penciptaan manusia adalah sebagai bagian dari mengabdi kepada Allah SWT
adalah menunaikan Rukun Islam, yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai
karcis masuk Islam, melakukan shalat, membayar zakat, melakukan puasa serta
menunaikan ibadah haji. Dengan demikian dapat disimpulkan keberadaan manusia
diciptakan Allah untuk menjadi manusia yang Islami (Islam yang benar). Menjadi Islam
yang benar adalah dengan mengerti, memahami dan melaksanakan dalam kehidupan apa
yang telah dilarangNya, dengan kata lain secara konsisten melaksanakan Rukun Iman
dan Rukun Islam.
Eksistensi manusia di dunia adalah sebagai tanda kekuasaan Allah SWT terhadap
hamba-hambaNya, bahwa dialah yang menciptakan, menghidupkan dan menjaga
kehidupan manusia. Dengan demikian, tujuan diciptakannya manusia dalam konteks
hubungan manusia dengan Allah SWT adalah dengan mengimani Allah SWT dan
memikirkan ciptaanNya untuk menambah keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
Sedangkan dalam konteks hubungan manusia dengan manusia serta manusia dengan
alam adalah untuk berbuat amal, yaitu perbuatan baik dan tidak melakukan kejahatan
terhadap sesama manusia, serta tidak merusak alam. Tujuan hidup manusia dengan
manusia lain adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Umum Adanya Manusia di Dunia
Dalam al-qur’an Q.S. Al-Anbiya ayat 107 yang artinya :“Dan tiadalah kami mengutus
kamu, melainkan untuk Rahmat bagi semesta alam”. Ayat ini menerangkan tujuan
manusia diciptakan oleh Allah SWT dan berada didunia ini adalah untuk menjadi rahmat
bagi alam semesta. Arti kata rahmat adalah karunia, kasih sayang dan belas kasih. Jadi
manusia sebagai rahmah adalah manusia diciptakan oleh Allah SWT untuk menebar dan
memberikan kasih saying kepada alam semesta.  
2. Tujuan Khusus Adanya Manusia di Dunia
Tujuan khusus adanya manusia di dunia adalah sukses di dunia dan di akhirat dengan
cara melaksanakan amal shaleh yang merupakan investasi pribadi manusia sebagai
individu. Allah berfirman dalam Q.S. An-Nahl ayat 97 yang artinya : “Barang siapa
mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka sesungguhnya Allah SWT akan memberikan kepadanya kehidupan yang baik dan
akan diberi balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dengan apa yang telah
mereka kerjakan”. 

10
3. Tujuan Individu Dalam Keluarga
Manusia di dunia tidak hidup sendirian. Manusia merupakan makhluk sosial yang
mempunyai ifat hidup berkelompok dan saling membutuhkan satu sama lain.. Hampir
semua manusia, pada awalnya merupakan bagian dari anggota kelompok sosial yang
dinamakan keluarga. dalam Ilmu komunukasi dan sosiologi kelurga merupakan bagian
dari klasifikasi kelompak sosial dan termasuk dalam small group atau kelompok terkecil
di karnakan paling sedikit anggotanya terdiri dari dua orang. Nanun keberadaan keluraga
penting karena merupakan bentuk khusus dalm kerangka sistem sosial secara
keseluruhan. Manusia diciptakan berpasang-pasangan. Oleh sebab itu, sudah wajar
manusia baik laki-laki dan perempuan membentuk keluarga. Tujuan manusia berkelurga
menurut Q.S. Al-Ruum ayat 21 yang artinya:"Dan  diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa
tentram, dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih sayang . Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaaum yang mau berfikir."
Tujuan hidup berkeluarga dari setiap manusia adalh supaya tentram. Untuk menjadi
keluarga yang tentram, Allah SWT memberikan rasa kasih sayang. Oleh sebab itu, dalam
kelurga harus dibangun rasa kasih sayang satu sama lain.  
4. Tujuan Individu Dalam Masyarakat
Setelah hidup berkeluarga, maka manusia mempunyai kebutuhan untuk bermasyarakat.
Tujuan hidup bermasyarakat adalah keberkahan dalam hidup yang melimpah.
Kecukupan kebutuhan hidup ini menyangkut kebutuhan fisik seperti perumahan, makan,
pakaian, kebutuhan sosial (bertetangga), kebutuhan rasa aman, dan kebutuhan aktualisasi
diri. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat mudah diperoleh apabila masyarakat beriman
dan bertakwa. Apabila masyarakat tidak beriman dan bertakwa, maka Allah akan
memberikan siksa dan jauh dari keberkahan. Oleh sebab itu, apabila dalam suatu
masyarakat ingin hidup damai dan serba kecukupan, maka kita harus mengajak setiap
anggota masyarakat untuk memelihara iman dan takwa. Allah berfirman :“Jikalau
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan
itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS Al-Araaf : 96).
Istilah masyarakat dalam Ilmu sosiologi adalah kumpulan individu yang bertempat
tinggal di suatu wilayah dengan batas-batastertntu, dimana factor utama  yang menjadi
dasarnya adalh interaksi yang lebih besar  diantara anggot-anggotanya.
5. Tujuan Individu Dalam Bernegara

