Anda di halaman 1dari 6

Fakultas : FHISIP/Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Nama : Achmad Mansyur

Mata Kuliah : Hukum Pidana

Jawaban :
1. Jawaban atas pertanyaan pada soal nomor satu, yaitu :

a. Ketentuan dalam Pasal 4 KUHP mengandung asas nasional pasif yang dimaksudkan
untuk melindungi kepentingan hukum negara atau kepentingan nasional yang berupa:

a) kepentingan/keselamatan warga negara di luar negeri; dan

b) kepentingan nasional tertentu di luar negeri.

Penentuan kepentingan nasional tertentu yang ingin dilindungi dalam pasal ini,
menggunakan perumusan yang limitatif/enumeratif yang terbuka (open). Artinya,
ruang lingkup kepentingan nasional yang akan dilindungi ditentukan secara limitatif,
tetapi jenis tindak pidananya tidak ditentukan secara pasti (rigid). Jadi, tidak
menggunakan sistem perumusan limitatif yang rigid. Penentuan jenis tindak pidana
mana yang dipandang menyerang/membahayakan kepentingan nasional, diserahkan
dalam praktek secara terbuka dalam batasbatas yang telah dijadikan tindak pidana
menurut hukum pidana Indonesia. Perumusan limitatif yang tebuka ini dimaksudkan
untuk memberikan fleksibilitas dalam praktek maupun fleksibilitas perkembangan
formulasi delik oleh pembuat undang-undang di masa yang akan datang. Jadi
fleksibilitas itu tetap dalam batas-batas kepastian menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Penentuan delik mana yang menyerang kepentingan
nasional, hanya terbatas pada perbuatan tertentu yang sungguh-sungguh melanggar
kepentingan hukum nasional yang penting untuk dilindungi. Pembuat hanya dituntut
atas tindak pidana menurut hukum pidana Indonesia. Pembuat tindak pidana yang
dikenakan ketentuan pasal ini adalah setiap orang, baik warga negara Indonesia
maupun orang asing, yang melakukan tindak pidana di luar wilayah negara Republik
Indonesia. Alasan penerapan asas nasional pasif karena pada umumnya tindak pidana
yang merugikan kepentingan hukum suatu negara, oleh negara tempat tindak pidana
dilakukan (Locus Delicti) tidak selalu dianggap sebagai suatu perbuatan yang harus
dilarang dan diancam dengan pidana. Oleh karena itu dapat terjadi seseorang yang
melakukan suatu perbuatan yang sungguh-sungguh melanggar kepentingan hukum
nasional Indonesia akan terhindar dari penuntutan, apabila perbuatan tersebut
dilakukan di luar wilayah Indonesia.

b. Salah satu contoh perbuatan yang memenuhi unsur dari Pasal 4 KUHP dapat dilihat
dalam Putusan Pengadilan Negeri Bekasi Nomor: 246/Pid.Sus/2015/PN.Bks.
Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana:
“secara bersama-sama melakukan permufakatan jahat melakukan perdagangan orang
untuk dieksploitasi di luar wilayah negara Republik Indonesia” sebagaimana diatur
dalam Pasal 4 jo. Pasal 11 jo. Pasal 48 ayat (1) UU 21/2007. Dalam kasus ini terdapat
sedikit perbedaan dengan pertanyaan Anda, bahwa terdakwa bersama-
sama melakukan permufakatan jahat melakukan perdagangan orang untuk
dieksploitasi di luar Indonesia, sehingga dipidana selama 3 tahun dan pidana denda
sejumlah Rp 120 juta subsidair pidana kurungan selama 1 bulan. Selain itu terdakwa
juga dihukum untuk membayar restitusi kepada beberapa saksi korban, masing-
masing sejumlah Rp 3 juta subsidair pidana kurungan 1 bulan. Pada dasarnya
terdakwa memenuhi unsur Pasal 4 UU 21/2007. Dalam pertimbangan majelis hakim,
dijelaskan perihal unsur dengan maksud sebagai berikut: Terdakwa yang telah
mengurus medical check up, membuatkan passport dan mengurus keberangkatan para
saksi korban ke luar wilayah negara Republik Indonesia yaitu Hongkong (namun
akhirnya hanya sampai di Kuala Lumpur Malaysia) dengan maksud untuk
dieksploitasi di luar wilayah negara Republik Indonesia karena jelas terdakwa
mengetahui bahwa para saksi korban tidak dibekali keterampilan, tidak memiliki
dokumen perjanian kerja, tidak diasuransikan sebagai dasar perlindungan dan tidak
memiliki izin pengiriman tenaga kerja, maka unsur dengan maksud ini ini telah
terpenuhi dalam perbuatan terdakwa.

