Anda di halaman 1dari 14

PSIKOLOGI KESEHATAN

NORMAL DAN ABNORMAL

OLEH
KELOMPOK 7:
SITI ALIFAH ROFI’I J1A118262
ALIFIANTI INDRIYANI NATASYA J1A119006
HASNI J1A119035
INAR WATI J1A119038
MUH. YUSUF J1A119048
WA ODE RAHMA WATI J1A119083
NAFA TRYANTI MUHTAR J1A119158
NUR NISA SAFITRI J1A119167
NURULFITRIANA MARDAN J1A119175
SARNI RAHMAWATI LAYN J1A119190
SARTIKA J1A119191
DINDA J1A119242
RIAN SAIR J1A119298
WA ODE SAKTILAWATI J1A119325

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat, karunia
dan hidayah-Nya, sehingga kami mampu menyusun dan menyelesaikan tugas Paper
ini dengan judul “Normal dan Abnormal”. Tugas ini kami susun untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Psikologi Kesehatan dalam program studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat. Kami berharap semoga
Paper ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan tugas ini masih
memiliki banyak sekali kekurangan dan kekeliruan. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun sehingga dapat
menyelesaikan tugas yang lebih baik lagi.

Kendari, 24 November 2021

Kelompok 7.

ii
PEMBAHASAN

A. Pengertian Normal Dan Abnormal


WHO mendefinisikan sehat/normal sebagai keadaan sejahtera fisik,
mental, dan sosial secara penuh. Sedangkan, Psikiater Karl Meninger
menyatakan bahwa orang yang sehat mental/normal adalah mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan, mampu menahan diri, menunjukkan
kecerdasan, berperilaku dengan menenggang perasaan orang lain, dan sikap
hidup yang bahagia.
Perilaku abnormal adalah kondisi emosional seperti kecemasan dan
depresi yang tidak sesuai dengan situasinya. Perilaku abnormal terdiri dari dua
kata yaitu perilaku dan abnormal, perilaku menurut kamus besar bahasa
Indonesia adalah tingkah laku seseorang manusia/sikap seorang manusia,
sedangkan abnormal dapat didefinisikan sebagai hal yang jarang terjadi atau
menyimpang dari kondisi biasanya.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Normalitas-Abnormalitas


Perkembangan
Ada beberapa kelompok yang memiliki pandangan mengenai penyebab
normalitas/ abnormalitas perkembangan, sebagai berikut (Herlina, 2016):
1. Kelompok yang menitikberatkan pada faktor konstitusi/dari dalam diri
individu.
Menurut kelompok ini, faktor biologis sangat berpengaruh dalam
perkembangan seseorang. Seorang anak sejak terbentuk menjadi manusia
sudah memperoleh apa-apa untuk menjadi sesuatu.
2. Kelompok yang menitikberatkan pada faktor lingkungan/dari luar diri
individu.
Kelompok ini menyatakan bahwa faktor lingkungan menentukan
tingkah laku seseorang. Yang termasuk faktor dari luar adalah faktor fisik
dan psikis.
3. Kelompok yang menitikberatkan pada interaksi faktor dari dalam dan dari
luar individu.
Menurut kelompok ini, pertanyaan tentang mana yang lebih
berpengaruh terhadap perkembangan, apakah faktor dari dalam atau faktor
dari luar individu, tidak akan pernah mendapat jawaban yang memuaskan.
Anne Anastasi menyatakan bahwa: Baik faktor konstitusi (nature) maupun
faktor lingkungan merupakan sumber timbulnya setiap perkembangan
tingkah laku, Kedua faktor tersebut tidak dapat berfungsi secara terpisah,
tetapi saling berhubungan dalam mempengaruhi perkembangan dan
Interaksi kedua faktor tersebut merupakan bentuk yang majemuk, artinya
hubungan yang terjadi akan mempengaruhi hubungan-hubungan lain yang
akan terjadi.