11
Sebagai makhluk hidup yang selalu ingin berkembang menemukan jati diri sebagai
pribadi yang utuh, maka manusia harus hidup bermasyarakat/bersentuhan dengan dunia
sosial. Lebih dari itu manusia sebagai individu dari masyarakat memiliki jangkauan yang
lebih luas lagi yakni dalam kehidupan bernegara. Maka, tujuan individu dalam bernegara
adalah menjadi warganegara yang baik di dalam lingkungan negara yang baik yaitu
negara yang aman, nyaman serta makmur.
6. Tujuan Individu Dalam Pergaulan Internasional
Setelah kehidupan bernegara, tidak dapat terlepas dari kehidupan internasional / dunia
luar. Dengan era globalisasi kita sebagai makhluk hidup yang ingin tetap eksis, maka kita
harus bersaing dengan ketat untuk menemukan jati diri serta pengembangan kepribadian.
Jadi tujuan individu dalam pergaulan internasional adalah menjadi individu yang saling
membantu dalam kebaikan dan individu yang dapat membedakan mana yang baik dan
buruk dalam dunia globalisasi agar tidak kalah dan tersesat dalam percaturan dunia.

Fungsi dan Peran Manusia :

Allah SWT berfirman bahwa fungsi dan peran manusia adalah sebagai khalifah atau
pemimpin di muka bumi. Allah berfirman dalam Q.S. 2 : 30 yang artinya :“Ingatlah
ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat : “Sesungguhnya aku hendak
menjadikanmu sebagai khalifah di muka bumi”, mereka berkata : “Mengapa engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan
mensucikan engkau?”. Allah berfirman : “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui”.Kepemimpinan adalah suatu amanah yang diberikan Allah yang suatu
ketika nanti harus kita pertanggungjawabkan.

Keunggulan dan potensi manusia :

Potensi diri adalah kekuatan dari individu yang masih terpendam di dalam, yang dapat
di wujudkan menjadi suatu kekuatan nyata dalam kehidupan manusia. Apabila pengrtian
potensi diri dikaitkan dengan penciptaan manusias oleh Allah SWT, maka potensi diri
manusia adalah: kekutan manusia yang di berikan oleh Alah SWT sejak dalm kandungan
ibunya sampai akhir hayatnya yang masih terpendam dalam dirinya , menunggu untuk
diwujudkan menjadi sesuatu yang bermanfaat dalam kehidupan diri manusia di dunia
dan di akhirat sesuai dengan tujuan diciptakannya manusia oleh Allah SWT untuk
mengabdi kepadanya.Potensi diri manusia terdiri dari potensi fisik  yaitu tubuh manusia

12
sebagai sebuah sistem yang paling sempurna bila dibandingkan dengan makhlik Allah
lainnya seperti: binatang, jin, malaikat. Sedangkan potensi non fisik adalah hati, ruh,
indera dan akal pikiran. Potensi apapun yang dimiliki manusia masing-masing memiliki
fungsi dan perannya, oleh karenanya harus dimanfaatkan dngan sebaik-baiknya agar
dapat berguna bagi diri dan lingkungannya.

D. Kedudukan, Tujuan, Tugas program hidup manusia


Kedudukan Manusia di Alam Semesta Menurut Alquran
Manusia diciptakan oleh Allah swt. dengan sebaik-baiknya penciptaan dan dengan
kedudukan yang mulia di antara ciptaan Allah lainnya.Allah menciptakan manusia dari
sari pati tanah. Selanjutnya dari tanah tersebut terbentuklah air mani (nutfah) yang hina,
kemudian dari air mani membentuk segumpal darah, kemudian segumpal daging.
Selanjutnya Allah meniupkan roh ke dalamnya dan mengambil kesaksian ketuhanan atas
diri manusia tersebut.Manusia yang lahir dari rahim seorang ibu ke dunia, memiliki
kedudukan yang sangat tinggi di hadapan Allah.Bahkan Allah telah memerintahkan
kepada malaikat dan iblis untuk bersujud kepada manusia (Adam), padahal manusia
hanya makhluk yang diciptakan dari tanah yang lemah, tidak seperti malaikat yang
diciptakan dari cahaya dan iblis yang diciptakan dari api.Namun, manusia memiliki
keistimewaan dibandingkan dengan makhluk yang lain. Oleh karena itu, manusia
diberikan beragam potensi dalam dirinya sebagai bekal untuk menjalankan kehidupannya
di dunia.Manusia diciptakan Allah dengan sebaik-baik bentuk. Allah membentuk
manusia meliputi unsur jasmani dan rohani.Perpaduan kedua unsur tersebut menjadikan
manusia disebut sebagai makhluk yang sempurna di alam semesta
Kedudukan Manusia di Alam Semesta
Sebagai makhluk yang sempurna, apa kedudukan manusia di muka bumi?Berikut
kedudukan manusia di alam semesta yang telah dijelaskan dalam Alquran.Manusia
sebagai hamba Allah. Hamba Allah berarti orang yang senantiasa tunduk, patuh, taat
terhadap semua yang diberikan Allah atas dirinya.Seseorang yang menjalankan semua
hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah dan menjalankan apa-apa yang
diperintahkanNya.Dapat dimaknai pula seseorang yang bergantung dalam hidup dan
matinya hanya kepada Allah semata, sehingga tidak ada pengingkaran, penghianatan,
dan pengufuran terhadap kekuasaan Allah. Setiap manusia mengetahui bahwa dirinya
adalah makhluk yang lemah dan terdapat kekuatan besar di atas segala-
galanya.Kekuatansupranatural yang dirasakan setiap manusia adalah kekuatan Allah