2. Jawaban atas pertanyaan pada soal nomor satu, yaitu:

a. Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) dalam konteks perdata diatur


dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek
(BW). Dalam Buku III BW, pada bagian “Tentang perikatan-perikatan yang
dilahirkan demi Undang-Undang”, yang berbunyi: “Tiap perbuatan melanggar
hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena
salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

Dalam menentukan suatu perbuatan dapat dikualifisir sebagai melawan hukum,


diperlukan 4 syarat:

1) Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku

2) Bertentangan dengan hak subjektif orang lain

3) Bertentangan dengan kesusilaan

4) Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian.

Mencermati perluasan dari unsur “melanggar hukum” dari Pasal 1365 BW


tersebut di atas, dalam praktek, Pasal 1365 BW sering disebut sebagai pasal
“keranjang sampah. Sedangkan, dalam konteks hukum pidana, menurut pendapat dari
Satochid Kartanegara, “melawan hukum” (Wederrechtelijk) dalam hukum pidana
dibedakan menjadi:

1) Wederrechtelijk formil, yaitu apabila sesuatu perbuatan dilarang dan diancam


dengan hukuman oleh undang-undang.

2) Wederrechtelijk Materiil, yaitu sesuatu perbuatan “mungkin” wederrechtelijk,


walaupun tidak dengan tegas dilarang dan diancam dengan hukuman oleh
undang-undang. Melainkan juga asas-asas umum yang terdapat di dalam
lapangan hukum (algemen beginsel).

Schaffmeister, sebagaimana dikutip oleh Andi Hamzah dalam bukunya Pengantar


Dalam Hukum Pidana Indonesia, hal. 168, berpendapat bahwa “melawan hukum”
yang tercantum di dalam rumusan delik yang menjadi bagian inti delik sebagai
“melawan hukum secara khusus” (contoh Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana/KUHP), sedangkan “melawan hukum” sebagai unsur yang tidak disebut
dalam rumusan delik tetapi menjadi dasar untuk menjatuhkan pidana sebagai
“melawan hukum secara umum” (contoh Pasal 351 KUHP). Pendapat dari
Schaffmeister ini benar-benar diterapkan dalam hukum positif di Indonesia,
contohnya dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(UU Tipikor). Dalam Pasal 2 UU Tipikor terdapat unsur melawan hukum,
sedangkan dalam Pasal 3 UU Tipikor tidak dicantumkan unsur “melawan hukum”.
Lebih jelas lagi dalam penjelasan Pasal 2 UU Tipikor disebutkan: Yang dimaksud
dengan “secara melawan hukum” dalam Pasal ini mencakup perbuatan melawan
hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan
tersebut tidak diatur dalam peraturan perudang-undangan, namun apabila perbuatan
tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-
norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.

b. Menurut pendapat saya, kasus pada soal termasuk ke dalam perbuatan melawan
hukum pidana. Di ranah hukum pidana, PMH terbagi menjadi 2 (dua), PMH formil
dan PMH materil. PMH formil adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan
hukuman oleh undang-undang. Sedangkan PMH materil adalah perbuatan yang tidak
dengan tegas dilarang dan diancam dengan hukum oleh undang-undang, tetapi
bertentangan asas-asas umum yang berlaku. PMH juga dikategorisasikan menjadi 2
(dua) jenis merujuk pada rumusan pasal pidana yang mengaturnya. Yang pertama
adalah PMH khusus yakni merujuk pada rumusan pasal pidana yang secara jelas
mencantumkan frasa “melawan hukum”. Yang kedua PMH umum yakni merujuk
pada pasal pidana yang tidak mencantumkan frasa “melawan hukum”, tetapi unsur
melawan hukum dijadikan dasar pemidanaan. Contoh pada soal Karena Harley tidak
mengembalikan mobil tersebut sesuai dengan surat perjanjian dan dua bulan
setelahnya Harley menghilang dan tidak dapat dihubungi lagi, maka kasus tersebut
termasuk ke dalam PMH khusus, yaitu Pasal 372 KUHP yang rumusannya “Barang
siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya
atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya
bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling
lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.
c. Perbandingan perbuatan “melawan hukum” dalam konteks Hukum Pidana dengan
dalam konteks Hukum Perdata adalah lebih dititikberatkan pada perbedaan sifat,
Hukum Pidana yang bersifat publik dan Hukum Perdata yang bersifat privat. Untuk
itu, sebagai referensi, menurut pendapat dari Munir Fuady dalam bukunya Perbuatan
Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer) menyatakan: “Hanya saja yang
membedakan antara perbuatan (melawan hukum) pidana dengan perbuatan melawan
hukum (perdata) adalah bahwa sesuai dengan sifatnya sebagai hukum publik, maka
dengan perbuatan pidana, ada kepentingan umum yang dilanggar (disamping
mungkin juga kepentingan individu), sedangkan dengan perbuatan melawan hukum
(perdata) maka yang dilanggar hanya kepentingan pribadi saja”. Karena kasus pada
soal Harley tidak mengembalikan mobil tersebut kepada Vexana sesuai dengan surat
perjanjian dan dua bulan setelahnya Harley menghilang dan tidak dapat dihubungi
lagi, maka kasus tersebut termasuk ke dalam PMH khusus dalam ranah Pidana, yaitu
Pasal 372 KUHP yang rumusannya “Barang siapa dengan sengaja dan melawan
hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan
orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam
karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana
denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.

