Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN

PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIS


Dosen Pengampu: Ns. Casman, M.Kep., Sp.Kep.an
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Disusun oleh:

Anna Suyuti (191136)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RS HUSADA


JAKARTA
TAHUN AJARAN 2020/2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.........................................................................................................................................2
LAPORAN DEMAM BERDARAH DANGUE (DBD)......................................................................3
1.1 Definisi Demam Berdarah Dangue (DBD)..........................................................................3
2.1 Etiologi Demam Berdarah Dangue (DBD)..........................................................................3
3.1 Patofisiologi...........................................................................................................................4
PATHWAY DEMAM BERDARAH DANGUE.............................................................................5
4.1 Manifestasi Klinis.................................................................................................................5
5.1 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................................6
6.1 Penatalaksanaan...................................................................................................................7
7.1 Asuhan Keperawatan...........................................................................................................8
A. Pengkajian.............................................................................................................................8
B. Diagnosa..............................................................................................................................10
C. Intervensi.............................................................................................................................10
D. Implementasi.......................................................................................................................14
E. Evaluasi...............................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................15
LAPORAN DEMAM BERDARAH DANGUE (DBD)

1.1 Definisi Demam Berdarah Dangue (DBD)


Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue. Virus dengue ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes betina,
terutama Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Kemenkes RI, 2015). Penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) atau lebih dikenal dengan Dengue Hemorraghic Fever
(DHF) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yang sangat menular dengan
vektor nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini banyak menimbulkan kematian di daerah
tropis dan subtropics serta merupakan ancaman kesehatan bagi dunia karena lebih dari
100 negara terjangkit penyakit ini (Ranjit dalam Marni, 2016). Penyakit Dengue
adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (arthopodborn virus) da ditularkan
melalui gigitan nyamuk aedes (Aedes albopictus dan Aedes aegypti) (Ngastiyah,
2014).
Incidence Rate (IR) DBD per 100.000 penduduk di Indonesia sejak tahun 2011
hingga 2013 terus mengalami peningkatan, akan tetapi terjadi penurunan pada tahun
2014. Jumlah kabupaten/kota di Indonesia yang terjangkit DBD terus mengalami
peningkatan. Tahun 2013 jumlah kabupaten/kota di Indonesia yang terjangkit DBD
sebanyak 412 kabupaten/kota dan meningkat menjadi 433 kabupaten/kota pada tahun
2014 (Kemenkes RI, 2015). IR DBD per 100.000 penduduk di Provinsi Jawa Timur
tahun 2013 sebesar 39,14 dan menurun pada tahun 2014 menjadi 24,07 (Kemenkes RI,
2015). Kasus DBD tertinggi di Jawa Timur pada tahun 2012 adalah di Surabaya
sebesar 1.091 kasus (Dinkes Jatim, 2013).

2.1 Etiologi Demam Berdarah Dangue (DBD)


Penyakit DBD disebabkan oleh virus family Flaviviridae, genus Flavivirus
yang mempunyai 4 serotipe yaitu den 1, den 2, den 3, dan den 4. Virus ini ditularkan
ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang tersebar
luas di seluruh Indonesia. Perjalanan penyakit dengue sulit diramalkan, manifestasi
klinis bervariasi mulai dari asimtomatik, simtomatik (demam dengue, DBD), DBD
dapat tanpa syok atau disertai syok (SSD). Pasien yang pada waktu masuk rumah sakit
dalam keadaan baik sewaktu-waktu dapat jatuh ke dalam keadaan syok (SSD), oleh
karena itu kecepatan menentukan diagnosis, monitor, dan pengawasan yang ketat
menjadi kunci keberhasilan penanganan DBD.
Penyebab penyakit DBD adalah virus dengue. Virus dengue ini terutama
ditularkan melaui vektor nyamuk Aesdes aegypti. Jenis nyamuk ini terdapat hampir
diseluruh Indonesia kecuali ketinggian lebih dari 1000 m diatas permukaan laut. Di
Indonesia, virus tersebut sampai sampai saat ini telah diisolasi menjadi 4 serotipe
virus dengue yang termasuk dalam grup B dari arthropedi borne viruses (Arboviruses),
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. DEN-3 merupakan penyebab terbanyak di
Indonesia. Infeksi salah satu serotipe menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap
serotipe bersangkutan, tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain (Nursalam
dkk.;Hikmatul, 2017).