13
sang pemilik kerajaan langit dan bumi.Manusia yang tidak memiliki pemahaman tentang
kekuatan tersebut, akan mengasumsikan Tuhan sebagai benda-benda yang memiliki
kekuatan gaib, sehingga muncullah keyakinan-keyakinan di luar ajaran yang telah
diajarkan Allah melalui para nabi.Namun, pada hakikatnya semua manusia percaya
bahwa pemilik kekuasaan yang Mahatinggi adalah wujud (ada).Hal tersebut disebabkan
karena manusia merupakan makhluk beragama. Allah telah memberikan potensi
beragama kepada setiap manusia yang lahir ke dunia dalam wujud kesaksiannya kepada
Allah ketika berada di alam roh.Kesaksian tersebut dijelaskan dalam Surah Al-A'raf ayat
172 berikut.
ُ ‫ك ِم ۢۡن بَنِ ۡۤى ٰا َد َم ِم ۡن ظُه ُۡو ِر ِهمۡ ُذ ِّريَّتَهُمۡ َو اَ ۡشهَ َدهُمۡ ع َٰلٓى اَ ۡنفُ ِس ِهمۡ‌ ۚ اَلَ ۡس‬
‫و َم‬Pۡ َ‫وا ي‬Pۡ ُ‫ت بِ َربِّ ُكمۡ‌ ؕ قَالُ ۡوا بَ ٰلى‌ ۛۚ َش ِه ۡدنَا‌ۛۚ اَ ۡن تَقُ ۡول‬ َ ُّ‫َو اِ ۡذ اَ َخ َذ َرب‬
َ‫ۡالقِ ٰي َم ِة اِنَّا ُكنَّا ع َۡن ٰه َذا ٰغفِلِ ۡين‬
Artinya: "Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): 'Bukanlah aku ini Tuhanmu?' Mereka (anak-anak Adam menjawab: 'Betul,
Engkau Tuhan kami') kami menjadi saksi"
Konsekuensi logis dari kesaksian terhadap ketuhanan adalah wujud penghambaan diri
kepada Tuhannya, yaitu menyembah dan beribadah kepada-Nya.
Allah swt. berfirman dalam Surah Adz-Dzariyat ayat 56 berikut.
َ ‫ت ۡال ِج َّن َوااۡل ِ ۡن‬
‫س اِاَّل لِيَ ۡعبُد ُۡو ِن‬ ُ ‫َو َما َخلَ ۡق‬
Artinya: "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah
kepada-Ku"
Berdasarkan ayat di atas, dapat dimaknai bahwa seluruh aktivitas manusia di dalam
kehidupan dunia dalam rangka beribadah kepada Allah.Oleh karena itu, setiap perbuatan
harus diniatkan ibadah dan hanya mengharapkan rida Allah semata.Dalam literature
Islam, dikenal ibadah mahdah (khas) dan ibadah ghairu mahdah (ammah).Ibadah mahdah
berarti ibadah yang telah ditentukan tata cara dan waktu pelaksanaannya, seperti: shalat,
zakat, puasa, haji, sedekah, dan sebagainya tanpa adanya penambahan sedikut pun. Jika
ada penambahan, maka hal tersebut disebut bid'ah.Adapun ibadah ghairu mahdah adalah
adalah ibadah yang tidak ditentukan tata cara dan waktu pelaksanaannya karena
menyangkut banyak aspek kehidupan manusia, sehingga manusia dituntut kreatif dan
inovatif mengembangkan ibadah tersebut asal tidak bertentangan dengan hukum Islam,
yaitu Alquran dan hadis.Pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut harus mengembangkam
potensi Rabbaniyah, yaitu sifat-sifat ketuhanan dalam diri manusia, sehingga sifat-sifat