C. Model Perilaku Abnormal


Menurut Rismalinda dalam bukunya yang berjudul Psikologi Kesehatan
menjelaskan beberapa model perilaku abnormal yaitu:

1
1. Model psikoanalitik. Pendekatan ini memberikan tekanan pada peranan
dorongan-dorongan dasar yang bersifat nalariah dan tidak disadari
yang terdapat pada manusia umumnya, Seperti dan terutama dorongan
seks, sebagai penyebab utama terjadinya perilaku, termasuk perilaku
yang menyimpang atau gangguan jiwa. Tingkah laku abnormal dilihat
sebagai hasil dari perkembangan yang salah atau menggunakan defense
mechanism yang berlebihan ketika individu mulai kecemasan yang
dihayatinya.
2. Model behavioristic. Model ini menekankan pada perilaku yang over
atau terbuka serta objektif. Tingkah laku ini dilihat sebagai upaya
organisme untuk menyesuaikan diri dengan rangsangan-rangsangan di
lingkungan yang disebut stimulus abnormalitas dilihat sebagai adaptasi
yang tidak efektif atau menyimpang sebagai hasil belajar atau respon-
respon aktif untuk mempelajari apa atau kemampuan apa yang
dibutuhkan, atau dapat dikatakan salah dalam mempelajari suatu yang
baik atau berhasil dalam mempelajari hal-hal yang tidak benar.
3. Model humanistik. Model ini menekankan pada kecenderungan-
kecenderungan alamiah manusia dalam hal pengarahan diri yang
bertanggung jawab dan kepuasan diri. Abnormalitas dilihat sebagai
kalangan untuk mengembangkan humanistik seseorang secara penuh atau
lengkap sebagai akibat dari adanya blocking atau di Story kecenderungan
terdapat asumsi bahwa pada dasarnya manusia mampu mencapai apa yang
ia capai melalui proses yang disebut aktualisasi diri.
4. Model eksistensial. Model ini menekankan pada realitas primer kesadaran
atau pengalaman dan keputusan-keputusan individual yang dilakukan
secara sadar. Aliran ini yakni bahwa pada dasarnya Manusia adalah
makhluk yang ingin eksis abnormalitas dipandang sebagai kegagalan
untuk mencapai eksis mencapai identitas diri yang aktual dan cara hidup
yang penuh makna.
5. Model interpersonal. Model ini pada peran relasi antar pribadi dalam
membentuk perkembangan dan perilaku Individual. Abnormalitas
dipandang sebagai hasil atau berasal dari relasi antar individu atau
akomodasi tipe yang patologis. Gagal sebagai subjek yang membangun
interaksi dengan sesamanya sehingga kualitas pribadi yang menurun titik
manusia menurut aliran ini pada dasarnya adalah makhluk sosial (homo
socius) yang hanya dapat hidup kalau berada dalam hubungan pribadi
dengan orang lain.
6. Pendekatan kognitif. Pendekatan ini merupakan kelanjutan dari
pendekatan behaviorisme, dimana pendekatan kognitif berpendapat bahwa
kognitif ialah pikiran dan keyakinan yang membentuk perilaku kita
maupun emosi yang kita alami (Rosmalinda, 2017)

D. Klasifikasi Tingkah Laku Abnormal


Henderson dan Gillespie (1956) membagi beberapa jenis klasifikasi
gangguan jiwa, antara lain:

2
1. Klasifikasi Psikologis
Merupakan klasifikasi gangguan yang menitikberatkan pada
gangguan fungsi-fungsi psikologis, antara lain:
a. Gangguan-gangguan dalam ide, imajinasi dan emosi (Linneaus).
b. Gangguan “ideal” dan gangguan “notional” atau dalam fungsi
persepsi dan imajinasi sertagangguan dalam bidang konseptual atau
pemikiran (Arnold).
c. Gangguan dalam pengertian, gangguan dalam kehendak dan
gangguan campuran (Heinroth).
d. Gangguan intelektual dan gangguan afeksi (emosi) yang selanjutnya
dibagi menjadi gangguanafektif moral dan gangguan afektif animal
(Bucknill & Tuke).
e. Gangguan tanpa efek atau kerusakan intelektual dan gangguan dengan
efek intelektual, baik darilahir maupun yang diperoleh kemudian
(Ziehen).
2. Klasifikasi Fisiologis
Asumsinya, proses-proses mental memiliki dasar faal atau fisiologis.
Beberapa pendapat ahli antara lain:
a. Menurut Tuke gangguan fungsi sensorik (misalnya halusinasi), fungsi
motorik dan ide.
b. Maynart membagi penyebab tingkah laku abnormal ada tiga yaitu:
Perubahan anatomis, gangguan gizi, intoksikasi atau keracunan.
Gangguan gizi dapat mengakibatkan rangsangan atau gangguan di
otak yang bisa menyebabkan gangguan.
c. Wernicke membuat asumsi bahwa tiap isi kesadaran tergantung pada
seperangkat elemen saraf tertentu. Seseorang yang mengalami
gangguan jiwa mungkin mengalami interupsi atau hambatan atau ia
terlalu peka pada rangkaian asosiaso psikosensori, intrapsikis atau
psikomotor. Gangguan ini berturut-turut diberi nama sebagai berikut:
1) Di bidang psikosensoris, ada gangguan-gangguan anesthesia
(tidak ada rasa),hyeraesthesia (rasa berlebihan) dan parasthesia
(rasa yang tidak tepat).
2) Di bidang intrapsikis, ada gangguan afunction (tidak berfungsi),
hyperfunction (fungsi berlebihan) dan parafunction (salah
fungsi).
3) Di bidang psikomotor, ada gangguan akinesis (tak ada gerakan),
hyperkinesis (gerakan berlebihan) dan parakinesis (gerakan
salah).
3. Klasifikasi Etiologis
Klasifikasi ini didasarkan pada penyebab-penyebab yang
memunculkan sebuah gangguan. Ada pendapat yang menjelaskan bahwa
penyakit fisik bisa berpengaruh terhadap kondisi psikis sampai bisa
menyebabkan gangguan jiwa.
4. Klasifikasi Simtomatologis
Klasifikasi gangguan ini didasarkan pada gejala-gejala yang muncul.
Metode klasifikasi seperti ini merupakan metode yang paling penting

3
dalam psikiatri. Metode ini mencakup etiologi dan menekankan observasi
(pada simtom yang muncul). Ada asumsi bahwa gejala-gejala atau
symptom complex yang sifatnya sementara disebabkan oleh penyakit yang
mendasarinya yang sesuai dengan innate disposition (Kahlbaum &
Bleuler). Kraeplin berpendapat bahwa ada tiga kategori fungsi psikis
manusia yaitu :
a. S = Stimmung/Afeksi/Emosi
b. D = Denken/Kognisi/Pikiran
c. H = Handlung/Konasi/Tindakan
Jika ketiga hal tersebut semakin terintegrasi dengan baik, maka
kondisi kejiwaan seseorang semakin baik atau semakin sehat mental. Salah
satu dari sistem klasifikasi gangguan mental yang menggunakan metode
ini yaitu TheDiagnostic dan StatisticalManual of Mental Disorder (DSM)
yang dipakai di kalangan psikolog dan psikiater.
5. Klasifikasi Mutakhir
Klasifikasi gangguan jiwa yang terakhir dan terbaru adalah
Diagnostic and Stastitical Manual for Mental Disorders atau DSM III dan
DSM IV yang dibuat oleh American Psychiatric Association (APA).
Berbeda dengan DSM I dan DSM II, maka pada DSM III dan DSM IV
dasar klasifikasi gangguan jiwa diperluas. Awalnya DSM hanya
memperhatikan satu dimensi yaitu dimensi simtom klinis yang dinyatakan
dalam Axis 1. Kini DSM yang telah memasuki versi IV revised,
memperhatikan lima dimensi yaitu sebagai berikut :
a. Axis I simtom klinis.
b. Axis II gangguan kepribadian.
c. Axis III kondisi medik umum.
d. Axis IV masalah psikososial dan lingkungan.
e. Axis V penilaian fungsi secara global.(E, 2018)