3.1 Patofisiologi
Menurut Marni (2016), Virus dengue masuk ke dalam tubuh lalu beredar
dalam aliran darah dan menginfeksi yang disebut viremia. Hal tersebut menyebabkan
pengaktifan komplemen sehingga terjadi komplek imun Antibodi – virus. Pengaktifan
tersebut akan membentuk dan melepaskan zat (C3a, C5a), yang akan merangsang
PGE2 (prostaglandin yang berfungsi layaknya senyawa sinyal tetapi hanya bekerja di
dalam sel yang bersifat sintesis) di Hipotalamus sehingga terjadi termoregulasi instabil
yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga terjadi
hipovolemia. Hipovolemia juga dapat disebabkan peningkatkan permeabilitas dinding
pembuluh darah menyebabkan kebocoran plasma yang akhirnya tejadi perlemahan
sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi hipoxia
jaringan. Adanya komplek imun antibodi – virus juga menimbulkan agregasi
trombosit sehingga terjadi trombositopeni. Trombositopenia yaitu trombosit kurang
dari 100.000/ml. Ketiga hal tersebut menyebabkan perdarahan berlebihan yang jika
berlanjut terjadi syok dan jika syok tidak teratasi terjadi hipoksia jaringan dan
akhirnya terjadi asidosis metabolic.
PATHWAY DEMAM BERDARAH DANGUE

4.1 Manifestasi Klinis


Penyakit DBD ditandai oleh demam mendadak tanpa sebab yang jelas disertai
gejala lain seperti lemah, nafsu makan berkurang, muntah, nyeri pada anggota badan,
punggung, sendi, kepala dan perut. Gejala-gejala tersebut menyerupai influenza biasa.
Pada hari ke-2 dan ke-3 demam muncul bentuk perdarahan yang beraneka ragam
dimulai dari yang paling ringan berupa perdarahan dibawah kulit (petekia atau
ekimosis), perdarahan gusi, epistaksis, sampai perdarahan yang hebat berupa muntah
darah akibat perdarahan lambung, melena, dan juga hematuria massif (Ngastiyah,
2014).
Selain perdarahan juga terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam
telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda – tanda anak menjadi makin
lemah, ujung – ujung jari, telinga dan hidung teraba dingin, dan lembap. Denyut nadi
terasa cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau
kurang (Ngastiyah, 2014).
Gejala klinis untuk diagnosis DBD, sebagai berikut :
a. Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari tanpa sebab
jelas;
b. Manifestasi perdarahan, paling tidak terdapat uji torniket positif dan
adanya salah satu bentuk perdarahan yang lain misalnya petekia, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, melena atau hematemesis;
c. Pembesaran hati ( sudah dapat diraba sejak permulaan sakit);
d. Syok yang ditandai nadi lemah, cepat, disertai tekanan nadi yang menurun
( menjadi 20 mmHg atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistolik
menurun sampai 80 mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin
dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi
gelisah, timbul sianosis disekitar mulut.

5.1 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan untuk mendiagnosa bahwa pasien terinfeksi virus dangue tidak
hanya bisa dilihat dari tanda dan gejala secara fisik karena tanda dan gejala penyakit
sama dengan tanda penyakit pada umumnya maka dari itu kita memerlukan
pemeriksaan penunjang dari laboratorium untuk lebih memastikan keadaan yang
dialami oleh pasien. Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan darah lengkap
 Hemoglobin biasanya meningkat, apabila sudah terjadi perdarahan
yang banyak dan hebat Hb biasanya menurun (Nilai normal: Hb: 10-16
gr/dL)
 Hematokrit meningkat 20% karena darah mengental dan terjadi
kebocoran plasma (Nilai normal: 33- 38%)
 Trombosit biasa nya menurun akan mengakibat trombositopenia
kurang dari 100.000/ml (Nilai normal: 200.000-400.000/ml)
 Leukosit mengalami penurunan dibawah normal (Nilai normal: 9.000-
12.000/mm3)
2. Pemeriksaan kimia darah akan menunjukkan: hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia
3. Pemeriksaan analisa gas darah, biasanya diperiksa:
a. pH darah biasanya meningkat (Nilai normal: 7.35-7.45)
b. Dalam keadaan lanjut biasanya terjadi asidosis metabolik
mengakibatkan pCO2 menurun dari (nilai normal (35 – 40 mmHg)) dan
HCO3 rendah.
4. Pemeriksaan rontgen thorak : pada pemeriksaan rontgen thorak ditemukan
adanya cairan di rongga pleura yang meyebabkan terjadinya effusi pleura.
(Wijayaningsih, 2013).