14
tersebut teraktualisasikan dalam berbagai tindakan sehari-hari, baik kepada Allah, diri
sendiri, sesama manusia, dan alam sekitarnya.
Manusia sebagai Khalifah
Manusia memiliki kedudukan di bumi sebagai khalifah dijelaskan dalam Surah Al-
Baqarah ayat 30 berikut.Artinya: "Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi". Istilah khalifah, dalam bentuk mufrad (tunggal) dapat diartikan sebagai penguasa
politik, yaitu hanya ditujukan kepada nabi-nabi.
Adapun untuk manusia menggunakan istilah khalaif yang berarti penguasa yang lebih
luas daripada penguasa politik.Manusia sebagai penguasa di muka bumi atau dalam kata
lain manusia bertugas memakmurkan bumi dan segala yang ada di dalamnya, baik
tumbuhan, hewan, dan benda-benda.Selain itu, manusia juga memiliki peran dalam
memimpin sesamanya menuju jalan Ilahi, saling bergantian dan pewarisan
kepemimpinan agar tercipta kemakmuran di muka bumi sebagaimana dipaparkan dalam
Surah Hud ayat 61 berikut.
‫اۡل‬
‫است َۡع َم َر ُكمۡ فِ ۡيهَا‬ ِ ‫ه َُو اَ ۡن َشا َ ُكمۡ ِّمنَ ا َ ۡر‬
ۡ ‫ض َو‬
Artinya: ".... Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu
pemakmurnya"
Hubungan manusia dengan alam semesta, bukan merupakan hubungan antara penakhluk
dan yang ditakhluk atau hubungan hamba dan tuan, melainkan hubungan partner dalam
ketundukan kepada Allah.Kemampuan manusia mengelola dan memakmurkan bumi,
bukan semata kekuatan manusia, melainkan Allah telah menundukkan alam semesta
untuk manusia, sehingga manusia dapat memanfaatkan apa yang ada dengan sebaik-
baiknya.Oleh karena itu, perlunya sikap moral dan etika dalam melaksanakan fungsi
kekhalifahannya di muka bumi.
Pada dasarnya, kekuasaan manusia tidaklah bersifat mutlak, sebab kekuasannya dibatasi
oleh kekuasaan Allah, sehingga seorang khalifah tidak boleh melawan hukum-hukum
yang telah ditetapkan oleh Allah.Kekhalifahan tidak dapat dijalankan dengan begitu saja,
sebab kekhalifahan membutuhkan ilmu pengetahuan, pengajaran, keterampilan dalam
mengelola dan memimpin.Oleh karena itu, pentingnya pendidikan untuk membentuk
khalifah yang unggul dan senantiasa mengajak kepada ketatan kepada Allah swt..
Kesimpulan
Manusia memiliki kedudukan sebagai hamba Allah yang bertugas untuk senantiasa
beribadah kepada Allah semata. Apa pun aktivitas yang dijalankan oleh manusia di muka
bumi, hendaknya ditujukan untuk beribadah dan mencari rida Allah swt..Manusia

15
memiliki kedudukan sebagai khalifah yang berarti pemimpin, pengganti Allah, dan
penguasa bumi. Manusia harus menjalankan kepemimpinannya sejalan dengan ketetapan
dan hukum-hukum Allah swt., karena pada hakikatnya kepemimpinan manusia bukanlah
kepemimpinan mutlak dan segala-galanya, karena pemimpin yang sebenarnya hanyalah
Allah semata.
Tujuan penciptaan manusia bisa dijelaskan dalam Islam. Manusia diciptakan Allah
SWT dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Ini sesuai dengan QS. At Tin [95]: 4 yang
berbunyi:"Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya". Tujuan penciptaan manusia pastinya bukan sebuah kesia-siaan. Sebagai
makhluk yang diciptakan paling sempurna dibanding makhluk lain, sudah semestinya
manusia mengetahui tujuan penciptaan manusia. Memahami tujuan penciptaan manusia,
akan membuat manusia lebih bersyukur dan menghargai sesama makhluk hidup.Dalam
Islam, tujuan penciptaan manusia bisa dilihat dalam ayat-ayat Al Qur'an. Tujuan
penciptaan manusia merupakan tujuan yang mulia. Berikut tujuan penciptaan manusia
menurut Islam,
1. Untuk beribadah pada Allah
Tujuan penciptaan manusia yang paling utama adalah untuk beribadah dan bertakwa
pada Allah. Manusia pada umumnya diciptakan untuk beribadah kepada Allah SWT. Hal
ini sesuai dengan ayat QS.Adz Dzariyat: 56 yang berbunyi:“Dan aku tidak menciptakan
jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Al-Dzariyat:
56)Telah dijelaskan dalam QS.Adz Dzariyat: 56, Allah berfirman Dia menciptakan
manusia dan jin semata-mata agar mereka beribadah kepada-Nya. Allah menciptakan
manusia bukan hanya untuk sekedar tidur, bekerja, makan maupun minum melainkan
untuk melengkapi bumi ini dan beribadah kepada-Nya.
2. Menurut tafsir Ibnu Qoyyim Al Jauziyah:
“bahwa tujuan Allah menciptakan kita manusia serta jin dan makhluk lainnya di bumi ini
adalah untuk beribadah kepada-Nya. Allah tidak mungkin menciptakan makhluk begitu
saja tanpa pelarangan atau perintah". Tujuan ini mendidik manusia untuk senantiasa
meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah.
3. Pengurus bumi atau Khalifah
Tujuan penciptaan manusia selanjutnya adalah sebagai pengurus bumi dan seisinya.
Khalifah adalah hamba Allah yang ditugaskan untuk menjaga ke- maslahatan dan
kesejahteraan dunia. Hal ini tertuang dalam ayat Al Qur'an yang berbunyi:”Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguh- nya Aku hendak