E. Karakteristik Abnormal
Karakteristik perilaku abnormal, antara lain: (Watson, 2021)
1. Disfungsi Psikologis
Menjalankan peran/fungsi dalam kehidupan; integrasi aspek kognitif,
afektif, konatif/psikomotorik. Contoh: seoarang anak melihat ibunya
bertengkar dengan ayahnya dan melihat ibunya dipukuli/dianiaya oleh
ayahnya dan kemudian kedua orang tauanya bercerai.
a. Aspek kognitif yaitu perspektif anak terhadap ayahnya menjadi
negatif, menurutnya ayahnya itu jahat, tidak mempunyai perasaan dan
tidak sayang terhadap ibunya. Disekolah anak juga jadi tidak bisa
berkonsentrasi dalam belajar. Sehingga anak jadi malas belajar,
sehingga nilai disekolah menurun. Menjadi pendiam disekolah dan
tidak percaya diri.
b. Aspek afektif yaitu anak menjadi sedih, khawatir, cemas, dan takut
apabila melihat ibunya bertengkar dengan ayahnya.
c. Aspek konatif yaitu malas belajar, ingin memukul dan membunuh
ayahnya.

4
2. Distres (Impairment (Hendaya)
Menunjukkan pada keadaan “merusak” dirinya baik secara fisik
ataupun psikologis.
a. Secara fisik : memukul-mukul tangannya ketembok/kekaca hingga
berdarah, mengonsusmsi narkoba, minuman beralkohol secara
berlebihan.
b. Secara psikologis : mengurung diri dikamar tidak mau makan, main
game online di warnet hingga larut makan bahkan terkadang tidak
pulang seharian
3. Respon Atipkal (secara kultural tidak diharapkan)
Reaksi yang tidak sesuai dengan keadaan sosio kultural yang berlaku
contoh: teman-temanya mengolok-olok dan menjauhi dirinya karena dia
berasal dari keluarga broken home dan karena dia sudah menjadi
narapidana karena terlibat kasus narkoba. Ayahnya sudah tidak peduli lagi
terhadap keadaan ia dan ibunyanya sehingga ayahnya tidak mau sama
sekali menemui anaknya dan istrinya lagi. Ibunya juga dirawat dirumah
sakit jiwa (Watson, 2021).

F. Kriteria Perilaku Abnormal


Kriteria gangguan abnormalitas adalah sebagai beikut:
1. Kriteria Statistik
Seorang individu dikatakan berperilaku abnormal apabila
menunjukkan karakteristik perilaku yang yang tidak lazim alias
menyimpang secara signifikan dari rata-rata, Dilihat dalam kurve
distribusi normal (kurve Bell), jika seorang individu yang menunjukkan
karakteristik perilaku berada pada wilayah ekstrem kiri (-) maupun kanan
(+), melampaui nilai dua simpangan baku, bisa digolongkan ke dalam
perilaku abnormal.
2. Kriteria Norma
Perilaku individu banyak ditentukan oleh norma-norma yang berlaku
di masyarakat, – ekspektasi kultural tentang benar-salah suatu tindakan,
yang bersumber dari ajaran agama maupun kebiasaan-kebiasaan dalam
masyarakat , misalkan dalam berpakaian, berbicara, bergaul, dan berbagai
kehidupan lainnya. Apabila seorang individu kerapkali menunjukkan
perilaku yang melanggar terhadap aturan tak tertulis ini bisa dianggap
sebagai bentuk perilaku abnormal.
3. Kriteria Patologis
Seorang individu dikatakan berperilaku abnormal apabila berdasarkan
pertimbangan dan pemeriksaan psikologis dari ahli menunjukkan adanya
kelainan atau gangguan mental (mental disorder), seperti: psikophat,
psikotik, skizoprenia, psikoneurotik dan berbagai bentuk kelainan
psikologis lainnya (Crothers, 2021).

G. Penyebab Perilaku Abnormal


Sebab perilaku abnormal dapat ditinjau dari berbagai sudut, diantaranya
berdasarkan tahap berfungsinya dan berdasarkan sumber asalnya.

5
1. Menurut Tahap Berfungsinya
Coleman, Butcher dan Carson (1980) mengemukakan sebab perilaku
abnormal berdasarkan tahap berfungsinya dibedakan menjadi:
a. Penyebab Primer (Primary Cause) merupakan suatu kondisi yang
tanpa kehadirannya suatu gangguan tidak akan muncul.
b. Penyebab yang menyiapkan (Predisposing Cause) merupakan
penyebab yang menyiapkan adalah kondisi yang mendahului dan
membuka jalan bagi kemungkinan terjadinya gangguan tertentu dalam
kondisi tertentu di mana mendatang.
c. Penyebab Pencetus (Precipitating Cause). Penyebab pencetus adalah
setiap kondisi yang tidak tertahankan bagi individu dan mencetuskan
adanya gangguan.
d. Penyebab yang Menguatkan (Reinforcing Cause) Merupakan suatu
kondisi cenderung mempertahankan atau memperteguh perilaku
maladaptive yang sudah terjadi.
e. Sirkularitas Faktor Penyebab. Dalam praktinta atau realitas yang
ditemukan gangguan perilaku yang muncul jarang penyebabnya
tunggal. Serangkaian faktor penyebab yang kompleks, yang saling
mempengaruhi sebagai lingkaran setan, bukan hanya sebagai
hubungan sebab akibat sederhana, sering menjadi penyebab berbagai
abnormalitas.
2. Menurut Sumber Asalnya
Menurut sumber asalnya sebab-sebab gangguan perilaku atau
perilaku abnormal dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu:
a) Faktor Biologis
Berbagai keadaan biologis yang dapat menghambat
perkembangan maupun fungsi pribadi dalam kehidupan sehari-hari
seperti kelainan gen, kurang gizi, penyakit tertentu. Pengaruh faktor
biologis biasanya bersifat menyeluruh yaitu mempengaruhi seluruh
aspek perilaku, mulai dari kecerdasaan sampai daya tahan terhadap
stress. Menurut Coleman, Butcher dan Carson (1980) faktor biologis
diantaranya.
1) Cacat Genetik
Keadaan ini biasanya anomaly atau kelainan kromosom
berupa kelainan struktur atau jumlah kromosom yang dapat
menimbulkan gangguan kepribadian.
2) Kelemahan Konstitusional
Konstitusi adalah struktur biologis seseorang yang relative
menetap akibat pengaruh-pengaruh genetic atau lingkungan
sangat awal, termasuk lingkungan prenatal. Konstitusi meliputi
fisik atau baangun tubuh dikaitkan dengan sifat kepribadian dan
abnormalitas, cacat fisik meliputi cacat bawaan dan cacat yang
diperoleh sesudah lahir, dan kecenderungan reaksi primer yang
meliputi kepekaan, tempramen, dan cara-cara khas bereaksi
terhadap frustasi.

