2. HERLINA L. D. MIYATI (1907010246) 3. YAKOB SETVASON OSINGMAHI (1807010004) 4. TIRZA FILIYANI TARI (1907010130) 5. DIAN PUTRI ANGGRYANI OPAT (1907010191) 6. ESTER RETNOWATI NES (1907010028) 7. JULIAN MASSARDI MIRA MANGNGI (1907010045) 8. ROSFHILIA ESTHERINA KANA HAU (1907010145) 9. CLAUDIA OLA (1907010124) 10. MARGRITA SALANG (1907010055) 11. ANASTASIA ACLARITAS CHLORIS TAT (1907010011) 12. WALDETRUDIS ADELLA L NGGUMBE (1907010264) 13. ALTAF ABIYUNAUVAL FITRIANANDA (1907010146) 14. GLORIA VIOLINA AYU TRINITA (1907010135) 15. VICKY FEBRIAN ( C.0105.19.026 ) 1) Struktur belanja yang ada dalam APBD dan APBN Struktur Belanja yang ada dalam APBD Struktur APBD tersebut diklasifikasikan menurut urusan pemerintahan dan organisasi yang bertanggung jawab melaksanakan urusan pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang- undangan. 1. Pendapatan Daerah Pendapatan daerah adalah hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum Daerah yang menambah ekuitas dana.Pendapatan daerah meliputi: A. Pendapatan Asli Daerah (PAD): PAD adalah bagian dari pendapatan daerah yang bersumber dari potensi daerah itu sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kewenangan daerah dalam memungut PAD dimaksudkan agar daerah dapat mendanai pelaksanaan otonomi daerah yang bersumber dari potensi daerahnya sendiri. PAD terdiri dari: 1. Pajak Daerah. 2. RetribusiDaerah. 3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan 4. Lain-lain PAD yang Sah, yang meliputi: a) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; b) Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidakdipisahkan; c) Jasa giro; d) Pendapatan bunga; e) Penerimaan atas tuntutan ganti rugi daerah; f) Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; g) Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualandan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah; h) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan; i) Pendapatan denda pajak dan retribusi; j) Pendapatan dari fasilitas sosial dan fasilitas umum; k) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; dan l) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan. B. Dana Perimbangan, meliputi: 1. Dana Alokasi Umum; 2. Dana Alokasi Khusus; dan 3. Dana Bagi Hasil, yang meliputi bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak. C. Pendapatan Lain-Lain yang Sah, meliputi: 1. Pendapatan Hibah; 2. Pendapatan Dana Darurat; 3. Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi kepada Kabupaten/Kota; 4. Bantuan Keuangan dari Provinsi atau dari Pemerintah Daerah lainnya; 5. Dana Penyesuaian; dan 6. Dana OtonomiKhusus. 2. Belanja Daerah Belanja daerah meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Pasal 26 dan 27 dari Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah tidak merinci tentang klasifikasi belanja menurut urusan wajib, urusan pilihan, dan klasifikasi menurut organisasi, fungsi, program kegiatan, serta jenis belanja. Sedangkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 31 ayat (1), memberikan secara rinci klasifikasi belanja daerah berdasarkan urusan wajib, urusan pilihan atau klasifikasi menurut organisasi, fungsi, program kegiatan, serta jenis belanja. 