16
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
men- sucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui."
Ayat 30 dari surat al-Baqarah adalah informasi bagi para malaikat bahwa Allah
menciptakan khalifah (Adam dan keturunannya) di muka bumi. Manusia diberi derajat
tinggi untuk mengatur, mengelola dan mengolah semua potensi yang ada dimuka
bumi.Tujuan penciptaan manusia sebagai khalifah juga tertuang dalam QS. al-An’am
ayat 165 yang berbunyi:”Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di
bumi dan dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa
derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya
Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”.
4. Mengemban amanah
Tujuan penciptaan manusia yang ketiga adalah mengemban amanah. Tujuan ini berupa
kesanggupan manusia memikul beban taklif yang diberikan oleh Allah SWT. Tujuan
penciptaan manusia ini mendidik orang-orang beriman supaya selalu memelihara
amanah dan mematuhi perintah tersebut.Hal ini sesuai dengan QS al-Ahzab ayat 72 yang
berbunyi:”Sesungguhnya kami Telah menge- mukakan amanat kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka
khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikulah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya
manusia itu amat zalim dan amat bodoh”. Amanah yang sudah ditetapkan tersebut agar
ti- dak dikhianati, baik amanah dari Allah SWT dan RasulNya maupun amanah antara
sesama manusia.
5. Agar manusia mengetahui kebesaran Allah
Tujuan penciptaan manusia adalah agar manusia senantiasa mengetahui maha kuasanya
Allah SWT. Ini meliputi pemahaman bahwa seluruh alam semesta, termasuk bumi, tata
surya dan sesisnya terbentuk atas kuasa Allah SWT. Hal tersebut telah dijelaskan dalam
QS at-Thalaq: 12 yang berbunyi:“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu
pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah
Maha-Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar
meliputi segala sesuatu."
Keistimewaan manusia :

17
Manusia adalah makhluk pilihan yang dimuliakan oleh Allah dari makhluk ciptaan-
Nya yang lainnya. Islam menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan manusia berasal
dari tanah, kemudian menjadi nutfah, alaqah, dan mudgah sehingga akhirnya menjadi
makhluk Allah SWT yang paling sempurna dan memiliki berbagai kemampuan.
Tugas Program Manusia
Dalam perjalanan hidup dan kehidupannya, manusia sebagai makhluk Allah pada
dasarnya mengemban amanah atau tugas-tugas kewajiban dan tanggungjawab yang
dibebankan oleh Allah kepadanya agar dipenuhi, dijaga dan dipelihara dengan sebaik-
baiknya. Al-Maraghy, ketika menafsirkan ayat “Innallaha ya’murukum an tu’addu al-
amanaati ila ahliha … (Q.S. al-Nisa’: 58), ia mengemukakan bahwa amanah tersebut ada
bermacam-macam bentuknya, yaitu:
Amanah hamba terhadap Tuhannya, yakni sesuatu yang harus dipelihara dan dijaga oleh
manusia, yang berupa mengikuti segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya,
serta menggunakan alat-alat potensialnya dan anggota badannya dalam berbagai aktivitas
yang bisa menimbulkan kemanfaatan baginya dan dapat mendekatkan diri kepada
Tuhannya, sehingga bila manusia melanggarnya, maka berarti dia berkhianat kepada
Tuhannya;
Amanah hamba terhadap sesama manusia, yakni mengembalikan barang-barang titipan
kepada pemiliknya dan tidak mau menipu, serta menjaga rahasia seseorang yang tidak
pantas dipublikasikan; dan
Amanah manusia terhadap dirinya, yakni berusaha melakukan hal-hal yang lebih baik
dan lebih bermanfaat bagi dirinya untuk kepentingan agama dan dunianya, tidak
melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya baik untuk kepentingan akhirat maupun
dunianya, serta berusaha menjaga dan memelihara kesehatan dirinya.
Di dalam al-Qur’an dinyatakan bahwa manusia termasuk makhluk yang siap dan mampu
mengemban amanah tersebut ketika ditawari oleh Allah, sebaliknya makhluk yang lain
justeru enggan menerimanya atau tidak siap dan tidak mampu mengemban amanah
tersebut, sebagaimana firmanNya dalam Q.S. al-Ahzab : 72, yang artinya:
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-
gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu
amat dhalim dan bodoh” ().
Apa itu amanah? Ath-Thabathaba’i, ketika menafsirkan ayat tersebut, ia
mengemukakan bermacam-macam pengertian dari amanah, yaitu: (1) tugas-tugas/beban

