Disusun oleh :
1. Rahma Alfiana (02)
2. Nariatul Fitria (03)
3. Abidah Thufailah Ahmady (06)
4. Abdullah Abubakar Al Hadad (11)
5. Aida Indah Puspita ( )
Kelas X-1
Dampak Negatifnya:
- Banyaknya kasus penyelundupan barang barang haram seperti narkotika dan ganja
- Banyaknya warga negara asing yang ingin bermigrasi ke australia melalui jalur perdagangan
membuat wilayah indonesia rawan terjadi penyelundupan.
III. TERJADINYA JALUR PERDAGANGAN
a. Perubahan jaringan perdagangan dan pelayaran serta terbentuknya pusat-pusat kekuasaan baru di
kepulauan indonesia serta asia tenggara setelah jatuhnya malaka
Pada akhir abad ke-15 Malaka berhasil mendudukkan dirinya sebagai salah satu pusat
perdagangan di Asia umumnya dan Nusantara khususnya. Banyak sekali pedagang asing yang
berhubungan dengan Malaka. Tome Pires menyebutkan pedagang-pedagang itu berasal dari Kairo,
Mekah, Aden, Abesinia, Armenia, Gujarat, Cina, Malabar, Sailan, Persia, Turki, Siam, Pegu, Pattani,
Campa, Cina dan beberapa negeri di Nusantara. Tujuan utama kedatangan bangsa-bangsa dari arah
barat dan timur Malaka itu tidak lain ingin memperoleh rempah-rempah.
Kesultanan Malaka didirikan sekitar abad ke-15 oleh seorang bangsawan Blambangan yang
bernamaParamisora. Beliau dan pengikutnya melarikan diri ketika terjadi penyerangan pasukan
Majapahit ke wilayahnya pada tahun 1377. Mereka kemudian menetap di dusun nelayan Malaka dan
membangunnya menjadi sebuah pelabuhan. Malaka berhasil terwujud menjadi sebuah pelabuhan
penting dan ramai yang kerap sekali dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai negara. Kemajuan
Malaka itu disebabkan letaknya yang strategis di dekat Selat Malaka yang merupakan jalur utama
perdagangan internasional.
Sejak tahun 1405 Malaka berubah menjadi sebuah kesultanan. Bersamaan dengan hal itu,
Paramisora lantas memasuki agama Islam dan berganti nama menjadi Sultan Iskandar Syah.
Penggantinya ialah Sultan Muhammad Iskandar Syah, kemudian Sultan Mudzafar Syah. Di bawah
pimpinan Sultan Mudzafar Syah, kedudukan Malaka semakin penting dan menjadi pusat
perdagangan antara dunia timur dan dunia barat. Malaka mengalami kemajuan pesat melebihi
Samudera Pasai, bahkan mampu pula menguasai Pahang, Kampar, dan Indragiri.
Sejak kejatuhan Malaka pada tahun 1511, Kesultanan Aceh muncul menjadi pusat
perdagangan baru di kawasan Nusantara. Hal ini diperkuat oleh kemampuan Aceh menyediakan
komoditas lada dan sukses melakukan ekspansi terhadap kota-kota pelabuhan di pantai yang terletak
di barat dan timur Sumatera. Para pedagang Nusantara kemudian berusaha menghindari Malaka
yang telah dikuasai bangsa Portugis. Oleh karena itu, berubahlah tata jatingan pelayaran dan
perdagangan yang sebelumnya melewati Selat Malaka kemudian menyusuri pantai barat Sumatera
ketika akan mengunjungi Aceh.
Selain Aceh, Bandar Banten juga dijadikan alternatif kedua untuk dikunjungi oleh para
pedagang Nusantara. Banten ternyata mampu pula memperkuat pemasaran lada yang didatangkan
dari Lampung. Dalam abad ke-17 perdagangan lada memegang peranan utama dan sekaligus
menjadi penentu pergeseran pusat perdagangan dan pelayaran di Nusantara. Kemajuan
perdagangan Banten didukung pula oleh kehadiran dari para pelarian pedagang dari Jawa Tengah
dan Jawa Timur. Mereka hijrah ke Banten karena Sultan Mataram melakukan penghancuran
terhadap kota-kota pelabuhan di pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur karena tidak mau tunduk
kepada Mataram. Akibatnya, posisi Banten menjadi kuat dan sebelah barat Jawa tidak pernah dapat
ditaklukkan oleh Mataram. Apalagi Banten telah bersekutu dengan Makassar demi memperkuat
kedudukannya tersebut.
Dengan merosotnya peran pelabuhan-pelabuhan di Jawa Tengah dan Jawa Timur, muncullah
pula Makassar sebagai pusat perdagangan baru di wilayah Nusantara timur. Sejak kejatuhan Malaka,
bandar Sombaopu di Makassar banyak didatangi oleh pedagang-pedagang Melayu yang terkenal ulet
dan pandai dalam berdagang. Di antara mereka banyak yang kemudian menetap di Makassar,
bahkan ikut pula memajukan perdagangan di kesultanan tersebut. Aliran migrasi orang-orang Melayu
ke Makassar semakin bertambah besar karena Aceh terus menerus melakukan penggempuran
terhadap Johor dan pelabuhan-pelabuhan di Semenanjung Melayu yang menjadi saingannya.
Dengan demikian, sebelum jatuhnya Malaka ke tangan Portugis, rute pelayaran dan
perdagangan Nusantara adalah Maluku-Jawa-Selat Malaka, sedangkan setelah Malaka jatuh,
berubah tata jaringan menjadi Maluku-Makassar-Selat Sunda-pantai barat Sumatera. Sehubungan
dengan perubahan tersebut, pelabuhan Sunda Kelapa mulai menunjukkan gejala kemajuan sebagai
bandar dagang. Kedudukan strategis itu kemudian dimanfaatkan VOC dengan cara menundukkan
dan menjadikan pusat kekuasaan dengan nama batu, Batavia.
b. Peta pusat-pusat perdagangan dan kekuasaan serta jalur pelayaran sebelum dan setelah
kejatuhan malaka
Pada akhir abad ke-15 kekuasaan Majapahit yang amat luas telah lenyap. Mulai saat itu lahir
dan berkembang pusat-pusat kekuasaan baru yang memiliki pusat-pusat perdagangan. Pusat-pusat
kekuasaan dan perdagangan itu di antaranya Malaka, Samudera-Pasai, Aceh, Demak, Banten,
Ternate, Tidore, dan Gowa-Tallo. Di antara semua itu, Malaka paling maju sebab Malaka merupakan
pintu gerbang kapal-kapal yang hendak menuju dan meninggalkan Nusantara. Pada akhir abad ke-15
tata jaringan pelayaran dan perdagangannya dapat dilihat pada peta berikut.
Peta jaringan pelayaran dan perdagangan pada akhir abad ke-15. Keterangan:
I.Malaka; II.Samudera Pasai; III.Banten; IV.Demak; V.Banjar; VI.Makassar; VII.Ternate &
Tidore.
Sejak Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511, pusat-pusat perdagangan dan tata
jaringan perdagangan dan pelayaran Nusantara dapat digambarkan pada peta berikut.