BAB I
PENDAHULUAN
Rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Siapakah Abu Bakar al-Shiddiq?
b. Bagaimana proses pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah ?
c. Bagaimana keadaan ekonomi Pada Masa Abu Bakar Al-Shiddiq ?
d. Bagaimana Kebijakan-kebijakan Kholifah Abu Bakar RA di Bidang Ekonomi ?
BAB II
PEMBAHASAN
Sebagai orang fiqih yang profesinya menjadi praktisi perniagaan, Abu Bakar As-Shiddiq
menerapkan praktek akad – akad perdagangan yang sesuai dengan prinsip syariah. Selama masa
khalifahnya Abu Bakar As-Shiddiq R.A. menerapkan beberapa kebijakan umum, antara lain
sebagai berikut:
1) Menegakan hukum dengan memerangi mereka yang tidak mau membayar zakat.
Pada masa awal pemerintahannya, Abu Bakar banyak menghadapi gangguan dari
berbagai golongan, antara lain orang-orang murtad, golongan yang tidak mau membayar
zakat, dan nabi palsu. Adanya orang-orang murtad ini disebabkan karena mereka belum
memahami benar tentang Islam, mereka baru dalam taraf pengakuan, atau masuk Islam
karena terpaksa. Sehingga ketika Rasulullah wafat, mereka langsung kembali kepada agama
semula. Karena mereka beranggapan bahwa kaum Quraisy tidak akan bangun lagi setelah
pemimpinnya, Nabi Muhammad SAW meninggal dunia. Di samping itu mereka tidak dapat
memisahkan antara agama dan Rasul pembawanya. Maka setelah meninggalnya Rasulullah,
mereka tidak terikat lagi dengan agama Islam lalu kembali kepada ajaran agamanya semula.
Golongan orang yang tidak mau membayar zakat, kebanyakan berasal dari kabilah yang
banyak yang tinggal di kota Madinah, seperti Bani Gathfan , Bani Bakar, dan lain-lain.
Mereka beranggapan bahwa membayar zakat hanya kepada Nabi Muhammad, dan setelah
Nabi wafat, maka tidak ada lagi kewajiban untuk membayar zakat. [5]
Adapun orang-orang yang tidak mau membayar zakat karena mereka memandang zakat
sebagai pajak yang dipaksakan, karena itu mereka tidak mau mamatuhinya. Tetapi golongan
terbesar dari mereka yang tidak mau membayar zakat adalah karena salah memahamkan ayat
suci Al-Qur’an:
2) Tidak menjadikan akhli badar ( orang –orang yang berzihad pada perang badar) sebagai
pejabat negara.
3) Tidak mengistimewakan ahli badar dalam pembagian kekayaan negara.
4) Mengelolah barang tambang ( rikaz ) yang terdiri dari emas, perak, perunggu, besi, dan baja
sehingga menjadi sumber pendapatan negara.
5) Menetapkan gaji pegawai berdasarkan karakteristuk daerah kekuasaan masing – masing.
6) Tidak merubah kebijakan rasullah SAW dalam masalah jizyah.
Sebagaimana Rasullah Saw Abu Bakar RA tidak membuat ketentuan khusus tentang jenis
dan kadar jizyah, maka pada masanya, jizyah dapat berupa emas, perhiasan, pakaian, kambing,
onta, atau benda benda lainya. [6]
Kontribusinya yang terbesar adalah membentuk perangkat administrai yang baik dalam
menjalankan roda pemerintahan yang besar. Ia mendirikan institusi administratif yang hampir
tidak mungkin dilakukan paad abad ke tujuh 16 H, Abu huraira, Amil Bahrain, mengunjungi
madinah dan membawa 500.000 dirham kharaj. Itu adalah jumlah yang besar sehingga Khalifah
mengadakan pertemuan dengan majelis Syura untuk menanyai pendapat mereka dan kemudian
diputuskan bersama bahwa jumlah tersebut tidak untuk didistribusikan melainkan untuk
disimpan sebagai cadangan darurat, membiayai angkatan perang dan kebutuhan lain untuk
Ummah. Untuk menyimpan dana tersebut , baitul maal yang reguler dan permanen didirikan
untuk pertama kalinya di ibukota dan kemudian dibangun cabang-cabangnya di ibukota provinsi.
Baitul maal secara tidak langsung bertugas sebagai pelaksana kebijakan fiskal Negara
Islam dan Khalifah adalah berkuasa penuh atas dana tersebut, tetapi dia tidak boleh
menggunakannya untuk keperluan pribadi. (tunjangan Umar tetap, yaitu 5.000 dirham setahun
dan dua stel pakaian untuk setahun, satu untuk musim dingin satu untuk musim panas, serta satu
binatang tunggangan untuk menunaikan ibadah haji). Dia tidak mengambil keuntungan materi
atas posisinya yang biasanya dilakukan oleh pemerintah zaman sekarang.
Walaupun uang dan properti baitul maal dikontrol oleh pejabat keuangan atau disimpan
dalam penyimpanan, mereka tidak memiliki wewenang untuk membuat keputusan. Kekayaan
Negara itu ditujukan untuk kelas-kelas tertentu dalam masyarakat dan harus dibelanjakan sesuai
dengan prinsip-prinsip Al-Quran.
Properti baitul maal dianggap sebagai harta kaum muslim, sedangkan amil dan Khalifah
hanyalah pemegang kepercayaan. Jadi, merupakan tanggung jawab Negara untuk menyediakan
tunjangan yang berkesinambungan untuk janda, anak yatim, anak terlantar, membiayai
penguburan orang miskin, membayar utang orang-orang bangkrut, membayar uang diyat (seperti
membayar diyat prajurit Shebani yang membunuh seorang Kristen untuk menyelamatkan
nyawanya) dan untuk memberikan pinjaman tanpa bunga untuk urusan komersial, bahkan Umar
pernah meminjam sejumlah uang untuk keperluan pribadinya.
Para sahabat Nabi beranggapan bahwa Baitul Mal adalah amanat Allah dan masyarakat
kaum muslimin. Karena itu mereka tidak mengizinkan pemasukan sesuatu kedalamnya dan
pengeluaran sesuatu darinya yang berlawanan dengan apa yang telah ditetapkan oleh syari’at.
Mereka mengharamkan tindakan penguasa yang menggunakan Baitul Mal untuk mencapai
tujuan-tujuan pribadi. [8]
3. Pendistribusian Zakat
Selain mendirikan Baitul Maal Pada masa Khalifah Abu Bakar Ash Shidiq juga sangat
memperhatikan pemerataan pendistribusian zakat kepada masyarakatnya, karena beliau merasa
zakat adalah salah satu instrumen yang terpenting dalam mensejahterakan rakyatnya.
Pembagian tugas pemerintah kian hari semakin tampak kelihatan dan lebih nyata dari zaman
pemerintahan Rasulullah, ketentuan pembagian tersebut adalah sebagai berikut :
a) Urusan Keuangan
Urusan keuangan di pegang oleh Abu Ubaidah Amir bin jarrah yang mendapatkan nama
julukan dari Rasulullah SAW “Orang kepercayaan Ummat”. Menurut keterangan Al-Mukri
bahwa yang mula-mula membentuk kas Negara atau baitullmall adalah Abu Bakar dan
urusannya di serahkan kepada Abu Ubaidah Amir bin Jarrah. Kantor Baitulmall mula-mula
terletak di kota Sunuh, satu batu dari Mesjid Nabawi dan tidak pernah di kawal. Pada suatu kali
Orang berkata kepadanya, “Alangkah baiknya kalau Baitulmall di jaga dan di kawal”. Jawab
Abu Bakar, “tak perlu karena di kunci”. Di kala Abu Bakar pindah kediamannya dekat Masjid
Baitulmall atau kas Negara itu diletakkan di rumahnya sendiri. Tetapi boleh di katakana bahwa
kas situ selalu kosong karena seluruh pembendaharaan yang datang langsung di bagi-bagi dan di
pergunakan menurut perencanannya.
b) Sumber-sumber Keuangan
Sumber-sumber keuangan yang utama di zaman Abu Bakar adalah :
1.Zakat
2.Rampasan
3.Upeti
4 Urusan Kehakiman. [9]
Yang menarik dari kepemimpinan Abu Bakar adalah ketika menjelang wafatnya, Abu
Bakar melakukan kebijakan internal yaitu dengan mengembalikan kekayaan pada Negara karena,
melihat kondisi Negara yang belum pulih dari krisis ekonomi. Abu Bakar lebih mementingkan
kondisi rakyatnya dari kepentingan individu dan keluarganya. Gaji yang selama masa
kekhalifahaannya diambil dari Baitul Mal yang ketika dikalkulasi berjumlah 8000 dirham,
mengganti dengan menjual sebagian besar tanah yang dimilikinya dan seluruh hasil
penjualannya diberikan untuk pendanaan Negara.10]
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Abu Bakar adalah khalifah pertama, ia orang yang palin cepat masuk Islam (al-sabiqun
al-awwalun), ia menjabat sebagai khalifah selama kurun waktu dua tahun. Kondisi
perekonomian khususnya perdagangan benar-benar sangat memprihatinkan setelah terjadi
peperangan sebelumnya. Abu Bakar lebih banyak berkonsentrasi pada persoalan dalam Negeri.
Dimana saat itu, harus behadapan dengan kelompok murtad, pembangkang zakat, dan Nabi
palsu. Yang berakhir dengan keputusan untuk berperang yang kemudian dikenal dengan perang
riddah, yaitu perang melawan kemurtadan.
Abu Bakar melaksanakan bebagai kebijakan ekonomi seperti yang telah dipraktekkan
Rasulullah SAW. jadi Abu Bakar hanya meneruskan tongkat estafet dari Rasulullah SAW., dan
mendirikan baitul mal.
DAFTAR PUSTAKA
.
Ahmad, jamil. 1984. Seratus Muslim Terkemuka. Jekarta: Pustaka Firdaus
Azra, Azyumardi. 1997. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Mizan.
MM, Nur Hamid. 2010. Jejak-Jejak Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Nurdin, Muhammad. 2005. Tokoh-Tokoh Besar Islam.Yogyakarta: Andwa.
Yatim, Badri. 1994. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Footnote:
[1] Jamil Ahmad. Seratus Muslim Terkemuka. (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1984.)
10-13.
[2] Nur Hamid MM. Jejak-Jejak Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010), 19
[3] Jamil Ahmad. Seratus Muslim Terkemuka. (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1984.)
13-16.
[4] Badri Yatim. Sejarah dan Peradaban Islam. (Yogyakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1994),
36.
[5] Azyumardi Azra. Ensiklippedi Islam. Jilid 1. (Jakarta: Mizan, 1997), 53.
[6] Badri Yatim. Sejarah dan Peradaban Islam. (Yogyakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1994),
36.
[7] Nur Hamid MM. Jejak-Jejak Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010),21
[8] Jamil Ahmad. Seratus Muslim Terkemuka. (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1984.),16.
[9] Nur Hamid MM. Jejak-Jejak Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010),31
[10] Muhammad Nurdin. Tokoh-Tokoh Besar Islam. (Yogyakarta: Andwa, 2005),23.