18
kewajiban, sehingga bila orang mau mematuhinya, maka akan dimasukkan ke dalam
surga, sebaliknya bila melanggarnya akan dimasukkan ke neraka; (2) akal, yang
merupakan sendi bagi pelaksanaan tugas-tugas/beban kewajiban dan tempat
bergantungnya pahala dan siksa; (3) kalimah “La ilaaha illa Allah; (4) anggota-anggota
badan, termasuk di dalamnya alat-alat potensial atau potensi-potensi dasar manusia, yang
mampu mengemban dan melaksanakan amanah dari Allah yang harus dijaga dan hanya
digunakan dalam batas-batas yang diridlai olehNya; (5) ma’rifah kepada Allah.
Pengertian yang keempat itulah, menurut  Ath-Thabathaba’i, yang lebih mendekati
kebenaran. Al-Raghib al-Asfahani, pakar bahasa al-Qur’an, mengemukakan beberapa
pengertian tentang amanah, yaitu: (1) kalimah tauhid; (2) al-’adalah (menegakkan
keadilan); (3) akal. Menurut Al-Asfahani, bahwa pengertian yang ketiga itulah yang
benar, karena dengan akal bisa tercapai ma’rifah tauhid, bisa terwujudkan keadilan dan
mampu menjangkau berbagai ilmu pengetahuan dan sebagainya, bahkan akal inilah yang
membedakan manusia dengan makhluk yang lain.Dari beberapa pendapat ahli tafsir
tersebut dapat difahami bahwa tugas hidup manusia – yang merupakan amanah dari
Allah – itu pada intinya ada dua macam, yaitu : ’Abdullah (menyembah atau mengabdi
kepada Allah), dan Khalifah Allah, yang keduanya harus dilakukan dengan penuh
tanggung jawab.
1. Tugas manusia sebagai ’Abdullah (hamba Allah):
Tugas hidup manusia sebagai ’Abdullah merupakan realisasi dari mengemban amanah
dalam arti: memelihara beban/tugas-tugas kewajiban dari Allah yang harus dipatuhi,
kalimah La ilaaha illa Allah atau kalimat tauhid, dan atau ma’rifah kepadaNya.
Sedangkan Khalifah Allah merupakan realisasi dari mengemban amanah dalam arti:
memelihara, memanfaatkan, atau mengoptimalkan penggunaan segala anggota badan,
alat-alat potensial (termasuk indera, akal dan qalbu) atau potensi-potensi dasar manusia,
guna menegakkan keadilan, kemakmuran dan kebahagiaan hidup.
Tugas hidup manusia sebagai ’abdullah bisa difahami dari firman Allah dalam Q.S. Adz-
Dzariyat ayat 56: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku”.
Mengapa manusia bertugas sebagai ‘abdullah? Untuk menjawab masalah ini bisa
dikaitkan dengan proses kejadian manusia yang telah dikemukakan terdahulu. Dari
uraian terdahulu dapat difahami bahwa pada dasarnya manusia terdiri atas dua substansi,
yaitu jasad/materi dan roh/immateri. Jasad manusia berasal dari alam materi (saripati
yang berasal dari tanah), sehingga eksistensinya mesti tunduk kepada aturan-aturan atau

19
hukum Allah yang berlaku di alam materi (Sunnatullah). Sedangkan roh-roh manusia,
sejak berada di alam arwah, sudah mengambil kesaksian di hadapan Tuhannya, bahwa
mereka mengakui Allah sebagai Tuhannya dan bersedia tunduk dan patuh kepadaNya
(Q.S. al-A’raf: 172). Karena itulah, kalau manusia mau konsisten terhadap eksistensi
dirinya atau naturnya, maka salah satu tugas hidup yang harus dilaksanakannya adalah
’abdullah (hamba Allah yang senantiasa tunduk dan patuh kepada aturan dan
KehendakNya serta hanya mengabdi kepadaNya).
Hanya saja diri manusia juga telah dianugerahi kemampuan dasar untuk memilih atau
mempunyai “kebebasan” (Q.S. al-Syams: 7-10), sehingga walaupun roh Ilahi yang
melekat pada tubuh material manusia telah melakukan perjanjian dengan Tuhannya
(untuk bersedia tunduk dan taat kepadaNya), tetapi ketundukannya kepada Tuhan
tidaklah terjadi secara otomatis dan pasti sebagaimana robot, melainkan karena pilihan
dan keputusannya sendiri. Dan manusia itu dalam perkembangannya dari waktu ke
waktu suka melupakan perjanjian tersebut, sehingga pilihannya ada yang mengarah
kepada pilihan baiknya (jalan ketaqwaan) dan ada pula yang mengarah kepada pilihan
buruknya (jalan kefasikan). Karena itu Allah selalu mengingatkan kepada manusia,
melalui para Nabi atau Rasul-rasulNya sampai dengan Nabi Muhammad SAW. sebagai
nabi/rasul terakhir, agar manusia senantiasa tetap berada pada naturnya sendiri, yaitu
taat, patuh dan tunduk kepada Allah SWT. (’abdullah). Setelah rasulullah SAW. wafat,
maka tugas memperingatkan manusia itu diteruskan oleh para shahabat, dan para
pengikut Nabi SAW. (dulu sampai sekarang) yang setia terhadap ajaran-ajaran Allah dan
rasulNya, termasuk di dalamnya adalah para pendidik muslim.
2. Tugas manusia sebagai Khalifah Allah
Tugas hidup manusia juga sebagai khalifah Allah di muka bumi. Hal ini dapat difahami
dari firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah: 30:
”Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui.”
Apa yang dimaksud dengan khalifah? Kata khalifah berasal dari kata “khalf”
(menggantikan, mengganti), atau kata “khalaf” (orang yang datang kemudian) sebagai
lawan dari kata “salaf” (orang yang terdahulu). Sedangkan arti khilafah adalah

