PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan diatas, maka rumusan
masalah dalam makalah ini adalah;
1. Bagaimanakah perjuangan bangsa Indonesia melalui organisasi islam
Majelis Islam A’la Indonesia dalam melawan penjajah?
1
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Khusus;
untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh guru mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) sebagai syarat untuk memperoleh Nilai pada
mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.
2. Tujuan Umum;
Untuk mengetahui perjuangan bangsa Indonesia melalui organisasi
islam MIAI.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diharapkan penulis dengan adanya makalah ini
adalah :
1. Untuk Siswa, agar dapat meningkatkan kreatifitas dalam menuliskan
makalah ilmiah.
2. Untuk Guru agar dapat membina siswa lebih lanjut dalam proses
penulisan makalah ilmiah.
3. Untuk Masyarakat khususnya sebagai informasi mengenai bagaimana
sejarah perjuangan masyarakat Indonesia demi mencapai
kemerdekaan yang telah dinikmati hingga sekarang.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
MIAI hanya diberi tugas untuk menyelenggarakan peringatan hari-hari
besar Islam dan pembentukan Baitul Mal (Badan Amal).
Ketika MIAI menjelma menjadi sebuah organisasi yang besar maka
para tokohnya mulai mendapat pengawasan, begitu pula tokoh MIAI yang
ada di desa-desa. Lama kelamaan Jepang berpikir bahwa MIAI tidak
menguntungkan Jepang, sehingga pada bulan Oktober 1943 MIAI
dibubarkan, lalu diganti dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia
(Masyumi) dan dipimpin oleh K.H Hasyim Asy’ari, K.H Mas Mansyur, K.H
Farid Ma’ruf, K.H. Hasyim, Karto Sudarmo, K.H Nachrowi, dan Zainul Arifin
sejak November 1943.
Jika dilihat lebih saksama, secara politis pendudukan Jepang telah
mengubah beberapa hal, di antaranya sebagai berikut.
a) Berubahnya pola perjuangan para pemimpin Indonesia, yaitu dari
perjuangan radikal menuju perjuangan kooperatif (kerja sama). Hal
ini dimanfaatkan oleh para pemimpin Indonesia untuk membina
mental rakyat. Misalnya melalui keterlibatan rakyat dalam Putera
dan Jawa Hokokai.
b) Berubahnya struktur birokrasi, yaitu dengan membagi wilayah ke
dalam wilayah pemerintah militer pendudukan. Misalnya,
diperkenalkannya sistem tonarigumi (rukun tetangga) di desa-desa.
Lalu beberapa gabungan tonarigumi ini dikelompokkan ke dalam ku
(desa atau bagian kota). Akibat ini semua, desa menjadi lebih
terbuka dan banyak juga dari orang Indonesia yang menduduki
jabatan birokrasi tinggi di pemerintahan, suatu hal yang tidak terjadi
pada masa pemerintahan Belanda.
4
putusannya harus dipegang teguh oleh perhimpunan yang menjadi
anggotanya (Deliar Noer,1985 : 262).
Perjalanan sejarah dan kegiatan organisasi ini dapat dilihat dalam dua
periode waktu, yaitu masa Kolonial Belanda dan awal pendudukan Jepang.
5
membantu melawan Sekutu. Oleh karena itu, sebuah organisasi Islam MIAI
yang cukup berpengaruhyang dibekukan oleh pemerintah kolonial
Belanda, mulai dihidupkan kembali oleh pemerintah pendudukan
Jepang.Tepat pada tanggal 4 September 1942 MIAI diizinkan aktif kembali.
Dengan demikian diharapkan MIAI segera dapat digerakkan sehingga umat
Islam di Indonesia dapat dimobilisasi untuk keperluan perang.
Dengan diaktifkannya kembali MIAI, maka MIAI menjadi organisasi
pergerakan yang cukup penting di zaman pendudukan Jepang.MIAI
menjadi tempat bersilaturakhim, menjadi wadah tempat berdialog, dan
bermusyawarah untuk membahas berbagai hal yang menyangkut
kehidupan umat, dan tentu saja bersinggungan dengan perjuangan. MIAI
senantiasa menjadi organisasi pergerakan yang cukup diperhitungkan
dalam perjuangan membangun kesatuan dan kesejahteraan umat.
