Anda di halaman 1dari 29

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jantung dan Pembuluh Darah Jantung


2.1.1. Anatomi Jantung dan Pembuluh Darah Jantung
Sistem kardiovaskuler merupakan sistem sirkulasi untuk pertukaran zat
dalam tubuh manusia yang terdiri dari jantung sebagai pompa dan pembuluh
darah sebagai pipa yang mengedarkan darah ke dan dari seluruh tubuh
(Saladin,2007). Organ jantung terletak dalam ruang toraks, dengan arah oblik (45o
dari garis sagital) tepat di tengah daerah mediastinum, dan di atas diafragma.
Mediastinum adalah daerah di antara kedua paru-paru (Ellis,2006). Batas atas
jantung setinggi tulang rawan kosta ketiga di sebelah kanan dan ruang interkosta
kedua di sebelah kiri dari sternum. Batas kanan jantung melebar dari tulang rawan
kosta ketiga sampai mendekati tulang rawan kosta keenam. Batas kiri jantung
berjalan turun dari ruang interkosta kedua sampai ke apeks yang terletak dekat
garis midklavikula di ruang interkosta kelima. Sedangkan batas bawah jantung
dari sternum di sebelah kanan tulang rawan kosta keenam sampai apeks di ruang
interkosta kelima dekat garis midklavikula (Drake, et al.,2007).
Jantung orang dewasa memiliki panjang 12 cm dari basis ke apeks.
Diameter transversal jantung yang paling luas adalah 8-9 cm dan diameter anterior
ke posteriornya adalah 6 cm. Jantung memiliki berat yang bervariasi rata-rata 300
gram untuk pria dan rata-rata 250 gram untuk wanita. Berat dewasa tersebut
dicapai ketika berumur 17 sampai 20 tahun.
Jantung dan pembuluh darah besar dari atau ke jantung dilapisi oleh suatu
jaringan yang dikenal dengan nama perikardium. Perikardium terdiri dari 2
komponen penting, yaitu perikardium fibrosa yang kuat serta padat dan
perikardium serosa yang tipis dan lembut. Perikardium serosa terdiri dari 2 lapis
membran, yaitu bagian dalam (viseral) yang melekat ke jantung yang disebut
epikardium dan bagian luar yang melekat pada perikardium fibrosa (parietal). Di
antara lapisan viseral dan parietal terdapat cairan untuk membantu pergerakan

Universitas Sumatera Utara


5

jantung tanpa gesekan antara kedua lapisan viseral dan parietal ketika jantung
berdenyut (Standring,2008). Ruang ini disebut kavitas perikardial.
Dinding tiap ruang jantung terdiri dari 3 lapisan utama, yaitu lapisan yang
paling luar adalah epikardium yang merupakan perikardium serosa bagian viseral
yang berdinding tipis, lapisan di tengahnya adalah miokardium yang berdinding
tebal yang berisi otot-otot jantung yang berguna untuk memompa jantung, dan
lapisan paling dalam adalah endokardium yang merupakan lapisan yang tipis
mirip jaringan ikat endotel dan subendotel (Moore, et al.,2010). Kebanyakan
lapisan dinding jantung terdiri oleh miokardium, khususnya di ventrikel. Ketika
jantung berkontraksi, khususnya ventrikel, miokardium akan memproduksi
gerakan seperti memeras karena serat otot jantungnya yang berbentuk double
helix (Torrent-Guasp, et al.,2001 dalam Moore, et al.,2010). Gerakan ini
menyebabkan volume ruang ventrikel mengecil sehingga darah terpompa masuk
ke aorta atau arteri pulmonaris (Moore, et al.,2010).

Gambar 2.1. Letak Jantung dalam Rongga Toraks dan Tempat


Mendengarkan Suara Katup Jantung, A = Aorta, P =
Pulmonal, M = Mitral, T = Triskupid
Sumber: Standring, S. 2008. Gray’s Anatomy: The Anatomical Basic of Clinical
Practice. 14th ed. Amsterdam: Churchill Livingstone Elsevier.

Jantung memiliki empat buah ruang, yaitu 2 buah atrium dan 2 buah
ventrikel. Antar atrium dipisahkan oleh septum interatrial, sedangkan antar

Universitas Sumatera Utara


6

ventrikel dipisahkan oleh septum interventrikuler. Atrium dan ventrikel sebelah


kanan dipisahkan oleh katup trikuspid dan yang sebelah kiri dipisahkan oleh katup
biskupid atau yang lebih dikenal dengan katup mitral. Katup trikuspid dan katup
mitral berfungsi mencegah darah yang telah dipompakan atrium ke ventrikel
kembali lagi ke atrium ketika ventrikel berkontraksi. Ujung-ujung katup ini diikat
oleh korda tendinea ke muskulus papillaris. Darah dari ventrikel kanan akan
dipompa ke paru melalui arteri pulmonaris. Sedangkan darah dari ventrikel kiri
akan dipompakan ke seluruh tubuh melalui aorta dan sebagian kecil akan
dipompakan ke jantung untuk menyuplai oksigen dan nutrisi untuk otot jantung
melalui arteri koroner.

Gambar 2.2. Struktur Anatomi Jantung Bagian Dalam


Sumber: Tortora, G. J., Derrickson, B., 2009. Principles of Anatomy and
Physiology. 12th ed. Hoboken: John Wiley & Sons.

Pembuluh darah jantung terdiri dari arteri koroner dan vena kardial,
dimana menyuplai sebagian besar darah ke dan dari miokardium. Endokardium
dan jaringan subendokardial mendapat oksigen dan nutrisi dengan cara difusi atau
mikrovaskuler dari ruang di jantung. Pembuluh darah jantung normalnya tertanam
dalam jaringan lemak dan melalui permukaan jantung di dalam epikardium.

Universitas Sumatera Utara


7

Adakalanya, bagian dari pembuluh darah ini menjadi tertanam dalam miokardium.
Pembuluh darah di jantung mendapat pengaruh inervasi dari sistem saraf simpatis
dan parasimpatis (Moore, et al.,2010).
Suplai darah jantung berasal dari arteri koroner yang merupakan cabang
pertama aorta yang menyuplai darah ke miokardium dan epikardium baik atrium
maupun ventrikel, yang memiliki 2 cabang, yaitu arteri koroner kanan dan kiri
yang cabang utamanya terletak di sulkus interventrikuler dan atrioventrikuler.
Arteri koroner kanan muncul dari sinus aorta anterior dan berjalan ke depan
melalui trunkus pulmonaris dan atrium kanan, serta menyelusuri sulkus
atrioventrikuler bagian kanan (Ellis,2006). Dekat dengan asalnya, arteri koroner
kanan selalu memberikan percabangan ke nodus sinoatrial (SA node) yang
memberikan percabangan ke nodus tersebut. Arteri koroner kanan kemudian
berjalan turun melalui sulkus koroner dan bercabang menjadi arteri marginalis
kanan, yang menyuplai darah ke bagian pinggir kanan jantung, dan berjalan ke
apeks jantung, tetapi tidak mencapainya. Setelah memberikan percabangan ini,
arteri koroner kanan berbelok ke kiri dan terus menyelusuri sulkus koroner ke
arah posterior jantung. Pada bagian posterior, dimana pertemuan antara septum
interatrial dan septum interventrikuler di antara 4 ruang jantung, arteri koroner
kanan memberikan percabangan ke nodus atrioventrikuler (AV node) untuk
menyuplai darah ke sana. Nodus sinoatrial dan atrioventrikuler merupakan bagian
dari sistem konduksi listrik di jantung.
Dominasi dari sistem arteri koroner berasal dari arteri koroner mana yang
memberikan cabang ke arteri posterior yang berjalan menurun (posterior
decending artery). Biasanya sistem arteri koroner ini didominasi arteri koroner
kanan sekitar 67%, arteri koroner kiri sekitar 15%, dan kombinasinya sekitar 18%.
Arteri koroner kanan memberikan cabang interventrikuler posterior yang besar,
yang berjalan turun di sulkus interventrikuler posterior. Cabang ini memberi
suplai darah ke kedua ventrikel dan mengirim percabangan utuk menyuplai darah
ke septum interventrikuler. Kadang-kadang cabang ini juga menyuplai darah ke
jantung bagian diafragmatika (Moore, et al.,2010).