6
3) Deprivasi Fisik
Malnutrisi di masa bayi dapat menghambat pertumbuhan
fisik, melemahkan daya tahan terhadap penyakit, menghambat
pertumbuhan otak dan berakibat diet yang terlalu ketat dapat
menurunkan daya tahan seseorang terhadap stress dan
meningkatkan kemungkinan psikosis atau gangguan mental
lainnya.
4) Proses Emosi yang berlebihan
Glora emosi yang ekstrim yang berlangsung singkat dapat
mengganggu kemampuan seseorang dalam bereaksi secara tepat
pada situasi darurat. Korban bencana adalah orang-orang yang
cenderung mudah panik. Gejolak yang ekstrim demikian jika
berlangsung lama dapat berakibat negative terhadap penyesuaian
diri orang itu secara keseluruhan. Dapat muncul gejala penyakit
tertentu yang sulit disembuhkan seperti gangguan pernafasan,
gatal-gatal, sebagai suatu jenis penyakit yang disebut
psikosomatik.
5) Patologi Otak
Merupakan gangguan organic yang langsung melumpuhkan
fungsi otak. Gangguan demikian bersifat sementara seperti suhu
tubuh yang tinggi dan dapat pula permanen seperti infeksi sifilis.
Suhu tubuh yang tinggi dapat menimbulkan delirium atau
kekacauan mental, misalnya mengigau, sedangkan infeksi sifilis
yang menyerang otak akan menimblkan gangguan psikosis
tertentu yang lebih sulit disembuhkan.
b) Faktor Psikososial
1) Trauma di Masa Kanak-Kanak
Merupakan pengalaman yang menghancurkan rasa aman,
rasa mampu, dan harga diri sehingga menimbulkan luka psikis
yang sulit disembuhkan sepenuhnya. Trauma ini cenderung terus
di bawa ke masa dewasa yang dapat menimbulkan masalah
perilaku.
2) Deprivasi Perilaku
Merupakan tiadanya kesempatan untuk memperoleh
rangsangan emosi dari orang tua, berupa kehangatan, kontak
fisik, rangsangan intelektual, emosional dan sosial.
3) Hubungan Orang Tua dengan Anak yang Patogenik
Hubungan yang patogenik adalah hubungan yang tidak serasi
antara orang tua dengan anak yang menimbulkan gangguan
tertentu pada anak.
4) Struktur Keluarga yang Patogenik
Struktur suatu keluarga sangat menentukan corak
komunikasi yang berlangsung diantara paraanggotanya.
5) Stress Berat
Merupakan suatu keadaan yang menekan secara psikologis.
Keadaan ini yang dapat ditimbulkan oleh: frustasi yang

7
menyebabkan hilangnya harga diri, konflik nilai, dan tekanan
kehidupan modern.
c) Faktor Sosiokultural
Faktor sosiokultural meliputi keadaan obyektif dalam masyarakat
yang dapat menimbulkan adanya tekanan pada individu dan
melahirkan berbagai bentuk gangguan sepert; Suasana perang dan
suasana kehidupan yang diliputi kekerasan, Terpaksa menjalankan
peran sosial yang berpotensi menimbulkan gangguan, Menjadi korban
prasangka dan deskriminasi suku, agama, ras, antar golongan, Resesi
ekonomi dan kehilangan pekerjaan, dan Perubahan sosial dan IPTEK
yang sangat cepat.

H. Kajian Atau Contoh Kasus Abnormal


Perkembangan status mental beresiko gangguan psikosis menjadi
gangguan psikosis sepenuhnya dapat dijelaskan dalam beberapa periode.
Periode pertama adalah ketika individu pertama kali merasakan perubahan dari
dalam diri sendiri namun belum menunjukkan gejala psikosis. Periode kedua
adalah ketika lingkungan individu menyadari adanya perubahan pada individu
tersebut. Periode ketiga adalah ketika individu pertama kali merasakan gejala
psikosis yang tidak berkelanjutan dengan durasi tertentu, kejadian ini yang
disebut dengan status mental beresiko gangguan psikosis.
Seperti contohnya ketika anak mengamati bahwa orang tua mereka selalu
memberi arahan dalam melakukan sesuatu maupun mengambil keputusan.
Orang tua dengan tipe terlalu protektif bisa membuat anak merasa bahwa
arahan yang ia berikan menjadi batasan maupun tuntutan dalam bertindak yang
tidak dapat dibantah. Hasil observasi dan persepsi dari anak membuat anak
belajar dan mungkin mengartikan bahwa arahan tersebut akan selalu ia
dapatkan dari lingkungannya. Saat remaja anak diharapkan dan dituntut lebih
mandiri oleh lingkungan sosialnya di luar lingkungan keluarga dan ia tidak
dapat melakukannya dengan baik karena terbiasa diberikan arahan oleh orang
tua, ia akan mengalami kebingungan hingga muncul rasa cemas yang
berlebihan. Rasa cemas yang berlebihan tersebut dapat membuat anak
mengalami fobia sosial, dampak yang lain adalah anak mengalami depresi.
Depresi yang dikarenakan rasa cemas yang berlebihan tersebut bisa terus
terjadi, dan ketika tidak dapat diselesaikan dengan baik keadaan depresi
tersebut berkembang menjadi status mental beresiko gangguan psikosis.
Terdapat perilaku yang menjadi contoh untuk diamati dan ditiru berupa
pola asuh orang tua dan penilaian anak terhadap pola asuh tersebt. Muncul
konsekuensi ketika ia melakukan atau merespon terhadap pola asuh yang
diterima, ia akan mendapatkan penghargaan atau hukuman dari orang tua
sehingga perilaku tersebut akan menetap pada anak.

I. Pencegahan Dan Penanganan Perilaku Abnormal


1. Pencegahan
yang dimaksud dengan pencegahan dalam lingkup gangguan kejiwaan
ialah menyangkut dua hal, yaitu:

8
a. Mencari dan menghilangkan penyebab dari gangguan mental;
b. Membangun kondisi yang dapat mendorong lahirnya kesehatan
mental itu sendiri.
Terdapat tiga jenis pencegahan dalam masalah kejiwaan, ialah
pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.
a. Pencegahan primer
Usaha-usaha yang telah dilakukan dalam pencegahan primer ialah
seluruh cara yang dirancang agar mendorong perkembangan pada
kesehatan dan perilaku penanganan yang secara efektif, baik pada
taraf biologis, psikososial dan sosiokultural.
1) Usaha-usaha bagi kesehatan fisik
Usaha dibidang fisik dimulai dari perencanaan keluarga,
pemeliharaan prenatal dan pascanatal, dan pemeliharaan
kesehatan serta kebugaran badan dimasa dewasa dan tua.
2) Usaha-usaha kesehatan psikososial
Dalam hal ini usaha yang dilakukan pada dasarnya diarahkan
pada terbentuknya kehidupan jiwa yang sehat atau normal.
3) Usaha-usaha sosiokultural
Usaha-usaha ini menyangkut pada mulai dari pendidikan
masyarakatnya, keamanan sosialnya, dan perencanaan sosial
ekonomis masyarakat tersebut.
b. Pencegahan sekunder
Prevensi taraf ini menekankan deteksi dini dan mengenalkan
penanganan perilaku maladaptif dalam keluarga dan komunitas. Jadi
pencegahan ini meliputi insidensi dan lingkup perilaku maladaptif
dalam populasi spesifik, dengan deteksi awal perilaku yang demikian,
adanya berbagai kemungkinan fasilitas kesehatan mental dan dengan
adanya intervensi krisis.
c. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier melibatkan dukungan dan penanganan pasien
yang secara intensif untuk semacam gangguan emosional, maksudnya
yaitu untuk mencegah gangguan menjadi kronik dan kemungkinan
individu kembali pulang secepat mungkin.
2. Penanganan (Intervention)
Disamping psikoterapi dan psikoanalisis, juga dikenal nama lain,
yaitu melatih (coaching), bimbingan (guidance), konseling, pemberian
nasihat (advising), perlakuan (treatment), dan pengubahan perilaku
(behavior modification), yang dimaksud dengan melatih adalah memberi
petunjuk yang berulang-ulang mengenai apa yang harus dilakukan
individual ketika menghadapi masalah-masalah yang tidak mampu ia
hadapi atau tidak mampu ia tangani
Adapun penjelasan mengenai beberapa nama lain dari psikoterapi dan
psikoanalisis yaitu yang pertama Bimbingan adalah memberitahu dan
petunjuk serta mendampingi klien dalam memecahkan masalahnya, yang
kedua Konseling adalah usaha bantuan yang titik beratnya adalah
"menemani" klien untuk menyelesaikan masalah dengan cara

