Catatan:
telah dimuat sebagai salah satu bab dalam
buku yang diterbitkan oleh Yayasan Nabil
Oleh:
A. Dahana & Johanes Herlijanto
Cina pada 1950an adalah negara yang menutup diri dan terisolasi
dari pergaulan internasional. Namun, bahasa, kebudayaan, tulisannya
yang unik, ditambah dengan fakta bahwa ia adalah sebuah negara
komunis, telah menjadikannya sebuah obyek menarik untuk dipelajari.
Studi Cina menjadi alat untuk mengetahui perkembangan politik di
daratan Cina dan untuk mengerti tentang tingkah-lakunya di pentas
dunia. Para ahli Cina diperlukan dalam pemerintahan sebagai analis
untuk mengerti perkembangan di daratan Cina. Tenaga mereka
dibutuhkan antara lain sebagai konsultan dalam menyusun kebijakan
terhadap Cina. Dengan demikian, pengetahuan tentang "masalah Cina"
pada kurun waktu 1950an dan 1960an, di samping untuk memenuhi
kebutuhan praktis dalam penyusunan kebijakan luar negeri dan
11
jurnal baru dengan nama The Far Eastern Quarterly yang dikeluarkan
The Committee on Far Eastern Studies. Pada tahun 1950an jurnal yang
disebut belakangan itu berganti nama menjadi Journal of Asian Studies.
Penerbitan itu merupakan jurnal ilmiah paling terkemuka di Amerika
untuk studi Asia, termasuk Cina.
hal yang berbau Cina serta segala kebijakan lain yang sekarang
dianggap diskriminatif terhadap golongan Tionghoa. Selanjutnya,
dengan adanya penataan kembali organisasi Fakultas Sastra (kini
namanya Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya) Universitas Indonesia
pada 1984, namanya berubah lagi menjadi Program Studi Cina, yang
bernaung di bawah Jurusan Asia Timur.
Romanisasi yang lebih efektif dan sederhana itu. Pada 1960 Ibu Soan,
Ibu Ertie, dan Ibu Swan—demikianlah para mahasiswa memanggil
mereka—baru saja kembali dari Beijing setelah satu atau dua tahun
mempelajari metode pengajaran Bahasa Mandarin di Universitas
Beijing. Dengan demikian mahasiswa Jurusan Sastra Tionghoa FSUI
Angkatan 1960 adalah salah satu kelompok dari angkatan pertama
orang-orang di luar Cina yang belajar Bahasa Mandarin dengan sistem
pinyin.
Baik Ibu Soan maupun Ibu Ertie adalah pengajar bahasa yang
handal. Di samping itu mereka juga memiliki pengetahuan yang luas
tentang Sinologi. Pada tahun 1970an, Ibu Soan pernah melanjutkan
studinya di University of California at Berkeley. Di samping mengajar
Bahasa Cina Modern, beliau juga mengajarkan Bahasa Cina Klasik.
Para mahasiswa yang belajar di jurusan Sinologi antara tahun 1960an
hingga 1990an mengenal dasar-dasar Bahasa Cina Klasik setelah
mengikuti kuliah beliau. Selain itu, Ibu Soan juga mengajar sejarah Kuno
Cina, serta memberi kuliah dalam bidang Capita Selecta Studi Cina.
Ibu Ertie juga pernah studi di Harvard University untuk
memperdalam Ilmu Linguistik di bawah bimbingan ahli pengajaran
bahasa Mandarin terkenal, Prof. Chao Yuan Ren. Di samping ketiga
wanita itu ada juga Drs. Sie Ing Djiang, seorang linguis yang handal dan
pengajar teori dan praktek terjemahan Bahasa Tionghoa yang serius
dan memperkenalkan sistem terjemahan Bahasa Tionghoa-Bahasa
Indonesia yang sangat menarik. Ia bukan saja merupakan lulusan awal
Institut Sinologi Universitas Indonesia, namun juga pernah melanjutkan
studi di Amerika. Setelah 1966 beliau mengajar di Singapura dan
meninggal di sana.
Dra. Siek Bing Yam memperkenalkan pengajaran Sejarah
Tiongkok. Ia seorang pengajar yang menyampaikan informasi mengenai
22
Penutup
Tentu saja hal di atas, kalau itu terjadi, sangat tidak kita harapkan.
Referensi:
Coppel, Charles A
1983 Indonesian Chinese in Crisis. Kuala Lumpur: Oxford
University Press.
Dahana A
2012 Tjan Tjoe Som. Dalam Leo Suryadinata (ed.): Southeast
Asian Personalities of Chinese Descent: A Biographical
Dictionary. Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS).
Singapore.
Kwartanada Didi
2013 The Tiong Hoa Hwee Kuan School, A Transborder Project of
Modernity in Batavia, C 1900s. Dalam Chinese Indonesians
Reassessed, History, Religion, and Belonging. Siew-min Sai
and Chang Yao Hoon, eds, Oxon: Routledge.
Li Chuan Siu
1994 Dari Sinologi ke Indologi. Jakarta: Pustaka Antara
Liu Yu
29
Lohanda, Mona
202 Growing Pains, the Chinese and the Dutch in Colonial Java,
1890-1942. Jakarta: Cipta Loka
Mungello, D. E
2013 The Great Encounter of Cina and the West, 1500-1800.
Lanham: Rowman and Littlefield. 4th ed.
Reid, Anthony
2010 Imperial Alchemy, Nationalis and Political Identity in Southeast
Asia. Cambridge: Cambridge University Press.
Ross, Denison. E
1994 (1931) Introduction. Dalam The Travels of Marco Polo. L. F.
Benedetto. Terj, Aldo Ricci. New Deli: AES. Pp. vii-xvii.
Williams, Lea
1960 Overseas Chinese Nationalism: The Genesis of the Pan-
Cina Movement in Batavia, C. 1900. Free Press.
Penulis:
A. Dahana, PhD:
Kini menjabat sebagai Guru Besar Studi Cina, Universitas Bina
Nusantara, dan Peneliti pada Lembaga Kerjasama Ekonomi, Sosial dan
Budaya Indonesia-Cina (LIC); mantan Guru Besar Sinologi, Universitas
Indonesia. Gelar Sarjana dalam Sinologi didapatnya dari Universitas
Indonesia (1970), MA dalam Kesusastraan Cina dari Cornell University
(1979), sedangkan gelar PhD dalam Chinese Contemporary History
diperoleh dari University of Hawaii at Manoa (1986).