Universitas Sumatera Utara


8

Gambar 2.3. Letak Arteri Koroner (A) Anterior (B) Posterior


Sumber: Moore, K. L., Dalley, A. F, and Agur, A. M. R.. 2010. Clinically
Oriented Anatomy. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Diameter arteri koroner kiri lebih besar dari diameter arteri koroner yang
kanan dan menyuplai darah lebih banyak ke miokardium termasuk seluruh ruang
jantung dan septum interventrikuler, kecuali yang right dominance (dominan
kanan) dimana arteri koroner kanan yang menyuplai bagian posterior jantung
memiliki 2 percabangan utama, yaitu arteri sirkumfleksi dan arteri interventrikuler
anterior. Arteri koroner kiri yang keluar dar aorta jarang memberikan percabangan
ke SA node dan ketika mencapai sulkus atrioventrikuler, bercabang menjadi 2 atau
3 cabang utama. Arteri interventrikuler anterior merupakan cabang pertamanya
yang sering digambarkan sebagai kelanjutan dari arteri koroner kiri. Arteri ini
berjalan ke bawah, oblik, depan, dan ke kiri di sulkus interventrikuler dan
mencapai apeks jantung. Adakalanya, terdapat variasi dari pembuluh darah ini,
yaitu arteri ini berjalan terus ke apeks dan bertemu dengan cabang arteri
interventrikuler posterior. Arteri ini juga bercabang menjadi cabang ventrikuler
anterior kanan-kiri dan cabang septum anterior. Sedangkan arteri sirkumfleksi
berjalan melalui sulkus atrioventrikuler, terus berjalan mengitari sampai ke bagian
posterior jantung, dan berakhir di sebelah kiri dari pertemuan 4 ruang jantung.
Arteri sirkumfleksi juga memiliki cabang, yaitu arteri marginalis kiri yang
menyuplai darah ke batas kiri ventrikel kiri sampai ke apeks (Standring,2008).

Universitas Sumatera Utara


9

Tabel 2.1. Daftar Arteri yang Menyuplai Jantung


Arteri
Asal Perjalanan Distribusi Anastomosis
/cabang
Atrium kanan, nodus Cabang
Koroner Melalui sulkus
sinoatrial (SA) dan sirkumfleksi
kanan (Right koronarius
Sinus aortik atrioventrikuler (AV), dan
coronary (atrioventrikuler) di
kanan dan bagian septum interventrikuler
artery = antara atrium dan
interventrikuler (IV) anterior
RCA) ventrikel
posterior dari LCA
RCA dekat
dengan asal
Trunkus pulmoner dan
Nodus SA dari arteri Berjalan naik ke SA
nodus SA
koroner
kanan
Marginal Berjalan ke batas inferior Ventrikel kanan dan
RCA Cabang IV
kanan dari jantung dan apeks apeks jantung
Berjalan di sulkus IV Ventrikel kanan dan kiri, Cabang IV
IV posterior RCA (67%) posterior dari apeks serta sepertiga bagian anterior dari
jantung septum IV posterior LCA
RCA dekat
Nodus AV asal dari arteri Melewati nodus AV Nodus AV
IV posterior
Sebagian besar atrium
Koroner kiri Berjalan pada sulkus AV
dan ventrikel kiri,
(Left Sinus aortik dan bercabang menjadi
septum IV, dan buntelan RCA
coronary = kiri arteri IV kiri dan
AV, bisa juga
LCA) sirkumfleksi
menyuplai nodus AV
Cabang arteri
Berjalan naik pada
sirkumfleksi Atrium kiri dan nodus
Nodus SA permukaan posterior dari
dari LCA SA
atrium kiri ke nodus SA
(40%)
Cabang IV
Melewati sepanjang Ventrikel kanan dan kiri,
posterior dari
IV anterior LCA sulkus IV anterior ke serta dua per tiga bagian
RCA (pada
apeks jantung septum IV anterior
apeks)
Berjalan ke kiri melalui
sulkus AV dan berjalan
Sirkumfleksi LCA Atrium dan ventrikel kiri RCA
ke permukaan jantung
posterior
Cabang arteri
Mengikuti batas kiri
Marginal kiri sirkumfleksi Atrium kiri Cabang IV
jantung
dari LCA
Cabang IV
Berjalan di sulkus IV Ventrikel kanan dan kiri,
anterior dari
IV posterior LCA (33%) posterior ke apeks serta sepertiga bagian IV
LCA (pada
jantung posterior
apeks)

Sumber: Moore, K. L., Dalley, A. F., and Agur, A. M. R.. 2010. Clinically
Oriented Anatomy. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Kebanyakan vena kardial kembali ke atrium kanan melalui sinus koroner,


kecuali vena kardial anterior dan vena kordis minima yang langsung ke atrium
kanan tanpa melalui sinus koroner (Moore,2010).

Universitas Sumatera Utara


10

Gambar 2.4. Vena Kardial


Sumber: Moore, K. L., Dalley, A. F., and Agur, A. M. R.. 2010. Clinically
Oriented Anatomy. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

2.1.2. Fisiologi Jantung dan Pembuluh Darah Jantung


a. Siklus Jantung
Siklus jantung adalah siklus yang dimulai dari satu detakan jantung ke
awal dari detakan selanjutnya. Setiap siklus dimulai dari aksi potensial yang
terbentuk spontan dari SA node, yang terletak di dinding lateral superior dari
atrium kanan dekat dengan pintu masuk vena cava superior. Aksi potensial
berjalan dari SA node melalui kedua atrium dan kemudian melalui A-V bundle ke
ventrikel. Karena suatu sistem rancangan dalam sistem konduksi dari atrium ke
ventrikel, ada perlambatan lebih dari 0,1 detik dari hantaran listrik dari atrium ke
ventrikel. Ini memungkinkan atrium untuk berkontraksi duluan untuk mengisi
darah ke ventrikel sebelum kontraksi ventrikel yang kuat dimulai.
Diastol merupakan suatu keadaan dimana jantung, terutama ventrikel terisi
darah diikuti periode kontraksi yang dikenal sistol (Guyton & Hall,2006). Selama
sistol atrium yang terjadi 0,1 detik, atrium mengalami kontraksi. Pada waktu yang
sama, ventrikel mengalami relaksasi. Depolarisasi SA node menyebabkan
depolarisasi atrium, yang ditandai gelombang P di elektrokardiografi (EKG),
kemudian menyebabkan sistol dari atrium. Ketika atrium berkontraksi, atrium
mendesak tekanan dari darah, yaitu melawan tekanan dari darah yang melalui
katup atrioventrikuler ke dalam ventrikel. Sistol dari atrium menyumbang darah
sebanyak 25 ml darah ke dalam tiap ventrikel (kira-kira 105 ml). Pada akhir sistol
dari atrium juga merupakan akhir dari diastol ventrikel. Tiap ventrikel telah berisi

Universitas Sumatera Utara


11

130 ml pada akhir periode relaksasi dan volume darah tersebut disebut volume
akhir diastolik atau end-diastolic volume (EDV). Kompleks QRS pada EKG
menandakan awal dari depolarisasi ventrikel.