6.1 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien DBD dilakukan berdasarkan perjalanan klinis penyakit
sesuai dengan urutan fase yang terjadi yaitu fase demam, kritis dan penyembuhan.
1) Fase demam
Pada fase demam, penurunan suhu dapat dilakukan dengan pemberian
antipiretik, paracetamol 10 mg/Kg BB/ hari jika demam >39oC setiap 4-6 jam.
Untuk pemberian nutrisi yang lebih disukai adalah makanan lunak disertai
konsumsi susu, jus buah dan air yang adekuat. Terapi simptomatis lain juga dapat
diberikan misalnya antikonvulsan untuk kejang demam. Perlu juga diperhatikan
pemberian cairan melalui injeksi intravena serta pengawasan tanda kegawatan
yang mengarah ke DSS diberitahukan kepada keluarga. Selanjutnya dilakukan
foolow up pasien setiap hari.
2) Fase Kritis
a. DBD derajat I dan II : pada hari 3 - 5 demam dianjurkan rawat inap.
Pemantauan tanda vital dilakukan setiap 1 - 2 jam selama fase kritis.
Pemeriksaan kadar hematokrit berkala setiap 4 - 6 jam. Selain itu perlu
dilakukan pencatatan tanda vital, hasil hemoglobin, hematokrit, intake output
dan pemeriksaan fisik. Selanjutnya pemberian cairan isotonik seperti Ringer
Laktat, Ringer Asetat dan sebagainya.
b. DBD derajat III dan IV : pemberian terapi oksigen pada pasien DSS.
Penggantian awal cairan IV dengan larutan kristaloid 20 ml/Kg BB dengan
tetesan secepatnya (bolus selama 10 menit). Resusitasi diganti dengan koloid
10-20 ml/kg BB selama 10 menit bila DSS belum teratasi. Setelah terjadi
perbaikan, maka resusitasi kembali menggunakan kristaloid. Pemeriksaan
laboratorium dilakukan pada pasien DBD dengan komplikasi, misalnya
analisis gas darah, fungsi hati, fungsi ginjal dan sebagainya.
3) Fase Pemulihan
Pada fase pemulihan dilakukan penghentian cairan intravena dan pasien
disarankan untuk beristirahat. Bila terjadi overload cairan maka diberikan diuretik
furosemid 1 mg/Kg BB/ dosis, setelah sebelumnya dilakukan pemasangan kateter
urin (Erika, 2012).