3. Jawaban atas pertanyaan pada soal nomor satu, yaitu:

a. Iya, Gatot dapat dipidana karena telah menghilangkan nyawa Abdullah. Pada kasus
tersebut karena kelalaian Gatot, ia menyebabkan matinya orang lain seperti yang
diatur dalam pasal 359 KUHP, yang merupakan suatu kejahatan yang harus dilakukan
dengan tidak disengaja. Kejahatan ini diatur dalam pasal 359 KUHP yang berbunyi
“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling
lama satu tahun”. Gatot lalai dan tidak berhati-hati sebagaimana diharuskan oleh
hukum. Kealpaan yang dilakukan Gatot adalah kealpaan yang tidak disadari
(onbewuste schuld), kealpaan yang tidak disadari terjadi apabila si pelaku tidak
membayangkan atau memperkirakan kemungkinan timbulnya suatu akibat yang
menyertai perbuatannya, tetapi seharusnya ia dapat membayangkan atau
memperkirakan kemungkinan suatu akibat tersebut

b. Berdasarkan argumentasi saya, Gatot telah lalai. Kelalaian adalah seseorang yang
melakukan suatu perbuatan yang tidak ada maksud atau niat yang menimbulkan suatu
akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang. Atau
perbuatan yang dilakukan karna kelalaian. Unsur penting dalam culpa atau kelalaian
adalah pelaku mempunyai kesadaran atau pengetahuan yang mana pelaku dapat
berfikir adanya akibat yang timbul dari perbuatannya, atau dengan kata lain pelaku
dapat menduga akibat dari perbuatannya itu akan menimbulkan suatu akibat yang
dapat di hukum dan dilarang undang-undang. Kelalaian atau Culpa dalam hukum
pidana disebut sebagai kealpaan yang tidak di sadari atau (onbewuste schuld), dimana
pelaku kurangnya berhati-hati atau teledor. Culpa yang tidak disadari jika pelaku
sama sekali tidak membayangkan akan terwujudnya akibat. Seharusnya pelaku dapat
berbuat demikian karena itu dapat mencegah terjadinya tindak pidana. Dalam hal itu
pelaku tidak berhati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum. tindak pidana karena
kesalahanya menyebabkan matinya orang lain seperti yang diatur dalam pasal 359
KUHP itu merupakan suatu kejahatan yang harus dilakukan dengan tidak disengaja.
Kejahatan ini Diatur dalam pasal 359 KUHP yang berbunyi “Barang siapa karena
kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun”.
Ketidaksengajaan atau alpa juga bisa dikatakan suatu perbuatan tertentu terhadap
seseorang yang berakibat kematian. Bentuk dari kealpaan ini dapat berupa perbuatan
pasif maupun aktif. Dalam perilaku sosial tindak pidana merupakan perilaku
menyimpang, yaitu tingkah laku yang melanggar atau menyimpang dari aturan-aturan
normatif atau dari harapan-harapan lingkungan sosial yang bersangkutan, dan salah
satu cara untuk mengendalikan adalah dengan sanksi pidana. Selain itu juga bertujuan
melindungi masyarakat dari segala bentuk kejahatan dan mencegah dilakukannya
tindak pidana.

Anda mungkin juga menyukai