Gambar 2.5. Siklus Jantung


Sumber: Guyton, A. C., Hall, J. E.. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th
ed. Philadelphia: Elsevier Saunders.

Setelah itu, dilanjutkan sistol dari ventrikel yang disebabkan depolarisasi


ventrikel. Selama sistol ventrikel, yang berlangsung 0,3 detik, ventrikel
berkontraksi dan pada waktu yang bersamaan, atrium mengalami relaksasi pada
diastol atrium. Ketika sistol ventrikel dimulai, tekanan meningkat di dalam
ventrikel dan mendorong darah melalui katup atrioventrikuler sehingga katupnya
tertutup. Untuk sekitar 0,05 detik, baik katup semilunar dan atrioventrikuler
tertutup. Periode ini disebut kontraksi isovolumetrik.
Kontraksi terus menerus membuat tekanan dalam ventrikel terus
meningkat dengan tajam sampai melewati 80 mmHg pada ventrikel kiri dan 20
mmHg pada ventrikel kanan. Pada saat itu, darah dari jantung mulai dipompakan.
Tekanan terus meningkat sampai 120 mmHg pada ventrikel kiri dan 25-35 mmHg

Universitas Sumatera Utara


12

pada ventrikel kanan. Periode ketika katup semilunar terbuka disebut ejeksi
ventrikuler dan berlangsung selama 0,25 detik. Darah yang dipompakan baik ke
aorta maupun ke arteri pulmonaris sebanyak 70 ml. Volume ini disebut volume
sekuncup (stroke volume) dan sisanya sebanyak 60 ml disebut volume akhir sistol
(end-systolic volume). Gelombang T dalam EKG menandakan awal dari
repolarisasi ventrikel (Tortora,2009).
b. Aliran Darah Koroner (Coronary Blood Flow)
Aliran darah koroner yang normal pada manumur rata-rata sekitar 225
mililiter/menit, dimana jumlah ini sekitar 4-5% dari jumlah curah jantung total.
Selama aktivitas berat, jantung orang dewasa muda meningkat curah jantungnya
menjadi 4-7 kali lipat dan memompa darah melawan tekanan arteri yang lebih
tinggi dari normalnya. Akibatnya, kerja jantung dalam kondisi yang berat
meningkat 6-9 kali lipat. Pada waktu yang sama, aliran darah koroner meningkat
3-4 kali lipat untuk menyuplai nutrisi lebih banyak yang dibutuhkan jantung,
tetapi ini tidak sebanding dengan kerja jantung yang meningkat dimana berarti
rasio energi yang dikeluarkan jantung dengan aliran darah koroner meningkat.
Jadi, efisiensi energi oleh digunakan jantung meningkat dan tidak sebanding
dengan suplai darah yang relatif kurang (Guyton & Hall,2006)

Gambar 2.6. Diagram Vaskularisasi Jantung pada Lapisan Epikardial,


Intramuskular, dan Subendokardial
Sumber: Guyton, A. C., Hall, J. E.. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th
ed. Philadelphia: Elsevier Saunders.

Nutrisi tidak dapat berdifusi cukup cepat dari darah di ruang jantung untuk
menyuplai seluruh lapisan sel yang menyusun dinding jantung. Alasan inilah yang
membuat miokardium memunyai jaringan pembuluh darah sendiri, yaitu sirkulasi
aliran darah koroner (Tortora,2009). Aliran darah koroner yang melewati ventrikel

Universitas Sumatera Utara


13

kiri menurun sampai jumlah yang minimal ketika otot jantung berkontraksi karena
pembuluh darah kecil, terutama di daerah miokardium terkompresi oleh kontraksi
otot jantung. Aliran darah pada arteri koroner kiri selama fase sistol hanya 10-30
% dari jumlah darah ketika fase diastol dimana otot jantung mengalami relaksasi
dan banyak aliran darah terjadi. Efek kompresi dari sistol pada aliran darah
koroner sangat kecil pada atrium kanan sebagai akibat dari tekanan ventrikel yang
lebih rendah sehingga kompresi pada arteri koronernya sangat sedikit.
Perubahan aliran darah koroner selama siklus jantung pada orang yang
sehat tidak terlalu berdampak walaupun sewaktu aktivitas berat. Berbeda dengan
orang yang memiliki gangguan pada arteri koroner, sedikit peningkatan denyut
jantung yang mengurangi waktu diastol, akan mengganggu aliran darah koroner.
Otot jantung mendapat perfusi nutrisi dari permukaan epikardial (luar) ke
permukaan endokardial (dalam). Selama sistol, gaya kompresi lebih berefek pada
aliran darah koroner pada lapisan miokardium dimana gaya kompresi lebih tinggi
dan tekanan pembuluh darah jantung lebih rendah sehingga aliran darah koroner
bagian miokardium menurun (Williams & Wilkins,2013). Tetapi pembuluh darah
besar pada pleksus subendokardial yang normal dapat mengompensasi hal
tersebut (Guyton & Hall,2006).
Menurut Guyton & Hall (2006), ada beberapa hal yang mempengaruhi
aliran darah koroner, yaitu:
1. Hasil metabolisme dari otot lokal
Aliran darah yang melalui sistem koroner diregulasi oleh vasodilatasi
arteriol lokal sebagai respon dari kebutuhan otot jantung akan nutrisi.
Ketika kebutuhan akan nutrisi meningkat, maka akan terjadi
vasodilatasi arteri koroner untuk mencukupi kebutuhan itu.

Universitas Sumatera Utara


14

Gambar 2.7. Aliran Darah Koroner Kiri dan Kanan selama Siklus Jantung
Sumber: Guyton, A. C., Hall, J. E.. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th
ed. Philadelphia: Elsevier Saunders.

2. Kebutuhan akan oksigen


Aliran darah koroner diregulasi juga oleh proporsi kebutuhan oksigen.
Normalnya, sekitar 70% oksigen pada darah arteri koroner dipakai
oleh otot jantung ketika istirahat dan meningkat atau menurun seiring
dengan aktivitas yang dilakukan. Dengan meningkatnya aktivitas yang
tidak diimbangi oleh suplai oksigen, berbagai substansi, seperti
adenosin, ATP, ion kalium, ion hidrogen, karbon dioksida, bradikinin,
prostaglandin, dan nitrit oksida, terlepas dan menyebabkan vasodilatasi
arteri koroner.
3. Kontrol sistem saraf otonom
Pengaktifan sistem saraf simpatis menyebabkan pelepasan norepnefrin
dan epinefrin dan merangsang reseptor α sehingga meningkatkan

Universitas Sumatera Utara


15

kontraksi dan denyut jantung. Itu menyebabkan peningkatan hasil


metabolisme otot jantung dan mengaktifkan mekanisme regulasi oleh
hasil metabolisme dan menyebabkan vasodilatasi. Sebaliknya,
pengaktifan sistem parasimpatis menyebabkan pengeluarkan
asetilkolin dan merangsang reseptor β sehingga menurunkan kontraksi
dan denyut jantung. Itu menyebabkan penurunan hasil metabolisme
otot jantung dan menyebabkan vasokonstriksi arteri koroner.

2.2. Penyakit Jantung Koroner


2.2.1. Definisi
Menurut Garko (2012), penyakit jantung koroner atau penyakit arteri
koroner adalah sebuah penyakit jantung di mana dinding endotel bagian dalam
pada satu atau lebih arteri koroner menjadi sempit baik sebagian ataupun total
akibat akumulasi kronis dari plak ateromatous yang mengurangi aliran darah yang
kaya nutrisi dan oksigen dari paru-paru ke otot jantung sehingga merusak struktur
dan fungsi dari jantung dan meningkatkan resiko dari berbagai kejadian pada
jantung seperti nyeri dada (contohnya angina pektoris) dan serangan jantung
(infark miokard).

2.2.2. Etiologi
Penyebab tersering dari penyakit jantung koroner adalah deposit ateroma
di jaringan subintima pada arteri koroner besar dan sedang (aterosklerosis).
Penyakit jantung koroner juga dapat disebabkan spasme dari arteri koroner,
vaskulitis (bisa karena systemic lupus erythematosus (SLE) atau sifilis), dan
penyakit-penyakit yang mengenai arteri koroner, seperti emboli, diseksi, dan
aneurisma, tetapi jarang menyebabkan penyakit jantung koroner (Porter &
Kaplan,2011).
Aterosklerosis adalah suatu proses kronis yang progresif dan tiba-tiba
muncul dengan karakteristik berupa penumpukan lemak, elemen fibrosa, dan
molekul inflamasi pada dinding arteri koroner. Aterosklerosis merupakan proses
etiopatogenesis utama penyebab penyakit jantung koroner dan progresivitasnya

Universitas Sumatera Utara


16

berhubungan dengan faktor lingkungan dan genetik dimana faktor tersebut


akhirnya akan berubah menjadi faktor resiko dari penyakit jantung koroner
(Sayols-Baixeras, et al.,2014). Walaupun kejadian penyakit jantung koroner
muncul di dekade ke-5 pada laki-laki dan dekade ke-6 pada perempuan,
sesungguhnya proses aterosklerosis telah dimulai dari awal kehidupan, bahkan
dari masa perkembangan janin (Lavezzi,2009 dalam Sayols-Baixeras, et al.,2014).

2.2.3. Epidemiologi
a. Prevalensi
Menurut Roger, et al. (2012) dalam Garko (2012), diperkirakan sekitar
16,3 juta orang (7% populasi orang Amerika dewasa di atas 20 tahun) menderita
penyakit jantung koroner. Dari total populasi yang terdiagnosis penyakit jantung
koroner, sekitar 8,3% adalah laki-laki dan 6,1% adalah perempuan. Diprediksi
pada tahun 2030, sekitar 8 juta populasi Amerika dewasa yang lain akan
terdiagnosis penyakit jantung koroner. Jumlah ini mencerminkan peningkatan
prevalensi sebesar 16,6% dari prevalensi pada tahun 2010.
Prevalensi penyakit jantung di Indonesia adalah 0,5% yang terdiagnosis
oleh dokter dan sekitar 1,5% bila jumlah yang terdiagnosis ditambah dengan
pasien yang memiliki gejala yang mirip dengan penyakit jantung koroner. Di
Sumatera Utara, prevalensi penyakit jantung koroner yang terdiagnosis dokter
adalah 0,5%, sedangkan yang terdiagnosis dokter pasien dengan gejala mirip
penyakit jantung koroner adalah 1,1% (Riskesdas,2013).
b. Insidensi
Pada tahun 2011, 785.000 populasi Amerika dewasa akan mendapat
serangan penyakit jantung koroner yang baru, dimana 470.000 populasi Amerika
dewasa akan mendapat pengalaman sebuah serangan jantung berulang.
Diperkirakan insidensi tiap tahun dari kasus baru serangan jantung adalah 610.000
dengan 325.000 serangan berulang. Rata-rata umur pertama kali mengalami
serangan jantung adalah sekitar umur 64,5 tahun untuk laki-laki dan 70,3 tahun
untuk perempuan (Roger, et al.,2012). Menurut Biro Sensus Amerika Serikat

Universitas Sumatera Utara


17

(2004), perkiraan insidensi penyakit jantung koroner di Indonesia adalah 1,05 juta
kasus baru pada tahun 2004.

c. Mortalitas
Setiap 25 detik, seorang di Amerika akan mengalami pengalaman kejadian
yang berhubungan dengan koroner dan setiap menitnya, ada satu orang yang akan
mendapat pengalaman ke,jadian jantung yang fatal, biasanya serangan jantung
(Roger, et al.,2012).
Berdasarkan data WHO (2011), kematian akibat penyakit jantung koroner
di Indonesia mencapai 234 ribu atau 17,05% total kematian di Indonesia. Angka
kematian yang sesuai umur (age adjusted death rate) adalah 150,77 per 100.000
populasi yang menempatkan Indonesia sebagai peringkat 51 di dunia.

2.2.4. Klasifikasi
Penyakit jantung koroner termasuk dalam penyakit jantung iskemik kronis
(ICD-10CM I25) memiliki kode I25.1 dengan nama atherosclerotic heart disease
of native coronary artery (penyakit jantung aterosklerosis dari arteri koroner itu
sendiri), memiliki klasifikasi, yaitu:
1. Atherosclerotic heart disease of native coronary artery without angina
pectoris (ICD-10CM I25.10)
2. Atherosclerotic heart disease of native coronary artery with angina pectoris
(ICD-10CM I25.11) dibagi 4, terdiri dari :
a) Atherosclerotic heart disease of native coronary artery with unstable
angina pectoris (ICD-10CM I25.110)
b) Atherosclerotic heart disease of native coronary artery with angina
pectoris with documented spasm (ICD-10CM I25.111)
c) Atherosclerotic heart disease of native coronary artery with other forms of
angina pectoris (ICD-10CM I25.118)
d) Atherosclerotic heart disease of native coronary artery with unspecified
angina pectoris (ICD-10CM I25.119) (CDC,2014).

Universitas Sumatera Utara


18

2.2.5. Faktor resiko


Faktor resiko dari penyakit jantung koroner dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Faktor resiko utama
Faktor resiko utama adalah faktor resiko yang menurut banyak penelitian
memberikan hasil yang bermakna dalam meningkatkan resiko dari
penyakit jantung koroner, yang terbagi menjadi 2 bagian, yaitu:
b) Faktor resiko utama yang tidak dapat dimodifikasi, terdiri dari :
1) Penambahan umur
Perubahan pada arteri koroner berkaitan erat dengan pertambahan
umur (Deopujari & Dixit,2010). Hubungan umur dengan mortalitas
dari penyakit jantung koroner membentuk grafik log linear sebagai
akibat efek akumulasi dari kerusakan pembuluh darah yang lama
dan kegagalan dalam mekanisme perbaikan (Vaidya, et al.,2011).
Perubahan utama yang terjadi oleh penuaan adalah penebalan
tunika intima disertai tunika media yang mengalami fibrosis.
Ketebalan dari tunika intima yang diamati secara bertahap
meningkat ketika dekade keempat dan kemudian menipis secara
bertahap (Deopujari & Dixit,2010). Umur berperan penting dalam
terjadinya penyakit jantung koroner karena dapat mempengaruhi
faktor resiko lain, seperti tekanan darah tinggi, obesitas, dan kadar
lemak. Berat badan yang merupakan faktor resiko yang dapat
dimodifikasi meningkat pada umur dewasa tua. Gangguan dalam
profil lemak, seperti nilai total kolesterol dan LDL meningkat
disertai nilai HDL yang rendah, juga berhubungan dengan
pertambahan umur (Ghosh,2010). Sekitar 82% orang meninggal
akibat penyakit jantung koroner berumur di atas 65 tahun dan
jumlah kasus pada umur antara 75 sampai 84 tahun akan menjadi 2
kali lipat pada 30 tahun kemudian (Odden, et al.,2011). Pada umur
yang lebih tua, wanita yang mengalami serangan jantung menjadi
lebih sering dari pria, kebanyakan dari wanita tersebut akan
meninggal karena penyakit jantung koroner dalam beberapa