7.1 Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama, umur (pada DBD tersering menyerang anak dengan usia kurang
15 tahun), jenis kelamin, alamat, nama orang tua, pendidikan orang tua,
pekerjaan orang tua.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan yang menonjol pada pasien DBD untuk datang ke rumah sakit
adalah panas tinggi dan anak lemah.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil.
Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7, anak anak semakin
lemah. Kadang – kadang disertai dengan keluhan batuk, pilek, nyeri telan,
mual, muntah anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan
persendian, nyeri ulu hati dan pergerakkan bola mata terasa pegal, serta
adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau
hematemesis.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DBD, anak biasanya
mengalami serangan ulangan DBD dengan tipe virus yang lain.
4) Riwayat gizi Status gizi anak yang menderita DBD dapat bervariasi.
Semua anak dengan status gizi baik maupun buruk dapat beresiko,
apabila terdapat beberapa faktor predisposisinya. Anak yang menderita
DBD sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsumakan menurun.
Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi
yang mencukupi, maka akan dapat mengalami penurunan berat badan
sehingga status gizinya menjadi kurang.
c. Kondisi lingkungan
Sering terjadi didaerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan baju kamar)
d. Pola kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan
berkurang.
2) Eliminasi Bab (buang air besar) : anak mengalami diare atau konstipasi.
Sementara pada DBD grade IV bisa terjadi melena.
3) Eliminasi urin (bang air kecil) : pada anak DBD akan mengalami urine
output sedikit. Pada DBD grade IV sering terjadi hematuria.
4) Tidur dan istirahat Nyamuk Aedes Aegypti biasanya menggigit pada siang
hari jam 10.00-12.00 dan sore hari pada jam 16.00-18.00. Anak biasanya
sering tidur pada siang hari dan pada sore hari ,tidak memakai kelambu dan
tidak memakai lotion anti nyamuk.
5) Kebersihan Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung kurang terutama untuk memebersihkan tempat sarang nyamuk
aedes aegypti, dan tidak adanya keluarga melakukan 3m plus yaitu
menutup, mengubur, menguras dan menebar bubuk abate.
e. Pemeriksaan fisik Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung
rambut sampai ujung kaki. Pemeriksaan fisik secara umum :
1) Tingkat kesadaran Biasanya ditemukan kesadaran menurun, terjadi pada
grade III dan grade IV karena nilai hematokrit meningkat menyebabkan
darah mengental dan oksigen ke otak berkurang.
2) Keadaan umum Lemah
3) Tanda-tanda vital (TTV) Tekanan nadi lemah dan kecil (grade III), nadi
tidak teraba (grade IV), tekanan darah menurun (sistolik menurun sampai
80 mmHg atau kurang), suhu tinggi (diatas 37,5oC)
4) Kepala Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam.
5) Mata Konjungtiva anemis
6) Hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II, III, IV.
7) Telinga Terjadi perdarahan telinga (pada grade II, III, IV)
8) Mulut Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi
perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokkan mengalami
hyperemia pharing
9) Leher Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak mengalami
pembesaran
10) Dada/thorak Inspeksi : Bentuk simetris, kadang-kadang tampak sesak.
Palpasi : Biasanya fremitus kiri dan kanan tidak sama, Perkusi : Bunyi
redup karena terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru, Auskultasi :
Adanya bunyi ronchi yang biasanya terdapat pada grade III, dan IV.
11) Abdomen Inspeksi : Abdomen tampak simetris dan adanya asites. Palpasi :
Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali), Perkusi :
Terdengar redup Auskultasi : Adanya penurunan bising usus
12) Sistem integument Adanya petekia pada kulit spontan dan dengan
melakukan uji tourniket. Turgor kulit menurun, dan muncul keringat
dingin, dan lembab. Pemeriksaan uji tourniket dilakukan dengan terlebih
dahulu menetapkan tekanan darah anak. Selanjutnya diberikan tekanan
antara sistolik dan diastolic pada alat ukur yang dipasang pada tangan.
Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit, perhatikan timbulnya petekie di
bagian volar lengan bawah (Soedarmo, 2008).
13) Genitalia Biasanya tidak ada masalah
14) Ekstremitas Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang. Pada
kuku sianosis/tidak
B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penialian klinis mengenai respon
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan Kesehatan (PPNI SDKI, 2017).
1. Hipertermia b.d dehidrasi
2. Hipovolemia b.d kegagalan mekanisme regulasi
3. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
4. Risiko pendarahan b.d gangguan koagulasi (trombositopenia)
5. Risiko syok b.d hipoksemia

C. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah segala tretment yang dipekerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
luaran (outcome) yang diharapkan. Tindakan keperawatan adalah prilaku atau
aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan
intervensi keperawatan (PPNI SIKI, 2018).
 Hipertermia b.d dehidrasi (manajemen hipertermia)
Observasi
 Identifikasi penyebab hipertermia (dehidrasi)
 Monitor suhu tubuh
 Monitor kadar elektrolit
 Monitor haluaran urine
 Monitor komplikasi akibat hipertermia

Tereaupetik

 Sediakan ruangan yang dingin


 Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis
 Hindari pemebrian antipiretik atau aspirin
 Berikan oksigen jika perlu

Edukasi

 Anjurkan tirah baring

Kolaborasi

 Pemberian cairan dan elektrolit intravena


 Hipovolemia b.d kegagalan mekanisme regulasi (manajemen hipovolemia)
Observasi
 Periksa tanda dan gejala hipovolemia
 Monitor intake dan output cairan

Teraupetik

 hitung kebutuhan cairan


 berikan posisi modified trendelenburg
 berikan asupan cairan oral

Edukasi
 anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
 anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak

Kolaborasi

 kolaborasi pemberian cairan IV isotonik (NaCl, RL)


 kolaborasi pemberian cairan IV hipotons (glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
 kolaborasi pemberian cairan koloid (albumin)
 kolaborasi pemberian produk darah
 Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan kosentrasi hemoglobin
(pemantauan hasil laboratorium)
Observasi
 Identifikasi pemeriksaan laboratorium yang diperlukan
 Monitor hasil laboratorium yang diperlukan
 Periksa kesesuaian hasil laboratorium dengan penampilan klinis pasien

Teraupetik

 Ambil sempel darah sesuai protokol


 Interprestasikan hasil pemeriksaan laboratorium

Kolaborasi

 Kolaborasi dengan dokter jika hasil laboratorium memerlukan intervensi


media
 Risiko pendarahan b.d gangguan koagulasi (trompositpenia)( pencegahan
pendarahan)
Observasi
 Monitor tanda dan gejala pendarahan
 Monitor nilai hematokrit =/hemoglobin seblum dan setelah kehilangan
darah
 Monitor tanda-tanda vital ortostatik
 Monitor koagulasi

Teraupetik

 Pertahankan bedrest selama pendarahan


 Batasi tindakan invasif, jika perlu
 Gunakan kasur pencegah dekubitus
 Hindari pengukuran suhu rektal

Edukasi

 Jelaskan tanda dan gejala pendarahan


 Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari konstipasi
 Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
 Anjurkan segera melapor jika terjadi pendarahan

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian obat pengontrol pendarahan


 Kolaborasi pemberian produk darah
 Kolaborasi pemberian pelunak tinja
 Risiko syok b.d hipoksemia (pencegahan syok)
Observasi
 Monitor status kardiopulmonal
 Monitor status oksigenasi
 Monitor status cairan
 Monitor tngkat kesadaran dan respon pupil
 Periksariwayat alergi

Teraupetik

 Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%


 Persiapkan instubasi dan ventilasi mekanisme jka perlu
 Pasang jalur IV, jika perlu
 Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine
 Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi

Edukasi

 Jelaskan penyebab/ faktor resiko syok


 Jelaskan tanda dan gejala awal syok
 Anjurkan melapor jika menemukan/ merasakan tanda dan gejla awal syok
 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
 Anjurkna menghindari alergen

Kolaorasi

 Kolaborasi pemberian IV
 Kolaborasi pemberian transfus darah
 Kolaborasi pemberian antiinflamasi

D. Implementasi
Luaran (outcome) keperawatan merupakan aspek-aspek yang dapat
diobservasi dan diukur meliputi kondisi, perilaku,atau daro perseps pasien,
keluarga atau komunitas sebagai respon terhadap intervensi keperawatan (Germini
et al, 2010;ICNP, 2015).

E. Evaluasi
Evaluasi adalah penugasan akhir yang dilakukan oleh perawat setelah
selesai elakukan tindakan kepada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Kusumawardani, E., Arkhaesi, N., & Hardian, H. (2012). Pengaruh penyuluhan kesehatan
terhadap tingkat pengetahuan, sikap dan praktik ibu dalam pencegahan demam
berdarah dengue pada anak (Doctoral dissertation, Fakultas Kedokteran).

Hartoyo, E. (2016). Spektrum klinis demam berdarah dengue pada anak. Sari pediatri, 10(3),
145-150.

Darwis, D. (2016). Kegawatan demam berdarah dengue pada anak. Sari Pediatri, 4(4), 156-
62.

Sandra, T., Sofro, M. A., Suhartono, S., Martini, M., & Hadisaputro, S. (2019). Faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap kejadian demam berdarah dengue pada anak usia 6-12 tahun
di kecamatan tembalang. Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas, 4(1), 1-10.

Risniati, Y., Tarigan, L. H., & Tjitra, E. (2011). Leukopenia sebagai Prediktor Terjadinya
Sindrom Syok Dengue pada Anak dengan Demam Berdarah Dengue di RSPI. Prof. dr.
Sulianti Saroso. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 21(3).

Istiqomah, M., & Syahrul, F. (2017). Faktor Resiko Aktivitas, Mobilitas, dan Menggantung
Pakaian Terhadap Kejadian Demam Berdarah pada Anak. Jurnal Keperawatan
Muhammadiyah, 1(2), 21-27.

Mahmud, R. (2020). Penerapan Asuhan Keperawatan Demam Berdarah Dengue dalam


Pemenuhan Kebutuhan Termoregulasi. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 9(2),
1023-1028.

Fauziah, H. (2017). Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Ruang Rawat Inap RSI Ibnu Sina Padang Tahun 2017.

Bella, S. T. N., & Nurhayati, S. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Demam
Berdarah Dengue. Buletin Kesehatan: Publikasi Ilmiah Bidang kesehatan, 3(1), 82-93.

Rusdianto, A. E., Puspitasari, M. T., & Wijayanti, D. P. (2016). Asuhan Keperawatan An. M
Dengan Hipertermi Pada Kasus Demam Berdarah Dengue (Laporan Kasus Di Ruang
Seruni Rumah Sakit Umum Daerah Jombang). Jurnal Keperawatan, 11(1), 29-35.

ARIFUDIN, M. (2020). ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KEBUTUHAN CAIRAN


DAN ELEKTROLIT DENGAN MASALAH HIPOVOLEMIK PADA ANAK DEMAM
BERDARAH DENGUE (DBD) DI RUANG ALAMANDA RSUD. Dr. H. ABDUL
MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2020 (Doctoral dissertation, Poltekkes
Tanjungkarang).

PPNI (2017). Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1.Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2019). Standart luaran keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai