Anda di halaman 1dari 7

NAMA : Qorry Aulia Putri

NIM : 1902101010010

KELAS : Kelas 01 Imunologi

TAKEHOME EXAM B (GENAP)

I. 1 Jelaskan beda antara imunitas spesifik dan non spesifik ?

Jawab :

Ada dua jenis imunitas, imunitas bawaan dan adaptif. Imunitas bawaan (non spesifik)
merupakan pertahanan yang telah ada semenjak lahir. Imunitas ini berfungsi sebagai respon cepat
dalam mencegah penyakit. Imunitas bawaan tidak mengenali mikroba secara spesifik dan melawan
semua mikroba dengan cara yang identik. Selain itu, imunitas bawaan tidak memiliki komponen
memori sehingga tidak dapat mengenali kontak yang dulu pernah terjadi. Imunitas bawaan terdiri
dari komponen lini pertama, yaitu kulit dan membran mukus dan lini kedua yaitu substansi
antimikroba, sel natural killer, dan fagosit

Imunitas adaptif (spesifik) merupakan imunitas yang melibatkan mekanisme pengenalan


spesifik dari patogen atau antigen ketika berkontak dengan sistem imun. Tidak seperti imuitas
bawaan, imunitas adaptif memiliki respon yang lambat, tetapi memiliki komponen memori,
sehingga dapat langsung mengenali kontak selanjutnya. Limfosit merupakan komponen dari
imunnitas adaptif (Aripin, 2019).

Secara umum sistem imun dibagi menjadi dua lini: imunitas alamiah dan imunitas adaptif.
Imunitas alamiah (innate) adalah pertahanan lapis pertama, berupa mekanisme non-spesifik
(antigen- independent) untuk melawan dan mengatasi patogen yang menerobos masuk ke dalam
tubuh kita. Imunitas adaptif bersifat spesifik terhadap antigen (antigen-dependent), dan memiliki
memori sehingga tubuh kita mampu bereaksi dengan lebih cepat serta lebih efisien pada saat
terpapar ulang dengan antigen yang sama. Sel limfosit B termasuk dalam imunitas adaptif. Selain
memiliki kemampuan mengenali antigen secara spesifik, sel limfosit B juga dapat mengsekresi
antibodi atau immunoglobulin. Sel imun alamiah sebagian besar termasuk lini myeloid
diantaranya; neutrofil, eosinofil, basofil, sel mast, sel monosit/makrofag, dan sel dendritik.
Sedangkan semua sel imun adaptif berasal dari lini limfoid diantaranya sel limfosit Th (T helper),
sel limfosit Tc (T cytotoxic) dan sel limfosit B (Levani, 2018).

DAFTAR PUSTAKA

Aripi, I. (2019). Pendidikan nilai pada materi konsep system imun. Jurnal Bio Educatio, 4(1) : 01
– 11.

Levani, Y. (2018). Perkembangan sel limfosit B dan penandanya untuk flowcytometry. Jurnal
Unimus, 1(5) : 50 – 60.

I. 2 Bagaimana peranan makrofag pada infeksi akut, jelaskan ?

Jawab :

Proses peradangan kronis dalam rongga mulut menyebabkan pertumbuhan proliferatif.


Salah satu komponen radang kronis adalah monosit sebagai sumber dari makrofag. Monosit
merupakan bentuk leukosit (sel darah putih) yang berbeda dari granulosit karena susunan
morfologi intinya dan sifat sitoplasmanya yang relatif agranular. Pada peradangan akut, monosit
pada waktu yang kira-kira sama dengan neutrofil mulai bermigrasi tetapi jumlahnya lebih sedikit
dan dengan kecepatan yang lambat. Sel yang sama, jika berada di dalam darah disebut monosit,
jika terdapat dalam eksudat disebut makrofag. Sistem monosit-makrofag (dikenal juga dengan
istilah retikuloendotelial) berfungsi penting untuk membersihkan darah, limfe dan ruang-ruang
interstisial dari benda asing, dengan demikian merupakan fungsi pertahanan yang penting. Tidak
hanya itu, makrofag juga melepas faktor pertumbuhan dan substansi lain yang mengawali dan
mempercepat pembentukan jaringan granulasi pada luka bersama fibroblas, memproduksi growth
factor yang berperan pada re-epitelisasi dan pembentukan kapiler baru (angiogenesis).

Peran monosit/makrofag ternyata tidak hanya terbatas pada fagositosis benda-benda asing
yang masuk kedalam tubuh. Namun monosit/makrofag ternyata menjadi kunci pada proses fibrosis
dan angiogenesis. Fibrosis penting agar jaringan dapat pulih dan bertahan terhadap lingkungan
luar tubuh. Angiogenesis juga penting karena tanpa adanya pembuluh darah baru nutrisi tidak
dapat diperoleh oleh jaringan sehingga jaringan akan mengalami kematian (Christina et al., 2015).