Universitas Sumatera Utara


19

minggu (AHA,2013). Pada setiap umur, ditemukan juga perbedaan


pada faktor resiko yang meningkatkan resiko penyakit jantung.
Pada dewasa muda, faktor resiko yang berperan, yaitu stress dan
serba kecukupan, sedangkan pada dewasa pertengahan, faktor
resiko yang berperan bertambah lebih banyak, yaitu stress,
merokok, aktivitas fisik yang kurang, obesitas, pria, dan
pengangguran. Dan pada umur tua, faktor yang berperan dalam
menyebabkan penyakit jantung bertambah lebih banyak lagi, yaitu
stress, riwayat merokok, aktivitas fisik yang kurang, obesitas, laki-
laki, pengangguran, kulit putih, dan kemiskinan (Wang &
Wang,2013).
2) Jenis kelamin
Pria memunyai resiko lebih besar dari perempuan dan mendapat
serangan lebih awal dalam kehidupannya dibandingkan wanita
(NHBLI,2011). Itu dikarenakan kebanyakan faktor resikonya tidak
mau diubah oleh pria, seperti merokok, alkohol, dan kadar HDL
yang lebih rendah dari wanita (Krämer, et al,2012) dan sebelum
menopause, estrogen memberikan perlindungan kepada wanita dari
penyakit jantung koroner (NHBLI,2011). Setelah masa menopause,
ketika angka kematian pada wanita akibat penyakit jantung koroner
meningkat, itu tidak melebih angka kematian pada pria
(AHA,2013). Berbeda dengan pria, wanita memunyai faktor resiko
tambahan yang meningkatkan kejadian terjadinya penyakit jantung
koroner, seperti sindrom ovarium polikistik, preeklampsia,
menopause, penggunaan obat kontrasepsi oral, dan terapi hormonal
(Tan, et al.,2009). Wanita dengan sindrom ovarium polikistik
meningkatkan resiko terjadinya sindrom metabolik dan faktor
resiko penyakit jantung koroner yang lain, seperti diabetes melitus
tipe 2 (Shaw, et al.,2008 dalam Maas & Appleman,2010).
Preeklampsia pada wanita yang ditandai dengan hipertensi
(>140/90 mmHg) dan proteinuria (> 0,3g/24 jam) setelah masa

Universitas Sumatera Utara


20

kehamilan 20 minggu juga beresiko 2 kali terkena penyakit jantung


koroner dibandingkan wanita dengan normotensi selama masa
kehamilan (Bellamy, et al.,2007 dalam Maas & Appleman,2010).
Menopause yang awal pada seorang wanita akan meningkatkan
resiko terkena penyakit jantung koroner atau stroke sebesar 2 kali
lipat dan meningkatkan resiko mortalitas akibat penyakit jantung
koroner sebesar 1,5 sampai 2 kali lipat dibandingkan dengan
wanita dengan waktu menopause yang normal (Wellons, et
al.,2012). Wanita juga dapat hidup lebih lama dari pria dan
memunyai kecenderungan ke salah faktor resiko utama dari
penyakit jantung koroner, yaitu diabetes melitus dibandingkan pria
(Lee, et al.,2013) dan hipertensi (Jamee,2013).
3) Genetik (termasuk ras)
Riwayat penyakit jantung koroner dini pada keluarga merupakan
faktor resiko yang bebas, dan diduga ada variasi urutan DNA yang
diturunkan yang berperan dalam resiko penyakit jantung. Studi
asosiasi mengenai genom berhasil mengidentifikasi SNPs (single
nucleotide polymorphism) pada 13 daerah genom yang berkaitan
dengan penyakit jantung koroner, infark miokard, atau keduanya
(Musunuru & Kathiresan,2010). Diperkirakan salah satu gen yang
berperan dalam kejadian penyakit jantung koroner adalah gen
Ch9p21 SNPs dan gen tersebut juga berperan dalam kejadian
infark miokard (Angelakopoulou,2012). Anak dari orang tua
dengan penyakit jantung akan lebih berpotensi terkena penyakit
jantung (AHA,2013). Baik pria maupun perempuan yang memiliki
paling sedikit satu orang tua yang memiliki penyakit jantung
koroner beresiko 1,4 sampai 1,6 kali terkena penyakit jantung
koroner dibandingkan dengan orang tanpa orang tua yang
menderita penyakit jantung koroner (Sundquist,et al.,2011). Orang
Amerika Afrika memunyai tekanan darah yang sangat tinggi dan
parah dibandingkan orang Kaukasia serta berpeluang lebih tinggi

Universitas Sumatera Utara


21

menderita pernyakit jantung. Itu dikarenakan mereka memiliki


angka obesitas dan diabetes yang tinggi (AHA,2013).
c) Faktor resiko utama yang dapat dimodifikasi, terdiri darah :
1) Merokok
Rokok mengandung zat kimia, seperti nikotin, karbon monoksida,
ammonia, formaldehida, tar, dan lain-lain. Bahan aktif utamanya
adalah nikotin (efek akut) dan tars (efek kronis). Efek nikotin pada
sistem kardiovaskuler adalah efek simpatomimetik, seperti
menyebabkan takikardi, kontraksi ventrikuler di luar sistol,
meningkatkan noradrenalin dalam plasma, tekanan darah, cardiac
output, dan konsumsi oksigen sehingga menyebabkan penyempitan
aterosklerotik, penempelan platelet, dan menurunkan HDL. LDL
menjadi lebih mudah memasuki dinding arteri yang berperan
dalam patogenesis penyakit jantung koroner (Yathish, et al.,2011).
Merokok juga meningkatkan oksidasi dari LDL dan meningkatkan
berbagai faktor resko lain, yaitu hiperlipidemia, hipertensi, dan
diabetes melitus (Kelley,2009). Banyak efek merokok yang
sinergis sehingga meningkatkan faktor resiko penyakit jantung,
seperti trombosis, disfungsi endotel, aterosklerosis, gangguan
hemodinamik, dan menyebabkan resistensi insulin (Prasad, et
al.,2009). Merokok, bahkan beberapa batang per hari, akan
meningkatkan resiko menderita penyakit jantung (HeartUK,2012).
Merokok meningkatkan resiko penyakit jantung koroner sebanyak
2-4 kali dari yang tidak merokok. Orang yang merokok satu
bungkus rokok tiap hari meningkatkan resiko serangan jantung
sebesar 2 kali lipat dari yang belum pernah merokok (AHA,2013).
Mereka yang merokok terus menerus memiliki resiko terkena
penyakit jantung koroner 2,01 kali lipat bila kurang dari 10 tahun
dan 5,12 kali lipat bila lebih dari 10 tahun (Ram &
Trivedi,2012(a)). Mengisap rokok meningkatkan resiko penyakit
jantung koroner lebih besar dibandingkan yang memakai pipa dan

Universitas Sumatera Utara


22

cerutu (Yathish, et al.,2011). Wanita yang merokok memunyai


resiko 25% lebih besar terkena penyakit jantung koroner
dibandingkan dengan pria yang merokok bila bebas dari faktor
resiko yang lain (Huxley & Woodward,2011).
2) Kadar lemak yang abnormal (kolesterol dan trigliserida)
Salah satu komponen lemak tubuh adalah kolesterol. Kolesterol
sangat penting bagi sel yang sehat, tetapi bila tubuh
mengakumulasikannya dalam jumlah banyak, kolesterol akan
berdeposit ke dinding pembuluh darah yang akan menyebabkan
kerusakan dan bisa menghambat aliran darah. Jika ini terjadi,
resiko serangan jantung akan meningkat (HeartUK,2012).
Kolesterol terdiri dari 2 bentuk utama, yaitu HDL (high density
lipoprotein) yang berperan dalam membawa kadar lemak yang
tinggi dalam jaringan ke hati untuk dimetabolisme dan dikeluarkan
dari tubuh dan LDL yang berperan membawa kolesterol ke
jaringan, termasuk arteri koroner. Nilai LDL yang tinggi dan HDL
yang rendah berperan dalam peningkatan resiko penyakit jantung,
terutama penyakit jantung koroner (NHLBI,2011). HDL memiliki
fungsi yang sangat menarik termasuk aktivitas antiinflamasi,
antioksidan (McGrowder, et al.,2011), antiapoptotik, dan
antitrombotik (Ali, et al.,2012). Aktivitas dari antioksidan dan
antiinflamasi yang tinggi dari HDL berhubungan dengan
perlindungan tubuh terhadap penyakit kardiovaskuler
(McGrowder, et al.,2011). Komponen LDL yang berperan sebagai
faktor resiko yang penting adalah lipoprotein a (lp(a)). Mekanisme
patogenesis lp(a) yang berlebihan meliputi peningkatan
trombogenesis dan gangguan fibrolisis akibat berkompetisi dengan
plasminogen, penghambatan transforming growth factor β,
ketidakstabilan plak, peningkatan proliferasi dan migrasi otot
polos, pembentukan trombus penyumbat, gangguan pembentukan
pembuluh darah kolateral, peningkatan pengambilan oksidasi dan

Universitas Sumatera Utara


23

retensi LDL, dan upregulation dari pengekspresian plasminogen


activator inhibitor (PAI-I). Serum lp(a) didapati lebih rendah pada
umur 20-30 tahun dan lebih tinggi pada umur 50-60 tahun
(Sharma, et al.,2012). Hal lain yang berperan penting dari
komponen LDL adalah lipoprotein-associated phospholipase A2
(Lp-PLA2), yaitu sebuah enzim yang diekspresikan oleh sel
inflamasi pada plak aterosklerotik dan dibawa oleh sirkulasi
dengan berikatan utamanya dengan LDL. Lp-PLA2 menghidrolisis
fosfolipid yang teroksidasi menjadi produk proinflamasi yang
berperan dalam disfungsi endotel, proses inflamasi pada plak, dan
pembentukan inti nekrotik pada plak (Thompson, et al.,2010).
Komponen yang lain adalah trigliserida. Bila dalam darah terdapat
jumlah lemak yang berlebih, terutama trigliserida, biasanya akan
berpasangan dengan kadar HDL yang rendah (HeartUK,2012).
Rasio non-HDL kolesterol, trigliserida, dan total kolesterol dengan
HDL kolesterol lebih berhubungan erat dengan resiko penyakit
jantung koroner pada masa depan dibandingkan hanya LDL
kolesterol. Di sini juga ditemukan pada kadar LDL dalam berbagai
level, individu dengan salah satu rasio peningkatan level non-HDL
kolesterol, atau peningkatan level trigliserida, atau dengan
peningkatan total kolesterol dibandingkan dengan level HDL
kolesterol juga berpeluang berkembang menjadi penyakit jantung
koroner (Arsenault, et al.,2010).
3) Tekanan darah tinggi
Tekanan darah tinggi meningkatkan kerja jantung dan
menyebabkan dinding jantung menjadi tebal dan kaku yang
menyebabkan jantung tidak berkerja dengan baik. Ini
meningkatkan resiko kejadian stroke, serangan jantung, gagal
ginjal, dan penyakit jantung kongestif. Ketika tekanan darah tinggi
ini bergabung dengan faktor resiko yang lain, akan meningkatkan
(AHA,2013). Patofisiologi dari hipertensi menyebabkan penyakit

Universitas Sumatera Utara


24

jantung koroner melalui 2 cara. Pertama, hipertensi menyebabkan


kerusakan pada endotel yang akan menyebabkan senyawa
vasodilator tidak dapat keluar dan membuat penumpukan okigen
reaktif serta penumpukan faktor-faktor inflamasi yang mendukung
perkembangan dari aterosklerosis, trombosis, dan penyumbatan
pembuluh darah. Kedua, hipertensi menyebabkan peningkatan
afterload yang menyebabkan hipertropi dari ventrikel kiri. Itu
menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen miokardium dan
menurunnya aliran darah koroner. Semua hal di atas mendukung
terjadinya penyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke, dan
kematian jantung tiba-tiba (Olafiranye, et al.,2011). Orang dengan
hipertensi memiliki resiko lebih besar terkena penyakit jantung
koroner sebesar 3 kali lipat dibandingkan yang normotensi.
Hipertensi juga secara signifikant berkaitan dengan perkembangan
penyakit jantung koroner (Ram & Trivedi,2012(b)). Pulse pressure
(PP), tekanan sistol, tekanan diastol, dan mean arterial pressure
(MAP) merupakan prediktor kuat dari gejala penyakit jantung pada
seseorang dengan hipertensi dan penyakit jantung koroner
(Bangalore, et al.,2009). Pada seseorang dengan hipertensi, terjadi
penurunan tekanan diastol padahal suplai nutrisi dan oksigen
terjadi fase diastol, sehingga terjadi penurunan perfusi dan
membuat otot jantung rentang terkena iskemik. Penurunan diastol
meningkatkan besar rentang pulse pressure (Nogueira,2013).
Seseorang dengan tekanan darah diastol <70 mmHg dengan
tekanan darah sistol ≥ 120 mmHg berkaitan dengan resiko penyakit
jantung dimana rata-rata peningkatan sistolnya adalah 20 mmHg
(Franklin & Wong,2013). Tekanan sistol sekarang lebih berperan
sebagai parameter yang sangat penting dibandingkan dengan
tekanan diastol. Penurunan tekanan sistol sebesar 5-6 mmHg
menurunkan resiko penyakit jantung koroner sebesar 16% dan
resiko stroke sebesar 38% (Bangalore, et al.,2009).