9
merefleksikan masalah klien sampai timbulnya pemahaman emosional
(emotional insight) dalam diri individu atas permasalahannya dan
kemampuannya untuk memecahkan masalahanya sendiri, yang ketiga
yaitu Pemberian nasihat adalah memberitahukan mengenai keadaan atau
cara yang dapat ditempuh mengenai masalah yang dialami klien, yang
keempat yaitu Perlakuan adalah setiap tindakan yang di berikan seorang
ahli kepada individual dengan maksud untuk menolong individu agar
terlepas dari keadaan terganggu atau terlilit masalah, yang kelima yaitu
Pengubahan perilaku adalah setiap tindakan yang diarahkan pada perilaku
yang salah pada seseorang sehingga ia dapat berfungsi optimal.
Dalam membahas berbagai perlakuan (treatment) untuk perilaku
abnormal, Susan Nolen Hoeksema, mengemukakan tiga pendekatan
perlakuan yang biasa diberikan terhadap mereka yang mengalami
gangguan kejiwaan atau abnormalitas yaitu perlakukan biologis (bilogical
treatments), terapi-terapi psikologi (psychological the rapies) dan
pendekatan-pendekatan sosial (social approaches).

10
KESIMPULAN

Orang yang sehat mental/normal adalah mampu menyesuaikan diri dengan


lingkungan, mampu menahan diri, menunjukkan kecerdasan, berperilaku dengan
menenggang perasaan orang lain, dan sikap hidup yang bahagia. Perilaku abnormal
adalah kondisi emosional seperti kecemasan dan depresi yang tidak sesuai dengan
situasinya. ada beberapa model perilaku abnormal yaitu; Model psikoanalitik,
Model behavioristic, Model humanistik, Model eksistensial, Model interpersonal,
dan Pendekatan kognitif. Karakteristik perilaku abnormal, antara lain; Disfungsi
Psikologis, Distres (Impairment (Hendaya), dan Respon Atipkal (secara kultural
tidak diharapkan). Kriteria gangguan abnormalitas adalah sebagai beikut: Kriteria
Statistik, Kriteria Norma, dan Kriteria Patologis. Sebab perilaku abnormal dapat
ditinjau dari berbagai sudut, diantaranya berdasarkan tahap berfungsinya dan
berdasarkan sumber asalnya. Terdapat tiga jenis pencegahan dalam masalah
kejiwaan, ialah pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.
Selain itu ada 3 pendekatan yang dapat dilakukan kepada mereka yang mengalami
gangguan kejiawaan atau abnormalitas yaitu; perlakukan biologis (bilogical
treatments), terapi-terapi psikologi (psychological the rapies) dan pendekatan-
pendekatan sosial (social approaches).

11
DAFTAR PUSTAKA

Candra, I Wayan. 2017. Psikologi: Landasan Keilmuan Praktik Keperawatan Jiwa.


Denpasar: Politeknik Kesehatan Denpasar Jurusan Keperawatan.
Crothers, L. M. (2021). International Journal Of School and Cognitive Psychology.
Longdom Journal, Vol. 8 (Issue 2).
E, Y. (2018). Psikologi Klinis. 148, 148–162.
Gea, A. A. (2013). Psychological Disorder Perilaku Abnormal: Mitos dan
Kenyataan. Humaniora, 4(1), 692.
https://doi.org/10.21512/humaniora.v4i1.3479
Herlina. (2016). Normalitas Dan Abnormalitas Dalam Perkembangan Serta
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya.
Rosmalinda. (2017). PSIKOLOGI KESEHATAN (A. Miftahunin (ed.); 1st ed.).
Trans Info Media. Jakarta
Watson, D. (2021). The Journal Of Psychopathology and Clinical Science Is The
Future Of The Journal Of Abnormal Psychology : An Editorial. Journal Of
Abnormal Psychology, Vol. 130 No.1, 1-2.

12

Anda mungkin juga menyukai