Semboyan yang terkenal adalah “berpegang teguhlah kamu sekalian pada
tali Allah dan janganlah berpecah belah”. Dengan demikian pada masa
pendudukan Jepang, MIAI berkembang baik.Kantor pusatnya semula di
Surabaya kemudian pindah ke Jakarta. Adapun tugas dan tujuan MIAI
waktu itu adalah:
1. Menempatkan umat Islam pada kedudukan yang layak dalam
masyarakat Indonesia.
2. Mengharmoniskan Islam dengan tuntutan perkembangan zaman.
3. Ikut membantu Jepang dalam Perang AsiaTimur Raya
Untuk merealisasikan tujuan dan melaksanakan tugas itu, MIAI
membuat program yang lebih menitikberatkan pada program-program
yang bersifat sosio-religius.Secara khusus program-program itu akan
diwujudkan melalui rencana:
1. pembangunan masjid Agung di Jakarta,
2. mendirikan universitas,
6
3. membentuk baitulmal.
Dari ketiga program ini yang mendapatkan lampu hijau dari Jepang
hanya program yang ketiga MIAI terus mengembangkan diri di tengah-
tengah ketidakcocokan dengan kebijakan dasar Jepang. MIAI menjadi
tempat pertukaranpikiran dan pembangunan kesadaran umat agar tidak
terjebak pada perangkap kebijakan Jepang yang semata-mata untuk
memenangkan perang Asia Timur Raya. Pada bulan Mei 1943, MIAI
berhasil membentuk Majelis Pemuda yang diketuai oleh Ir. Sofwan dan
juga membentuk Majelis Keputrian yang dipimpin oleh Siti Nurjanah.
Bahkan dalam mengembangkan aktivitasnya, MIAI juga menerbitkan
majalah yang disebut “Suara MIAI”. Keberhasilan program baitulmal,
semakin memperluas jangkauan perkembangan MIAI. Dana yang
terkumpul dari program tersebut semata-mata untuk mengembangkan
organisasi dan perjuangan di jalan Allah, bukan untuk membantu Jepang.
Arah perkembangan MIAI ini mulai dipahami oleh Jepang. MIAI tidak
memberi konstribusi terhadap Jepang. Hal tersebut tidak sesuai dengan
harapan Jepang sehingga pada November 1943 MIAI dibubarkan. Sebagai
penggantinya, Jepang membentuk Masyumi (Majelis Syura Muslimin
Indonesia). Harapan dari pembentukan majelis ini adalah agar Jepang
dapat mengumpulkan dana dan dapat menggerakkan umat Islam untuk
menopang kegiatan perang Asia Timur Raya.
Ketua majelis ini adalah Hasyim Asy’ari dan wakil ketuanya dijabat
oleh Mas Mansur dan Wahid Hasyim. Orang yang diangkat menjadi
penasihat dalam majelis ini adalah Ki Bagus Hadikusumo dan Abdul
Wahab. Masyumi sebagai induk organisasi Islam, anggotanya sebagian
besar dari para ulama. Dengan kata lain, para ulama dilibatkan dalam
kegiatan pergerakan politik.
7
Masyumi cepat berkembang, di setiap karesidenan ada cabang
Masyumi. Oleh karena itu, Masyumi berhasil meningkatkan hasil bumi dan
pengumpulan dana. Dalam perkembangannya, tampil tokoh-tokoh muda
di dalam Masyumi antara lain Moh. Natsir, Harsono Cokroaminoto, dan
Prawoto Mangunsasmito. Perkembangan ini telah membawa Masyumi
semakin maju dan warna politiknya semakin jelas. Masyumi berkembang
menjadi wadah untuk bertukar pikiran antara tokoh-tokoh Islam dan
sekaligus menjaditempat penampungan keluh kesah rakyat. Masyumi
menjadi organisasi massa yang pro rakyat, sehingga menentang keras
adanya romusa. Masyumi menolak perintah Jepang dalam
pembentukannya sebagai penggerak romusa. Dengan demikian Masyumi
telah menjadi organisasi pejuang yang membela rakyat.