Universitas Sumatera Utara


25

4) Aktivitas fisik yang kurang


Aktvitas fisik dibagi 2 jenis, yaitu aktivitas fisik pekerjaan yang
kadang-kadang dapat merusak kesehatan dan aktivitas fisik pada
waktu santai (misalnya olahraga) yang bermanfaat bagi kesehatan.
Aktivitas fisik pekerjaan sedang dapat menurunkan resiko penyakit
jantung, berbeda halnya dengan aktivitas fisik yang berat yang
tidak memberikan efek protektif terhadap penyakit jantung (Lie &
Siegrist,2012). Ada peran olahraga terhadap sistem hemodinamik
yang mempengaruhi interaksi endotel pembuluh darah dan otot
polos (Newcomer, et al.,2011) dimana meningkatkan fungsi dan
perbaikan dari pembuluh darah dengan cara meningkatkan
endothelial progenitor cell (EPC) (Lenk, et al.,2010). Aktivitas
fisik yang kurang meningkatkan resiko penyakit jantung koroner
sebesar 2 kali lipat dan dapat memperburuk faktor-faktor resiko
yang lain, seperti tekanan darah tinggi, kadar kolesterol dan
trigliserida yang tinggi, diabetes, dan berat badan yang berlebih
(NHLBI,2011). Seseorang dengan aktivitas fisik sedang yang
intensif selama 150 menit/minggu dan tambahan 300
menit/minggu akan menurunkan resiko penyakit jantung koroner
sebesar 14% dibandigkan dengan orang yang tidak melakukan
aktivitas fisik (Sattelmair, et al.,2011).
5) Berat badan berlebih (obesitas dan overweight)
Obesitas abdominal atau sentral, dapat diukur melalui lingkar
pinggang, dipertimbangkan sebagai sebuah faktor resiko yang kuat,
terlepas dari berat badan (Canoy, et al.,2007 dalam Rana, et
al.,2011). Obesitas, khususnya obesitas sentral, menyebabkan
berbagai hal. Salah satunya adalah menyebabkan peningkatan
kadar insulin dan resistensi insulin (diabetes melitus) dimana
insulin menyebabkan peningkatan sistem saraf simpatis dan
mempengaruhi ginjal untuk meretensi garam sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah. Obesitas juga menyebabkan defisiensi

Universitas Sumatera Utara


26

leptin dimana leptin berperan dalam mengatur rasa kenyang dan


juga mengaktifkan sistem renin angiotensin aldosteron yang akan
meningkatkan tekanan darah (Landsberg, et al.,2013). Obesitas
berhubungan dengan inflamasi derajat rendah yang kronis itu
dikarenakan berbagai substansi yang disekresikan oleh sel adiposa
(sel lemak), seperti IL-1, IL-6, TNF-α, resistin, prostaglandin,
angiotensinogen, endotelin, PAI-I, dan c-reactive protein (CRP)
(Wang & Nakayama,2010). Pada orang obesitas, didapati kadar
sirkulasi berbagai tanda-tanda inflamasi, seperti CRP, secretory
phospholipase A2 (sPLA2), fibrinogen, dan adiponektin,
berhubungan linear dengan aktivitas fisik yang kurang dan
pertambahan lingkar pinggang (Rana, et al.,2011). Orang dengan
kelebihan lemak tubuh, terutama di daerah pinggang, beresiko
berkembang menjadi penyakit jantung dan stroke jika tidak
memunyai faktor resiko yang lain bahkan memperparah faktor
resiko yang sudah ada. Berat badan berlebih akan meningkatkan
kerja jantung karena meningkatkan jumlah tahanan perifer total
sehingga tekanan darah menjadi tinggi (NHLBI,2011) dan
menyebabkan penebalan dinding ventrikel tanpa pelebaran ruangan
ventrikel sehingga terjadi peningkatan massa pada ventrikel
terutama ventrikel kiri (Artham, et al.,2009). Selain meningkatkan
tekanan darah, obesitas dapat meningkatkan level kolesterol dan
trigliserida, serta menurunkan HDL (NHLBI,2011). Peningkatan
10 kg berat badan akan meningkatkan tekanan sistol sebesar 3
mmHg dan tekanan diastol sebesar 2,5 mmHg (Artham, et
al.,2009) dan setiap peningkatan IMT sebesar 4 kg/m2
meningkatkan resiko terkena penyakit jantung iskemik sebesar
26% (Nordestgaard, et al.,2012). Dengan menurunkan berat badan
sebesar 10%, akan menurunkan resiko penyakit jantung
(NHLBI,2011).

Universitas Sumatera Utara


27

6) Diabetes melitus
Kadar gula darah yang tinggi akan menyebabkan peningkatan
pembentukan plak ateromatous pada arteri (NHLBI,2011).
Hiperglikemi pada orang diabetes menyebabkan banyak perubahan
pada biomolekuler tubuh, yaitu peningkatan reduksi nicotinamide
adenine dinucleotide (NAD+) menjadi NADH yang belum terbukti
sebagai stressor oksidatif seluler, peningkatan produksi uridine
diphosphate (UDP) N-acetyl glucosamine yang diperkirakan
mengubah fungsi enzimatik seluler, dan pembentukan advanced
glycation end product (AGE) yang secara langsung menganggu
fungsi sel endotel dan mempercepat aterosklerosis, serta
peningkatan reactive oxygen species (ROS) yang menganggu
produksi nitrit oksida endotel dan menipiskan plak aterosklerosis
sehingga mudah ruptur (Chiha, et al.,2012). Itu menyebabkan
kematian pasien dengan diabetes melitus sering disebabkan
serangan sindrom koroner akut dibandingkan yang tidak memiliki
diabetes melitus (Unachukwu & Ofori,2012). Yang lebih penting
lagi, glikolisasi dari protein pada dinding arteri yang diperkirakan
berkonstribusi dalam pembentukan aterosklerosis diabetik (Chiha,
et al.,2012). Pada tikus pada uji eksperimental memperlihatkan
hiperinsulinemia menstimulasi sintesis asam lemak dengan
meningkatkan transkripsi gen enzim lipogenik di hati. Asam lemak
tersebut memacu produksi dari very low density lipoprotein
(VLDL) sehingga dikenal resistensi insulin (diabetes melitus tipe
2) menginduksi dislipidemia (Steinberger, et al., 2009). Diabetes
melitus meningkatkan resiko morbilitas dan mortalitas berbagai
penyakit kardiovaskuler. Diabetes dengan sindrom metabolik
secara signifikan meningkatkan level trigliserida, rasio level
trigliserida dibandingkan HDL, atherogenic index of plasma (AIP),
tekanan darah, dan IMT (Kalidhas, et al.,2011). Diabetes secara
serius meningkatkan resiko menjadi penyakit jantung sebesar 2 kali

Universitas Sumatera Utara


28

lipat, terlepas dari faktor resiko lainnya (Sarwar, et al.,2010).


Bahkan ketika kadar glukosa dalam darah dapat dikontrol, diabetes
tetap akan meningkatkan resiko penyakit jantung dan stroke
walaupun tidak separah yang tidak terkontrol kadar gula darahnya.
Sekitar 65% orang yang terkena diabetes meninggal karena
berbagai penyakit pada jantung dan pembuluh darah (AHA,2013).
2. Faktor resiko pendukung
Faktor resiko pendukung adalah faktor yang berhubungan dengan
peningkatan resiko penyakit jantung koroner, tetapi hasilnya tidak terlalu
bermakna, terdiri dari:
1) Stres
Menurut Yayasan Jantung Inggris dalam Parswani, et al. (2013),
peneliti mengindikasikan bahwa faktor psikologi, seperti stres,
depresi, dan anxiety secara signifikan berkonstribusi dalam onset,
gejala klinis, dan prognosis dari penyakit jantung koroner. Stres
merupakan efek fisik dan emosi yang tidak diinginkan dimana
dapat berefek pada jantung akibat perlepasan hormon-hormon
tertentu yang meningkatkan tekanan darah dan dapat mendorong
pembentukan clotting pada arteri. Yang termasuk pemicu stres
termasuk isolasi sosial, stres pekerjaan, dan peristiwa akut atau
kronik yang terjadi dalam kehidupan. Stres dan kecemasan bisa
berperan dalam penyebab penyakit jantung koroner karena akan
menyebabkan pembuluh darah arteri mengalami vasokonstriksi
sehingga akan meningkatkan tekanan darah. Ini bisa menyebabkan
peningkatan serangan jantung. Stres juga dapat menyebabkan
seseorang makan makanan yang tinggi lemak dan gula berlebihan
(NHLBI,2011). Beberapa peneliti menemukan hubungan antara
resiko penyakit jantung koroner dan stres pada kehidupan
seseorang, kebiasaan hidup sehat mereka, dan status sosioekonomi.
Misalnya, ketika berada dalam keadaan stres, seseorang akan mulai
merokok lebih dari yang mereka bisa (AHA,2013). Orang yang

Universitas Sumatera Utara


29

mengalami stres berat beresiko terkena penyakit jantung koroner


sebesar 1,27 kali dibanding yang mengalami stres ringan
(Richardson, et al.,2012). Menurut penelitian Orth-Gomér, et al.
(2009), wanita dengan penyakit jantung koroner yang menerima
program berbasis grup untuk menurunkan stres didapati angka
harapan hidupnya 3 kali lebih besar 3 kali lipat dibandingkan yang
mendapat perawatan yang biasa.
2) Alkohol
Minum alkohol dalam jumlah sedang dapat menyebabkan
penurunan resiko penyakit jantung (HeartUK,2012). Alkohol
dengan dosis 15 g/hari untuk wanita dan dosis 30 g/hari secara
signifikan bermanfaat meningkatkan meningkatkan level HDL,
apolipoprotein A1, adiponektin, dan menurunkan level fibrinogen,
tetapi tidak berefek pada level trigliserida (Brien,et al.,2010).
Tetapi bila berlebihan, alkohol dapat menyebabkan peningkatan
tekanan darah sehingga menyebabkan gagal jantung dan memicu
stroke (AHA,2013). Manfaat alkohol dalam menurunkan resiko
penyakit jantung koroner hanya berlaku pada dewasa muda dan
tidak bermanfaat bahkan merugikan pada dewasa pertengahan dan
umur lebih tua (Hvidtfeldt, et al.,2010).
3) Diet dan Nutrisi yang tidak sehat
Diet yang sehat dapat menjadi senjata yang baik dalam melawan
penyakit jantung (AHA,2013). Mengonsumsi daging yang telah
diproses, bukan daging merah, berkaitan dengan insidensi yang
lebih tinggi dari penyakit jantung koroner (Micha, et al.,2010).
Untuk mencegah penyakit jantung koroner, asam lemak jenuh yang
dikonsumsi sebaiknya diganti dengan asam lemak tidak jenuh
rantai jamak daripada mengonsumsi asam lemak tidak jenuh rantai
tunggal atau konsumsi karbohidrat (Jakobsen, et al.,2009) dan
menghindari konsumsi makanan trans-fatty acid dan makanan
tinggi indeks glikemiknya (Mente, et al.,2009). Makanan yang

Universitas Sumatera Utara


30

dimakan akan dapat berefek pada faktor resiko yang dapat


dimodifikasi, seperti kolesterol, tekanan darah, diabetes, dan
obesitas. Diet yang tidak sehat, seperti tinggi gula, lemak, dan
garam, akan menyebabkan peningkatan berat badan, tekanan darah,
kadar lemak dalam tubuh, dan kadar gula darah sehingga
meningkatkan resiko penyakit jantung koroner (NHLBI,2011).

2.2.6. Patogenesis
Penyebab utama penyakit jantung koroner adalah aterosklerosis (Porter &
Kaplan,2011). Aterosklerosis merupakan penyakit inflamasi kronis yang
kompleks yang ditandai dengan remodeling dan penyempitan arteri koroner yang
menyuplai oksigen ke jantung (Sayols-Baixeras, et al.,2014). Aterosklerosis
melibatkan pembentukan plak yang terdiri dari sejumlah lipoprotein, matriks
ekstraseluler (kolagen, proteoglikan, glikosaminoglikan), kalsium, sel otot polos
pembuluh darah, sel inflamasi (monosit yang berubah menjadi makrofag, limfosit
T, sel mast, sel dendrit), dan pembuluh darah yang baru (angiogenesis) (Porter &
Kaplan,2011).
Proses aterosklerosis ini ditandai dengan efluks LDL ke ruang
subendotelial dimana kemudian LDL tersebut dapat dimodifikasi dengan cara
dioksidasi dan diglikasi oleh berbagai jenis agen di sekitar arteri pembuluh darah
((1) pada gambar 2.8.). Partikel LDL yang telah termodifikasi atau teroksidasi
adalah molekul kemotaksis poten yang menginduksi aktivasi dari molekul
perlengketan sel vaskuler (vascular cell adhesion molecule) dan molekul
perlengketan intraseluler (intracellular adhesion molecule) di lapisan endotel ((2)
pada gambar 2.8.) dan memicu perlengketan monosit dan chemoattractant
molecule merangsang migrasi monosit ke ruang subendotel ((3) pada gambar
2.8.). Monosit yang memasuki dinding arteri sebagai respon kepada
chemoattractant molecule, seperti monocyte chemmoattractant protein 1 (MCP-
1), merangsang diferensiasi monosit menjadi makrofag di lapisan intima media.
Makrofag berikatan dengan LDL yang teroksidasi melalui reseptor pembersih
(scavenger receptors) ((4) pada gambar 2.8.) untuk menjadi sel busa (foam cells)

Universitas Sumatera Utara


31

dan memunyai fungsi proinflamasi, termasuk pelepasan sitokin-sitokin, seperti


interleukin (IL) dan tumor necrosis factor (TNF). Sel busa juga melepaskan
molekul efektor, seperti asam hipoklorit, anion superoksida (O2-), dan matriks
metaloproteinase. Hasil akhir dari proses ini adalah pembentukan lesi
aterosklerotik pertama yang khas, yaitu lapisan lemak (fatty streak) dimana sel
busa berada di ruang subendotel (Sayols-Baixeras, et al.,2014 dan Libby, et
al.,2007).

Gambar 2.8. Skema Perkembangan Plak Aterosklerotik


Sumber: Libby, P., Bonow, R. O., Mann, D.L., Zipes, D. P.. 2007. Braunwald’s
Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine. 8th ed. Vol. 1.
Philadelphia: Elsevier Saunders.

Tipe leukosit yang lain, seperti limfosit dan sel mast, juga terakumulasi di
ruang subedotel. Efek gabungan monosit, makrofag, sel busa, dan sel T
menghasilkan respon imun seluler dan humoral dan berujung pada masa inflamasi
kronis dengan produksi dari beberapa molekul proinflamasi ((5) pada gambar
2.8.). Proses ini dilanjutkan dengan migrasi dari sel otot polos yang membelah diri
dari lapisan tengah arteri ke lapisan intima ((6) pada gambar 2.8.), hasilnya
perubahan bentuk dari fatty streak menjadi lesi yang lebih kompleks. Saat sel otot
polos berada di lapisan intima media, mereka memproduksi molekul matriks
ekstraseluler, membentuk tutup fibrosus (fibrous cap) yang menutupi fatty streak
sebelumnya ((7) pada gambar 2.8.). Sel busa di dalam fibrous cap mati dan
melepaskan lemak yang tersimpan ke ruang ekstraseluler dan membentuk kolam

Universitas Sumatera Utara


32

kaya lemak yang dikenal sebagai inti nekrotik (necrotic core) yang penuh lemak
dan sel yang mati ((8) pada gambar 2.8.). Hasil dari proses ini membentuk lesi
ateroslerotik yang kedua, yaitu plak fibrosus (Sayols-Baixeras, et al.,2014 dan
Libby, et al.,2007).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai