NIM : 3401420023
MK : Antropologi Kesehatan
1. Kebiasaan makan
Kebiasaan makan keluarga/rumah tangga dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
saling berkaitan dan berpengaruh terhadap individu dalam keluarga, misalnya dalam upaya
pengambilan keputusan dan tuntutan pemenuhan kebutuhan pangan. Dapat dikatakan bahwa
keluarga atau rumah tangga merupakan faktor utama dalam pembentukan pola perilaku
makan dan juga dalam pembinaan kesehatan keluarga, seperti digambarkan dalam model
perilaku konsumsi pangan (Pelto, 1980).
Sebagian besar masyarakat Desa Ciseureuh yang merupakan orang sunda gemar
mengkonsumsi lalapan. Lalap adalah daun-daun muda dan bagian tanaman lain seperti buah,
biji ataupun bunga yang dimakan bersama dengan makananan utama (nasi). Kebiasaan
memakan lalap bagi masyarakat Sunda sudah berlangsung turun - temurun dan masih
berlangsung sampai saat ini. Bahkan ada pepatah yang mengatakan bahwa orang Sunda tidak
akan pernah mati kelaparan jika dilepas di tengah hutan karena mereka bisa memakan semua
daun yang ada. Pepatah yang kadang digunakan sebagai bahan “guyonan” orang Jawa
tersebut sebenarnya mempunyai makna yang dalam.
Budaya makan lalap mucul sebagai suatu bentuk adaptasi masyarakat Sunda terhadap
alamnya yang kaya akan keanekaragaman hayati. Konsumsi lalap yang disajikan di rumah
tangga khususnya bagi keluarga yang tinggal di perkotaan juga tidak jauh berbeda. Bagi
orang sunda lalapan tanpa sambel merupakan menu yang wajib disajikan dalam makanana
orang sunda seari-hari.
Selain lalapan, makanan yang tidak asing dikonsumsi bagi masyarakat Desa
Ciseureuh adalah sayur asem. Sayur ini memiliki cita rasa yang khas dicampur dengan
perpaduan bumbu-bumbu seperti bawang merah dan juga cabai merah, serta jangan lupa
memakai asem. Sayur asem ini biasanya paling nikmat jika disajikan dengan ikan asin dan
juga sambel pedas atau sambel petai goreng. Selanjutnya yakni nasi timbel yang penyajiannya
dengan lauk berupa ayam atau ikan goreng, bersama tempe, tahu , ikan asin goreng, lalapan
serta sambal. Pepes juga tidak ketinggalan dalam makanan orang sunda. Masakan ini dimasak
dengan mengunakan balutan daun pisang. Pepes yang sering dikonsumsi orang sunda yakni,
pepes tahu ,pepes oncom ataupun pepes ikan emas. Rasanya tambah wangi dengan
dicampurkan daun kemangi. Selain itu, masih banyak ragam jenis makananan lainya yang
biasa ditemui dalam rumah makan masyarakat sunda.
Beberapa jenis makanan yang mereka tabukan dalam masyarakat desa Ciseureuh yang
berada di Jawa Tengah khususnya Kab. Brebes diantaranya adalah, Pisang ambon, nanas,
bawang, untuk seorang gadis. Jenis makanan tersebut mereka yakini akan memberikan efek
negatif seperti keputihan dan bau keringat yang tajam. Makanan pedas, nanas, merupakan
makanan tabu bagi ibu hamil karena akan memberikan akibat seperti keguguran ataupun
diare. Bagi ibu yang menyusui dan anak balita biasanya ditabukan untuk mengkonsumsi
makanan pedas dan ikan, karena akan mengakibatkan diare pada bayinya, cacingan ataupun
aroma asi yang menjadi anyir.
Berbeda dengan masyarkat Ciseureuh, kebiasaan makan dalam masyarakat Sunda
terdapat beberapa makanan dan kebiasaan makan yang dianggap tabu antara lain:
1.2 Kepercayaan/agama
Salah satu daerah di Brebes yang terkenal akan kepercayaan makannya adalah
Ciseureuh. Desa Ciseureuh Dusun Jalawastu merupakan salah satu kampung adat yang masih
ada di Brebes hingga kini. Kampung tersebut terletak di Kec. Ketanggungan, Kab. Brebes.
Sebagaimana kampung adat lainnya di tatar sunda, masyarakat kampung adat Ciseureuh
dusun Jalawastu masih mempertahankan adat istiadat atau tradisi warisan leluhur. Kendati
demikian, pengaruh budaya modern juga telah hadir dalam kehidupan sehari-hari masyarakat
Ciseureuh, seperti halnya mereka yang mulai sedikit terbuka tentang perubahan globalisasi.
Makan adalah satu perkara yang wajib dalam hidup, cara makan juga merupakan
satu budaya. Masing-masing bangsa memiliki budaya mereka tersendiri bagaimana cara
mereka makan. Contohnya orang Cina makan menggunakan sumpit, sedangkan orang Barat
terbiasa makan menggunakan sendok dan garpu. Setiap tindakan pasti ada tujuan, tentu ada
alasan yang rasional kenapa mereka makan dengan cara tersebut.
Masyarakat Indonesia yang berada di Brebes, khususnya orang sunda pada umumnya
gemar sekali melakukan setiap kegiatan bersama-sama. Salah satu kegiatan yang paling
digemari oleh orang-orang sunda adalah makan bersama atau mayoran dalam istilah orang
sunda. Mayoran atau makan bersama sendiri tidak hanya dilakukan ketika mereka bersama
keluarga mereka sendiri,tetapi mereka pun tidak segan untuk makan bersama-sama dengan
orang lain diluar keluarga mereka sendiri. Mayoran sendiri biasanya dilakukan ketika ada
acara bersama yang dihadiri seluruh anggota komunitas seperti rekreasi ataupun acara-acara
khusus seperti menyambut bulan ramadhan dan pelaksanaan upacara adat
Inti dari kegiatan makan bersama ini adalah kebersamaan dan saling berbagi,bagaimana
setiap individu dalam komunitas berinteraksi satu sama lain,saling berbagi makanan,cerita
dan lelucon.Dalam hubungannya dengan ilmu sosial, makan bersama atau mayoran ditinjau
dari perilaku sosial merupakan perilaku yang menggambarkan bahwa manusia merupakan
mahkluk sosial yang perlu berinteraksi satu sama lain.Dengan melakukan tradisi botram ini
setiap individu dalam komunitas dalam hal ini sunda dapat mengenal individu -individu
lainnya,sedangkan bila ditinjau dari kebiasaan sosial,makan bersama atau botram ini
merupakan kegiatan positif yang dapat mempererat tali persaudaraan diantara individu dalam
komunitas tersebut.
Dari pemaparan diatas dapat didapat kesimpulan, makan bersama atau mayoran dalam
tradisi komunitas sunda merupakan kegiatan yang bersifat positif karena dapat mempererat
tali persaudaraan antar anggota komunitas serta merupakan perilaku sosial yang baik karena
setiap anggota komunitas dapat mengenal anggota lainnya meski tidak terikat oleh ikatan
darah.
Selain kegiatan makan bersama orang Sunda, biasanya makan menggunakan tangan
kanan. Hal ini berasal dari salah satunya cerita klasik di masyarkat Sunda dahulu. Di
penghujung abad ke-19 ada seorang kerabat dari Raja Kedah yang menetap di Selangor yang
bernama Tengku Kudin. Pada suatu hari Tengku Kudin dijemput oleh British Resident untuk
menghadiri satu jamuan makan malam didalam rumah residen tersebut. Ketika semua tamu
jemputan telah berada ditempat untuk menyantap hidangan, tiba-tiba Tengku Kudin bangun
menuju ke arah keran air untuk membasuh tangannya. Tanpa menghiraukan orang lain yang
semuanya menggunakan sendok dan garpu, beliau dengan lahap menyuap makanan ke dalam
mulutnya menggunakan tangan!
Tingkah polah Tengku Kudin ini diperhatikan oleh seorang wanita Inggris yang
kebetulan duduk di sisinya. Merasa tertarik dengan perlakuan Tengku Kudin itu wanita
tersebut kemudian lantas bertanya : “Kenapa anda makan dengan tangan? Bukankah
menggunakan sendok dan garpu itu lebih bersih dan lebih sopan?”
