Anda di halaman 1dari 46

PSIKOLOGI

CRITICAL JURNAL REVIEW


PENDIDIKAN PTO ( A )

w PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Judul Buku : PSIKOLOGI PERKEMBANGAN


Nama pengarang : Yudrik Jahja
Penerbit/ thn terbit/ jlh hlm : Prenadamedia Group/ 2011/ 352
Judul Buku : PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Nama pengarang : Sri esti wuryani djiwandono
Penerbit/ thn terbit/ jlh hlm : Grasindo/ - / 414
Judul Buku : PSIKOLOGI
Nama pengarang : Carole wide dan Carol Tavis
Penerbit/ thn terbit/ jlh hlm : Erlangga/ - / 323

Judul Buku : PSIKOLOGI KRITIS

Nama pengarang : Dennis Fox dan Isaac Prileltensky


Penerbit/ thn terbit/ jlh hlm : Seri buku daras / - / 321

Nama Mahasiswa : Piter Jones Nainggolan

NIM / Prodi : 5202422012 / Pendidikan Teknik Otomotif

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK OTOMOTIF

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

08 Maret 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa  yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya kepada kita  semua, atas berkat karunia-Nyalah saya dapat
menyelesaikan makalah Critical Journal Review ini tanpa halangan yang berarti dan selesai tepat
pada waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini, saya tidak lupa mengucapkan banyak terima
kasih  kepada  bapak RONI SINAGA S.Pd, M.Pd yang telah  memberikan  tugas Critical Journal
Review ini sehingga saya dapat lebih memahami lebih jauh mengenai seperti apakah sebenarnya
yang di bahas dalam jurnal yang saya review serta apa kelebihan serta kekurangannya
dan  oleh  karena  itu  saya  dapat  menyelesaikan  penyusunan  makalah ini dengan baik.

Saya sadar makalah ini mungkin masih jauh dari kata sempurna, untuk itu saya berharap
saran dan kritik dari semua pihak untuk kesempurnaan makalah ini.

Akhirnya saya berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis sendiri dan seluruh
pembaca pada umumnya.

Medan, 8 Maret 2021

Piter Jones Nainggolan


BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Ada banyak teori – teori yang dikenalkan dan dijabarkan oleh para ahli terdahulu teori yang
lebih menekankan pemberian keterampilan dari berbagai unsur kecerdasan di mulai sejak usia
dini dan bagaiman cara pengenalan karakteristiknya dalam Upaya pengembangan kecerdasan,hal
ini efektif dilakukan pada usia dini. Karena merupakan masa kemasan atau sering disebut dengan
istilah Golden Age. Proses perkembangan otak relatif cepat pada masa ini. Usia dini juga
merupakan masa kritis dalam tahapan kehidupan manusia. Tahapan ini merupakan salah satu
faktor yang akan menentukan perkembangan kehidupan anak selanjutnya. Unsur-unsur
kecerdasan yang dapat dikembangkan meliputi kecerdasan matematika logika, kecerdasan
bahasa, kecerdasan musikal, kecerdasan visual spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan
interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan naturalis dan kecerdasan eksistensialis.
Seluruh unsur kecerdasan dikembangkan pada anak usia dini agar anak dapat berkembang dapat
secara optimal.

“Menurut pengertian secara psikologi belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya” Dengan kata lain, belajar merupakan suatu aktivitas perubahan manusia
untuk menjadi suatu yang lebih dari sebelumnya, perubahan tersebut antara perubahan pola pikir,
pola rasa, dan pola tingkah laku. Kemampuan seseorang untuk memahami dan menyerap
pelajaran sudah pasti berbeda tingkatnya. Ada yang cepat, sedang dan ada pula yang sangat
lambat. Karenanya, mereka seringkali harus menempuh cara berbeda untuk bisa memahami
sebuah informasi atau pelajaran yang sama” Cara belajar yang dimiliki oleh siswa sering disebut
dengan gaya belajar.

B. Tujuan
1. Mengulas isi sebuah buku
2. Mencari dan mengetahui informasi yang ada dalam buku
3. Melatih diri untuk berfikir kritis dalam mencari informasi yang diberikan oleh setiap bab
dari materi pembahasan
4. Mengkritisi satu atau dua topik materi kuliah psikologi Pendidikan

C. Manfaat
1. Untuk menambah wawasan tentang Psikologi pendidikan
2. Membantu pembaca dalam mencari informasi inti dari sebuah buku dari kelebihan
maupun kekurangan isi buku
3. Melatih diri untuk mampu menilai atau mengambil kesimpulan dari sebuah buku

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................2
BAB 1.........................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................3
A. Latar belakang.................................................................................................................................3
B. Tujuan.................................................................................................................................................3
C. Manfaat...............................................................................................................................................4
D. Indetitas Buku.....................................................................................................................................4
BAB II.........................................................................................................................................................7
ISI BUKU....................................................................................................................................................7
BAB I. TEORI BEHAVIOR...................................................................................................................7
Pengertian Teori Behavioristik.............................................................................................................7
1. Tahap-tahap Perkembangan Behavioristik....................................................................................10
2. Aplikasi Teori Behavioristik dan Ciri-ciri Terhadap Pembelajaran..................................................11
BAB II. TEORI NEUROSAINS...........................................................................................................12
A. Sejarah Perkembangan Neurosains....................................................................................................12
1. Bagaimana Otak Bekerja................................................................................................................14
2. Cara Kerja Otak Kiri dan Kanan......................................................................................................16
BAB III. TEORI KOGNITIF....................................................................................................................19
A. Perkembangan Kognitif Menurut Jean Pieget...................................................................................19
1. Perkembangan Intelektual.............................................................................................................20
2. Tahap Perkembangan Intelektual..................................................................................................23
3. Tingkatan Perkembangan Intelektual............................................................................................26
BAB IV. TEORI BRONFENBRENNER..................................................................................................27
2. PENDIDIKAN KARAKTER PERSPEKTIF EKOLOGI PERKEMBANGAN................................28
A. Aspek – aspek Dari Teori Ekologi...................................................................................................34
BAB V. TEORI ATRIBUSI......................................................................................................................37
A. Kesalahan dalam Atribusi..................................................................................................................41
BAB VI. TEORI KEPRIBADIAN............................................................................................................42
A. Pengertian Kepribadian dan Konsep Diri Menurut Philip Kotler......................................................42
Daftar pustaka…………………………………………………………………………………………………………………………………. …..42

BAB II

ISI BUKU

BAB I. TEORI BEHAVIOR

A. Pengertian Teori Behavioristik


Teori Behavioristik adalah teori yang mempelajari perilaku manusia. Perspektif behavioral
berfokus pada peran dari belajar dalam menjelaskan tingkah laku manusia dan terjadi melalui
rangsangan berdasarkan (stimulus) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respons)
hukum-hukum mekanistik. Asumsi dasar mengenai tingkah laku menurut teori ini adalah bahwa
tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh aturan, bisa diramalkan, dan bisa ditentukan. Menurut
teori ini, seseorang terlibat dalam tingkah laku tertentu karena mereka telah mempelajarinya,
melalui pengalaman-pengalaman terdahulu, menghubungkan tingkah laku tersebut dengan
hadiah. Seseorang menghentikan suatu tingkah laku, mungkin karena tingkah laku tersebut
belum diberi hadiah atau telah mendapat hukuman. Karena semua tingkah laku yang baik
bermanfaat ataupun yang merusak, merupakan tingkah laku yang dipelajari.

1. Dalam belajar siswa seharusnya dibimbing untuk aktif bergerak, mencari,


mengumpulkan, menganalisis, dan menyimpulkan dengan pemikirannya sendiri dan
bantuan orang dewasa lainnya berdasarkan pengalaman belajarnya. Inilah yang disebut
belajar dengan pendekatan inkuiri terbimbing.
2. Pendekatan psikologi ini mengutamakan pengamatan tingkah laku dalam mempelajari
individu dan bukan mengamati bagian dalam tubuh atau mencermati penilaian orang
tentang penasarannya. Behaviorisme menginginkan psikologi sebagai pengetahuan yang
ilmiah, yang dapat diamati secara obyektif. Data yang didapat dari observasi diri dan
intropeksi diri dianggap tidak obyektif. Jika ingin menelaah kejiwaan manusia, amatilah
perilaku yang muncul, maka akan memperoleh data yang dapat dipertanggungjawabkan
keilmiahannya.
3. Jadi, behaviorisme sebenarnya adalah sebuah kelompok teori yang memiliki kesamaan
dalam mencermati dan menelaah perilaku manusia yang menyebar di berbagai wilayah,
selain Amerika teori ini berkembang di daratan Inggris, Perancis, dan Rusia. Tokoh-
tokoh yang terkenal dalam teori ini meliputi E.L.Thorndike, I.P.Pavlov, B.F.Skinner,
J.B.Watson, dll.
1) Thorndike Menurut Thorndike (1911), salah seorang pendiri aliran tingkah
laku, teori behavioristik dikaitkan dengan belajar adalah proses interaksi
antara stimulus (yang berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) dan respons
(yang juga berupa pikiran, perasaan, dan gerakan). Jelasnya menurut
Thorndike, perubahan tingkah laku boleh berwujud sesuatu yang konkret
(dapat diamati), atau yang non-konkret (tidak bisa diamati). Dalam
implementasinya, siswa sekolah dasar mengalami peningkatan kemampuan
membaca dengan adanya interaksi siswa dengan media belajar, dalam hal ini
berupa media cerita bergambar. Belajar dengan menggunakan media
pembelajaran akan terbentuk proses penguasaan karena adanya interaksi
dalam belajar (Fahyuni, 2011) Meskipun Thorndike tidak menjelaskan
bagaimana cara mengukur berbagai tingkah laku yang non-konkret
(pengukuran adalah satu hal yang menjadi obsesi semua penganut aliran
tingkah laku), tetapi teori Thorndike telah memberikan inspirasi kepada pakar
lain yang datang sesudahnya. Teori Thorndike disebut sebagai aliran
koneksionisme (connectionism). Prosedur eksperimennya ialah membuat
setiap binatang lepas dari kurungannya sampai ketempat makanan. Dalam hal
ini apabila binatang terkurung maka binatang itu sering melakukan
bermacam-macam kelakuan, seperti menggigit, menggosokkan badannya ke
sisi-sisi kotak, dan cepat atau lambat binatang itu tersandung pada palang
sehingga kotak terbuka dan binatang itu akan lepas ke tempat makanan.
2) Ivan Petrovich Pavlov Classic Conditioning (pengkondisian atau persyaratan
klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap
hewan anjing, di mana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan
stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang
diinginkan. Dari contoh tentang percobaan dengan hewan anjing bahwa
dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan
melalui cara dengan mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat
untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu
tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar
dirinya.
3) John B. Watson Berbeda dengan Thorndike, menurut Watson pelopor yang
datang sesudah Thorndike, stimulus dan respons tersebut harus berbentuk
tingkah laku yang bisa diamati (observable). Dengan kata lain, Watson
mengabaikan berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar
dan menganggapnya sebagai faktor yang tidak perlu diketahui. Bukan berarti
semua perubahan mental yang terjadi dalam benak siswa tidak penting. Semua
itu penting. Akan tetapi, faktor-faktor tersebut tidak bisa menjelaskan apakah
proses belajar sudah terjadi atau belum. Hanya dengan asumsi demikianlah,
menurut Watson, dapat diramalkan perubahan apa yang bakal terjadi pada
siswa. Hanya dengan demikian pula psikologi dan ilmu belajar dapat
disejajarkan dengan ilmu lainnya seperti fisika atau biologi yang sangat
berorientasi pada pengalaman empiris. Berdasarkan uraian ini, penganut aliran
tingkah laku lebih suka memilih untuk tidak memikirkan hal-hal yang tidak
bisa diukur, meskipun mereka tetap mengakui bahwa hal itu penting.
4) Burrhus Frederic Skinner Menurut Skinner, deskripsi antara stimulus dan
respons untuk menjelaskan parubahan tingkah laku (dalam hubungannya
dengan lingkungan) menurut versi Watson tersebut adalah deskripsi yang
tidak lengkap. Respons yang diberikan oleh siswa tidaklah sesederhana itu,
sebab pada dasarnya setiap stimulus yang diberikan berinteraksi satu dengan
lainnya, dan interaksi ini akhirnya mempengaruhi respons yang dihasilkan.
Sedangkan respons yang diberikan juga menghasilkan berbagai konsekuensi,
yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkah laku siswa. Oleh karena itu,
untuk memahami tingkah laku siswa secara tuntas, diperlukan pemahaman
terhadap respons itu sendiri, dan berbagai konsekuensi yang diakibatkan oleh
respons tersebut (lihat bel-Gredler, 1986). Skinner juga memperjelaskan
tingkah laku hanya akan membuat segala sesuatunya menjadi bertambah
rumit, sebab alat itu akhirnya juga harus dijelaskan lagi. Misalnya, apabila
dikatakan bahwa seorang siswa berprestasi buruk sebab siswa ini mengalami
frustasi akan menuntut perlu dijelaskan apa itu frustasi. Penjelasan tentang
frustasi ini besar kemungkinan akan memerlukan penjelasan lain. Begitu
seterusnya.

B. Tahap-tahap Perkembangan Behavioristik

Fakta penting tentang perkembangan ialah bahwa dasar perkembangan adalah kritis. Sikap,
kebiasaan dan pola perilaku yang dibentuk selama tahun pertama, menentukan seberapa jauh
individu berhasil menyesuaikan diri dalam kehidupan mereka selanjutnya. Menurut Erikson
(Hurlock, 1980: 6) berpendapat bahwa masa bayi merupakan masa individu belajar sikap
percaya atau tidak percaya, bergantung pada bagaiamana orang tua memuaskan kebutuhan
anaknya akan makanan, perhatian, dan kasih sayang . Pola-pola perkembangan pertama
cenderung mapan tetapi bukan berarti tidak dapat berubah. Ada 3 kondisi yang memungkinkan
perubahan:

1. Perubahan dapat terjadi apabila individu memperoleh bantuan atau bimbingan untuk
membuat perubahan.
2. Perubahan cenderung terjadi apabila orang-orang yang dihargai memperlakukan individu
dengan cara yang baru atau berbeda (kreatif dan tidak monoton)
3. Apabila ada motivasi yang kuat dari pihak individu sendiri untuk membuat perubahan.
Dengan mengetahui bahwa dasar-dasar permulaan perkembangan cenderung menetap,
memungkinkan orang tua untuk meramalkan perkembangan anak dimasa akan datang.
Penganut aliran lingkungan (behavioristk) yakin bahwa lingkungan yang optimal
mengakibatkan ekspresi faktor keturunan yang maksimal. Proses perkembangan itu
berlangsung secara bertahap, dalam arti:
a) Bahwa perubahan yang terjadi bersifat maju meningkat atau mendalam atau
meluas secara kualitatif maupun kuantitatif. (prinsip progressif)
b) Bahwa perubahan yang terjadi antar bagian dan atau fungsi organisme itu
terdapat interpedensi sebagai kesatuan integral yang harmonis. (prinsip
sistematik)
c) Bahwa perubahan pada bagian atau fungsi organisme itu berlangsung secara
beraturan dan tidak kebetulan dan meloncatloncat.(prinsip
berkesinambungan).