20
menggantikan yang lain, adakalanya karena tidak adanya (tidak hadirnya) orang yang
diganti, atau karena kematian orang yang diganti, atau karena kelemahan/tidak
berfungsinya yang diganti, misalnya Abu Bakar ditunjuk oleh umat Islam sebagai
khalifah pengganti Nabi SAW, yakni penerus dari perjuangan beliau dan pemimpin umat
yang menggantikan Nabi SAW. setelah beliau wafat, atau Umar bin Khattab sebagai
pengganti dari Abu Bakar dan seterusnya; dan adakalanya karena memuliakan (memberi
penghargaan) atau mengangkat kedudukan orang yang dijadikan pengganti. Pengertian
terakhir inilah yang dimaksud dengan “Allah mengangkat manusia sebagai khalifah di
muka bumi”, sebagaimana firmanNya dalam Q.S. Fathir ayat 39, Q.S. al-An’am ayat
165.
Manusia adalah makhluk yang termulia di antara makhluk-makhluk yang lain (Q.S. al-
Isra’: 70) dan ia dijadikan oleh Allah dalam sebaik-baik bentuk/kejadian, baik fisik
maupun psikhisnya (Q.S. al-Tin: 5), serta dilengkapi dengan berbagai alat potensial dan
potensi-potensi dasar (fitrah) yang dapat dikembangkan dan diaktualisasikan seoptimal
mungkin melalui proses pendidikan. Karena itulah maka sudah selayaknya manusia
menyandang tugas sebagai khalifah Allah di muka bumi.
Tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi antara lain menyangkut tugas
mewujudkan kemakmuran di muka bumi (Q.S. Hud : 61), serta mewujudkan
keselamatan dan kebahagiaan hidup di muka bumi (Q.S. al-Maidah : 16), dengan cara
beriman dan beramal saleh (Q.S. al-Ra’d : 29), bekerjasama dalam menegakkan
kebenaran dan bekerjasama dalam menegakkan kesabaran (Q.S. al-’Ashr : 1-3). Karena
itu tugas kekhalifahan merupakan tugas suci dan amanah dari Allah sejak manusia
pertama hingga manusia pada akhir zaman yang akan datang, dan merupakan
perwujudan dari pelaksanaan pengabdian kepadaNya (’abdullah).
Tugas-tugas kekhalifahan tersebut menyangkut: tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri;
tugas kekhalifahan dalam keluarga/rumah tangga; tugas kekhalifahan dalam masyarakat;
dan tugas kekhalifahan terhadap alam.
Tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri meliputi tugas-tugas: (1)  menuntut ilmu
pengetahuan (Q.S.al-Nahl: 43), karena manusia itu adalah makhluk yang dapat dan harus
dididik/diajar (Q.S. al-Baqarah: 31) dan yang mampu mendidik/mengajar (Q.S. Ali
Imran: 187, al-An’am: 51); (2) menjaga dan memelihara diri dari segala sesuatu yang
bisa menimbulkan bahaya dan kesengsaraan (Q.S. al-Tahrim: 6) termasuk di dalamnya
adalah menjaga dan memelihara kesehatan fisiknya, memakan makanan yang halal dan
sebagainya; dan (3) menghiasi diri dengan akhlak yang mulia. Kata akhlaq berasal dari