3. Pembiayaan Daerah Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah adalah transaksi keuangan pemerintah daerah yang dimaksudkan untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus APBD. Pembiayaan Daerah menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 59 terdiri dari Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan Daerah. Struktur yang ada dalam APBN 1. Pendapatan Negara dan Hibah Dalam periode 1969/1970 sampai dengan 1999/2000, komponen utama penerimaan dalam APBN adalah penerimaan dalam negeri dan penerimaan pembangunan. Pada tahun 2001, penerimaan negara diubah klasifikasinya menjadi pendapatan negara dan hibah, yang terdiri atas penerimaan dalam negeri dan penerimaan hibah. Penerimaan dalam negeri sendiri diubah klasifikasinya dari sebelumnya penerimaan migas dan penerimaan nonmigas, menjadi penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak. Perubahan klasifikasi dan komponen pendapatan negara sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pasal 11 yang menyatakan bahwa pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah. Pendapatan negara sendiri didefinisikan sebagai hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah aset(nilai kekayaan bersih). komponen pendapatan negara terdiri dari: a) Penerimaan Perpajakan b) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) c) Penerimaan Hibah 2. Belanja Negara Belanja negara adalah seluruh kewajiban Pemerintah Pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja negara dapat dikelompokkan menjadi belanja Pemerintah Pusat dan transfer ke daerah. Belanja Pemerintah Pusat merupakan salah satu instrumen kebijakan fiskal yang sangat strategis untuk mencapai sasaran-sasaran pokok pembangunan nasional. Alasan utamanya adalah Pemerintah, melalui belanja Pemerintah Pusat, dapat secara langsung melakukan intervensi anggaran (direct budget intervention) untuk mencapai sasaran-sasaran program pembangunan yang telah ditetapkan. Sementara itu, transfer ke daerah diarahkan untuk mempercepat pembangunan daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah serta mengurangi ketimpangan pelayanan publik di daerah. 3. Keseimbangan Primer dan Keseimbangan Umum Keseimbangan primer merupakan selisih dari total pendapatan negara dikurangi belanja negara di luar pembayaran bunga utang. Jika total pendapatan negara lebih besar daripada belanja negara di luar pembayaran bunga utang maka keseimbangan primer akan positif, yang berarti masih tersedia dana yang cukup untuk membayar bunga utang. Sebaliknya, jika total pendapatan negara lebih kecil daripada belanja negara di luar pembayaran bunga utang maka keseimbangan primer akan negatif, yang berarti sudah tidak tersedia dana untuk membayar bunga utang. Dengan kata lain, sebagian atau seluruh bunga utang dibayar dengan penambahan utang baru. Keseimbangan Primer = Pendapatan – (Belanja Total – Belanja Bunga) Sementara itu, keseimbangan umum merupakan total penerimaan dikurangi dengan total pengeluaran termasuk pembayaran bunga utang. Jika total pendapatan negara lebih besar daripada belanja negara maka akan terjadi surplus anggaran. Sebaliknya, jika total pendapatan negara lebih kecil daripada belanja negara maka akan terjadi defisit anggaran, yang harus ditutup dengan pembiayaan. Keseimbangan Umum = Pendapatan – Belanja Total Posisi keseimbangan umum pada postur APBN menjadi penting sebagai alat analisis kebijakan fiskal yang diambil oleh Pemerintah. 4. Pembiayaan Anggaran Pada prinsipnya, pembiayaan anggaran merupakan penerimaan yang perlu dibayar kembali, penerimaan kembali atas pengeluaran tahun-tahun sebelumnya, pengeluaran kembali atas penerimaan tahun sebelumnya, penggunaan saldo anggaran lebih, dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun yang bersangkutan maupun tahun berikutnya. Terdapat beberapa faktor yang menjadi dasar mengapa Pemerintah perlu melakukan aktivitas pembiayaan anggaran, yaitu (1) untuk menutup defisit APBN; (2) untuk memenuhi kewajiban pembayaran utang pemerintah, antara lain dalam bentuk pembayaran cicilan pokok (amortisasi) utang luar negeri dan dalam negeri, pembayaran jatuh tempo pokok serta pembelian kembali (buy back) surat berharga negara; dan (3) untuk