Tengku Kudin menjawab dengan suara lantang sehingga tamu-tamu lain dapat
mendengarnya. Beliau menjawab, “Saya makan dengan menggunakan tangan sekurang-
kurangnya ada tiga sebab. Pertama; Saya tahu tangan saya lebih bersih dari sendok dan garpu
sebab saya sendiri yang membasuhnya bukan orang lain. Sendok dan garpu itu dibasuh oleh
orang lain yang belum tentu cukup bersih. Kedua; Saya yakin tangan saya lebih bersih karena
tangan saya hanya saya seorang saja yang menggunakannya – tidak pernah dipinjam pada
orang lain, sedangkan sendok dan garpu itu banyak orang berbeda-beda yang pernah
menggunakannya. Ketiga; Saya percaya tangan saya lebih bersih karena ia tidak pernah jatuh
dalam longkang!”
Jawaban Tengku Kudin ini membuat semua orang yang mendengarnya tertohok. Kalau
sebelum itu diantara mereka ada yang tersenyum sinis melihat Tengku Kudin menyuap
makanan dengan tangannya tapi selepas itu masing-masing orang mengangguk, mungkin
karena mereka berpikir bahwa jawaban tersebut memang benar masuk akal.
Budaya makan dengan tangan adalah salah satu kesamaan yang tampak pada acara
makan-makan kopdar kemarin. Sehingga memunculkan impressi bahwa pangkat, derajat,
status sosial, kedudukan, dll. Semuanya tidak berlaku! Semua orang sama, meski banyak
perbedaan mencolok yang bercampur baur didalam persamaan. Itu semua tak lain adalah
untuk menegaskan bahwa perbedaan ada untuk mendatangkan keindahan melalui persamaan.
1.4 Preferensi
Prefrensi atau selera adalah sebuah konsep, yang digunakan pada ilmu sosial,
khususnya ekonomi. Ini mengasumsikan pilihan ralitas atau imajiner antara alternatif-
alternatif dan kemungkinan dari pemeringkatan alternatif tersebut, berdasarkan kesenangan,
kepuasan, gratifikasi, pemenuhan, kegunaan yang ada. Lebih luas lagi, bisa dilihat sebagai
sumber dari motivasi. Makan bukan hanya merupakan upaya manusia untuk
mempertahankan diri agar bisa hidup terus. Dengan makan, makhluk hidup apa pun, apalagi
manusia, berusaha memenuhi kebutuhannya akan gizi. Tanpa makan, apalagi juga tanpa
minum, kehidupannya tidak akan berlangsung lama.
Bahwa tradisi makan menunjukkan budaya masyarakatnya, tecermin dalam cara
makan orang yang egaliter. Tradisi makan masyarakat Sunda yang tinggal di daerah pedesaan
memperlihatkan budaya masyarakatnya yang egaliter. Bentuk rumah dan pembagian
ruangannya yang sederhana tidak membutuhkan peralatan rumah tangga yang dianggap tidak
perlu. Ruang tengah dijadikan ruang keluarga, sekaligus menjadi ruang makan. Ruang ini
sering kali tidak dilengkapi dengan meja makan. Mereka makan dengan cara lesehan di atas
sehelai tikar yang dihamparkan.
Menu utama biasanya ikan mas atau gurami yang diolah dengan berbagai bumbu,
dalam bentuk pepes, goreng, atau hasil olahan lainnya. Tambahan menu lainnya yang tidak
pernah ketinggalan, antara lain, goreng ikan asin jambal, goreng atau pepes ayam, oncom,
sayur asem, dan tentu saja lalap-lalapan. Jika di lingkungan etnis lain jenis lalap seperti
jengkol dan petai banyak dihindari, di lingkungan masyarakat Sunda justru sebaliknya.
Jengkol dan petai justru merupakan penambah selera makan. Pasangan lalap biasanya
disandingkan dengan sambal. Sejoli ini ada yang disebut sambal terasi karena salah satu
bahan yang digunakan terasi bakar. Ada pula yang disebut sambal dadak karena dibuat
mendadak. Dinamakan sambal hejo karena menggunakan cabai hijau. Sambal goang yang
banyak dikonsumsi petani di daerah pantai utara, terbuat dari cabe rawit dan garam
secukupnya.
2.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Anonim1 .2008.Budaya Makan dengan Tangan di
http://gielardino.wordpress.com/2008/03/13/budaya-makan-dengan-tangan/ diakses
28 April 2013
Winarno, FG. 1987.Gizi dan Makanan Bagi Bayi dan Anak. Jakarta:Sapihan