21
kata khuluq atau khalq. Khuluq merupakan bentuk batin/rohani, dan khalq merupakan
bentuk lahir/ jasmani. Keduanya tidak bisa dipisahkan, dan manusia terdiri atas
gabungan dari keduanya itu yakni jasmani (lahir) dan rohani (batin). Jasmani tanpa
rohani adalah benda mati, dan rohani tanpa jasmani adalah malaikat. Karena itu orang
yang tidak menghiasi diri dengan akhlak yang mulia sama halnya dengan jasmani tanpa
rohani atau disebut mayit (bangkai), yang tidak saja membusukkan dirinya, bahkan juga
membusukkan atau merusak lingkungannya.
Tugas kekhalifahan dalam keluarga/rumah tangga meliputi tugas membentuk rumah
tangga bahagia dan sejahtera atau keluarga sakinah dan mawaddah wa rahmah/cinta
kasih (Q.S. ar-Rum: 21) dengan jalan menyadari akan hak dan kewajibannya sebagai
suami-isteri atau ayah-ibu dalam rumah tangga.
Tugas kekhalifahan dalam masyarakat meliputi tugas-tugas : (1) mewujudkan
persatuan dan kesatuan umat (Q.S. al-Hujurat: 10 dan 13, al-Anfal: 46); (2) tolong
menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan (Q.S. al-Maidah: 2); (3) menegakkan keadilan
dalam masyarakat (Q.S. al-Nisa’: 135); (4) bertanggung jawab terhadap amar ma^ruf
nahi munkar (Q.S. Ali Imran: 104 dan 110); dan (5) berlaku baik terhadap golongan
masyarakat yang lemah, termasuk di dalamnya adalah para fakir dan miskin serta anak
yatim (Q.S. al-Taubah: 60, al-Nisa’: 2), orang yang cacat tubuh (Q.S. ’Abasa: 1-11),
orang yang berada di bawah penguasaan orang lain dan lain-lain.
Sedangkan tugas kekhalifahan terhadap alam (natur) meliputi tugas-tugas: (1)
mengkulturkan natur (membudayakan alam), yakni alam yang tersedia ini agar
dibudayakan, sehingga menghasilkan karya-karya yang bermanfaat bagi kemaslahatan
hidup manusia; (2) menaturkan kultur (mengalamkan budaya), yakni budaya atau hasil
karya manusia harus disesuaikan dengan kondisi alam, jangan sampai merusak alam atau
lingkungan hidup, agar tidak menimbulkan malapetaka bagi manusia dan lingkungannya;
dan (3) mengIslamkan kultur (mengIslamkan budaya), yakni dalam berbudaya harus
tetap komitmen dengan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil-’alamin, sehingga berbudaya
berarti mengerahkan segala tenaga, cipta, rasa dan karsa, serta bakat manusia untuk
mencari dan menemukan kebenaran ajaran Islam atau kebenaran ayat-ayat serta
keagungan dan kebesaran Ilahi.
Dari berbagai uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa manusia sebagai
makhluk Allah harus mampu mengemban amanah dari Allah, yaitu menjalankan tugas-
tugas hidupnya di muka bumi. Manusia sebagai makhluk Allah mempunyai dua tugas
utama, yaitu: (1)  sebagai ’abdullah, yakni hamba Allah yang harus tunduk dan taat

22
terhadap segala aturan dan KehendakNya serta mengabdi hanya kepadaNya; dan (2)
sebagai khalifah Allah di muka bumi, yang meliputi pelaksanaan tugas kekhalifahan
terhadap diri sendiri, dalam keluarga/rumah tangga, dalam masyarakat, dan tugas
kekhalifahan terhadap alam.

BAB III
PEMBAHASAN

A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk yang kompleks. Di ciptakannya
manusia di bumi oleh Sang Pencipta tidak hanya untuk diam saja, tetapi manusia dituntut
untuk selalu berperan aktif untuk berbuat kebaikan. Sebagai seorang manusia, kita juga
harus menjadi individu yang dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Manusia
bukanlah makhluk yang sempurna, masih banyak kekurangan yang melekat dalam diri
manusia. Salah satu contohnya adalah kurangnya pemahaman manusia tentang agama,
oleh karena itu manusia dianjurkan untuk saling menghormati dan mengasihi satu sama
lain karena kita diciptakan tanpa adanya perbedaan. Selain itu, sebagai seorang manusia
kita harus mematuhi aturan yang ada.
B. Saran
Dari penulisan makalah ini, penulis menyarankan agar sebagai seorang manusia kita
harus menjadi individu yang dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Sebagai
makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri oleh karena itu kita harus saling tolong
menolong dalam kebaikan antar sesama.
Untuk kedepannya tugas dalam membuat makalah ini sangat dianjurkan untuk
dilanjutkan, karena bisa menambah wawasan manusia tentang pengetahuan Agama. Selain
itu, makalah ini diharapkan dapat membantu pembaca untuk menggali lebih dalam
Hakikat Manusia menurut Islam.

23
DAFTAR PUSTAKA

Aninda. 2019. Hakikat, Martabat, dan Tanggung Jawab Manusia.


http://anindahan.blogspot.com/2019/02/hakikat-martabat-dan-tanggung-jawab.html?m=1
(diakses 24 September 2021)
Ayu, Anugerah. 2021. Tujuan Penciptaan Manusia Menurut Islam.
https://m.liputan6.com/hot/read/4545569/4-tujuan-penciptaan-manusia-menurut-islam-
ketahui-keistimewaannya (diakses 24 September 2021)
Lia, Alinea. 2016. Eksistensi dan Martabat Manusia.
http://blogspot.com/2016/03/eksistensi-dan-martabat-manusia-agama.html?m=1 (diakses
24 September 2021)
Putri, Rahma. 2012. Manusia Menurut Agama Islam. http://rahmi-
putri.blogspot.com/2012/01/manusia-menurut-agama-islam_08.html?m=. (diakses 24
September 2021)
2013. Tugas Manusia di Bumi. https://pasca.uin-malang.ac.id/tugas-manusia-di-bumi/.
(diakses 24 September 2021)

24

Anda mungkin juga menyukai