Anda di halaman 1dari 3

Nama : Shidiq Purnomo Aji

NPM : 19144600117
Kelas : PGSD A3-19

PENGAJARAN ADAB DIDALAM PERGURUAN


Deskripsi
Pembahasan Adab disebut ki Hajar sebagai ‘Ilmu Adab’. Dalam pernyataannya, ki
Hajar menyamakan (1) Antara Ilmu adab dan ethic, kemudian memasukan (2) Ilmu adab
sebagai bagian dari ilmu filsafat untuk menuju kearah kesempurnaan hidup. Berakar pada
makna ‘Ethik’, Ki Hajar memaknainya sebagai (3) sistem dan Metode. Susunannya seperti
ini, Adab = ethic berawal dari Socrates (metafisika), kemudian membaginya menjadi dua, (a)
kebahagiaan pancaindera dan (b) kebahagiaan mutlak. Antara Idealistis dan materialistis.
Cara memahaminya (episteme, pen) dibagi menjadi tiga; ilmu, keagamaan, dan
pengalaman/perasaan yang mendasar pada teori Frits Kunkel, Frits van Enden dan Herbart.
Menarik, kesimpulannya adalah 1) Manusia dibekali budi dan rasa iman, 2) kekuatan jiwa,
dan 3) Tuhan sebagai sumber kebahagiaan.
Interpretasi
Tanggapan saya mengenai pengajaran ilmu adab yang di terangkan oleh bapak Ki
Hajar Dewantara itu sangat kompleks dan sesuai di terapkan di negara kit aini, karena Ki
Hajar Dewantara pati tahu betul budaya dan kebiasaan warga masyrakat Indonesia.
Evaluasi
Ketika membahas pengajaran, ki Hajar menyebut (1) ‘Adab yaitu sifat ketertiban
(tata) dalam hidup manusia, lahir dan batin, hingga hidup manusia itu terlihat berbeda dengan
hidup dari makhluk-makhluk lainnya.’ Kata ‘terlihat berbeda’ memang akan menjadi
perdebatan, seperti; sejauh mana ‘terlihat berbeda’ dalam kacamata pancaindera atau
metafisika? Namun, mari kita lanjutkan terlebih dahulu. Selanjutnya dikatakan (2) Adab
adalah ‘buahnya iradat hidup’. Kemudian, buahnya berbentuk ujud tertib, baik dan indah,
yang keluar dari akal budi manusia disebut ‘Buah keadaban’. Thus, kumpulan buah keadaban
itu bernama kebudayaan.
Adab juga bisa bermakna negatif, (3) ketika sistem sekolah membuahkan adab yang
‘ditaktur intelek.’ Hal ini disebut sebagai bahaya sistem kenalaran. Seperti materialisme,
egoisme, kemunduran budi-pekerti, dan kurang memberi tuntunan hidup. Dalam rangka
menolak ‘ditaktur intelek = intelektualisme’ tersebut, muncullah buah adab yang melahirkan
ditaktornya sistem sekolah (4.1) dan sistem pengajaran sesat (4.2) yang ditimbulkan karena
merespon intelektualisme namun malah menghalangi jiwa merdeka. Sistem pengajaran sesat
ini dikatakan seperti semata-mata menghafal dengan paksaan, rasa takut pada hukuman, dan
belajar dengan maksud hanya demi mendapatkan nilai bagus di raport saja. Hal ini disebut ki
Hajar sebagai (4) bersifat tambahan-alat pendidikan watak.
Pada pengertian lain, ki Hajar menyebutnya sebagai (5) pengajaran-adab. Meski tidak
memberikan makna yang jelas mengenai pasangan dua kata tersebut, setidaknya pengertian
pengajaran-adab dimaknai sebagai pengajaran jiwa dan raga. Mendidik raga dan mendidik
jiwa. Karena jiwa dan raga berkembang, dibuat fase (6) kemajuan kecerdasan jiwa-raga
sebagai berikut. Yakni alam windu pertama, sebagai alamnya anak-anak dimana pendidikan
diarahkan pada permainan, menyanyi, menggambar, ceritera dan lainnya. Kemudian alam
windu kedua alamnya anak-anak muda yang disebut pengajaran dan pembiasaan pada laku
adab seperti setia, berani, teguh, sejuk hati, telaten, suka beramal dan lainnya.
Rekomendasi
Salah satu solusi untuk sistem pendidikan di Indonesia adalah bahwa pendidikan
hendaknya diarahkan untuk:
1. Memerdekaan lahiriah dan batiniah (sehingga menjadi pribadi yang memiliki
otonomi intelektual, otonomi eksistensial, otonomi sosial).
2. Membangun kesadaran peserta didik bahwa dirinya adalah bagian integral
dari alam semesta.
3. Membentuk perasaan peserta didik untuk mencintai ketertiban dan
kedamaian.
4. Membentuk sikap tanggungjawab dalam diri peserta didik agar setia dan
bertanggungjawab dalam memelihara nilai-nilai dan bentuk-bentuk
kebudayaan nasional.
5. Membangun rasa nasionalisme dalam diri peserta didik sehingga ia merasa
satu dengan bangsanya dan cinta akan bangsanya.
6. Membangun rasa persaudaraan dalam diri peserta didik yang berskala
planeter (lintas batas) sehingga melalui keluhuran akal budi dan kebeningan
nuraninya tumbuh perasaan cinta kasih terhadap sesama manusia.
sites.google.com/site/mulyanabanten/home/teori-belajar-behavioristik/teori-
belajar-kognitif/teori-belajar-konstruktivistik/teori-belajar-humanistik
Driyarkara tentang Manusia. Yogyakarta: Penerbit Yayasan Kanisius, 1978.
https://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/9877

Anda mungkin juga menyukai