IV
ISSN: Agustus 2019
ABSTRAK
Kota Bandung kembali dinyatakan sebagai Kota Pariwisata Terbaik pada penyelenggaraan Indonesia
Attractiveness Award (IAA) tahun 2018 lalu. Terpilihnya Kota Bandung sebagai pemenang, menunjukkan
adanya potensi besar untuk menarik minat para wisatawan dari berbagai tempat maupun para pelaku
bisnis dalam berbagai industri. Hal ini menunjukkan kebutuhan akomodasi untuk tempat tinggal
sementara yaitu hotel khususnya hotel berbintang. Menurut data yang bersumber dari Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung, tingkat okupansi hotel berbintang di Kota Bandung sampai
per 31 Desember 2018 mencapai 67,8%. Angka ini naik 6,7% jika dibandingkan dengan tingkat okupansi
tahun 2017. Rata-rata lama tinggal wisatawan pada tahun 2018 adalah 2,21 hari. Berdasarkan
banyaknya jumlah wisatawan yang datang ditambah dengan meningkatnya tingkat okupansi wisatawan
yang menginap di hotel bintang 4, maka dibuatlah proyek pembangunan hotel bintang 4 ini untuk
memenuhi akomodasi para wisatawan menginap di Bandung. Dengan misi untuk meningkatkan atau
menambah lama tinggal para wisatawan menginap di hotel khususnya hotel resor, maka tema yang
diangkat berkonsep Smart Facade. Dengan memperhatikan kondisi iklim dan cuaca di sekitarnya, desain
bangunan diharapkan dapat mengarahkan arsitek untuk melakukan penyelesaian desain dengan
mempertimbangkan hubungan antara fasad bangunan dengan lingkungannya terkait iklim dan cuaca
daerah tersebut.
Kata kunci: Hotel resor bintang 4, desain fasad, iklim dan cuaca
ABSTRACT
The city of Bandung was again declared as the Best Tourism City on the Indonesia Attractiveness Award
(IAA) in 2018. The election of Bandung City as a winner, shows the great potential to attract tourists
from various places and businessman from several industries. This shows the need for accommodation
for temporary housing, namely hotels, especially star hotels. According to data sourced from Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung, the occupancy rates of star hotels in the city of Bandung
until December 31, 2018 reached 67.8%. This figure is up 6.7% compared to the occupancy rate in 2017.
The average length of stay period of tourists in 2018 is 2.21 days. Based on the number of tourists coming
in, coupled with the increasing level of tourist occupancy staying in four-star hotels, this four-star hotel
development project was created to meet the accommodation of tourists staying in Bandung. With a
mission to increase or to lengthen the period of stay of tourists staying in hotels, especially resort hotels,
the theme adopted by the concept is Smart Facade. By paying attention to the climate conditions and the
surrounding weather, building design is expected to direct architects to carry out design completion by
considering the relationship between building facades and their environment which related to the climate
and weather of the area.
Keywords: Four star resort hotels, facade design, climate and weather
1. PENDAHULUAN
Kota Bandung kembali dinyatakan sebagai Kota Pariwisata Terbaik pada penyelenggaraan Indonesia
Attractiveness Award (IAA) tahun 2018 lalu [1]. Terpilihnya Kota Bandung sebagai pemenang,
menunjukkan adanya potensi besar Kota Bandung untuk menarik minat para wistawan dari berbagai
tempat maupun para pelaku bisnis dalam berbagai industri. Pertumbuhan jumlah wisatawan ke Kota
Bandung meningkat hingga 8,9 % pada tahun 2018. Hal ini menunjukkan kebutuhan wisatawan untuk
hotel akan semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah wisatawan ke Kota Bandung, tetapi hal
tersebut tidak diimbangi oleh ketersediaan jumlah kamar hotel yang tersedia di Kota Bandung.
Kekurangan jumlah hotel ini menjadi salah satu faktor untuk membangun sebuah hotel untuk
mengakomodasi wisatawan yang datang ke Kota Bandung.
Hotel merupakan salah satu bentuk akomodasi yang disediakan secara khusus, dimana setiap orang
dapat menginap, makan, serta memperoleh pelayanan dan fasilitas lainnya dengan pembayaran dan
telah memenuhi persyaratan sebagai hotel berbintang [2].
Perancangan hotel ini mengangkat tema dengan konsep smart facade yang berkesinambungan antara
lokasi tapak yang memiliki kondisi cuaca dan iklim tertentu dengan karakter dan aktivitas pengguna
maupun masyarakat di sekitarnya. Bangunan dengan konsep smart facade yang memiliki sistem
pengendalian otomatis, akan berpengaruh pada pengurangan konsumsi energi serta pengurangan
pengeluaran operasional pengelola maupun pengguna bangunan [3]. Melalui desain bentuk dan fasad
yang menyesuaikan iklim dan cuaca setempat, perancangan hotel resor bintang 4 ini ditekankan pada
kebutuhan dan aktifitas serta kenyamanan yang optimal serta diwujudkan dalam penggunaan ruang-
ruang yang ada dan mengolah sirkulasi yang efektif dan efisien. Dengan adanya hotel resor bintang 4
ini diharapkan mampu menambah lama tinggal wisatawan di Bandung khususnya di Lembang dan
diimbangi dengan pemberdayaan panorama alam serta obyek wisata yang berada di sekitarnya.
Vertical blinds shutter yang digunakan terbuat dari material ACP karena mudah dibersihkan, tahan
korosi, dan mudah pemasangannya. Fasad kinetik yang diterapkan sepeti vertical blinds shutter
menggunakan prinsip desain seperti engsel untuk jendela dan pintu. Jarak antara panel 60 cm (lihat
Gambar 4.) sehingga akan menciptakan efek bayangan di belakangnya. Efek bayangan tersebut
membuat suhu ruang di dalamnya menjadi tidak panas. Selain itu, jarak tersebut membuat cahaya
matahari tetap dapat masuk ke dalam ruang tanpa menimbulkan silau yang berlebih.
3. HASIL RANCANGAN
Konsep zoning tapak berkaitan dengan massa bangunan yaitu penempatan massa bangunan yang
membutuhkan ketenangan diletakkan jauh dari sumber kebisingan sehingga Gedung B dan C (kamar
tamu) yang bersifat privat diletakkan pada sisi Timur tapak dimana tingkat kebisingannya rendah.
Sedangkan Gedung A (bangunan penerima) dan Gedung D (function room) diletakkan pada sisi Barat
tapak karena area tersebut memiliki tingkat kebisingan yang cukup tinggi sehingga cocok untuk area
yang bersifat publik. Gedung E1 (restoran dan BOH) dan Gedung E2 (bangunan utilitas) diletakkan di
sisi Utara tapak karena area tersebut memiliki tingkat kebisingan sedang dan tidak dapat dilihat tamu
sehingga cocok untuk area servis.
Konsep zoning tapak berkaitan dengan sirkulasi dalam tapak yaitu sirkulasi kendaraan tamu hotel dan
servis dibuat terpisah sehingga tidak mengganggu aktivitas satu sama lain. Sirkulasi dalam tapak
terbentuk karena penempatan massa dan arah orientasi bangunan. Jalur sirkulasi dalam tapak dibuat
untuk menghubungkan antarmassa bangunan dan sebagai aksesibilitas pengguna maupun kendaraan
dalam tapak.
Orientasi Gedung A (bangunan penerima) menghadap ke arah Barat. Hal tersebut karena posisi jalan
utama yaitu Jl. Sersan Sodik berada di sebelah Barat sehingga tampak bangunan hotel akan terlihat
dari jalan tersebut. Orientasi Gedung B dan C (kamar tamu) menghadap ke arah Timur tapak untuk
mendapatkan view ke arah kolam renang dan lembah. Gedung B diolah membentuk ½ lingkaran agar
semua kamar tamu mendapatkan view ke arah lembah. Gedung Gedung C (kamar tamu) diolah
membentuk huruf L sehingga dapat menutupi area kolam renang yang bersifat privat. Bangunan
penunjang yaitu Gedung D (function room) diletakkan pada bagian depan tapak (sisi Barat) agar
mudah diakses oleh tamu yang datang sehingga tidak menganggu aktivitas di kamar tamu. Bangunan
penunjang lainnya yaitu Gedung E1 dan E2 diletakkan pada sisi Utara tapak. Hal tersebut untuk
memudahkan akses servis dengan bagian BOH dan tidak terlihat oleh tamu hotel.
Berikut adalah pembagian zoning dalam bangunan di lantai 2 dan 3 (lihat Gambar 11.). Zoning untuk
area karyawan dan tamu dibuat terpisah agar tidak menganggu kenyamanan pada kamar hotel. Lantai
2 dan 3 hotel pada area tamu, terdiri dari kamar tamu, area servis seperti room boy dan ruang panel.
Batu koral dan kisi-kisi kayu Bengkirai memberikan kesan natural pada fasad. Pemilihan kisi-kisi
menggunakan kayu tersebut karena tahan terhadap iklim dan cuaca sehingga cocok digunakan pada
2. Gedung B dan C
Gambar 14. menunjukkan arah pembayangan matahari pada hari Sabtu tanggal 20 Juli 2019 pukul
14.00 dengan posisi lokasi di 6°50'23.8" S dan 107°35'54.0" E. Fasad Gedung B dan C (kamar tamu)
menggunakan material dinding precast berwarna putih, kaca T-sunlux C5-108 #2, dan fasad kinetik.
Fasad bangunan juga didominasi dengan dinding yang dilapisi batu koral. Batu koral tersebut
digunakan untuk menambah kesan hotel resor yang natural dan menyatu dengan alam.
Fasad kinetik yang digunakan terbuat dari panel ACP berwarna seperti kayu dan berukuran 320 cm x
240 cm dengan ketebalan 5 cm dipasang pada sisi Barat bangunan karena radiasi panas matahari dari
arah tersebut menimbulkan panas dalam ruang. Pemilihan ACP sebagai material karena memiliki
beban yang ringan, kuat, dan dapat dibuat dalam berbagai bentuk. Jenis ACP yang digunakan untuk
eksterior bangunan yaitu PVDF (Poly Vinyl De Flouride). Fasad kinetik ini dapat digerakkan secara
otomatis dengan sistem yang dapat mengatur intensitas radiasi panas matahari masuk ke dalam
bangunan sehingga suhu dalam ruangan tetap stabil.
Lubang-lubang tersebut (lihat Gambar 15.) jika terpapar sinar matahari akan menciptakan efek
bayangan di belakangnya. Efek bayangan ini membuat suhu ruang di dalamnya menjadi tidak panas.
Penempatan fasad kinetik ini menempel pada dinding luar. Jarak pemasangan fasad kinetik sebagai
secondary skin yaitu 60 cm dari dinding terluar. Jarak ini diperlukan untuk memudahkan daun jendela
dapat dibuka dan ditutup, termasuk untuk perawatan fasad kinetik. Selain itu, jarak tersebut berfungsi
untuk mengalirkan udara panas. Panel tersebut menggunakan struktur rangka besi hollow berukuran
30 mm x 30 mm dengan ketebalan 1,4 mm. Rangka tersebut menempel pada dinding luar bangunan
sehingga bebannya cukup ringan dan tidak memerlukan struktur yang berat seperti menggunakan
material beton. Rangka tersebut dipasang dengan menggunakan dynabolt.
Setelah pemasangan rangka selesai kemudian dipasang motor penggerak yang dimasukkan ke dalam
suatu kotak serta menempel pada dinding dan diletakkan pada masing-masing lantai bangunan (lihat
Gambar 16.). Metode pergerakan panel yang akan diterapkan menggunakan prinsip dengan
mekanisme buka tutup seperti engsel pada jendela. Pengoperasian panel otomatis digerakkan oleh
Centralized Motorized System. Centralized Motorized System menggunakan data analisis simulasi
lingkungan (solar radiation) yang dilengkapi mikrokontroler, driver, dan motor penggerak [3]. Motor
yang digunakan hanya 1 pada setiap lantainya dengan 1 driver yang diletakkan pada lantai paling atas,
dengan begitu dapat lebih menghemat penggunaan listrik. Pengaturan ini dilakukan oleh
mikrokontroler.
Fasad kinetik berfungsi sebagai secondary skin yang dapat meminimalkan radiasi panas matahari yang
datang tidak langsung mengenai dinding, tetapi mengenai fasad kinetik tersebut sehingga
menimbulkan efek pembayangan. Efek pembayangan tersebut mampu mengurangi panas sehingga
suhu dalam ruangan tetap stabil. Selain itu, melalui lubang-lubang pada panel fasad kinetik cahaya
matahari tetap dapat masuk ke dalam ruang tanpa menimbulkan silau (glare) dalam ruang.
Jenis kaca yang digunakan adalah T-Sunlux C5-108 #2 Clear berukuran 3.210 mm x 2.134 mm
dengan ketebalan 8 mm. T-Sunlux adalah jenis kaca yang dilapisi solar control dengan kinerja tinggi
sehingga dapat meminimalisir radiasi panas matahari yang masuk ke dalam bangunan. Selain itu, kaca
ini memiliki nilai Shading Coefficient (SC) sebesar 0,22 dan Solar Heat Gain Coefficient (SHGC)
tidak lebih dari 0,4. Selain itu, kaca T-Sunlux dapat memberikan privasi tamu hotel dimana bagian
dalam ruangan tidak akan terlihat dari luar pada jarak tertentu sedangkan dari dalam ruangan tetap
dapat menikmati panorama alam di luar.
Gambar 17. sampai Gambar 19. menunjukkan arah pembayangan matahari pada hari Sabtu tanggal
20 Juli 2019 pukul 10.00 dengan posisi lokasi di 6°50'23.8" S dan 107°35'54.0" E. Fasad Gedung B
dan C yang menghadap ke arah kolam renang maupun lembah memiliki balkon dengan railing yang
terbuat dari kaca tempered dengan ketebalan 12 mm. Pada bagian atas balkon terdapat kisi-kisi kayu
yang disusun secara horizontal (lihat Gambar 19.). Kisi-kisi tersebut dibuat dari material kayu
Bengkirai sebagai secondary skin bangunan sehingga menimbulkan efek bayangan dan tidak
menimbulkan silau dalam kamar.
3. Gedung D
Gedung D berfungsi sebagai area function room hotel. Gambar 20. menunjukkan arah pembayangan
matahari pada hari Sabtu tanggal 20 Juli 2019 pukul 10.00 dengan posisi lokasi di 6°50'23.8" S dan
107°35'54.0" E. Fasad Gedung D (lihat Gambar 20. kiri) menerapkan perpaduan antara material kaca,
kayu Bengkirai, dan kisi-kisi ACP berwarna merah dan hitam disusun secara horizontal. Fasad
didominasi dinding transparan menggunakan kaca T-Sunlux C5-108 #2 Clear berukuran 3.210 mm x
2.134 mm dengan ketebalan 8 mm. T-Sunlux adalah jenis kaca yang dilapisi solar control dengan
kinerja tinggi sehingga dapat meminimalisir radiasi panas matahari yang masuk ke dalam bangunan.
Kisi-kisi tersebut memiliki panjang 160 cm dan lebar 10 cm terbuat dari ACP karena material tersebut
tahan lama serta mudah pemasangan dan perawatannya. Kayu Bengkirai dengan panjang 300 cm dan
lebar 30 cm dipasang secara vertikal menyerupai kolom-kolom dengan jarak 1,6 m untuk memberi
kesan natural pada bangunan. Pemilihan material menggunakan kayu tersebut karena tahan terhadap
iklim dan cuaca sehingga cocok digunakan pada eksterior bangunan.
Gambar 20. Tampak Selatan (Kiri) dan Tampak Timur (Kanan) Gedung D (Function Room)
Fasad Gedung D pada sisi Timur (lihat Gambar 20. kanan) merupakan tampak depan bangunan ini.
Fasad pada sisi tersebut menggunakan material yang sama seperti pada fasad di sisi Selatan tetapi
tidak menggunakan kisi-kisi. Fasad pada sisi Timur ini efek pembayangannya sudah baik sehingga
tidak diperlukan kisi-kisi sebagai secondary skin. Fasad didominasi dengan dinding masif yang terbuat
dari precast. Pemilihan material tersebut karena pemasangannya yang mudah, kokoh, dan lebih
efisien. Selain itu, terdapat signage nama function room yaitu The Ayodya terbuat dari ACP dan
dinding belakangnya dilapisi dengan batu koral untuk menambah estetika dan kesan natural pada
bangunan.
4. Gedung E1
Gedung E1 berfungsi sebagai area restoran, bar, dan BOH hotel. Gambar 21. menunjukkan arah
pembayangan matahari pada hari Sabtu tanggal 20 Juli 2019 pukul 10.00 dengan posisi lokasi di
6°50'23.8" S dan 107°35'54.0" E. Fasad pada Gedung E1 didominasi dinding masif berwarna putih.
4. SIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perancangan The Hills Resort Hotel Lembang
menerapkan konsep desain fasad yang dapat menyesuaikan iklim dan cuaca setempat (smart facade).
Konsep smart facade memiliki sistem pengendalian otomatis sehingga akan berpengaruh pada
pengurangan konsumsi energi serta biaya operasional pengelola maupun pengguna bangunan. Dalam
merancang bangunan dengan menggunakan pendekatan ini, langkah pertama yang dilakukan adalah
dengan memahami kebutuhan pengguna yang menjalankan aktivitasnya dalam bangunan. Pembagian
zoning yang baik dan teratur menjadi kunci penting dalam merancang The Hills Resort Lembang.
Selain itu, bentuk massa yang dihasilkan dipengaruhi oleh keadaan tapak yang berkontur dan hal ini
akan berpengaruh pada ekspresi arsitektur yang akan tampak dari bangunan tersebut. Dengan desain
fasad yang dapat menyesuaikan iklim dan cuaca setempat diharapkan bangunan akan memberi
dampak baik pada pengguna bangunan maupun lingkungan di sekitarnya.
Dalam proses penyusunan laporan ini, penulis telah mendapatkan banyak bantuan dan bimbingan
sehingga dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini dengan baik. Oleh karena itu penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada BMKG Bandung serta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Bandung yang telah memberikan data-data kepada penulis dalam menyelesaikan laporan tugas akhir
ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Badan Pusat Statistik Provinsi Jabar; (2016); “Statistik Hotel dan Akomodasi Lainnya”; Bandung:
BPS Provinsi Jawa Barat
[2] Moloney, Jules; (2011); “Designing Kinetics for Architectural Facades”; New York: State Change
[3] Utama Firza, Sjarifudin; (2012); “Studi Mekanisme Kinetik dengan Parametrik Camshaft pada
Selubung Bangunan Adaptif”; dalam Jurnal Binus; Volume 3 No. 2