Sikap tegas dan berani di kalangan tokoh-tokoh Islam itu akhirnya di
hargai Jepang. Sebagai contoh, pada suatu pertemuan di Bandung, ketika
pembesar Jepang memasuki ruangan, kemudian diadakan acara seikerei
(sikap menghormati Tenno Heika dengan membungkukkan badan sampai
90 derajat ke arah Tokyo) ternyata ada tokoh yang tidak mau melakukan
seikerei, yakni Abdul Karim Amrullah (ayah Hamka). Akibat nya, muncul
ketegangan dalam acara itu. Namun, setelah tokoh Islam itu menyatakan
bahwa seikerei bertentangan dengan Islam, sebab sikapnya seperti orang
Islam rukuk waktu sholat. Menurut orang Islam rukuk hanya semata-mata
kepada Tuhan dan menghadap ke kiblat. Dari alasan itu, akhirnya orang-
orang Islam diberi kebebasan untuk tidak melakukan seikere.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Majelis A'la Indonesia (MIAI) merupakan wujud gagasan persatuan
dan kesatuan bangsa yang tumbuh dari kalangan Islam dengan maksud
untuk mengatasi berbagai kendala dalam mewujudkan persatuasn dan
kesatuan bangsa. MIAI , yang merupakan peleburan dari berbagai
organisasi Islam yang ada di Indonesia ini, di bentuk pada tanggal 25
september 1937 di Surabaya . Pencetus di bentuknya MIAI ialah K.H Mas
Mansyur dari Muhammadiyah , dibantu oleh K.H Ahmad Dahlan dari
Muhammadiyah dan IK.H Abdul Wahab dari NU. Tujuan dibentuknya MIAI
ialah untuk mempererat hubungan antara perhimpunan-perhimpunan
Islam Indonesia dan kaum Islam di luar indonesia serta mempersatukan
suara-suara untuk membela Islam.
MIAI pada awalnya merupakan organisasi yang tidak berjuang dalam
bidang politik. Dalam upaya mewujudkan tujuannya, MIAI
menyelenggarakan beberapa kali kongres. Salah satu kongres yang
terpenting ialah kongres ke-12 pada bulan Mei 1939 di Solo, yang
melahirkan keputusan-keputusan sebagai berikut :
a) Propaganda ke daerah-daerah diserahkan kepada Muhammadiyah dan
Nahdatul Ulama (NU).
b) Jong Islamiten Bond tetap diwajibkan berhubungan dengan organisasi
Islam lainnya guna membentuk satu badan persatuan bersama.
c) Pembentukan sekretariat MIAI.
d) Pembentukan Departemen Urusan Luar Negeri.
Pada masa pendudukan Jepang, MIAI merupakan satu-satunya
organisasi yang boleh berdiri. MIAI memanfaatkan kondisi ini untuk lebih
mengembangkan organisasi keagamaan yang ada. Tetapi setelah jepang
9
mencurugai bahwa MIAI dimanfaatkan untuk perjuangan bangsa
Indonesia, akhirnya MIAI dibubarkan seperti halnya organisai-organisaai
lainnya. Sebagai gantinya, Jepang membentuk Majelis Syuro Musolim
Indonesia (masyumi).
10
DAFTAR PUSTAKA
http://ajiezaenulamry.blogspot.com/2015/02/makalah-tentang-
pergerakan-nasional. html
11
KATA PENGANTAR
Tim Penyusun,
DAFTAR ISI
ii
12
SAMPUL/HALAMAN JUDUL .........................................................................i
A. Kesimpulan ........................................................................................9
MAKALAH
iii IPS
13
“ PERJUANGAN MELALUI ORGANISASI ISLAM
MAJELIS ISLAM A’LA INDONESIA (MIAI) ”
DISUSUN OLEH:
1. WULANSARI BATURANTE
2. AMELIA
3. MUTMAINNA
4. YOEL T.K.
5. ANDI SAPUTRA
6. MUH. TAUFIK
7. ALFIN
14