mendukung kebijakan Pemerintah dalam bidang tertentu, antara lain dalam bentuk penerusan pinjaman, penyertaan modal negara, dana bergulir, dana pengembangan pendidikan nasional, kewajiban penjaminan pemerintah, dan pemberian pinjaman. Sumber pembiayaan anggaran dapat berasal dari dalam negeri dan luar negeri. Pembiayaan dalam negeri bersumber dari perbankan dalam negeri dan nonperbankan dalam negeri. Pembiayaan perbankan dalam negeri bersumber dari Sisa Anggaran Lebih (SAL), penerimaan cicilan pengembalian penerusan pinjaman. Sementara itu,pembiayaan nonperbankan dalam negeri bersumber dari privatisasi, hasil pengelolaan aset (HPA), penerbitan surat berharga negara (SBN), penarikan pinjaman dalam negeri, Dana Investasi Pemerintah, dan dana pengembangan pendidikan nasional. Selanjutnya, pembiayaan luar negeri bersumber dari penarikan pinjaman luar negeri, penerusan pinjaman, dan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri. 2) Metode-metode pembayaran ke fasilitas kesehatan Sistem Pembayaran Retrospektif Metode adalah metode pembayaran yang dilakukan atas layanan kesehatan yang diberikan kepada pasien berdasar pada setiap aktifitas layanan yang diberikan, semakin banyak layanan kesehatan yang diberikan semakin besar biaya yang harus dibayarkan. Contoh pola pembayaran retrospektif adalah Fee For Services (FFS). Sistem pembayaran prospektif adalah Metode pembayaran prospektif adalah metode pembayaran yang dilakukan atalayanan kesehatan yang besarannya sudah diketahui sebelum pelayanan kesehatan diberikan. Contoh pembayaran prospektif adalah global budget, Perdiem, Kapitasi dan case based payment. 3) Kelebihan dan kekurangan dari tiap-tiap metode pembayaran ke fasilitas kesehatan Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembayaran Retrospektif
KELEBIHAN KEKURANGAN Provider Risiko keuangan sangat kecil Tidak ada insentif untuk yang memberikan Preventif Care
Pendapatan Rumah Sakit tidak "Supplier induced-demand"
terbatas Pasien Waktu tunggu yang lebih singkat Jumlah pasien di klinik sangat banyak "Overcrowded clinics"
Lebih mudah mendapat pelayanan Kualitas pelayanan kurang
dengan teknologiter baru
Pembayar Mudah mencapai kesepakatan Biaya administrasi tinggi untuk
dengan provider proses klaim
meningkatkan risiko keuangan
Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembayaran Prospektif
KELEBIHAN KEKURANGAN Provider Pembayaran lebih adil sesuai Kurangnya kualitas Koding dengan kompleksitas pelayanan akan menyebabkan ketidaksesuaian proses Proses Klaim Lebih Cepat grouping (pengelompokan kasus)
Pasien Kualitas Pelayanan baik Pengurangan Kuantitas
Pelayanan Dapat memilih Provider dengan Provider merujuk ke luar / RS lain pelayanan terbaik Pembayar Terdapat pembagian resiko Memerlukan pemahaman keuangan dengan provider mengenai konsep prospektif dalam implementasinya Biaya administrasi lebih rendah Memerlukan monitoring Pasca Mendorong peningkatan sistem Klaim informasi Sumber: Hadi, Yonathan Setianto dkk. 2014. Postur APBN Indonesia. Direktorat Penyusunan APBN,Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan (diakses pada tanggal 13 November 2021), https://www.google.com/url? sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjO-- T5uJX0AhXSdCsKHR3dCIYQFnoECBgQAQ&url=https%3A%2F%2Fwww.kemenkeu.go.id%2Fsites %2Fdefault%2Ffiles%2Fbuku%2520postur%2520apbn.pdf&usg=AOvVaw2jDXke0_cRPceZDA- 9_K8n http://saifulrahman.lecture.ub.ac.id/files/2013/02/Pertemuan-3.pdf Indawati, Laela dkk. 2018.Manajemen Informasi Kesehatan V. Kementerian Kesehatan RI (diakses pada tanggal 13 November 2021), http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp- content/uploads/2018/09/Manajemen-Informasi-Kesehatan-V_SC.pdf