Luka dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu akut dan kronik. Luka akut adalah l
kerusakan jaringan yang dapat sembuh total, dengan waktu penyembuhan 8-12 minggu. Neutrofil
memainkan peran utama dalam pengendalian infeksi jaringan. Neutrofil juga terlibat dalam proses
penyembuhan luka, karena neutrofil menghasilkan beberapa faktor pertumbuhan yang mendorong
proliferasi dan protease sel yang menurunkan matriks ekstraselular. Makrofag yang aktif atau
makrofag pro-inflamasi (M1 makrofag) menghilangkan bakteri, benda asing, neutrofil yang
mengalami apoptosis dan komponen jaringan yang rusak dari luka melalui fagositosis. Makrofag
juga mengekspresikan berbagai mediator proinflammatory dan sitokin (Pratama et al., 2018).

DAFTAR PUSTAKA

Pratama, A. R., Wathoni, N. dan Rusdiana, T. (2018). Peranan faktor pertumbuhan terhadap
penyembuhan luka diabetes : review. Jurnal Farmako, 15(2) : 43 – 53.

Christina, B. B. H., Fransisca, C., Kristin, K., Caroline. dan Sudiono, J. (2015). Peran monosit
(makrofag) pada proses angiogenesis dan fibrosis. Jurnal Cendekiawan, 2(4) : 254 –
267.

I. 3 Jelaskan peranan dari organ limfoid primer ?

Jawab :

Organ limfoid merupakan organ yang berfungsi memproduksi dan menyimpan sel-sel
imun seperti leukosit dan makrofag. Sel-sel penyusun organ limfoid memiliki indeks mitosis yang
tinggi. Jika indeks mitosis suatu sel tinggi maka proses ploriferasi pada sel tersebut tergolong
sangat cepat. Radiasi lebih mudah mencederai sel pada saat sel tersebut memasuki fase mitosisnya,
sehingga sel-sel pada organ limfoid digolongkan sangat radiosensitive terhadap paparan radiasi.
Radiasi dapat menurunkan tingkat proliferasi sel-sel pada organ limfoid. Organ limfoid dibagi
menjadi organ limfoid primer dan organ limfoid sekunder. Organ yang tergolong dalam organ
limfoid primer yaitu sumsum tulang dan timus. Sumsum tulang merupakan organ yang berfungsi
dalam sistem pembentukan darah. Pajanan radiasi dosis tinggi pada sumsum tulang dapat
mengakibatkan kematian jaringan tersebut dalam jangka waktu beberapa minggu. Hal ini
disebabkan karena radiasi dapat menurunkan jumlah sel basal pada sumsum tulang secara tajam
(Oktafiani et al., 2019).

Limfosit juga didapatkan pada organ limfoid, seperti timus, nodus limfatikus, limpa, dan
apendiks (pada manusia). limpa merupakan salah satu organ limfoid yang ternyata sangat
dipengaruhi oleh adanya hormon kortikosteron. Ternak yang menderita cekaman panas biasanya
kandungan hormon kortikosteronnya akan meningkat. Peningkatan kortikosteron tersebut
dimaksudkan antara lain untuk merangsang terjadinya perombakan (katabolisme) protein sebagai
usaha penyediaan glukosa darah melalui sistem glukoneogenesis sehingga terjadi penurunan
pertumbuhan (Arfanda et al., 2019).

DAFTAR PUSTAKA

Arfanda, A. I., Suprijatna, E. dan Isroli. (2019). Pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan
terhadap bobot relative organ limfoid ayam buras super. Jurnal Sain Peternakan
Indonesia, 14(3) : 306 – 311.

Oktafiani, F., Juswono, U. P. dan Kusharto. (2019). Pengaruh radiasi gamma terhadap jumlah
leukosit, presentase limfosit pada organ limfoid dan histologi hepar mencit (Mus
musculus) yang telah diberi ekstrak meniran (Phyllantus niruri l.). Jurnal Farmasi, 3(5)
: 7 – 19.

I. 4 Apa yang membedakan antara imunitas humoral dan imunitas seluler, jelaskan ?

Jawab :

Imunitas dalam tubuh bisa bereaksi secara seluler dan humoral terhadap patogen yang
masuk ke dalam tubuh. Imunitas humoral diperantarai oleh sekresi antibodi dari sel plasma.
Imunitas seluler diperantarai oleh sel T yang melawan patogen tanpa antibodi. Telah banyak
diketahui bahwa mikroorganisme yang hidup dan berkembang biak secara intra seluler, antara lain
didalam makrofag sehingga sulit untuk dijangkau oleh antibody. Untuk melawan mikroorganisme
intraseluler tersebut diperlukan respons imun seluler, yang diperankan oleh limfosit T.
Subpopulasi sel T yang disebut dengan sel T penolong (T-helper) akan mengenali mikroorganisme
atau antigen bersangkutan melalui major histocompatibility complex (MHC) kelas II yang terdapat
pada permukaan sel makrofag (Runtukahu et al., 2021). Sel B merupakan komponen humoral
pada imunitas adaptif yang berfungsi mensekresikan antibodi serta berperan sebagai antigen
presenting cell (APC) dan mensekresikan sitokin. Dewasa ini diketahui bahwa ada beberapa jenis
sel B dan bahwa sel B2 menghasilkan antibodi spesifik selama respons adaptif; merupakan sel B
hasil sintesis sumsum tulang yang memenuhi plasma darah dan jaringan sistem limfatik dan tidak
memiliki kemampuan untuk berproliferasi (Prakoeswa, 2020).
DAFTAR PUSTAKA

Prakoeswa, F. R. S. (2020). Peranan sel limfosit dalam imunulogi : artikel review. Jurnal Sains
dan Kesehatan, 2(4) : 525 – 238.

Runtukahu, A. T. Z., Sylvia, R., Marunduh. dan Poli, H. (2021). Peran imunitas seluler pada ibu
hamil. Jurnal Unsrat, 9(2) : 215 – 221.
II. Peranan sel T pada proses tanggap kebal

Sistem tanggap kebal atau sistem pertahanan tubuh yaitu semua mekanisme untuk
mempertahankan tubuh dari berbagai macam penyebab penyakit baik dari dalam maupun luar
tubuh. Berbagai penyebab seperti bakteri, virus, jamur, asap, iritan, debu, bahan organik maupun
anorganik yang dijumpai pada lingkungan sekitar dapat mempengaruhi sistem tanggap kebal.

Secara umum respon tanggap kebal dapat dibedakan atas respon yang bersifat spesifik dan
respon yang bersifat non-spesifik. Tanggap kebal non-spesifik merupakan pertahanan tubuh
terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, oleh karena itu dapat
memberikan respon langsung terhadap antigen. Tanggap kebal non-spesifik diawali dari aktivitas
sel-sel fagositik terutama neutrofil dan makrofag, merupakan sel pertama yang datang dan bereaksi
dengan mikroorganisme. Sedangkan tanggap kebal spesifik membutuhkan waktu untuk mengenal
antigen terlebih dahulu sebelum dapat memberikan responnya. Respon tanggap kebal spesifik bisa
humoral yang diperantarai oleh sel limfosit B dan seluler yang diperantarai oleh sel limfosit T. Sel
limfosit T berperan di dalam eliminasi antigen intraseluler (di dalam sel), sedang antibodi yang
diproduksi sel limfosit B bekerja sama dengan sel fagosit dan komplemen berfungsi dalam
eliminasi patogen dan antigen ekstraseluler (di luar sel). Mekanisme kerja kedua respon tanggap
kebal ini saling menunjang antara satu dengan yang lainnya melalui mediator seperti limfokin dan
sitokin (Widhyari, 2012).

Defisiensi Zn dikaitkan dengan perubahan fungsi sistem tanggap kebal, seperti


menurunnya fungsi sel- B dan sel-T, menurunnya fagositosis dan menurunnya produksi sitokin.
produksi sitokin oleh sel limfosit T helper sehingga menyebabkan terjadinya proliferasi dan
diferensiasi sel. Sitokin berperanan dalam banyak respons imun seperti aktivasi sel-T, sel-B,
monosit, dan makrofag. Mineral Zn juga mampu berperan sebagai imunostimulator yaitu mampu
meningkatkan sistem kekebalan baik seluler maupun humural. Sel T merupakan pengatur utama
bagi seluruh fungsi tanggap kebal dengan cara membentuk serangkaian mediator protein yang
disebut limfokin. Peran Zn juga dilaporkan terhadap kemampuannya di dalam meningkatnya
aktivitas enzim superoksida dismutase (SOD) dan mampu meningkatkan semua jenis sel-T,
dengan demikian memungkinkan sel-T berproliferasi dan berdiferensiasi yang pada akhirnya
memacu aktivitas enzim selular. Zn dapat menginduksi produksi sitokin oleh sel leukosit, seperti
monosit dengan meningkatkan produksi interleukin-1, interleukin-6 dan tumor nekrosis factor
Kekurangan Zn dapat menyebabkan lesio pada kulit, dermatitis, pertumbuhan lambat,
kematangan seksual lambat, infertilitas dan imunodefisiensi. Defisiensi Zn yang parah dicirikan
dengan menurunnya fungsi sel imun dan meningkatnya kejadian infeksi. Defisiensi Zn dikaitkan
dengan perubahan fungsi sistem tanggap kebal, seperti menurunnya fungsi sel B dan T,
menurunnya fagositosis dan menurunnya produksi sitokin. Suplementasi Zn mampu
meningkatkan produksi sitokin oleh sel Limfosit T helper sehingga menyebabkan terjadinya
proliferasi dan diferensiasi sel. Zn juga mampu meningkatkan produksi tumor necrosis factor-
alpha (TNF-α) oleh sel monosit, sehingga kemampuan fagositosis meningkat (Widhyari et al.,
2017).

Widhyari, S. D. (2012). Peran dan dampak defisiensi zinc (zn) terhadap system tanggap kebal.
WARTAZOA. 22(3) : 141 – 150.

Widhyari, S. D., Esfandiari, A., Sutama, I. K., Widodo, S., Wibawan, I. W. T. dan Ramdhany, R.
R. (2017). Profil immunoglobulin-G serum kambing peranakan etawah bunting yang
diberi imbuhan pakan mineral sang. Jurnal veteriner, 18(1) : 24 – 30.

Anda mungkin juga menyukai