Kemas Abdurrahman
Dosen Universitas Jambi
E-mail: kemas.rahman@gmail.com
Abstrak
Kondisi mengenai sarana dan prasarana pendidikan di pesantren umumnya dibangun amat
sederhana. Sarana dan prasarana kadangkala cukup, namun tidak ditunjang pendayagunaan
dan pengorganisasian yang memadai. Adapula yang tidak begitu peduli dengan urusan sarana
dan prasarana, yang penting proses pembelajaran dapat dilangsungkan, dan para santri
dapat berinteraksi dengan para guru, meskipun dalam situasi yang sederhana. Sarana
pendidikan di pesantren semestinya lebih banyak mendapatkan perhatian. Pesantren tidak
hanya memerlukan atau menggunakan ruang-ruang belajar saja, tapi juga sarana pendukung
lain yang diperlukan oleh peserta didik, seperti asrama, perpustakaan, ruang pertemuan,
ruang shalat, dan sarana prasarana lainnya. Manajemen sarana dan prasarana ini termasuk
masalah yang urgen karena terkait langsung dengan kegiatan belajar mengajar serta menjadi
ruang interaksi antara murid dengan para guru mereka.
Abstract
Condition of educational facilities and infrastructure in Islamic boarding schools (pesantren)
is generally built in very simple way. Facilities and infrastructure are sometimes enough, but
not supported by adequate utilization and organization. There is also Islamic boarding school
that does not care with the affairs of facilities and infrastructure. The important thing is
process of learning can take place, and the students (santri) can interact with teachers, even
in simple situation. Educational facilities in Islamic boarding schools should get more attention.
Islamic boarding school (Pesantren) requires or uses not only learning rooms, but also other
supporting facilities required by santri, such as dormitories, library, meeting room, praying
room, and other infrastructures. The facility and infrastructure management includes urgent
problem because it relates directly to the teaching and learning activities and is to be an interacting
room between students (santri) and teachers.
Kata Kunci: manajemen, pesantren, sarana dan prasarana
52 Jurnal An Nûr, Vol IV. No. 1, Februari 2012
A. Pendahuluan
Sistem pendidikan tidak akan menunjukkan kekuatannya bila tidak ada
kerjasama antara pemerintah sebagai penentu kebijakan, dengan masyarakat,
atau dalam lingkup yang lebih sederhana, para orang tua murid.1 Oleh karena
itu banyak pendidikan juga dikelola oleh pihak swasta, yang terdiri dari
elemen masyarakat, yang bekerjasama dengan pemerintah untuk mewujudkan
tercapainya tujuan pendidikan nasional. Para orang tua murid juga akhirnya
memiliki banyak pilihan dalam menentukan model pendidikan bagi anak-
anak mereka.
Usaha peningkatan dan pengembangan pendidikan yang dilakukan oleh pihak
swasta, diwakili oleh suatu yayasan atau lembaga penyelenggara pendidikan. Lembaga
pendidikan tersebut sebagian menyelenggarakan pendidikan secara umum dengan
menerapkan kurikulum nasional, seperti pada SD, SMP, atau SMU, dan ada pula
lembaga pendidikan lainnya yang menambahkan kurikulum nasional itu dengan
kurikulum berciri khas keislaman, seperti pada sebuah madrasah atau pesantren.
Lembaga pendidikan dengan corak pesantren, mempunyai kelebihan
tertentu tapi juga memiliki kelemahan tersendiri. Kondisi tersebut diungkapkan
oleh Yusuf Amir Faisal, yang mengatakan bahwa lembaga pesantren itu masing-
masing memiliki kekuatan dan kelemahan tersendiri. Kekuatan yang dimiliki
pesantren menurutnya ada tiga, yaitu: masih diterima sebagai lembaga pendidikan
alternatif; kaitan psikologis antara orang tua muslim dengan kelembagaan ini
masih kuat, dan; adanya tradisi keagamaan di pesantren yang dipercaya dapat
membina keimanan dan ketakwaan peserta didiknya.
Di samping nilai kekuatan tersebut, ia juga memandang bahwa pesantren
masih memiliki beberapa kelemahan, di antaranya: pesantren belum mencapai
tujuan untuk menyiapkan kader ulama sebagai pemimpin umat; umumnya
pesantren tidak memiliki sarana yang memadai; pesantren juga sering dicap sebagai
lembaga tradisional yang menghindar dari dunia modern; serta pesantren sering
terlihat eksklusif, dan manajemen pesantren sering terlihat kurang profesional.2
__________________________________
1
James Owain Jones dalam Philip James Hill, Editor, A Dictionary of Education (London :
Routledge & Kegan Paul, 1982), hlm. 12.
2
Yusuf Amir Faisal, Reorientasi Pendidikan Islam (Jakarta : GIP, 1995).
Implementasi Manajemen Sarana dan Prasarana........ 53
1. Manajemen
Secara etimologis, istilah “manajemen” berasal dari bahasa latin manus
yang berarti tangan, sedangkan dari bahasa Inggris terdapat kata manage
yang berarti memerintah, mengendalikan kuda. Pada bahasa Italia maneggiare
berarti melatih kuda dalam menindakkan langkah-langkah (kaki)nya. Pada
bahasa Indonesia, istilah manajemen sering diterjemahkan dengan
kepemimpinan, ketatalaksanaan, pembinaan, penguasaan, dan pengurusan.3
Secara umum, rumusan yang sering dikemukakan mengenai manajemen
menyebutkan bahwa manajemen adalah suatu pencapaian tujuan organisasi
lewat usaha orang-orang lain.4 Dari rumusan ini, manajemen berarti dapat
diterapkan pada setiap bentuk organisasi, seperti perusahaan, pendidikan, rumah
sakit, organisasi politik, dan bahkan sebuah keluarga. Supaya organisasi tersebut
dapat mencapai tujuannya, maka diperlukan manajemen, atau dengan kata lain
harus melewati suatu proses kegiatan kepemimpinan. Kegiatan untuk mencapai
tujuan organisasi lewat kepemimpinan itulah yang dapat dinamakan manajemen.
Pendapat tersebut sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Miftah Thoha,
bahwa manajemen adalah sebuah tindakan proses yang khas, yang terdiri dari
tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggiatan, dan pengawasan, yang
dilaksanakan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditetapkan
melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber lainnya. 5
Satu hal lagi yang sangat prinsipil dalam manajemen adalah kepemimpinan,
tidak terkecuali dalam tataran dunia pendidikan. Proses administrasi dalam
pendidikan menuntut adanya kegiatan pengambilan keputusan, perencanaan,
__________________________________
3
Soekarto Indrafachrudi, Mengantar Bagaimana Memimpin Sekolah yang Baik (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1993), hlm. 53.
4
Sondang P. Siagian, Fungsi-fungsi Manajerial (Jakarta: Bumi Aksara, 1989), hal. 2. Lebih
jauh ia mengemukakan bahwa ada empat unsur yang dominan dalam manajemen, yaitu; adanya
seni, pelaksana, keterampilan, dan tindakan nyata. Unsur-unsur itu kemudian diejawantahkan
dalam fungsi-fungsi organik manajemen yang meliputi: perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan, pengawasan, dan penilaian.
5
Miftah Thoha, Kepemimpinan dalam Manajemen; Suatu Pendekatan Perilaku (Jakarta :
Rajawali Pers, cet. 6, 1995), hal. 8. Lihat juga Sukarna, Kepemimpinan dalam Administrasi (Bandung
: Mandar Maju, 1990), hal. 67. Ia berpendapat bahwa kepemimpinan itu memiliki keterkaitan
yang erat dengan manajemen, meski ia mengakui kepemimpinan itu lebih luas daripada
manajemen, bahkan merupakan jiwa atau penggerak dari fungsi-fungsi manajemen.
54 Jurnal An Nûr, Vol IV. No. 1, Februari 2012
serta dikomunikasikan.19
Ada beberapa prinsip yang patut diperhatikan dalam mengelola sarana
dan prasarana pendidikan, yaitu : 1).Lembaga tersebut memiliki gedung sendiri
atau tidak, 2).Penggunaan gedung tersebut bersama-sama dengan lembaga
lain atau tidak, 3).Ruangan-ruangan yang diperlukan cukupkah, sedang,
atau kurang, 4). Pendidikan berlangsung pagikah, siang, atau malam, 5). Air
dan penerangan yang tersedia cukup atau tidak, f). Halaman cukup luas,
sempit, atau tidak ada.20
Selanjutnya agar dapat melaksanakan kegiatan belajar dan proses pendidikan
yang baik, lembaga pendidikan diharapkan memiliki sarana dan prasarana yang
memadai, seperti : ruang belajar, perpustakaan, laboratorium, ruang keterampilan,
ruang kesenian, ruang UKS, ruang bimbingan dan penyuluhan, ruang
administrasi, ruang kepala sekolah, ruang guru, serta ruang-ruang lain sesuai
kebutuhan, termasuk fasilitas olah raga.
Semua sarana dan prasarana tersebut mempunyai peranan dalam
menentukan keberhasilan studi anak didik. Hendyat Soetopo mengemukakan
contoh keadaan sekolah yang baik sebagai tempat belajar yang menyenangkan,
menarik, nyaman dan aman.21 Ia menyebutkan syarat-syarat untuk sekolah
tersebut meliputi keadaan tanah dan letak sekolah, kemudian keadaan gedung
dan ruangan-ruangan sekolah. Berikutnya menyangkut cara-cara pemeliharaan
sarana dan prasarana pendidikan tersebut.
Keadaan tanah sekolah hendaknya menyesuaikan dengan jumlah murid
yang ditampung, serta jenis atau program yang dilaksanakan di sekolah tersebut.
Mengenai gedung, konstruksi bangunan hendaknya dapat dipertangung-
jawabkan, dalam arti harus kuat, tahan lama, memenuhi standar kesehatan dan
menjamin keselamatan dan keamanan bagi penghuninya. Keadaan tersebut harus
diiringi pemeliharaan dengan memperhatikan kebersihan dan keutuhannya.
Begitu pula terhadap ruangan-ruangan yang ada di gedung tersebut.
Kenyamanan ruangan tersebut dapat dipelihara antara lain dengan cara:
1) Dinding ruangan hendaknya berwarna terang.
2) Lantai ruangan hendaknya selalu bersih
__________________________________
19
Hadari Nawawi, Administrasi Sekolah,..hlm. 69.
20
Soerjani, dalam Hendyat Soetopo, Administrasi Pendidikan…, hlm. 134-135
21
Hendyat Soetopo dan Wasty Seomanto, Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan
(Surabaya: Usaha Nasional, tt), hlm. 203.
Implementasi Manajemen Sarana dan Prasarana........ 59
hanya dapat diterima oleh para santri yang mukim di asrama, sedangkan
mereka yang tidak tinggal di asrama, tidak ubahnya seperti siswa pada sekolah
lain pada umumnya. Asrama yang belum dipergunakan secara maksimal dapat
turut mempengaruhi optimalitas manajemen sarana dan prasarana pendidikan.
Sementara itu, sebagai figur pimpinan sebuah pondok pesantren, ada
tiga syarat yang harus dipenuhi, yakni tahu tugas-tugas manajerial, tahu
banyak mengenai ilmu-ilmu keislaman, dan tahu banyak hal ihwal
keduniawian sesuai dengan perkembangan zaman.32 Sebagai pemimpin, ada
dua fungsi kepemimpinan yang seharusnya diperlihatkan, yakni fungsi
administratif dan fungsi pelaksanana. Fungsi administratif, yakni golongan
pemimpin yang menentukan kebijakan umum, yang biasa disebut sebagai
manajer puncak pada eselon tertinggi. Sedangkan fungsi pelaksana, yakni
kategori pemimpin yang langsung berhadapan dengan kegiatan organisasi,
sekaligus juga menjadi pelaksana dari kebijakan yang dibuat dalam fungsi
administratif.33
E. Simpulan
Proses manajemen sarana dan prasarana pendidikan yang berjalan baik
akan menjadi salah satu upaya mengatasi kelemahan yang umumnya melanda
dunia pesantren. Di antara kelemahan yang masih terlihat di pesantren seperti
: pesantren belum mencapai tujuan untuk menyiapkan kader ulama sebagai
pemimpin umat ; umumnya pesantren tidak memiliki sarana yang memadai ;
pesantren juga sering dicap sebagai lembaga pendidikan tradisional yang
menghindar dari dunia modern ; serta pesantren sering terlihat eksklusif, dan
manajemen pesantren sering terlihat kurang profesional.34
Kelemahan yang lain adalah administrasinya, kemudian tenaga pimpinan
yang memiliki kecakapan menyeluruh masih langka, tenaga pengajar yang
berkualitas tinggi masih sedikit, kurangnya sumber-sumber keuangan, dan tidak
menentunya pola hubungan kerjasama terhadap dunia luar. Perkembangan
pesantren di masa depan mungkin akan ditentukan oleh kemampuan untuk
__________________________________
32
Miftah Thoha, Perilaku Organisasi ; Konsep Dasar dan Aplikasinya (Jakarta: Rajawali Pers,
1992), hlm. 285.
33
Muchtar Effendi, Manajemen ; Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam (Jakarta: Bharata,
1996), hlm. 207.
34
Yusuf Amir Faisal, Reorientasi Pendidikan Islam (Jakarta : GIP, 1995).
Implementasi Manajemen Sarana dan Prasarana........ 65
Daftar Pustaka
Anonim. (1971). Al-Quran dan Terjemahnya. Departemen Agama RI.
DePorter, Bobby, dan Mike Hernacki. (1999). Quantum Learning; Membiasakan
Belajar Nyaman dan Menyenangkan. (Terjemah). Bandung: Kaifa.
Effendi, Muchtar. (1996). Manajemen; Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam.
Jakarta : Bharata.
Faisal, Yusuf Amir. (1995). Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta: GIP
Gazalba, Sindi. (1991). Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi. Jakarta: Depdikbud.
Hasbullah. (1996). Kapita Selekta Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
Hasbullah. (1999). Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
Horikoshi, Hiroko.(1987). Kyai Dan Perubahan Sosial. Jakarta: P3M.
__________________________________
35
Sudirman Tebba mengutip Abdurrahman Wahid dalam Dawam Rahardjo (Editor),
Pergulatan Dunia Pesantren; Membangun dari Bawah (Jakarta : P3M, 1985), hlm. 275.
66 Jurnal An Nûr, Vol IV. No. 1, Februari 2012