C. Aplikasi Teori Behavioristik dan Ciri-ciri Terhadap Pembelajaran

a) Aplikasi Teori Behavioristik


1) Mementingkan Pengaruh Lingkungan
2) Mementingkan bagian-bagian
3) Mementingkan Peranan Reaksi
4) Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur
stimulus respons
5) Mementingkan perana kemampuan yang telah terbentuk sebelumnya
6) Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan
7) Hasil belajar yang dicapai ialah munculnya perilaku yang diinginkan
b) Ciri – ciri Teori Behavioristik
Pertama, aliran ini mempelajari perbuatan manusia bukan dari kesadarannya,
melainkan mengamati perbuatan dan tingkah laku yang berdasarkan kenyataan.
Pengalamanpengalaman batin di kesampingkan serta gerak-gerak pada badan yang
dipelajari. Oleh sebab itu, behaviorisme adalah ilmu jiwa tanpa jiwa. Kedua, segala
perbuatan dikembalikan kepada refleks. Behaviorisme mencari unsur-unsur yang
paling sederhana yakni perbuatanperbuatan bukan kesadaran yang dinamakan refleks.
Refleks adalah reaksi yang tidak disadari terhadap suatu pengarang. Manusia
dianggap sesuatu yang kompleks refleks atau suatu mesin. Ketiga, behaviorisme
berpendapat bahwa pada waktu dilahirkan semua orang adalah sama. Menurut
behaviorisme pendidikan adalah maha kuasa, manusia hanya makhluk yang
berkembang karena kebiasaan-kebiasaan, dan pendidikan dapat mempengaruhi reflek
keinginan hati.
BAB II. TEORI NEUROSAINS

A. Sejarah Perkembangan Neurosains


Neurology dimulai ketika Cajal, ilmuwan Spanyol ( pemenang Nobel 1906/ menemukan 4
doktrin Neuron sbb:
1) Sel saraf, sebagai unit sinyal dan blok pembentuk dasar otak disebut neuron. Neuron
terdiri dari dendrite, badan sel dan axon. Dendrit adalah tunas dari badan sel yang
menerima sinyal dari sel lain. Badan sel berupa selaput ( membrane) yang berisi nucleus (
DNA ). Axon yang terbentuk garis panjang dari badan sel adalah elemen yang
menyampaikan informasi dendrite sel lain melalui terminal axon.
2) Terminal axon menyampaikan informasi kedendrit sel lain di sinepsi, yaitu celah antara
axon dengan dendrite sel lain. Sinepsi sebelum celah disebut presinaptik, dan sesudahnya
disebut post sinaptik.
3) Neuron membentuk sinapsis dan berkomunikasi dengan sel saraf tertentu saja.
4) Sinyal dalam neuron berjalan kesatu arah saja, yaitu dari dendrit ke badan sel, axon,
presinaptik, menyeberang celah sinaptik, dan dendrite sel beikutnya. Selanjutnya
ditemukan bahwa neuron terdiri dari neuron (syaraf) sensorik, yaitu yang menerima
rangsangan dari luar, neuron motorik, yang mengendalikan kegiatan kegiatan sel otot,
dan interneuron, yang menjadi perantara diantara kedua neuron

Charles Sherrigon menemukan bahwa neuron tidak hanya dapat bersifat aktif
(mengirimkan sinyal tapi juga ada yang menggunakan terminal untuk menghentikan sel
penerima menyampaikan informasi, atau bersifat penghambat (inhibitory), sehingga tindakan
system syaraf ditentukan oleh integrasi kedua hal ini.
Selanjutnya Luigi Galvani ( 1971 ) dan kemudian Herman Von Helmhotz ( 1859 )
menemukan bahwa terdapat aktivitas listrik pada sel-sel otot binatang dan bahwa axon
menggunakan listrik sebagai alat untuk menyampaikan informasi sensorik dari luar ke spinal
cord ( urat syaraf tulung belakang ) dan otak perintah dari otak ke otot. Pengukuran Helmhotz
menunjukan bahwa kecepatan kawat metal menunjukkan bahwa kecepatan kawat metal
menyampaikan pesan ( sinyal ) 186 ribu / detik sedangkan axon 90 kai/detik, namun bersifat
aktif, untuk memastikan bahwa sinyal akan sampai dan tidak menurun kekuatannya. Hal ini
disebut potential atau energi potensial.
Edgar Douglas Adrian ( pemenang Nobel 1932 dengan Sherrigon ) menemukan bahwa
bentuk, amplitude dan kekuatan energi potensial yang dihasilkan satu sel syaraf adalah sama,
yang membedakannya hanya insensitasnya. Dengan demikian suatu stimlus yang kuat dari
infosensorik akan meningkatkan jumlah energi potensial perdetik.
Bernstein ( 1920 ) menunjukan bahwa energi potensial ditimbulkan oleh perbedaan ion
antara yang terdapat di dalam dan diluar selaput sel, karena selaput sel memiliki saluran
( channel ) yang memungkinkan ion potassium positif mengalir dari dalam sel dalam membrane
keanykan ion negative.
Bedasarkan penelitian terhadap neuron cumi, Alan Hodgkin dan Huxley ( pemenang
Nobel 1963 ) dan Katz menemukan baha energi potensial terbentuk karena masuknya ion sodium
positif mengubah voltase internal sel dan menghasilkan upstroke, pada saat hampir sama saluran
potassium terbuka dan ion potassium kelur dari sel, menhasilkan downstroke sehingga sel
kembali pada voltase semula. Setiap energi potensial menjadi sel punya lebih banyak sodium di
dalam , namun dikurangi dengan adanya protein yang mengangkut kelebihan ion sodium keluar.
Setiap energi potensial menghasilkan aliran yang mengatifkan wilayah sebelahnya secara
berantai, dengan cara ini maka sinyal dari pengalaman isual, motorik, pikiran atau memori
dikirim dari satu neuron lainnya.
Pada Oktober 2004, sekelompok ahli yang menekuni riset-riset otak berkumpul disebuah
pegunungan, didharmasala India. Ini bukan pertemuan biasa, sekalian dilakukan dalam bentuk
diskusi ringan sebari rekreasi . Pesertanya bukan orang sembarangan ahli otak kelas dunia
berkumpul membicarakan lihwal tentang otak,terutama kaitannya dengan meditasi dan
rileksasi.pertemuan tersebut membicarakan topic perihal neuroplastisitas adalah kemampuan sel-
sel saraf mengubah diri. Ini adalah soal kapasitas otak untuk berubah, baik karena pengaruh
sengaja dari luar maupun karena perubahan metabolisme dalam otak .
Menurut Balai lama, yang kemudian disetujui oleh para periset yang meneliti soal itu,
otak bukanlah elemen tubuh yang statis, yang sudah jadi sehingga tidak bias berubah.
Persoalannya kemudian adalah apa yang dapat dilakukan untuk dapat mengubah “ mesin
supercanggih” ini perubahan otak tidak mungkin terjadi tanpa intervensi serius, sistematis, dan
terutama latihan-latihan mental. Potensi otak untuk berubah sangat tak terbatas , bahkan boleh
dikatakan tidak terukur.
Pada saat yang hampir bersamaan, di laboratorium Biomolekul Fakultas Kedokteran
UGM Yogyakarta, pernah dilakukan penelitian dalam bidang neuronatomi ( Neurosains).
Otak dalam skala kecil , yakni bagaimana stress mempengaruhi otak. Peneliti pernah melihat apa
yang terjadi pada otak tikus putih ( Rattus norvegicus ) setelah dipaparkan stress dalam jangka
waktu tertentu. Yang saya lihat adalah perubahan pada jumlah “ penerima “ ( istilah ilmiahnya :
respoter) dari zat penhantar informasi di otak ( istilah ilmiahnya : Neuorotranmitter ) yang
bernama dopamine, sudah jadi pakem dalam brainsains bahwa informasi dapat berlanjut di otak
karena adanya perikatan antara respoter dan neurotransmiternya. Setiap neurotransmitter
memiliki reseptor khusus, bahkan sebuah resepoter pun meiliki berbagai varian yang berbeda
dengan yang ada dibagian yang lain tubuh, seperti pada pembuluh darah . Nah, perbedaan variasi
resepoter inilah yang membedakan efek dari sebuah neurotransmitter. Bagian-bagian otak tidak
saja berbeda dalam bentuknya, tetapijuga kandungan bahan organiknya, tetapi juga kandungan
bahan inorganic didalamnya. Misalnya ,ada zat bernama enzim yang ada pada satu tempat, tetapi
tidak ada pada tempat yang lain.
Oleh karena itu, sekalipun yang sama karena pengaruh enzim ini, hasil akhir akan
menjadi lain. Perbedaan enzim, reseptor, neuorotransmiter, dan segala zat kimia otak inilah yang
membedakan otak saya dan anda, antara otak sehat dan otak sakit, antara normal dan nirnormal.
Dalam brainsains, anda dan saya berbeda secara bermakna pada kadar zat-zat ini. Terlebih
spesifik pada gen yang mengode zat-zat ini.Sekalipun secara makroanatormi otak kita tampak
sama .
Dari penelitian sederhana yang dilakukan, peneliti menjumpai adanya perbedaan
bermakna dalam kadar resptor antara tikus yang diberi stresor dan tikus yang enjoy tanpa
stresor . Ringkasnya, intervensi dari luar ( berupa stresor ) sanggup mengubah struktur otak,
terutama pada kadar resepter dan neurotransmitter. Kita,boleh jadi tidak menemukan perubahan
bermakna pada otak yang dibedah sekalipun berasal dari dua orang yang berbeda, antara orang
sakit dan orang sehat , antara orang Jawa dan Jawa-Tondano ( salah satu suku di Minahasa ),
antara 2 ekor tikus sehat yang disayat-sayt otaknya.
Perubahan pada otak memang terjadi pada level miskropik, yang hanya dapat diamati
dengan alat dan cara khusus. Saya, misalnya menggunakan “cat” khusus (istilah ilmiahnya: cat
imunohistokimia ) yang dibeli di Jepang Karen atidak dijual di Indonesia ( untuk diketahui :
setetes”cat” ini harganya lebih dari dua juta rupiah). Oleh karena itu, jangan heran jika orang
sehat dan tidak sehat relative memiliki struktur makro yang sma. Plastistas otaklah yang
membedakan bagaimana dank e mana otak kita berubah .
Harapan , keinginan, dan kemampuan pun dapat mengubah struktur otak kita. Sebuah riset yang
dilakaukan pada kera-kera Afrika membukti hal ini . Para periset mengukur kadar zat kimia otak
bernama serotonin, pada kera-kera yang direkayasa menjadi pemimpin dan anak buah dalam satu
kelompok kecil kera Afrika. Apakah status social bisa mengubah serotonin otak ? Pemempin
kelompok memiliki kadar serotin tinggi, sementara para pengikutnya rendah, Namun, ketika
struktur kepemimpinan itu fikocok, dibikin sebaliknya, maka kadar serotin pun berubah
mengikuti perubahan status. Kera-kera ini menjadi agresif dan berkelahi satu sama lainnya.
Anda bisa bayangkan bagaimana jadinya kera yang dahulu dianggap bos kini menjadi anak buah,
dan dahulunya anak buah kini menjadi bos ( tidak usah heran kalau ada pejabat yang dicopot dari
jabatannya tiba-tiba menjadi gampang marah, sangat sensitif ,mudah curiga dan agresif ,tidak
heran jua kalau ada orang-orang biasa yang berjiwa keras, agresif dan mudah tersinggung,
kemudian menjadi sedikit tenang, sedikit agresif, dan sedikit pemarah ketika menjadi pemimpin
atau orang kaya.

B. Bagaimana Otak Bekerja

Otak bekerja dengan menggunakan prinsip sirkuit, bukan kerja sendiri. Sebuah fungsi dapat
terjadi karena semua bagian otak bekerja dalam sebuah sirkuit canggih. Setiap bagian
menyumbang kelebihannya masing-masing dalam sirkuit ini. Misalnya, fungsi spiritual dapat
terjadi karena seluruh bagian otak memberikan sumbangsih dalam sebuah “ sirkuit spiritual”
yang dapat melahirkan perasaan mistis atau perasaan tertentu yang berkaitan dengan rasa damai
dan nyaman. Oleh karena itu, sekalipun tersedia peranti otak untuk mengakses “ kehadiran “
Tuhan, kalau sirkuitnya tidak terbentuk,maka “kehadiran “ itu juga menjadi tidak bermakna;
bagaikan data yang tersebar disana-sini dan belum membentuk informasi,apalagi pengetahuan.
Sirkuit hanya akan terbentuk jika dia dirangsang terus melalui mekanisme plastisitas otak.
Sirkuit otak bekerja dengan mengikuti prinsip-prinsip dibawah ini, yang berkembang dalam
rentang waktu panjang kehidupan manusia ;
1) Prinsip resiprokal. Setiap sel saraf meluas membentuk juluran-juluran (disebut juluran )
ketika mereka bermigrasi, bahkan sebelum terjadi migrasi sel, pada saat awal-awal
tumbuh manusia. Migrasi sel saraf diarahkan oleh zat kimia khususnya untuk mencapai
organ target. Pada otak dewasa, sirkuit-sirkuit ini dicirikan oleh hubungantimbal balik
antara sel saraf. Beberapa sirkuit berhubungan secara langsung. Pada beberapa sel saraf
lain, sirkuit itu terjadi secara langsung, tetapi melalui perantara saraf. Hubungan thalamus
dengan korteks cerebri merupakan contoh hubungan resiprokal..
2) Hubungan bersifat konvergen atau divergen. Disebut koneksi divergen bila penghantar
iformasi berasal dari sebuah kelompok ( diskret ) menuju kesejumlah sel saraf yang
tersebar dibeberapa tempat yang berbeda. Contoh system divergen adalah lokus coeruleus
– sekelompok sel saraf pembentuk zat kimia noradrenalin (sesuku dengan adrenalin )
yang ada dibatang otak yang mengirimkan julurannya ke korteks cerbri dan beberapa
bagian yang kemudian memproyeksikan diri ke suatu sel saraf atau lokasi tertentu.
Misalnya, juluran yang berasal darikonteks entorhinal dari korteks cerebri diproyeksikan
ke korteks entorhinal yang ada lobus temporal medius.
3) Susunan serial atau parallel atau keduanya. Misalnya, masukan visual dari retina mata
mencapai otak dalam susunan serial dan parallel. Mula-mula masukan mata mencapai
retina, kemudian menuju corpus geniculatum laterale, lalu ke korteks visual primer.
Susunan ini bersifat serial. Dari korteks, visual kemudian disebarkan secara paralel
tempat di otak. Susunan parallel untuk daerah visual ini berkaitan dengan pemahaman
apa yang dilihat dalam koteks gerak ( motion ) dan bentuk (form). Tiga komponen yang
dilihat ini diproses secara paralel dikorteks cerbri.
4) Fungsi-fungsi spesifik . Daerah-daerah di otak di khususkan pada fungsi-fungsi tertentu.
Misalnya, kerusakan pada virus frontal interior kiri ( otak bahasa kiri ) mengakibatkan
kerusakan dalam produksi kata-kata. Namun, karena proses berbahasa adalah fungsi yang
kompleks, maka kerusakan bahasa tidak hanya bergantung pada area ini saja . Koneksi
divegen dan konvergen, serta tersusun serial danparalel, mungkinkanfungsi bahasa lain
tidak terganggu. Karena itu, neuropsikiatris ( keluhan maupun gejala yang ditampilkan )
tidak bisa dilihat dari daerah otak saja, tetapi keseluruhan koneksi yang saling
memengaruhi secara timbal balik.
5) Fungsi Kedua Belahan Otak

No Otak Kiri Otak kanan


.
1 Bahasa Bentuk dan pola
2 Logika Daya, imajinasi/ visualisasi
3 Detail Ritme dan music
4 Urutan tahap Intuisi
5 Analisis fakta Sintesa
6 Pengaturan Emosi
7 Perencanaan Interpersonal

6) Penggunaan Fungsi Otak dan Gaya Pemikiran yang distimulasikan


Kiri Kanan
- Logis Konseptual
- Analistis Idialitas
- Realitas Visionari
- Faktual Emosional
- Prosedural Humanistis
- Praktis Intuitif
- Organisatoris Spiritual

7) Fungsi Motor Sensorik

a) Berkembang melalui kontak langsung dengan lingkungan


b) Sistem Emosional – Kognitif
c) Berkembang melalui bermain, meniru, dan pembacaan cerita.
d) Kecerdasan Yang Lebih Tinggi
e) Berkembang jika dirawat dengan benar dan anak secara emosional sehat.
Secara emosional, maka ia bebas menggerakan bagian neokorteks yang lebih tinggi.
Neokorteks terdiri dari 12-15 juta sel saraf, yang disebut neuron. Sel-sel ini dapat berinteraksi
dengan sel-sel lain elalui vibrasi disepanjang cabang-cabang, yang disebut dendrit . Masing-
masing neuron dapat berinteraksi dengan neuron-neuron disekitarnya yang berari bahwa terjadi
interaksi yang potensial antara sel-sel dalam satu otak manusiadaripada atom-atom diseluruh
alam semesta. Interaksi ini juga menentukn kemampuan anda untuk belajar.
Otak anda mempunyai jutaan sel saraf yang disebut neuron, yang dapat berinteraksi dengan sel-
sel lain di sepanjang cabang yang disebut dendrit.
A. Lapisan Otak
(3 In 0ne ) Quantum learning Bobby De Porter
a) Otak eptile ( Penjaga )
 Melindungi dari bahaya fisik
 Mengendalikan dunia fisik
b) Otak limbik – Pengatur
 Mengatur system kekebalan tubuh, hormone dan tidur )
 Mengendalikan dunia emosional
c) Neo-conteks-Pemikir
 Bekerja dengan logika
 Menanggapi dengan pikiran yang beralasan
 Mengendalikan dunia kreaktif
Dalam buku Multimid: A New Way of Looking at Human Behavior, Robert Ornstein ( 1986 )
Menggambarkan beberapa cara pembelajaran sebagai system operasional otak. Ia tidak berbicara
tentang kecerdasan majemuk, yang diperkenalkan pertama kali oleh Howard Gardner ( 1983 )
dalam Framers of Mind. Tetapi, Orientein, yangmerupakan psikolog dan pakar neurobiologi,
mengaggap otak sebagai organ biologis dengan system majemuk yang berhubungan dengan
struktur otak.
Saling berdampingan, dibalik kulit, di dalam tengkorak, ada beberapa otak kecil spesifik,
terpisah, dan bertujuan khusus kumpulan bakat, kemampuan dan kapasitas khusus yang dimiliki
setiap orang tersebut tergantung sebagian pada bawaan lahir dan sebagian pada pengalaman.
Ilusi kita adalah bahwa diri kita, entah bagaimana, merupakan kesatuan, dengan tujuan danaksi
tunggal koheren. Oranglain pun merupakan satu permukaan halus, yang tampak konsisten dan
menyat. Akan tetapi, itu adalah ilusi karena kita tersembunyi dari diri kita sendiri, seperti kulit
yang menutupi banyak organ berbeda yang hanya bias dilihat jika penutup itu diangkat, kita buka
satu diri yang tunggal.

C. Cara Kerja Otak Kiri dan Kanan

Konsep otak – Modular/pikiran majemuk merupakan konsep relatif baru yang berkembang
secara tidak terduga dari riset pemisahan – otak ( spilt-brain) pada tahun 1960-an. Saat itu,
Joseph Bogen, Roger sperry, dan mahasiswa doctoral yang mereka bombing, Michael Gazzaniga
dan Joseph LeDoux, menggunakan teknik 1940-an untuk mengendalikan kejang,epilepsy pada
beberapa pasen yang gagal diobati ( Gazzaniga, 1985 ).Pada beberapa penderita epilepsy, mereka
memotong serabut saraf – korpus kalosum-yang menjembati kedua belahan otak, dan mendapati
bahwa serangan kejang menghilang
Bukan hanya itu, para peneliti terkejut mengetahui bahwa belahan otak kiridan kanan
berperilaku secara terpisah. Mereka mendapati bahwa belahan kana dominant untuk tugas visual-
konstruksional dan beberapa,Damisio ( 1994 ) dan mitranya menemukan bukti yang mendukung
bahwa kedua belahan otak tidak simetris dala cara mereka memproses emosi. Yang menarik riset
pemisahan otak ini mengawli penggabungan bidang neurosains dengan pendidikan.
Banyak peneliti menemukan bahwa manusia belum maksimal dalam memakai otaknya baik
untuk memecahkan masalah maupun menciptakan ide baru. Hal ini tidak lepas dari sistem
pendidikan yang berlaku saat ini yang hanya berfokus pada otak luar bagian kiri. Otak ini
berperan dalam pemrosesan logika, kata-kata, matematika, dan urutan yang dominan untuk
pembelajran akademis. Otak kanan yang berusaha irama ,musik, gambar , dan imajinasi kreatif
belum mendapat bagianbsecara proporsional untuk dikembangkan. Demikian juga dengan sistem
limbik sebagai pusat emosional yang belum dilibatkan dalam pembelajran, padahal pusat emosi
ini berhubungan erat dengan sistem penyimpanan memori jangka panjang. Lebih dari itu
pemanfaatan seluruh bagian otak ( whole Brain ) secara terpadu belum diaplikasikan dengan
efektif dalam sistem pendidikan. Dalam dasawarsa terakhir ini, otak berhasil dieksplorasikan
secara besar-besaran dan menghasilkan kesimpulan bahwa sungguh otak merupakan pusat
berpikir, berkreasi, berperadaban, dan beragama
Sistem pendidkan saat ini cenderung mengarahkanpeserta didik untuk hanya menerima
satu jawaban itulah yang kemudian diajarkan oleh dosen dan guru untuk kemudian diulangi oleh
peserta didik dengan baik pada saat ujian. Tak ruang untuk berpikir lateral, berpikir alternatif,
mencari jawaban yang nyeleneh, terbuka. Dan memandang kearah lain. Mungkin secara tak
sadar kita sebagi pendidik maupun orang tua telah banyak memasung potensi berpikir anak-anak
dan menghambat pengembqangan otaknya. Sistem pendidikan peradaban harus memungkinkan
peserta didik untuk mencampur-memisah, mengeraskan-melunakan, menebalkan-menipiskan,
menutup-membuka, memotong-menyambung sesuatu sehingga menjadi sesuatu yang baru. Pada
dasarnya suatu ide baru merupakan kombinasi dari ide-ide lama, dan tak ada sesuatu yang betul-
betul baru.
Telah terbukti bahwa selain memiliki kemampuan hebat untuk menyimpan informasi,
otak juga memiliki kemampuan yang sama hebat untuk menyusun ulang informasi tersebut
dengan cara baru, sehingga tercipta ide baru. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana
menerapkaan sistem pendidikan yang memungkinkan optimalisasi seluruh otak sehingga
penerimaan, pengolahan, penyimpanan, dan penggunaan informasi terjadi secara efisien. Sangat
inspiratif definisi pendidikan yang tercantum dalam sisdiknas yaitu upaya sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Otak terletak dalam batok kepala dan melanjut menjadi saraf tulang belakang ( medulla
spinalis ). Berat otak kurang lebih 1400 gram atau kira – kira 2 ‰ dari berat badan. Tidak ada
hubungan langsung antara berat otak dan besarnya kepala dengan tingkat kecerdasan. Otak
bertambah besar, namun tetap berada dalam tengkorak sehingga semakin dalam lekukan
pertanda semakin banyak informasi yang disimpan, dan semakin cerdaslah pemiliknya.
Secara antomis, bongkahan otak dapat dibagi menjadi otak besar ( cerebrum ), otak kecil
( cerebellum ), dan batang otak ( brain stem ). Pembelajaran sangat berhubungan dengan otak
besar, sedangkan otak kecil lebih bertanggung jawab dalam proses koordinasi dan
keseimbangan, dan batang otak mengatur denyut jantung serta proses pernafasan yang sangat
penting bagi kehidupan. Dalam rangka mengkaji sistem pendidikan, otak besar akan lebih
banyak dieksplorasi. Di dasar lekukan ada sekumpulan serat yang menghubungkan kedua
belahan otak yang disebut dengan “ corpus callosum “.Apabila otak dibelah secara vertikal, akan
terlihat otak bagian luar ( cortex cerebrib) yang berwarna abu-abu, dan otak bagian dalam yang
berwarna putih.
Cortex cerebri mempunyai tiga fugsi yaitu :
1. sensorik yang berfungsi untuk menerima masukan;
2. asosiasi yang bertugas mengolah masukan,
3. motorik yang bertugas mereaksi masukan dengan gerakan tubuh Masukan informasi dari
luar ditangkap melalui panca indra baik pengelihatan, pendengaran, penciuman,
peradaban, maupun pengecapan, sebagai contoh apabila telinga menerima masukan
suaravmaka akan dibawa oleh saraf pendengaran kepusatnya di cortex bagian samping.
Selanjutnya masukan dikirim kedaerah asosiasi untuk dicocokan makna katanya.
Akhirnya dikirim kepusat bicara di cortex depan untuk kemudian diperintahkan lidah
dan telinga dan tangan agar bertindak sebagai reaksinya. Semua proses tersebut disimpan
digudang memori dalam cortex untuk sewaktu-waktu dapat dipanggil kembali. Kejadian
puluhan tahun yang lalu yang diturunkan dari generasi ke generasi.

Hal inilah yang kemmudian membentuk insting dan reaksi tak terduga dari manusia jika
berhadapan dengan hal yang dahulu pernah dihadapi oleh nenek moyangnya Otak menyimpan
informasi dengan menggunakan asosiasi. Apabila ada penguatan informasi lama dan
penambahan informasi baru maka sel-sel otak segera berkembang membentuk hubungan-
hubungan baru. Semakin banyak jalinan saraf terbentuk, semakin lama dan kuat informasi itu
disimpan. Hubungan antara sel saraf terjadi di sinaps yang mengubah energi listrik menjadi
energi kimia dengan mengeluarkan neurontransmitter. Energi kimia ini kemudian diubah
menjadi menjadi energi listrik kembali pada sel saraf berikutnya. Rangsangan yang terus
menerus akan mempercepat jalannya energi listrik di saraf, dan energi kimia di sanaps sehingga
akan membuat otak semakin segar. Inilah beda mendasar antara otak dan komputer, meskipun
komputer dirancang atas dasar kerja otak. Semakin digunakan , komputer akan semakin aus,
sedangkan otak semakin canggih karena mengikuti hukum “ use it or lose it “ ( gunakan atau
hilan ) seperti halnya otak dan tulang ( Taufik, 1999 ).
Eksplorasi otak selama era otak ( Brain Era ) yaitu tahun 1980 – 2000 berhasil
menunjukan fakta bahwa otak menyediakan komponen anatomis untuk aspek rasional
( Intelligence Quotient = IQ ) aspek emosional ( Emtional Quotient = EQ ), dan aspek spiritual
( Spiritual Quotient = SQ ). Sperti diketahui bahwa dalam satu kepala memang ada tiga cara
berpikir yaitu rasional,emosional, dan spiritual. Penemuan mutahir dalam neurosains semakin
membuktikan bahwa bagian-bagian tertentu otak bertanggung jawab dalam menata jenis-jenis
kecerdasan manusia. Kecerdasan matematika dan bahasa berpusat di otak kiri, meskipun untuk
matematika tidak terpusat secara tegas di otak kiri, sedangkan untuk bahasa tepatnya didaerah
Wernicke dan Brocca. Kecerdasan musik dan spiritual berpusat pada otak kanan. Kecerdasan
kinestetik sebagaimana dimiliki oleh olah ragawan berpusat di daerah motorik cortek cerebri.
Kecerdasan intra pribadi dan antar pribadi ditata pada sistem limbik dan dihubungkan dengan
lobus prefrontal maupun temporal ( Snell, 1996).
Setidaknya ada tujuh jenis kecerdasan yang dikemukakan oleh Gardner (1999 ) yaitu
linguistik, matematika, spesial kinestik, musik, antar pribadi, dan interpribadi. Selanjurnya
Gaedner juga menambahkannya lagi dengan tiga kecerdasan penting yaitu kecerdasan naturalis,
eksistensia, dan spiritual, Meskipun eksplorasi telah dilakukan secara mengagumkan, namun
masih banyak misteri yang belum terungkap. Dari apa yang telah terungkap dirumuskan 10
Hukum dasar otak ( Dryden, 2001 ) sebagai berikut :
1. Otak menyimpan informasi dalam sel-sel sarafnya.
2. Otak mempunyai komponen untuk menciptakan kebiasaan dalam berpikir dan
berperilaku.
3. Otak menyimpan informasi dalam bentuk kata, gambar, dan warna.
4. Otak tidak membedakan fakta dan ingatan.Otak bereaksi terhadap ingatan sama persis
dengan reaksinya terhadap fakta.
5. Imajinasi dapat memperkuat otak dan mencapai apa saja yang dikehendaki.
6. Konsep dan informasi dalam otak disusun dalam bentuk pola – pola.
7. Alat indra dan reseptor saraf menghubungkan otak dengan dunia luar.Latihan indra dan
latihan fisik dapat memperkuat otak.
8. Otak tak pernah istirahat. Ketika otak rasional kelelahan dan tak dapat menuntaskan
pekerjaan, otak intuitif akan melanjutkannya.
9. Otak dan hati berusaha dekat. Otak yang diasah terus-menerus akan menjadi semakin
bijak dan tenang.
10. Kekuatan otak juga ditentukan oleh makanan fisik yang diterima otak.

BAB III. TEORI KOGNITIF

A. Perkembangan Kognitif Menurut Jean Pieget

Piaget lebih menitik beratkan pembahasannya pada struktur kognitif. Ia meneliti dan menulis
subjek perkembangan kognitif ini dari tahun 1927 sampai 1980. Berbeda dengan para ahli-ahli
psikologi sebelumnya. Ia menyatakan bahwa cara berfikir anak bukan hanya kurang matang
dibandingkan dengan orang dewasa karena kalah pengetahuan, tetapi juga berbeda secara
kualitatif. Menurut penelitiannya juga bahwa tahap-tahap perkembangan intelektual individu
serta perubahan umur sangat mempengaruhi kemampuan individu mengamati ilmu pengetahuan.
Piaget mengemukakan penjelasan struktur kognitif tentang bagaimana anak mengembangkan
konsep dunia di sekitar mereka. Teori Piaget sering disebut genetic epistimologi (epistimologi
genetik) karena teori ini berusaha melacak perkembangan kemampuan intelektual, bahwa genetic
mengacu pada pertumbuhan developmental bukan warisan biologis (keturunan). Menurut Piaget,
anak dilahirkan dengan beberapa skemata sensorimotor, yang memberi kerangka bagi interaksi
awal anak dengan lingkungannya. Pengalaman awal si anak akan ditentukan oleh skemata
sensorimotor ini. Dengan kata lain, hanya kejadian yang dapat diasimilasikan ke skemata itulah
yang dapat di respons oleh si anak, dan karenanya kejadian itu akan menentukan batasan
pengalaman anak. Tetapi melalui pengalaman, skemata awal ini dimodifikasi. Setiap pengalaman
mengandung elemen unik yang harus di akomodasi oleh struktur kognitif anak. Melalui interaksi
dengan lingkungan, struktur kognitif akan berubah, dan memungkinkan perkembangan
pengalaman terus-menerus. Tetapi menurut Piaget, ini adalah proses yang lambat, karena
skemata baru itu selalu berkembang dari skemata yang sudah ada sebelumnya. Dengan cara ini,
pertumbuhan intelektual yang dimulai dengan respons refleksif anak terhadap lingkungan akan
terus berkembang sampai ke titik di mana anak mampu memikirkan kejadian potensial dan
mampu secara mental mengeksplorasi kemungkinan akibatnya. Interiorisasi menghasilkan
perkembangan operasi yang membebaskan anak dari kebutuhan untuk berhadapan langsung
dengan lingkungan karena dalam hal ini anak sudah mampu melakukan manipulasi simbolis.
Perkembangan operasi (tindakan yang diinteriorisasikan) memberi anak cara yang kompleks
untuk menangani lingkungan, dan oleh karenanya, anak mampu melakukan tindakan intelektual
yang lebih kompleks. Karena struktur kognitif anak lebih terartikulasikan. Demikian pula
lingkungan fisik anak, jadi dapat dikatakan bahwa struktur kognitif anak mengkonstruksi
lingkunganfisik.

B. Perkembangan Intelektual

1. Struktur

Untuk sampai pada pengertian struktur, diperlukan suatu pengertian yang erat
hubungannya dengan struktur yaitu pengertian operasi. Piaget berpendapat bahwa ada hubungan
fungsional antara tindakan fisik dan tindakan mental dan perkembangan berfikir logis anak-anak.
Tindakan (action) menuju pada perkembangan operasi dan operasi selanjutnya menuju pada
perkembangan struktur.

Operasi-operasi ini mempunyai empat ciri, yaitu:


1) Operasi merupakan tindakan yang terinternalisasi. Ini berarti antara tindakan-tindakan
itu. Baik tindakan mental maupun tindakan fisik tidak terdapat pemisah-misah,
misalnya seorang anak mengumpulkan semua kelerang kuning dan merah,
tindakannya ialah merupakan baik tindakan mental maupun fisik. Secara fisik ia
memindahkan kelereng-kelereng itu, tetapi tindakannya itu dibimbing oleh hubungan
“sama” dan “berbeda” yang diciptakannya dalam pikirannya.
2) Operasi-operasi itu reversible. Misalnya menambah dan mengurangi merupakan
operasi yang sama yang dilakukan dengan arah yang berlawanan. Sebagai contoh: 2
dapat ditambahkan dengan 1 untuk memperoleh 3, atau 1 dapat dikurangi dari 3 untuk
memperoleh 2.
3) tidak ada operasi yang berdiri sendiri. Suatu operasi selalu berhubungan dengan
struktur
atau sekumpulan operasi. Misalnya operasi penambahan-pengurangan berhubungan
dengan operasi klasifikasi, pengurutan, dan konservasi bilangan. Operasi itu asli
saling membutuhkan. Jadi operasi itu adalah tindakan-tindakan mental yang
terinternalisasi, reversible, tetap dan terintegrasi dengan struktur-struktur dan operasi-
operasi lainnya. Selanjutnya yang
4) struktur juga disebut skemata merupakan organisasi mental yang tinggi, satu tingkat
lebih tinggi dari individu waktu ia berinteraksi dengan lingkungannya. Struktur yang
terbentuk lebih memudahkan individu itu menghadapi tuntutan-tuntutan yang makin
meningkat dari lingkungannya. Diperolehnya suatu struktur atau skemata berarti telah
terjadi suatu perubahan dalam perkembangan intelektual anak.

2. ISI

Hal yang dimaksud dengan isi ialah pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada
respons yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi-situasi yang dihadapinya.
Anatara tahun 1920 dan 1930 perhatian Piaget dalam penelitiannya tertuju pada isi pikiran anak,
misalnya perubahan dalam kemampuan penalaran semenjak kecil sekali hingga agak besar,
konsepsi anak tentang alam sekitarnya yaitu pohon-pohon, matahari, bulan, dan konsepsi tentang
beberapa peristiwa alam.
3. FUNGSI

Fungsi ialah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan-kemajuan


intelektual. Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada 2 fungsi yaitu organisme
dan adaptasi. Fungsi organisme untuk mensistematikkan proses fisik atau psikologi menjadi
sistem yang teratur dan berhubungan atau berstruktur, seperti halnya seorang bayi mempunyai
struktur-struktur perilaku untuk memfokuskan visual dan memegang benda secara terpisah. Pada
suatu saat dalam perkembangannya, bayi itu dapat mengorganisasi kedua struktur perilaku ini
menjadi struktur tingkat tinggi dengan memegang suatu benda sambil melihat benda itu, dengan
organisasi, struktur fisik dan psikologis diintergrasi menjadi struktur tingkat tinggi. Piaget
melihat perkembangan intelektual sebagai proses membangun model realitas dalam diri dalam
rangka memperoleh informasi mengenai cara-cara membangun gambaran batin tentang dunia
luar, sebagian besar masa kecil kita dihabiskan untuk aktif mempelajari diri kita sendiri dan
dunia luar. Mungkin anda pernah memperhatikan, anak-anak yang masih sangat belia pun sudah
punya rasa ingin tahu yang besar tentang kemampuan diri dan lingkungan sekitarnya. Fungsi
organisme untuk mensistematikkan proses fisik atau psikologi menjadi sistem yang teratur dan
berhubungan atau berstruktur, seperti halnya seorang bayi mempunyai struktur-struktur perilaku
untuk memfokuskan visual dan memegang benda secara terpisah. Pada suatu saat dalam
perkembangannya, bayi itu dapat mengorganisasi kedua struktur perilaku ini menjadi struktur
tingkat tinggi dengan memegang suatu benda sambil melihat benda itu, dengan organisasi,
struktur fisik dan psikologis diintergrasi menjadi struktur tingkat tinggi. Piaget melihat
perkembangan intelektual sebagai proses membangun model realitas dalam diri dalam rangka
memperoleh informasi mengenai cara-cara membangun gambaran batin tentang dunia luar,
sebagian besar masa kecil kita dihabiskan untuk aktif mempelajari diri kita sendiri dan dunia
luar. Mungkin anda pernah memperhatikan, anak-anak yang masih sangat belia pun sudah punya
rasa ingin tahu yang besar tentang kemampuan diri dan lingkungan sekitarnya. Fungsi kedua
yang melandasi perkembangan intelektual ialah adaptasi. Sebagai proses penyesuaian skema
dalam merespon lingkungan melalui proses yang tidak dipisahkan, yaitu:

Asimilasi ialah penyatuan (pengintegrasian) informasi, persepsi, konsep dan pengalaman


baru kedalam yang sudah ada dalam benak seseorang. Dalam proses asimilasi seseorang
menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah ada untuk menghadapi masalah yang
dihadapinya dalam lingkungannya.

Akomodasi ialah individu mengubah dirinya agar bersesuaian dengan apa yang diterima
dari lingkungannya. Sebagai proses penyesuaian atau penyesuian atau penyusunan kembali
skema ke dalam situasi yang baru. Proses penyerapan ini saling berkaitan, sebagai contoh ketika
seorang anak belum mengetahui/mengenal api, suatu hari anak merasa sakit karena terpercik api,
maka berdasarkan pengalamannya terbentuk struktur penyesuaian skema pada struktur kognitif
anak tentang “api” bahwa api adalah sesuatu yang membahayakan oleh karena itu harus
dihindari, ini dinamakan adaptasi. Dengan demikian, ketika ia melihat api, secara refleks ia akan
menghindar. Semakin anak dewasa, pengalaman anak tentang api bertambah pula. Ketika anak
melihat ibunya memasak memakai api, ketika anak melihat bapaknya merokok menggunakan
api, maka skema yang telah terbentuk disempurnakan, bahwa api bukan harus dihindari tetapi
dapat dimanfaatkan. Proses penyesuaian skema tentang api yang dilakukan oleh anak itu
dinamakan asimilasi. Semakin anak dewasa, pengalaman itu semakin bertambah pula. Ketika
anak melihat bahwa pabrik-pabrik memerlukan api, setiap kenderaan memerlukan api, dan lain
sebagainya, maka terbentuklah skema baru tentang api. bahwa api bukan harus dihindari dan
juga bukan hanya sekedar dapat dimanfaatkan, akan tetapi api sangat dibutuhkan untuk
kehidupan manusia. Proses penyempurnaan skema itu dinamakan proses akomodasi.

C. Tahap Perkembangan Intelektual

Perkembangan kognitif merupakan pertumbuhan berfikir logis dari masa bayi hingga
dewasa, menurut Piaget perkembangan yang berlangsung melalui empat tahap, yaitu:

1. Tahap sensori-motor : 0 – 1,5 tahum


2. Tahap pra-operasional : 1,5 – 6 tahun
3. Tahap operasional konkrit : 6 – 12 tahun
4. Tahap operasional formal : 12 tahun ke atas

Piaget percaya, bahwa kita semua melalui keempat tahap tersebut, meskipun mungkin
setiap tahap dilalui dalam usia berbeda. Setiap tahap dimasuki ketika otak kita sudah cukup
matang untuk memungkinkan logika jenis baru atau operasi Semua manusia melalui setiap
tingkat, tetapi dengan kecepatan yang berbeda, jadi mungkin saja seorang anak yang berumur 6
tahun berada pada tingkat operasional konkrit, sedangkan ada seorang anak yang berumur 8
tahun masih pada tingkat pra-operasional dalam cara berfikir. Namun urutan perkembangan
intelektual sama untuk semua anak, struktur untuk tingkat sebelumnya terintegrasi dan termasuk
sebagai bagian dari tingkat-tingkat berikutnya.

a. Tahap Sensorimotor

Sepanjang tahap ini mulai dari lahir hingga berusia dua tahun, bayi belajar tentang diri
mereka sendiri dan dunia mereka melalui indera mereka yang sedang berkembang dan melalui
aktivitas motor. Aktivitas kognitif terpusat pada aspek alat dria (sensori) dan gerak (motor),
artinya dalam peringkat ini, anak hanya mampu melakukan pengenalan lingkungan dengan
melalui alat drianya dan pergerakannya. Keadaan ini merupakan dasar bagi perkembangan
kognitif selanjutnya, aktivitas sensori motor terbentuk melalui proses penyesuaian struktur fisik
sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan

b. Tahap pra-operasional

Pada tingkat ini, anak telah menunjukkan aktivitas kognitif dalam menghadapi berbagai
hal diluar dirinya. Aktivitas berfikirnya belum mempunyai sistem yang teroganisasikan. Anak
sudah dapat memahami realitas di lingkungan dengan menggunakan tanda –tanda dan simbol.
Cara berpikir anak pada pertingkat ini bersifat tidak sistematis, tidak konsisten, dan tidak logis.
Hal ini ditandai dengan ciri-ciri:

1) Transductive reasoning, yaitu cara berfikir yang bukan induktif atau deduktif tetapi
tidak logis
2) Ketidak jelasan hubungan sebab-akibat, yaitu anak mengenal hubungan sebab-akibat
secara tidak logis
3) Animisme, yaitu menganggap bahwa semua benda itu hidup seperti dirinya
4) Artificialism, yaitu kepercayaan bahwa segala sesuatu di lingkungan itu mempunyai
jiwa seperti manusia
5) Perceptually bound, yaitu anak menilai sesuatu berdasarkan apa yang dilihat atau di
dengar
6) Mental experiment yaitu anak mencoba melakukan sesuatu untuk menemukan
jawaban dari persoalan yang dihadapinya
7) Centration, yaitu anak memusatkan perhatiannya kepada sesuatu ciri yang paling
menarik dan mengabaikan ciri yang lainnya Egosentrisme, yaitu anak melihat dunia
lingkungannya menurut kehendak dirinya

c. Tahap Operasional Konkrit

Pada tahap ini, anak sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika atau
operasi,tetapi hanya untuk objek fisik yang ada saat ini. Dalam tahap ini, anak telah hilang
kecenderungan terhadap animism dan articialisme. Egosentrisnya berkurang dan kemampuannya
dalam tugas-tugas konservasi menjadi lebih baik. Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka
anak-anak pada tahap operasional kongkrit masih mengalami kesulitan besar dalam
menyelesaikan tugas-tugas logika. Sebagai contoh anak-anak yang diberi tiga boneka dengan
warna rambut yang berlainan (edith, susan dan lily), tidak mengalami kesulitan untuk
mengidentifikasikan boneka yang berambut paling gelap. Namun ketika diberi pertanyaan,
“rambut edith lebih terang dari rambut susan. Rambut edith lebih gelap daripada rambut lily.
Rambut siapakah yang paling gelap?”, anak-anak pada tahap operasional kongkrit
mengalamikesulitan karena mereka belum mampu berpikir hanya dengan menggunakan
lambang-lambang.

d. Tahap Operasional Formal

Pada umur 12 tahun keatas, timbul periode operasi baru. Periode ini anak dapat
menggunakan operasi-operasi konkritnya untuk membentuk operasi yang lebih
kompleks.Kemajuan pada anak selama periode ini ialah ia tidak perlu berpikir dengan
pertolongan benda atau peristiwa konkrit, ia mempunyai kemampuan untuk berpikir abstrak.
Anak-anak sudah mampu memahami bentuk argumen dan tidak dibingungkan oleh sisi argumen
dan karena itu disebut operasional formal.
D. Tingkatan Perkembangan Intelektual

a. Kedewasaan

Perkembangan sistem saraf sentral yaitu otak, koordinasi motorik dan manifestasi fisik
lainnya menpengaruhi perkembangan kognitif. Kedewasaan atau maturasimerupakan faktor
penting dalam perkembangan intektual.

b. Penalaran Moral

Interaksi dengan lingkungan fisik digunakan anak untuk mengabstrakkan berbagai sifat
fisik benda-benda. Bila seorang anak menjatuhkan sebuah benda dan menemukan bahwa benda
itu pecah atau bila ia menempatkan benda itu dalam air, kemudian ia melihat bahwa benda itu
terapung ia sudah terlibat dalam proses abstraksi sederhana atau abstraksi empiris. Pengalaman
ini disebut pengalaman fisik untuk membedakannya dengan pengalaman logika-matematika,
tetapi secara paradoks pengalaman fisik ini selalu melibatkan asimilasi pada struktur-struktur
logika-matematika. Pengalaman fisk ini meningkatkan kecepatan perkembangan anak sebab
observasi benda-benda serta sifat-sifat benda itu menolong timbulnya pikiran yang lebih
kompleks.

c. Pengalaman Logika-Matematika

Pengalaman yang dibangun oleh anak, yaitu ia membangun atau menkonstruks


hubungan-hubungan antara objek-objek. Sebagai contoh misalnya, anak yang sedang
menghitung beberapa kelereng yang dimilikinya dan ia menemukan “sepuluh” kelereng. Konsep
“sepuluh” bukannya sifat kelereng-kelereng itu, melainkan suatu kontruksi lain yang serupa,
yang disebut pengalaman logika-matematika.

d. Transmisi Sosial
Dalam tansmisi sosial, pengetahuan itu datang dari orang lain, seperti pengaruh bahasa,
instruksi formal dan membaca, begitu pula interaksi dengan teman-teman dan orang-orang
dewasa termasuk faktor transmisi sosial dan memegang peranan dalam perkembangan.

e. Pengaturan Sendiri

Pengaturan sendiri atau ekuilibrasi adalah kemampuan untuk mencapai Kembali


keseimbangan (equilibrium) selama periode ketidakseimbangan (disequlibrium). Ekuilibrasi
merupakan suatu proses untuk mencapai tingkat-tingkat berfungsi kognitif yang lebih tinggi
melalui asimilasi dan akomodasi tingkat demi tingkat. Jika pengaturan sendiri sudah dimiliki
anak, ia mampu menjelaskan hal-halyang dirasakan anak dari lingkungannya, kondisi ini
dinamakan equilibrium. Namun ketika anak menghadapi situasi baru yang tidak bisa dijelaskan
dengan pengaturan diri yang sudah ada, anak mengalami sensasi disequlibrium yang tidak
menyenangkan.Secara naluriah, kita disarankan untuk memperoleh pemahaman tentang dunia
dan menghindari disequlibrium.

BAB IV. TEORI BRONFENBRENNER


A. TEORI EKOLOGI ( BRONFENBRENNER)
Teori ekologi perkembangan anak diperkenalkan oleh Uri Bronfenbrenner, seseorang ahli
psikologi dari Cornell University Amerika Serikat.Teori ekologi memandang bahwa
perkembangan manusia dipengaruhi oleh konteks lingkungan. Hubungan timbal balik antara
individu dengan lingkungan yang akan membentuk tingkah laku individu tersebut. Informasi
lingkungan tempat tinggal anak untuk menggambarkan, mengorganisasi dan mengklarifikasi
efek dari lingkungan yang bervariasi. Teori ekologi mencoba melihat interaksi manusia dalam
sistem atau subsistem.
Berdasarkan gambar di atas, teori ekologi memandang perkembangan anak dari tiga sistem
lingkungan yaitu mikrosistem, eksosistem, dan makrosistem. Ketiga sistem tersebut membantu
perkembangan individu dalam membentuk ciriciri fisik dan mental tertentu. Mikrosistem adalah
lingkungan dimana individu tinggal, konteksi ini meliputi keluarga individu, teman sebaya,
sekolah dan lingkungan tempat tinggal. Dalam sistem mikro terjadi banyak interaksi secara
langsung dengan agen sosial, yaitu orang tua, teman dan guru.Dalam proses interaksi tersebut
individu bukan sebagai penerima pasif, tetapi turut aktif membentuk dan membangun setting
mikrosistem. Setiap individu mendapatkan pengalaman dari setiap aktivitas, dan memiliki
peranan dalam membangun hubungan interpersonal dengan lingkungan mikrosistemnya.
Lingkungan mikrosistem yang dimaksud adalah lingkungan sosial yang terdiri dari orang tua,
adik-kakak, guru, teman-teman dan guru. Lingkungan tersebut sangat mempengaruhi
perkembangan individu terutama pada anak usia dini sampai remaja. Subsistem keluarga
khususnya orangtua dalam mikrosistem dianggap agen sosialisasi paling penting dalam
kehidupan seorang anak sehingga keluarga berpengaruh besar dalammembentuk karakter anak-
anak. Setiap sub sistem dalam mikrosistem tersebut saling berinteraksi, misalnya hubungan
antara pengalaman keluarga dengan pengalaman sekolah, pengalaman sekolah dengan
pengalaman keagamaan, dan pengalaman keluarga dengan
pengalaman teman sebaya, serta hubungan keluarga dengan tetangga. Dampaknya, setiap
masalah yang terjadi dalam sebuah sub sistem mikrosistem akan berpengaruh pada sub sistem
mikrosistem yang lain.Misalnya, keadaan dirumah dapat mempengaruhi perilaku anak di
sekolah. Anak-anak yang orang tuanya menolak mereka dapat mengalami kesulitan
mengembangkan hubungan positif dengan guru. Eksosistem adalah sistem sosial yang lebih
besar dimana anak tidak terlibat interaksi secara langsung, tetapi begitu berpengaruh terhadap
perkembangan karakter anak. Sub sistemnyaterdiri dari lingkungan tempat kerja orang tua,
kenalan saudara baik adik, kakak, atau saudara lainnya,dan peraturan dari pihak sekolah. Sebagai
contoh, pengalaman kerja dapat mempengaruhi hubungan seorang perempuan dengan suami dan
anaknya. Seorang ibu dapat menerima promosi yang menuntutnya melakukan lebih banyak
perjalanan yang dapat meningkatkan konflik perkawinan dan perubahan pola interaksi orang
tuaanak. Sub sistem eksosistem lain yang tidak langsung menyentuh pribadi anak akan tetapi
besar pengaruhnya adalah koran, televisi, dokter, keluarga besar, dan lain-lain. Makrosistem
adalah sistem lapisan terluar dari lingkungan anak. Sub sistem makrosistem terdiri dari ideologi
negara, pemerintah, tradisi, agama, hukum, adat istiadat, budaya, dan lain sebagainya, dimana
semua sub sistem tersebut akan memberikan pengaruh pada perkembangan karakter anak.
Menurut Berk budaya yang dimaksud dalam sub sistem ini adalah pola tingkah laku,
kepercayaan dan semua produk dari sekelompok manusia yang diwariskan dari generasi ke
generasi.

B. PENDIDIKAN KARAKTER PERSPEKTIF EKOLOGI PERKEMBANGAN


Pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti,
pendidikan akhlak, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan
kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baikburuk, memelihara apa yang baik,
mewujudkan, dan menebar kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh
hati.Pendidikan karakter sebagai bagian integral dari keseluruhan tatanan sistem pendidikan
nasional, maka harus dikembangkan dan dilaksanakan secara sistemik dan holistik dalam tiga
pilar nasional pendidikan karakter, yakni satuan pendidikan (sekolah, perguruan tinggi,
satuan/program pendidikan nonformal), keluarga (keluarga inti, keluarga luas, keluarga orang tua
tunggal), dan masyarakat (komunitas, masyarakat lokal, wilayah, bangsa, dan negara). Hal ini
juga konsisten dengan konsep tanggung jawab pendidikan nasional yang berada pada sekolah,
keluarga, dan masyarakat. Setiap pilar merupakan suatu entitas pendidikan yang
mengembangkan nilai-nilai (nilai ideal, nilai instrumental, dan nilai praksis) melalui proses
intervensi (campur tangan antarelemen pendidikan) dan habituasi (kehidupan dunia
pendidikan).Berdasarkan teori ekologi perkembangan, maka tulisan ini difokuskan pada sub
sistem keluarga sebagai bagian dari mikrosistem, sub sistem teman sebaya, sub sistem budaya
khususnya budaya sekolah dan budaya lingkungan anak. Sub sistem keluarga Sub sistem
keluarga berperan besar dalam pengembangan karakter anak.Apabila keluarga mempunyai
struktur yang kokoh dan menjalankan semua fungsinya dengan optimal, maka akan
menghasilkan outcome yang baik pada seluruh anggota keluarganya. Sebagai unit terkecil dalam
masyarakat, keluarga memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anaknya yang
meliputi agama, psikologi, makan dan minum, dan sebagainya. Ada delapan fungsi keluarga
menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Pertama, fungsi
agama, artinya keluarga adalah wahana pembinaan kehidupan beragama sehingga setiap langkah
yang dilakukan oleh setiap anggota keluarga hendaknya selalu berpijak pada tuntunan agama
yang dianutnya. Kedua, fungsi sosial budaya yang bermakna bahwa keluarga adalah wahana
pembinaan dan persemaian nilai-nilai luhur budaya yang selama ini menjadi panutan dalam
tatanan kehidupan. Ketiga, fungsi cinta kasih, artinya keluarga harus menjadi tempat untuk
menciptakan suasana cinta dan kasih sayang dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Keempat, fungsi perlindungan, bermakna keluarga merupakan wahana
terciptanya suasana aman, nyaman, damai, dan adil bagi seluruh anggota keluarga sehingga
setiap anggota keluarga selalu merasa bahwa tempat yang paling baik dan pantas adalah dalam
keluarga sendiri. Kelima, fungsi reproduksi, bermakna bahwa di dalam keluarga tempat
diterapkannya cara hidup sehat, khususnya dalam kehidupan reproduksi. Keenam, fungsi
pendidikan, bermakna bahwa keluarga adalah wahana terbaik dalam proses sosialisasi dan
pendidikan bagi anak-anak. Ketujuh, fungsi ekonomi, bermakna keluarga menjadi tempat
membina kualitas kehidupan ekonomi dan kesejahteraan keluarga. Kedelapan fungsi lingkungan,
yang bermakna bahwa keluarga adalah wahana untuk menciptakan warganya yang mampu hidup
harmonis dengan lingkungan masyarakat sekitar dan alam, dalam bentuk keharmonisan antar
anggota keluarga, keharmonisan dengan tetangga serta keharmonisan terhadap alam
sekitarnya.Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa salah satu fungsi keluarga adalah
fungsi pendidikan. Artinya, sebagai sub sistem yang paling dekat dengan anak, keluarga
berperan besar dalam pembentukan karakter anak karena dengan cara mendidik, mengasuh, dan
mensosialisasikan semua nilai-nilai yang baik. Agar hal tersebut bisa berjalan dengan baik, maka
idealnya pendidikan karakter diterapkan sejak usia dini, yang oleh para pakar psikologi disebut
dengan usia emas (golden age). Usia dimana dianggap sangat menentukan kemampuan anak
dalam mengembangkan potensinya. Dalam kaitannya dengan pengembangan karakter
anak,orangtua harus memahami terlebih dahulu karakter dasar anak karena tanpa karakter dasar,
pendidikan karakter tidak akan memiliki tujuan yang pasti. Pengembangan karakter melalui
orangtua bisa dilakukan melalui tahap pengetahuan(knowing) dan acting menuju
kebiasaan(habit).Cara tersebut menunjukkan bahwa karakter tidaksebatas pada pengetahuan,
karena anakyang sudah memiliki pengetahuan belumtentu mampu bertindak sesuai
denganpengetahuannya jika anak tidak terlatihuntuk melakukan kebaikan itu. Kedua tahap
tersebut akan berhasil jika orang tua bisa menjadi model atau memberikan teladan bagi anak-
anak. Misalnya, pengembangan karakter dasar disiplin,jika sejak usia dini anak diajarkan untuk
disiplin dan orang tua juga konsisten untuk disiplin maka disiplin akan menjadi kebiasaan anak.
Apabila anak mengetahui kegunaan disiplin dan dibiasakan disiplin, maka manifestasi dari
tindakan disiplin akan muncul dari kesadarannya sendiri bukan karena paksaan dari orang lain.
Kesadaran anak disiplin di rumah akan terbawa ketika anak sudah mulai sekolah. Hal senada
diungkapkan oleh Berkowitz bahwa kebiasaan berbuat baik tidak selalu menjamin bahwa anak
yang telah terbiasa tersebut secara sadar (cognition) menghargai pentingnya nilai-nilai karakter
(valuing). Karakter tidak hanya sebatas pengetahuan, tetapi sampai pada wilayah emosi dan
kebiasaan. Oleh karena itu, diperlukan moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral
feeling (perasaan tentang moral) dan moral action (perbuatan bermoral). Hal ini bertujuan agar
anak mampu memahami, merasakan, dan melakukan nilai-nilai kebajikan.Dalam perspektif
ekologi perkembangan, pola asuh orangtua akanmempengaruhi perkembangan karakter
anak.Jenis-jenis pola asuh orangtua pada anak ada tiga, yaitu pola asuh permissif, pola asuh
otoriter, dan pola asuh demokratis Pola asuh bisa mempengaruhi perkembangan karakter anak.
Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang mandiri, dapat
mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress,
mempunyai minat terhadap hal-hal baru, dan koperatif terhadap orangorang lain. Sedangkan pola
asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak
berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik
diri. Sementara pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang impulsive,
agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan
kurang matang secara sosial. Berdasarkan uraian tersebut membuktikanbahwa interaksi sosial
secara langsungantara sub sistem keluarga sebagai bagiandari mikrosistem berpengaruh
terhadappembentukan karakter anak. Berdasarkankajian ekologi dalam pendidikan karaktermaka
karakteristik lingkungan dimanapendidikan karakter itu berlangsung(konteks), yaitu karakteristik
keluargaakan menentukan metode pendidikankarakter dalam keluarga. Sub sistem teman sebaya
Teman sebaya merupakan salah satu sub sistem darimikrosistem sehingga bisa
berinteraksilangsung dengan anak. Peran temansebaya melalui interaksi sosial tidak bisa
diabaikan begitu saja karena pada masa kanak-kanak akhir anak akan lebih mengikuti standar
dan norma teman sebaya daripada norma di rumah maupun di sekolah. Teman sebaya memiliki
peran yang sangatpenting bagi perkembangan anak khususnya remaja baik secara emosional
maupun secara sosial. Buhrmester menyatakan bahwakelompok teman sebaya merupakan
sumber afeksi, simpati, pemahaman, danpanduan moral, tempat bereksperimen, dan setting
untuk mendapatkan otonomidan independensi dari orang tua.Di lain pihak, Robinson
mengemukakan bahwa keterlibatan remaja dengan teman sebayanya, selainmenjadi sumber
dukungan emosional yang penting sepanjang transisi masaremaja, juga sekaligus dapat menjadi
sumber tekanan bagi remaja. Artinya, kekuatan kelompok sebaya dapat membentuk karakter
anak. Teori ekologi perkembangan menganggap bahwa karakteristik teman sebaya akan
berpengaruh pada karakter anak. Beberapa penelitian menunjukkan pengaruh teman sebaya.
Misalnya, teman sebaya yang selalu memberikan dukungan sosial akan berpengaruh terhadap
rasa percaya diri remaja. Dukungan emosional danpersetujuan sosial dalam bentuk konfirmasi
dari orang lain merupakan pengaruhyang penting bagi rasa percaya diri remaja. Hubungan
pribadi yang berkualitas memberikan stabilitas, kepercayaan, dan perhatian, dapatmeningkatkan
rasa kepemilikan, harga diri dan penerimaan diri siswa, sertamemberikan suasana yang positif
untuk pembelajaran. Dukungan interpersonalyang positif dari teman sebayayangbaik dapat
meminimalisir faktorfaktor penyebab kegagalan prestasi siswa sepertikeyakinan negatif tentang
kompetensi dalam mata pelajaran tertentu sertakecemasan yang tinggi dalam menghadapi tes.
Human Development(Psikologi Perkembangan) Pengaruh teman sebaya juga terlihat pada
perilaku menyontek dan perilaku seksual pranikah. Penelitian Teodorescu dan Andrei
menunjukkan bahwa bila di dalam kelas terdapat beberapa anak yang menyontek akan
mempengaruhi anak yang lain untuk menyontek juga. Meskipun pada awalnya seseorang tidak
bermaksud menyontek, tetapi karena melihat temannya menyontek, maka merekapun ikut
menyontek.Pada kasus yang lain, hasil penelitian Libby dkk. dalam Mujahidah menunjukkan
bahwa ada hubungan positif antara kedekatan dengan standar atau norma kelompok dan sikap
permisif terhadap hubungan seksual pranikah. Artinya, individu yang mempunyai interaksi yang
kuat dengan kelompok, akan mempunyai sikap yang semakin permisif terhadap hubungan
seksual pranikah. Hal tersebut tertunya terjadi bila kelompok mempunyai sikap yang permisif
terhadap hubungan seksual pranikah,demikian pula sebaliknya, jika kelompok tersebut menolak
hubungan seksual pranikah.Sub sistem budaya sekolah Lingkungan sekolah merupakan
lingkungan pendidikan formal yang juga menentukan perkembangan dan pembinaan karakter
anak. Bahkan sekolah bisa disebut sebagai lingkungan pendidikan kedua setelahkeluarga yang
berperan dalam pendidikan karakter anak.Menurut Colgansekolah adalah tempat yang sangat
strategis untuk pendidikan karakter, karena semua siswa dari berbagai lapisan masyarakat akan
mengenyam pendidikan di sekolah. Selain itu, sebagian besar waktu siswa saat ini banyak
dihabiskan di sekolah, sehingga sekolah berperan aktif terhadap pembentukan karakter siswa.
Pendidikan karakter anak tidak bisa dilakukan secara parsial, tetapi sekolah harus bisa membawa
anak ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan pengalaman nilai
secara nyata. Menurut Kurniawan, hal tersebut bisa tercapai jika pendidikan karakter di
lingkungan sekolah diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pembelajaran. Materi
pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu
dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan cara
seperti itu maka internalisasi norma atau nilai-nilai akan semakin mudah terjadi pada anak.
Menurut Aziz pendidikan karakter di sekolah membutuhkan strategi agar berhasil. Strategi yang
bisa dipakai adalah:
1. Menerapkan metode belajar yang melibatkan partisipasi aktif murid, yaitu metode yang
dapat meningkatkan motivasi murid karena seluruh dimensi
manusia terlibat secara aktif dengan diberikan materi pelajaran yang kongkret, bermakna
serta relevan dalam konteks kehidupannya.
2. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif (conducive learning community)
sehingga anak dapat belajar secara efektif di dalam suasana yang memberikan rasa aman,
penghargaan, tam ancaman dan memberikan semangat.
3. Memberikan pendidikan karakter secara eksplisit, sistematis dan berkesinambungan
dengan melibatkan aspek knowing the good, loving the good dan acting the good.
4. Metode pengajaran yang memperhatikan keunikan masing-masing anak yaitu
menerapkan kurikulum yang melibatkan multiple intelligence.
5. Pendekatan di dalam belajar menerapkan prinsip-prinsip Developmentally Appropriate
Practices.
6. Membangun hubungan yang supportive dan penuh perhatian di kelas dan seluruh civitas
sekolah.
7. Bagian yang terpenting dari penetapan lingkungan yang supportive dan penuh perhatian
di kelas adalah teladan perilaku penuh perhatian dan penuh penghargaan dari guru dalam
interaksinya dengan siswa.
8. Menciptakan peluang bagi siswa untuk menjadi aktif dan penuh makna termasuk dalam
kehidupan di kelas dan di sekolah.Sekolah harus menjadi lingkungan yang lebih
demokratis sekaligus tempat bagi siswa untuk membuat keputusan dan tindakannya serta
untuk merefleksikan atas hasil tindakannya.
9. Mengajarkan ketrampilan sosial dan emosional secara esensial, seperti mendengarkan
ketika orang lain berbicara, mengenali dan memenej emosi, menghargai perbedaan dan
menyelesaikan konflik melalui cara lemah lembut yang menghargai kebutuhan.
10. Melibatkan siswa dalam wacana moral.
11. Membuat tugas pembelajaran yang penuh makna dan relevan untuk siswa.
12. Tidak ada anak yang diabaikan.Selain melalui proses pembelajaran,internalisasikarakter
juga dapat ditumbuhkan melaluibudaya sekolah.Menurut Waller dalam Peterson dan
Terrencebahwa pada dasarnya setiap sekolahmempunyai budaya sendiri, yang
berupaserangkaian nilai, norma, aturan moral, dankebiasaan yang telah membentuk
perilakudan hubungan-hubungan yang terjadi didalamnya.
Budaya sekolah adalah keyakinan dan nilai-nilai milik bersama yang menjadi pengikat kuat
kebersamaan mereka sebagai warga suatu masyarakat dalam hal ini sekolah.Budaya sekolah
tersebut menjadi nilai-nilaidominan yang didukung oleh sekolahdan semua unsur dankomponen
sekolah termasuk stakeholderspendidikan.
Agar budaya sekolah dapat diinternalisasi dan menjadi ciri khas sekolah,maka peran semua
civitas sekolah harus dilibatkan. Pentingnyainternalisasi karakter di sekolah menjadi perhatian di
hampir semua negara, hal tersebut terlihat dengankeluarnya mandat kepada UNESCO dari
Majelis Umum PBB untuk menetapkan tahun 2000 sebagai tahun budaya damai
internasional(International Year for the Culture of Peace) dan dekade tahun 2001 sampai 2010
sebagai dekade budaya damai dan tanpa kekerasan (International Decade for aCulture of Peace
and Non-Violence for theChildren of the World).Budaya damai di sekolah diharapkan dapat
menginternalisasikarakter bagi siswa. Internalisasi karakterdalam budaya sekolah dapat
dilakukanmelalui melalui manajemen pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksudkan
adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam
kegiatan-kegiatan pendidikan. Pengelolaan tersebut bisa melalui struktur organisasi,
kurikulum,kegiatan belajarmengajar, upacara, prosedur, peraturan, tata tertib, visi, misi, dan
nilai-nilai. Sub sistem budaya lingkungan Sub sistem budaya lingkungan bisa dijadikan sebagai
pusat pendidikan karakter. Kelompok individu yang beragam yang beragam akan mempengaruhi
tumbuh kembang karakter anak yang ada dalam lingkungan masyarakat. Idealnya pendidikan
karakterdilaksanakan denganberbasis budaya lokal dimana anak tinggal.Tidak bisa dipungkiri
bahwa pendidikan dan kebudayan saling berhubungan. Hasan Langgulung mengatakan bahwa
pendidikan mencakup dua kepentingan utama, yaitu pengembangan potensi individu dan
pewarisan nilainilai budaya. Artinya, kedua hal tersebut berkaitan erat dengan pandangan hidup
suatu masyarakat atau bangsa itu masing-masing, kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan
karena saling membutuhkan antara satu sama lainnya. Hasil penelitian Sumaatmadja yang
menyatakan terdapat hubungan yang erat antara pendidikan denganke budayaan, karena
pendidikan merupakan akulturasi atau pembudayaan. Tanpa prosespendidikan kebudayaan tidak
akanberkembang, dalam arti pendidikanmerupakan transformasi sistem sosial budaya dari satu
generasi ke generasi selanjutnya. Beberapa kajian membuktikan bahwa budaya bisa
mempengaruhi karakter anak..

C. Aspek – aspek Dari Teori Ekologi

Teori ekologi yang merupakan salah satu dari teori psikologi perkembangan berpendapat


bahwa kita akan menghadapi berbagai lingkungan yang berbeda di sepanjang rentang usia kita
yang dapat mempengaruhi perilaku kita dalam berbagai segi. Bronfenbrenner membagi beberapa
aspek teori ekologi dalam psikologi perkembangan yang dapat mempengaruhi perkembangan
anak yaitu:

1. Mikrosistem

Lingkungan mikrosistem adalah lingkungan yang paling kecil dan langsung dihadapi anak,
yaitu lingkungan dimana ia hidup dan bertemu dengan orang – orang yang berinteraksi secara
langsung. Mikrosistem mencakup rumah, sekolah atau penitipan anak, kelompok teman sebaya
atau lingkungan komunitas dari sang anak. Interaksi didalam mikrosistem biasanya melibatkan
keterlibatan pribadi dengan keluarga, teman sekelas, guru, pengasuh yang memberi pengaruh
kepada anak.

Bagaimana cara orang – orang dalam lingkungan tersebut berinteraksi dengan anak akan
mempengaruhi bagaimana anak tersebut tumbuh. Begitu pula cara anak bereaksi terhadap orang
– orang dalam mikrosistem akan mempengaruhi bagaimana mereka memperlakukan anak
tersebut. Pengaruh mikrosistem terhadap tumbuh kembang anak berupa teori ekologi dalam
psikologi perkembangan bisa dilihat juga dari contoh – contoh macam pola asuh anak menurut
psikologi yang sering diterapkan oleh orang tua:
a) Pola Otoriter – Gaya pengasuhan yang membatasi dan menggunakan hukuman untuk
menuntut anak agar mengikuti perintah – perintah orang tua. Orang tua menetapkan batas
– batas yang tegas tanpa memberi kesempatan anak untuk mengeluarkan pendapat. Pola
pengasuhan ini dihubungkan dengan ketidak mampuan anak – anak untuk bergaul secara
sosial.
b) Pola Otoritatif – Pola ini mendorong anak agar belajar mandiri dengan masih menetapkan
batas – batas yang diberikan orang tua, sehingga tindakan – tindakan anak masih
terkendali. Pola ini memungkinkan musyawarah secara verbal dan ekstensif, adanya
kehangatan dan pertunjukan kasih sayang dari orang tua ke anak. Pola pengasuhan ini
dihubungkan dengan kemampuan anak – anak untuk berfungsi secara sosial.
c) Pola Permisif – Terbagi menjadi dua yaitu permisif indifferent dimana orang tua tidak
terlibat dalam kehidupan anak sehingga anak menjadi inkompeten secara sosial dan
kekurangan kendali diri. Sedangkan pola permisif indulgent dimana orang tua terlibat
dalam kehidupan anak melalui pemanjaan dengan sedikit batasan atau kendali terhadap
tingkah laku anak, sehingga anak menjadi inkompeten secara sosial dan juga kurang
dapat mengendalikan diri.

2. Mesosistem

Mesosistem meliputi interaksi antar mikrosistem yang berbeda dimana seorang anak berada.
Pada intinya mesosistem adalah suatu sistem yang terbentuk dari mikrosistem dan melibatkan
hubungan antara rumah dan sekolah, teman sebaya dan keluarga atau antara keluarga dan
sekolah dalam psikologi perkembangan. Bermain dengan teman sebaya dengan relasi yang baik
dapat mengurangi tekanan pada anak, meningkatkan perkembangan secara kognitif, dan lain
sebagainya. Contoh lain, ketika seorang anak diabaikan orang tuanya, ia mungkin akan
mengalami kemungkinan kecil untuk mengembangkan perilaku yang positif terhadap gurunya,
merasa canggung dengan teman sekelasnya dan menarik diri dari pergaulan.

3. Eksosistem

Eksosistem berkaitan dengan hubungan yang mungkin terjadi antara dua atau lebih setting
lingkungan, salah satunya kemungkinan bukan lingkungan yang melibatkan seorang anak namun
tetap mempengaruhinya walau bagaimanapun. Orang lain atau tempat lain yang tidak
berinteraksi secara langsung dengan anak namun tetap dapat mempunyai pengaruh kepada anak
meliputi eksosistem tersebut. Ketahuilah juga mengenai psikologi lingkungan, teori dalam
psikologi lingkungan, dan faktor situasional dalam psikologi komunikasi.

Misalnya lingkungan tempat kerja orang tua, lingkungan rumah yang lebih luas dan keluarga
besar. Contohnya, seorang ayah yang kerap mengalami kesulitan di tempat kerja bisa saja
melampiaskan hal tersebut kepada sang anak di rumah dan memperlakukan anak dengan buruk.
Ibu bekerja yang menitipkan anak kepada babysitter atau pengasuh, terlalu banyak menonton
televisi dengan tayangan yang penuh kekerasan, dan lainnya. 

4. Makrosistem

Lingkungan yang paling besar dan jauh dari orang – orang dan tempat yang masih dapat
memberikan pengaruh signifikan pada anak adalah makrosistem. Lingkungan ini tersusun akan
pola budaya dan nilai – nilai sang anak, khususnya keyakinan dan ide dominan anak
sebagaimana sistem politik dan ekonomi. Konteks budaya akan melibarkan status sosial dan
ekonomi dari seseorang atau keluarganya, etnis atau ras.

Misalnya, anak – anak di daerah perang akan mengalami perkembangan yang berbeda daripada
anak yang tumbuh di masyarakat yang damai dan sejahtera. Orang yang dilahirkan di keluarga
miskin akan harus bekerja keras setiap harinya melebihi orang – orang lain. Anggaran
pendidikan  yang dikurangi oleh pemerintah juga dapat mempengaruhi perkembangan anak, juga
anak  yang hidup di daerah yang masih tradisional, dan lain sebagainya.

5. Chronosistem

Chronosistem memberikan kegunaan dari dimensi waktu yang mempertunjukkan pengaruh


akan perubahan dan kontinuitas dalam lingkungan seorang anak. Chronosistem bisa berupa
perubahan, transisi dan tingkatan dalam struktur keluarga, alamat, status pekerjaan orang tua,
perubahan sosial dalam masyarakat seperti ekonomi dan perang. Mungkin juga melibatkan
konteks sosial budaya yang dapat mempengaruhi seseorang.

Contoh klasiknya adalah perceraian sebagai perubahan hidup yang besar mungkin saja akan
mempengaruhi tidak saja hubungan dari pasangan tersebut akan tetapi juga perilaku anak – anak
mereka. Menurut penelitian secara umum, anak – anak mendapat pengaruh secara negatif pada
tahun pertama setelah perceraian. Contoh lain adalah penggunaan teknologi tinggi oleh anak
untuk bermain game, menjelajah internet dan lain sebagainya.

Adapun sebagai konstruksi dari teori – teori tersebut, setiap sistem mengandung peraturan,
norma, dan peran yang akan membentuk perkembangan psikologis seseorang. Contohnya,
keluarga yang tinggal di pemukiman tengah kota akan menghadapi banyak tantangan dibanding
keluarga yang tinggal di komunitas terbatas seperti kejahatan atau kemiskinan.
BAB V. TEORI ATRIBUSI

Beberapa ahli psikologi telah merumuskan berbagai pengertian atribusi dan dari
pengertian tersebut kemudian berkembang menjadi sebuah teori. Para ahli psikologi seperti Fritz
Heider, Edward Jones, Harold Kelley, dan Bernard Weiner adalah ahli-ahli yang mendefinisikan
atribusi dari sudut pandang masing-masing.

Adapun pengertian atribusi menurut mereka adalah sebagai berikut (Malle, 2007 : 74) :

1. Fritz Heider (1958)

Fritz Heider adalah salah satu ahli psikologi yang pertama kali mendefinisikan istilah atribusi.
Terdapat dua pengertian atribusi menurut Heider, yaitu atribusi sebagai proses persepsi dan
atribusi sebagai penilaian kausalitas.

a. Atribusi sebagai proses persepsi

Menurut Heider, atribusi merupakan inti dari proses persepsi manusia. Lebih jauh Heider
berpendapat bahwa manusia terikat dalam proses psikologis yang menghubungkan pengalaman
subyektif mereka dengan berbagai obyek yang ada. Kemudian, berbagai obyek tersebut
direkonstruksi secara kognitif agar menjadi sumber-sumber akibat dari pengalaman perseptual.
Sebaliknya, ketika orang mencoba untuk membayangkan sebuah obyek, maka mereka akan
menghubungkan pengalaman tersebut ke dalam alam pikiran mereka

b. Atribusi sebagai penilaian kausalitas

Ketertarikan Heider pada kognisi sosial telah mengantarkannya pada perumusan atribusi
selanjutnya. Menurutnya, kognisi sosial adalah proses dimana orang merasakan dan membuat
penilaian tentang orang lain. Di sinilah kemudian muncul atribusi sebagai penilaian kausalitas
yang menekankan pada penyebab orang berperilaku tertentu.

Terdapat dua jenis atribusi kausalitas yaitu atribusi personal dan atribusi impersonal. Yang
dimaksud dengan atribusi personal adalah penyebab personal atau pribadi yang merujuk pada
kepercayaan, hasrat, dan intensi yang mengarahkan pada perilaku manusia yang memiliki tujuan.
Sedangkan, atribusi impersonal adalah penyebab diluar pribadi yang bersangkutan yang merujuk
pada kekuatan yang tidak melibatkan intensi atau tujuan. Untuk itu, dalam ranah persepsi sosial,
orang akan berupaya untuk menjelaskan terjadinya sebuah perilaku.

2. Edward E. Jones (1965)

Edward E. Jones adalah salah seorang peneliti yang tertarik pada suatu penilaian yang terkadang
diberikan oleh seseorang ketika mereka mengamati perilaku orang lain. Inferensi yang dibuat
umumnya terkait dengan disposisi orang yang lebih stabil seperti sifat, sikap, dan nilai.
Misalnya, kita melihat orang bertato dan bertampang seram dan kemudian kita langsung
menyimpulkan bahwa orang tersebut adalah preman. Kita lebih suka membuat atribusi disposisi
walaupun perilaku dalam situasi tertentu tidak menjamin simpulan yang dihasilkan.

3. Para ahli psikologi sosial

Para ahli psikologi sosial menyatakan bahwa responsibility attributions dan blame


attributions merupakan penilaian yang bersifat moral. Ketika keluaran atau hasil negatif terjadi
maka orang akan mencoba untuk menemukan siapa yang bertanggung jawab terhadap keluaran
tersebut dan siapa yang harus disalahkan. Kerapkali, responsibility attributions berhubungan
langsung dengan atribusi kausalitas namun kadangkala lebih kompleks. Responsibility
attributions didasarkan pada kausalitas dan apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang.

Itulah beberapa pengertian atribusi yang diungkapkan oleh para ahli. Dengan demikian, pada
umumnya yang dimaksud dengan atribusi adalah berbagai inferensi atau simpulan yang
digambarkan oleh manusia mengenai penyebab terjadinya sesuatu atau perilaku orang lain dan
perilaku dirinya sendiri.

a) Asumsi Dasar

Pada umumnya, teori atribusi menekankan pada bagaimana setiap individu menafsirkan berbagai
kejadian dan bagaimana hal tersebut berkaitan dengan pemikiran dan perilaku mereka. Teori
atribusi mengasumsikan bahwa orang mencoba untuk menentukan mengapa orang melakukan
apa yang mereka lakukan. Orang akan berusaha untuk memahami mengapa orang lain
melakukan sesuatu dan memberikan penyebab bagi perilaku.

Terkait dengan hal ini, Heider menyatakan bahwa orang dapat membuat dua atribusi yaitu
atribusi internal dan atribusi eksternal. Atribusi internal adalah inferensi yang dibuat oleh
seseorang tentang sikap, karakter, atau pribadi seseorang. Sementara itu, atribusi eksternal adalah
inferensi yang dibuat seseorang terakit dengan situasi dimana ia berada.

1. Teori-teori Atribusi

Meskipun disebut sebagai teori atribusi, namun sejatinya teori atribusi meliputi beberapa macam
teori atribusi yang telah dirumuskan oleh para ahli psikologi, diantaranya adalah teori atribusi
Fritz Heider, teori atribusi Edward Jones dan Keith Davis, teori atribusi Harold Kelley, dan teori
atribusi Bernard Weiner.

1) Teori Atribusi Fritz Heider

Fritz Heider adalah peneliti pertama yang mengenalkan teori atribusi saat teori-teori belajar dari
pendekatan behaviorisme (teori-teori memori dan teori-teori psikoanalisis mendominasi ranah
psikologi akademis. Teori-teori tersebut jarang sekali digunakan untuk menjelaskan perilaku
manusia. Sebaliknya, melalui teori atribusinya, Heider mencoba untuk menekankan bahwa
mempelajari atribusi sangatlah penting karena atribusi memberikan pengaruh pada apa yang
dirasakan dan apa yang dilakukan oleh manusia.

Heider juga merupakan peneliti pertama yang mengkaji tentang proses atribusi khususnya pada
bagaimana seseorang membangun sebuah impresi atau kesan bagi orang lain. Menurutnya,
impresi atau kesan ini dibangun melalui tuga tahapan proses yaitu pengamatan perilaku,
menentukan apakah perilaku itu disengaja atau tidak, dan mengelempokkan perilaku ke dalam
perilaku yang termotivasi secara internal atau eksternal.

2) Teori Atribusi Edward Jones dan Keith Davis

Pada tahun 1965, Edward Jones dan Keith Davis mempublikasikan sebuah teori correspondent
inference atau inferensi koresponden. Berdasarkan teori inferensi koresponden, kita cenderung
menggunakan informasi tentang perilaku orang lain dan efeknya untuk menggambarkan sebuah
inferensi koresponden dimana perilaku tersebut dikaitkan dengan karakteristik disposisi atau
kepribadian. Hal ini dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

 Pertama, mengidentifikasi maksud dari efek perilaku seseorang. Kita cenderung untuk
menarik inferensi koresponden jika perilaku tersebut muncul dengan disengaja
dibandingkan dengan tidak disengaja.
 Kedua, kita cenderung memutuskan ada korespondensi bila dampak dari perilaku tersebut
tidak diinginkan secara sosial.

Inferensi koresponden dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu efek-efek yang tidak umum,
keinginan sosial, dan kebebasan memilih.

 Efek-efek tidak umum – berbagai elemen pola tindakan yang tidak dibagi dengan pola
tindakan alternative.
 Keinginan sosial – perilaku yang tidak diinginkan secara sosial dapat menuntun pada
inferensi koresponden dibandingkan dengan perilaku yang diinginkan secara sosial.
 Kebebasan memilih – semakin besar kebebasan memilih maka semakin besar pula
inferensi koresponden.

Teori inferensi koresponden memiliki keterbatasan, diantaranya adalah :

 Teori ini mengasumsikan bahwa pengamat memutuskan kesamaan efek dengan


membandingkan perilaku aktual aktor dengan beberapa tindakan yang tidak dipilih.
Sejatinya, pengamat jarang mempertimbangkan tindakan yang tidak dipilih.
 Kesimpulan koresponden kerapkali digambarkan bahkan ketika kita menilai tindakan
seseorang tidak disengaja.
 Proses yang terlibat dalam menarik kesimpulan tentang perilaku orang lain lebih
kompleks daripada yang disarankan dalam teori inferensi koresponden.
3) Teori Atribusi Harold Kelley

Harold Kelley adalah salah satu ahli yang mengembangkan teori atribusi lebih lanjut yang
dikenal dengan model kovarians Kelley. Model ini merupakan teori atribusi dimana orang
membuat kesimpulan sebab akibat untuk menjelaskan mengapa orang lain dan diri kita
berperilaku dengan cara tertentu. Hal ini berkaitan dengan persepsi sosial dan persepsi diri.

Prinsip kovariasi menyatakan bahwa sebuah efek dikaitkan dengan salah satu penyebabnya yang
mungkin dan berlebihan. Dalam artian bahwa perilaku tertentu dikaitkan dengan potensi
penyebab yang muncul pada saat bersamaan. Prinsip ini berguna bila individu memiliki
kesempatan untuk mengamati perilaku tersebut selama beberapa kali. Penyebab hasil dapat
dikaitkan dengan orang (internal), stimulus (eksternal), keadaan, atau beberapa kombinasi dari
faktor-faktor ini. Atribusi dibuat berdasarkan tiga kriteria, yaitu konsensus, keistimewaan, dan
konsistensi.

 Konsensus yaitu menggambarkan bagaimana orang lain, dalam keadaan yang sama, akan
berperilaku.
 Konsistensi yaitu merujuk pada apakah orang yang diamati akan berperilaku dengan cara
yang sama, dalam situasi yang sama, setiap waktu.
 Keistimewaan yaitu merujuk pada berbagai variasi dalam mengamati perilaku orang lain
dalam situasi yang berbeda.

4) Teori Atribusi Bernard Weiner

Bernard Weiner mengembangkan sebuah kerangka kerja teoretis yang sangat berpengaruh dalam
psikologi sosial hingga kini. Teori atribusi yang dikembangkan oleh Weiner lebih menekankan
pada pencapaian. Menurut Weiner, faktor-faktor penting yang mempengaruhi atribusi adalah
kemampuan, upaya atau usaha, kesulitasn tugas, dan keberuntungan. Atribusi dikelompokkan ke
dalam tiga dimensi kausalitas, yaitu :

 Locus of control yaitu internal dan eksternal


 Stability yaitu apakah penyebab berubah setiap waktu atau tidak
 Controllability yaitu penyebab seseorang dapat mengendalikan keterampilan dan
penyebab seseorang tidak dapat mengendalikan tindakan orang lain dan lain-lain

Ketiga dimensi tersebut secara bersama-sama menciptakan delapan skenario yang digunakan
orang untuk menjelaskan pencapaian dan kekecewaan mereka. Kedelapan skenario itu adalah :

 Internal – stabil – tidak dapat dikontrol, misalnya “saya tidak terlalu pintar”.


 Internal – stabil – dapat dikontrol, misalnya “saya selalu menunggu hingga menit-menit
akhir”.
 Internal – tidak stabil – tidak dapat dikontrol, misalnya “saya merasa sakit”.
 Internal – tidak stabil – dapat dikontrol, misalnya “saya lupa tentang pendaftaran itu”.
 Eksternal – stabil – tidak dapat dikontrol, misalnya harapan dosen yang tidak realistis
 Eksternal – stabil – dapat dikontrol, misalnya “guru membenci saya”.
 Eksternal – tidak stabil – tidak dapat dikontrol, misalnya “saya tadi di mobil yang
mengalami kecelakaan”.
 Eksternal – tidak stabil – dapat dikontrol, misalnya “kucing itu makan makanan saya”.

B. Kesalahan dalam Atribusi


Terdapat beberapa jenis kesalahan dalam atribusi, diantaranya adalah kesalahan atribusi yang
mendasar, bias melayani diri sendiri, atribusi defensif, dan efek faktor pengamat.

a. Kesalahan atribusi yang mendasar

Kesalahan atribusi yang umum di mana orang terlalu menekankan perilaku personal atau
disposisi (internal) perilaku negatif orang lain atau hasil buruk dan meremehkan faktor
situasional (eksternal). Ketika menafsirkan tindakan atau hasil positif orang lain, bagaimanapun
orang terlalu menekankan penyebab situasional dan meremehkan penyebab disposisi. Contoh
kesalahan atribusi yang mendasar adalah “Jika kamu gagal, maka berarti kamu bodoh”. Dari
contoh tersebut terlihat bahwa terdapat kecenderungan untuk merendahkan peran disposisi atau
faktor internal atau faktor-faktor pribadi. Merujuk apa yang dinyatakan oleh Heider bahwa
orang-orang adalah prototipe dari asal usulnya maka dengan memandang orang sebagai sebuah
prototipe dari asal usulnya sejatinya menuntun kita pada kesalahan atribusi yang mendasar.

b. Bisa melayani diri sendiri

Kesalahan dimana individu mengaitkan kesuksesan dan kegagalan mereka dengan faktor yang
berbeda. Keberhasilan seseorang dan hasil positif dikaitkan dengan karakteristik internal dan
disposisi sedangkan kegagalan seseorang atau hasil negatif dianggap berasal dari sebab eksternal
dan situasional.

c. Atribusi defensif

Kecenderungan untuk menyalahkan korban atas kemalangan mereka sendiri. Atribusi defensif
dapat disebut sebagai pengembangan dari kesalahan atribusi yang mendasar.

d. Efek aktor pengamat

Karena adanya perbedaan perspektif dan perbedaan informasi tentang suatu kejadian dan
partisipan. Setiap aktor memiliki informasi yang lebih tentang perilaku di masa lalu dan lebih
waspada terhadap faktor-faktor situasional dibandingkan pengamat. Ketika pengamat memiliki
informasi yang lebih tentang seseorang dan situasi, maka mereka akan menjadi kurang rawan
terhadap kecenderungan tersebut.

BAB VI. TEORI KEPRIBADIAN

A. Pengertian Kepribadian dan Konsep Diri Menurut Philip Kotler


Kepribadian adalah ciri bawaan psikologi manusia (human psychologicl traits) yang
terbedakan yang menghasilkan tanggapan yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap
rangsangan lingkungannya.Kepribadian biasanya digambarkan dalam karakteristik perilaku
seperti kepercayaan diri, dominasi, kemampuan bersosialisasi, otonomi, cara mempertahankan
diri, kemampuan beradaptasi, dan sifat agresif . Hal yang berkaitan dengan kepribadian adalah
konsep diri. Konsep diri yaitu pandangan dan sikap individu terhadap diri sendiri. Pandangan diri
terkait dengan dimensi fisik, karakteristik individual, dan motivasi diri. Konsep diri merupakan
inti dari kepribadian individu. Inti kepribadian berperan penting untuk menentukan dan
mengarahkan perkembangan kepribadian serta perilaku positif individu. Dasar pemikiran konsep
diri adalah bahwa apa yang dimiliki seseorang memberi kontribusi dan mencerminkan identitas
mereka, artinya “kami adalah apa yang menjadi milik kami”. Jadi, agar dapat memahami tingkah
laku konsumen, pertama-tama pemasar harus memahami hubungan antara konsep diri konsumen
dan miliknya.Kepribadian berkaitan dengan adanya perbedaan karakteristik yang paling dalam
pada diri (inner psychological characteristics) manusia, perbedaan karakteristik tersebut
menggambarkan ciri unik dari masingmasing individu. Perbedaan karakteristik akan
mempengaruhi respons individu terhadap lingkungannya (stimulus) secara konsisten.
Kepribadian merupakan salah satu kajian psikologi yang lahir berdasarkan pemikiran, kajian atau
temuan-temuan (hasil praktik penanganan kasus) para ahli, objek kajian kepribadian adalah
“human behavior”, perilaku manusia yang pembahasannya terkait dengan ada, mengapa, dan
bagaimana perilaku tersebut. Kepribadian adalah sifat dalam diri atau kejiwaan yaitu kualitas
sifat pembawaan kemampuan mempengaruhi orang dan perangai khusus yang membedakan satu
individu dengan yang lainya.
1. Teori Kepribadian

Ada empat teori kepribadian yang utama, yaitu Teori Kepribadian Freud, Teori Kepribadian
Neo-Freud, Ciri (Trait Theory), Teori Konsep Diri. Keempat teori tersebut dianggap banyak
dipakai sebagai landasan teori dalam studi hubungan antara perilaku konsumen dan kepribadian.

a) Teori Kepribadian Freud Sigmund

Freud mengemukakan suatu teori psikoanalitis kepribadian (Psychoanalitic Theory of


Personality). Teori tersebut dianggap sebagai landasan dari psikologi modern. Teori ini
menyatakan bahwa kebutuhan yang tidak disadari (unconscious needs) atau dorongan dari dalam
diri manusia (drive), seperti dorongan seks dan kebutuhan biologis adalah inti dari motivasi dan
kepribadian manusia. Menurut Freud, kepribadian manusia terdiri dari tiga unsur yang saling
berinteraksi, yaitu Id, Superego, dan Ego.

1. Id

Id adalah aspek biologis dalam diri manusia yang ada sejak lahir, yang mendorong
munculnya kebutuhan fisiologis seperti rasa lapar, haus, dan nafsu seks. Id menggambarkan
naluri manusia yang secara biologis membutuhkan makanan, minuman, dan seks. Manusia akan
secara alami memenuhi kebutuhan tersebut untuk menghindari tensi dan mencari kepuasan
sesegera mungkin. Inilah yang disebut bahwa unsur Id akan melakukan prinsip kepuasan
(pleasure principle atau immediate satisfaction).

2. Superego

Superego adalah aspek psikologis pada diri manusia yang menggambarkan sifat manusia
untuk tunduk dan patuh kepada norma-norma sosial, etika dan nilai-nilai masyarakat. Superego
menyebabkan manusia memperhatikan apa yang baik dan apa yang buruk bagi suatu masyarakat
dan perilakunya disesuaikan dengan apa yang baik menurut lingkungan sosialnya. Superego
adalan kecenderungan sifat manusia yang selalu ingin berbuat baik sesuai dengan norma dan
etika, serta aturan-aturan yang ada di masyarakat. Superego bisa dianggap sebagai unsur yang
berfungsi untuk mengurangi atau menekan nafsu biologis (Id) yang ada dalam diri manusia.
Ketika kita berbuat kesalahan, sering kali secara tidak sadar muncul dalam diri manusia rasa
bersalah dan malu. Inilah contoh bagaimana unsur superego bekerja menekan usnur Id, sehingga
kita tidak mengulangi perbuatan salah kembali. Id dan superego dianggap sebagai dorongan yang
tidak disadari oleh manusia.

3. Ego

Unsur ketiga dari kepribadian adalah ego, yang merupakan unsur yang bisa disadari dan
dikontrol oleh manusia. Ego berfungsi menjadi penengah antara id dan superego. Ego berusaha
menyeimbangkan apa yang ingin dipenuhi oleh id dan apa yang dituntut oleh superego agar
sesuai dengan norma sosial. Ego bekerja dengan prinsip realitas (reality principle), yaitu ia
berusaha agar manusia dapat memenuhi kebutuhan fisiologisnya tetapi sesuai dengan aturan baik
dan buruk menurut masyarakat. Schiffman dan Kanuk (2010) mengutip pendapat para peneliti
yang menggunakan teori Freud dalam studi perilaku konsumen dengan mengatakan bahwa
motivasi (human drive) manusia sebagian besar 19 tidak disadari, sehingga konsumen seringkali
tidak menyadari atau tidak tahu alasan sesungguhnya mereka membeli suatu produk. Karena itu,
apa yang dibeli dan apa yang dikonsumsi oleh konsumen merupakan gambaran dari kepribadian
konsumen tersebut. Pakaian, kendaraan, aksesoris yang konsumen pakai adalah memperlihatkan
kepribadian dari konsumen tersebut.

b) Teori Kepribadian Neo-Freud (Teori Sosial Psikologi)

Beberapa pakar yang juga rekan Freud mengembangkan suatu teori kepribadian yang disebut
sebagai Teori Sosial Psikologi atau Teori Neo-Freud. Teori tersebut berbeda dengan Freud dalam
dua hal berikut:

1) Lingkungan sosial yang berpengaruh dalam pembentukan kepribadian manusia bukan


insting manusia.
2) Motivasi berperilaku diarahkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Teori ini
merupakan kombinasi dari sosial dan psikologi. Teori ini menekankan bahwa manusia
berusaha untuk memenuhi apa yang dibutuhkan masyarakat dan masyarakat membantu
individu dalam memenuhi kebutuhan dan tujuannya. Teori Neo-Freud menyatakan bahwa
hubungan sosial adalah faktor dominan dalam pembentukan dan pengembangan
kepribadian manusia. Horney mengemukakan model kepribadian manusia, yang terdiri
atas tiga kategori berikut:
 Compliant adalah kepribadian yang dicirikan adanya ketergantungan seseorang
kepada orang lain. Ia menginginkan orang lain untuk menyayanginya,
menghargainya, dan membutuhkannya. Orang dengan kepribadian compliant akan
selalu mendekat dengan orangorang sekelilingnya.
 Aggressive adalah kepribadian yang dicirikan adanya motivasi untuk memperoleh
kekuasaan. Orang seperti ini cenderung berlawanan dengan orang lain, selalu ingin
dipuji dan cenderung memisahkan diri dari orang lain.
 Detached adalah kepribadian yang dicirikan selalu ingin bebas, mandiri,
mengandalkan diri sendiri, dan ingin bebas dari berbagai kewajiban. Orang tersebut
biasanya menghindari orang-orang lain.

c) Teori Ciri (Trait Theory)

Teori Ciri mengklasifikasikan manusia ke dalam karakteristik atau sifat atau cirinya yang
paling menonjol. Ciri atau trait adalah karakteristik psikologi yang khusus, yang didefinisikan
sebagai “Setiap cara yang membedakan dan relatif abadi dimana setiap individu berbeda dari
yang lain”. (Schiffman dan Kanuk, 2010). Definisi lain adalah “Sebuah sifat (ciri) adalah
karakteristik dimana satu orang berbeda dari yang lain dengan cara yang relatif permanen dan
konsisten”. (Mowen dan Minor, 1998). Berdasarkan kedua definisi tersebut dapat disimpulkan
bahwa trait adalah sifat atau karakteristik yang membedakan satu individu dengan individu yang
lain, yang bersifat permanen dan konsisten. Menurut Loudon dan Della Bitta (1993), teori ciri
didasarkan kepada tiga asumsi, yaitu

1. individu memiliki perilaku yang cenderung relatif stabil,


2. orang memiliki derajat perbedaan dalam kecenderungan perilaku tersebut,
3. jika perbedaan-perbedaan tersebut diidentifikasi dan diukur, maka perbedaan tersebut
bisa menggambarkan kepribadian individu-individu tersebut. Mowen dan Minor (1998)
mengutip 16 ciri kepribadian sebagaimana dikemukakan oleh R. Cattel, H. Eber, dan M.
Tatsuoka pada tahun 1970
d) Teori Konsep Diri (Self-Concept)

Menurut teori ini manusia mempunyai pandangan atau konsepsi atas dirinya sendiri, berupa
penilaian terhadap dirinya sendiri. Dengan ini setiap individu berfungsi sebagai subjek dan objek
persepsi. Menurut Mowen, konsep diri merupakan totalitas pikiran dan perasaan individu yang
mereferensikan dirinya sebagai objek.8 Konsep diri, disebut pula sebagai citra diri atau persepsi
tentang diri sangat berkaitan dengan kepribadian. Teori konsep diri memandang bahwa tiap
individu memiliki suatu konsep tentang dirinya yang didasari oleh siapa dirinya (dirinya yang
sebenarnya atau actual self) dan suatu konsep tentang memandang dirinya ingin seperti siapa
(dirinya yang ideal atau ideal self). Teori konsep diri berkaitan erat dengan dua konsep kunci
teori kepribadian psikoanalitik, yaitu ego dan superego. Karena ego merupakan refleksi dari
realita obyektif seseorang, maka ia mirip dengan actual self. Sementara itu, superego ditentukan
oleh sesuatu yang seharusnya, dan karena itu merupakan suatu refleksi dari ideal self
Karakteristik Kepribadian Karakteristik adalah psikologi unik yang menyebabkan respon yang
relatif konsisten dan bertahan lama. Indikator kepribadian meliputi kemampuan beradaptasi,
bersosialisasi, dan kepercayaan diri. Dimana ketiga indikator tersebut adalah kepribadian yang
mencirikan dari diri seseorang. Pemasar harus mampu memahami indikator kepribadian karena
dengan memahami dimensi kepribadian ini, maka pemasar dapat mengkategorikan sasaran
pemasarannya ke dalam indikator kepribadian tersebut. Dengan demikian perusahaan dapat
menciptakan produk-produk yang sesuai dengan kepribadian konsumennya. Menurut Ujang
Sumarwan karakteristik kepribadian digolongkan menjadi:

1. Kepribadian Menggambarkan Perbedaan Individu Kepribadian menunjukkan


karakteristik yang terdalam pada diri manusia, yang merupakan gabungan dari banyak
faktor yang unik. Karena itu, tidak ada dua manusia yang sama persis. Yang ada mungkin
dua manusia yang memiliki kesamaan dalam satu karakteristik, tetapi pada karakteristik
lainnya mungkin berbeda. Kepribadian merupakan konsep yang berguna karena
memungkinkan kita untuk menggolongkan konsumen ke dalam berbagai kelompok yang
berbeda atas dasar satu atau beberapa sifat.
2. Kepribadian Menunjukkan Konsisten dan Berlangsung Lama Suatu kepribadian
umumnya sudah terlihat sejak manusia berumur anak-anak, hal ini cenderung akan
bertahan secara konsisten membentuk kepribadian ketika kita dewasa. Walaupun para
pemasar tidak dapat merubah kepribadian konsumen supaya sesuai dengan produk
mereka, jika mereka mengetahui, mereka dapat berusaha 24 menarik perhatian kelompok
konsumen yang menjadi target mereka melalui sifat-sifat relevan yang menjadi
karakteristik kepribadian kelompok konsumen yang bersangkutan. Walaupun kepribadian
konsumen mungkin konsisten, perilaku konsumsi mereka sering sangat bervariasi karena
berbagai faktor psikologis, sosiobudaya, lingkungan, dan situasional yang mempengaruhi
perilaku.
3. Kepribadian Dapat Berubah Kepribadian dapat mengalami perubahan pada berbagai
keadaan tertentu. Karena adanya berbagai peristiwa hidup seperti kelahiran, kematian,
dan lain sebagainya. Kepribadian seseorang berubah tidak hanya sebagai respon terhadap
berbagai peristiwa yang terjadi tiba-tiba, tetapi juga sebagai bagian dari proses menuju
kedewasaan secara berangsur-angsur.

DAFTAR PUSTAKA

https://books.google.co.id/books?
id=5KRPDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=psikologi&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiBlfX
mvJ7vAhVSdCsKHVzeC284KBDoATAFegQIAhAD#v=onepage&q=psikologi&f=false

https://books.google.co.id/books?
id=TNs2aM5LqKQC&pg=PA1&dq=psikologi&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwir1efBtp7vAhXZc
30KHceRBLA4FBDoATAJegQIAxAD#v=onepage&q=Teori%20kognitif%20&f=false

https://books.google.co.id/books?
id=wwG6kUsG2_EC&pg=PA121&dq=psikologi&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwir1efBtp7vAhX
Zc30KHceRBLA4FBDoATAGegQIARAD#v=onepage&q=Teori%20kognitif%20&f=false

https://books.google.co.id/books?
id=UgRK0UM3d00C&pg=PA33&dq=psikologi&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwir1efBtp7vAhX
Zc30KHceRBLA4FBDoATAAegQIBRAD#v=onepage&q=Teori%20atribusi&f=false

Anda mungkin juga menyukai